2.1.MDL LAW203 Hukum Pidana Flipbook PDF

2.1.MDL LAW203 Hukum Pidana

83 downloads 101 Views 1MB Size

Recommend Stories


Porque. PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::
Porque tu hogar empieza desde adentro. www.avilainteriores.com PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com Avila Interi

EMPRESAS HEADHUNTERS CHILE PDF
Get Instant Access to eBook Empresas Headhunters Chile PDF at Our Huge Library EMPRESAS HEADHUNTERS CHILE PDF ==> Download: EMPRESAS HEADHUNTERS CHIL

Story Transcript

LAW 203

MODUL HUKUM PIDANA SESI 1 Pengertain Hukum Pidana, Tujuan Hukum Pidana, Fungsi Hukum Pidana,

Disusun Oleh: Endik Wahyudi, SH,MH

UNIVERSITAS ESA UNGGUL | 1

Pengertain Hukum Pidana, Tujuan Hukum Pidana, Fungsi Hukum Pidana, Sejarah Hukum Pidana dan Ilmu Hukum Pidana

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu : Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan apa itu hukum pidana, sejarah hukum pidana, tujuan hukum pidana, fungsi hukum pidana serta asas-asas hukum pidana. Mahasiswa mampu menguraikan dan memahami 3 masalah dasar didalam hukum pidana (tindak pidana, pertaggungjawaban pidana dan sanksi pidana). Mahasiswa mampu memahami secara teoritis dasar-dasar hukum pidana, apa itu ilmu hukum pidana dan teori-teori pemidanaan.

1. Pendahuluan Selalu menarik apabila kita membicarakan topik tentang hukum, bahkan menjadi perbincangan sehari-hari, baik di media sosial, TV atau bahkan di warung kopi. Secara konsensus kita memilih menjadi bangsa yang bersendikan Demokrasi yang bertumpu pada aturan-aturan hukum, oleh karenanya dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3 di tegaskan bahwa “Negara Indonesia Adalah Negara Hukum”, 1 Pasal 1 ayat 3 ini mempunyai makna bahwasannya

Indonesia

adalah

negara

hukum

yang

pelaksanaan

ketatanegaraanya dilaksanakan berdasarkan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Dalam sebuah negara hukum, kekuasaan akan dijalankan oleh pemerintah berdasar kedaulatan hukum atau yang kita sebut sebagai supremasi hukum yang bertujuan untuk menjalankan sebuah ketertiban hukum. Supremasi hukum sendiri haruslah mencakup tiga macam ide dasar 1

Lihat dan cermati kembali ketentuan Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945

2

dari sebuah hukum, yaitu dasar keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Oleh sebab itu hukum tidak boleh mengabaikan keadilan masyarakat, dan sebuah hukum tidak runcing kebawah dan tumpul ke atas karena semua sama didepan mata hokum. 2 Untuk memastikan supremasi hukum di negara kita dapat di tegakkan maka dari sudut pandang hukum pidana perlu di pastikan adalah; Pertama: aturan yang di buat (undang-undang/ Substansi Hukum /Legal Substance) itu suddah baik, Kedua; adalah Struktur Hukum (Legal Structure) atau aparat penegak hukumnya bekerja dengan profesional, jujur dan akuntabel dan yang ke-Tiga adalah Budaya hukum (Legal Culture) atau masyarakat hukum indoesia harus berprilaku dan mencontohkan kedisipinan hukum dengan baik, sehingga

terjadi

simbioasis

mutualis

yang

saling

menguatkan

dalam

penegakan hukum di Indonesia. 3 Masyarakat hukum indonesia dalam setiap gerak geriknya di atur dalam suatu tatanan norma, baik itu yang tertulis maupun yang tidak tertulis, sehingga setiap tindak-tanduknya haruslah berpedoman pada norma yang tertulis atau tidak tertulis tersebut. Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati). 4 Norma hukum diatas lazim kita temui dalam peraturan-peraturan hukum pidana kita, yang banyak memuat sanksi berupa hukuman mati, penjara dan denda. Merumuskan hukum pidana ke dalam rangakaian kata untuk dapat memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum pidana adalah sangat sukar. Namun setidaknya

2

https://brainly.co.id/tugas/13584253 di akses pada 8 september 2020 Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (struktur of law), subtansi hukum (subtance of the law) dan budaya hukum (legal culture). Struktur hukum menyangkut aparat hukum, subtansi hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) yang di uat dalam suatau masyarakat. 4 https://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum di akses pada 08 september 2020 3

3

dengan merumuskan hukum pidana menjadi sebuah pengertian dapat membantu memberikan gambaran/deskripsi awal tentang hukum pidana. Banyak pengertian dari hukum pidana yang diberikan oleh para ahli hukum pidana diantaranya adalah sebagai berikut: Hukum pidana itu itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusankeharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakantindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukum itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut. 5 Dalam literatur telah banyak dijelaskan pengertian dan makna hukum pidana sebagai salah satu bidang dalam ilmu hukum. Pendefinisian Hukum pidana harus

dimaknai

menjadi

Pada prinsipnya secara umum ada dua pengertian

acuannya.

sesuai

dengan

sudut

pandang

yang

tentang hukum pidana, yaitu disebut dengan ius poenale dan ius puniend. Ius poenale merupakan pengertian hokum pidana objektif. hukum pidana ini dalam

pengertian

menurut

Mezger

adalah "aturan-aturan hukum yang

mengikatkan pada suatu perbuatan tertentu yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana."6 Pada bagian lain Simons merumuskan

hokum pidana objekti sebagai “Semua tindakan-tindakan

keharusan (gebod) dan larangan (verbod) yang dibuat oleh negara atau penguasa umum lainnya, yang kepada pelanggar ketentuan tersebut diancam derita khusus, yaitu pidana, demikian juga peraturan-peraturan yang

5

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Sinar Baru. Bandung, 1984), hal. 1-2. 6 Ida Bagus Surya Darma Jaya, Hukum Pidana Materil & Formil : Pengantar Hukum Pidana, USAID-The Asia Foundation-Kemitraan Partnership, Jakarta, 2015, hlm. 2.

4

menentukan syarat bagi akibat hukum itu.7 Selain itu Pompe merumuskan hukum pidana objektif sebagai semua aturan hukum yang menentukan terhadap tindakan apa yang seharusnya dijatuhkan pidana dan apa macam pidananya yang bersesuainya.8 Menurut Simons dalam PAF Lamintang hukum pidana itu dapat dibagi menjadi hukum pidana dalam arti objek tif atau strqfrecht in objectieve zin dan hukum pidana dalam arti subjektif atau strqfrecht in subjectieve zin. Hukum pidana dalam arti objek tif adalah hukum pidana yang berlaku, atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius poenale. Simons dalam Sudarto merumuskan hukum pidana dalam arti objektif sebagai: Keseluruhan larangan dan perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati; A. Keseluruhan peraturan penjatuhan pidana, dan;

yang

menetapkan

syarat-syarat

untuk

Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana. 9 Hukum pidana dalam arti subjektif atau ius puniendi bisa diartikan secara luas dan sempit, yaitu sebagai berikut: A. Dalam arti luas: Hak dari negara atau alat-alat perlengkapan negara untuk mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu; B. Dalam arti sempit: Hak untuk menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang. Hak ini dilakukan oleh badanbadan peradilan. Jadi ius puniendi adalah hak mengenakan pidana. Hukum pidana dalam arti subjektif (ius puniendi) yang merupakan peraturan yang mengatur hak negara dan alat perlengkapan negara untuk mengancam, menjatuhkan dan melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang melanggar larangan dan perintah yang telah diatur di dalam hukum pidana itu diperoleh negara dari peraturan7

S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Alumni AhaemPetehaem, Jakarta, 1986, hlm. 13. 8 S.R. Sianturi, Ibid., hlm 14. 9

Sudarto, Hukum Pidana I, (Yayasan Sudarto, Semarang, 1990) hal. 9

5

peraturan yang telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objek tif (ius poenale). Dengan kata lain ius puniendi harus berdasarkan kepada iuspoenale. 10 W.F.C. Van Hattum dalam Lamintang menjelaskan Hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakantindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman. 11

2. Pengertian Hukum Pidana Menurut Ahli Moeljatno

menjelaskan

hukum

pidana

adalah

bagian

daripada

keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasardasar dan aturanaturan untuk: A. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut; B. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan; C. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. 12 Sedangkan Adami Chazawi mengatakan hukum pidana itu adalah bagian dari hukum publik yang memuat/berisi ketentuan-ketentuan tentang: A. Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan dengan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu. 10 11

12

Ibid hal. 10 P.A.F. Lamintang, Op.Cit., hal. 2. Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Erlangga, Jakarta, 2001), hal. 1

6

B. Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya. C. Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya Polisi, Jaksa, Hakim), terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan, menja-tuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa Pelanggar hokum tersebut dalam usaha melindungi dan mempertahankan hakhaknya dari tindakan negara dalam upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut. 13 Hazewinkel-Suringa dalam Andi Hamzah menjelaskan bahwa Hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya dian-cam dengan pidana (sanksi hukum) bagi barang siapa yang membuatnya. 14 Beberapa pendapat di atas tentang pengertian hukum pidana, kalau di simpulkan yaitu bahwa hukum pidana merupakan: A. Norma yang tertulis Berupa larangan terhadap berbuatan tertentu Di sertai ancaman berupa pidana Dan mengatur mekanisme bagaimana cara menjatuhkan sanksi pidana tersebut. 3. Pembagian Hukum Pidana Pembagian Hukum Pidana dapat dikelompokkan sebagai berikut : 15 1) Berdasarkan wilayah berlakunya : a) Pidana umum (berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, KUHP dan Undang-undang tersebar di luar KUHP) b) Hukum Pidana Lokal (Perda untuk daerah-daerah tertentu) 2) Berdasarkan bentuknya : a) Hukum Pidana tertulis terdiri dari dua bentuk, yaitu : 13

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002), hal. 2 14 Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Rineka Cipta, Jakarta, 1991), hal. 4 15 Drs. Adami Chazawi, Pembelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Raja Grafindo Persada, 2013, Jakarta) hal. 8

7

i) Hukum Pidana yang dikodifikasikan yaitu Kitab Undangundang Hukum Pidana (KUHP); dan ii) Hukum Pidana yang tidak dikodifikasikan (tindak pidana khusus yang diatur dalam undang-undang tersendiri seperti UU Tindak

Pidana

Ekonomi,

UU

Pemberantasan

Tindak

Pidana/korupsi, Uang, UU Kekerasan dalam Rumah Tangga, dan sebagainya). b) Hukum Pidana tidak tertulis (Hukum Pidana Adat) adalah hukum yang berlaku

hanya

untuk

masyarakat-masyarakat

tertentu.

Dasar

hukum keberlakuannya pada zaman Hindia Belanda adalah Pasal 131 IS (indische staatregeling) atau AB (Algemene Bepalingen van Wetgeving). Pada zaman UUDS Pasal 32, 43 Ayat (4), Pasal 104 Ayat (1), Pasal 14, Pasal 13, Pasal 16 Ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman dalam Pasal 5 Ayat (1), UU Darurat No. 1 Tahun 1951 dalam Pasal Ayat (3 sub b). i) Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus ii) Hukum pidana umum adalah ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berlaku secara umum bagi semua orang. iii) Hukum pidada khusus adalah ketentuan-ketentuan hukum pidana yang pengaturannya secara khusus yang titik berat pada golongan tertentu (militer) atau suatu tindaka tertentu, seperti pemberantasan tindak

pidana ekonomi, korupsi.

Khususannya

pidananya

meliputi

tindak

(desersi

atau

insubordinasi dalam tindak pidana di kalangan militer) dan acara

penyelesaian

perkara

pidananya

(in

absensia,

pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi). iv) Hukum Pidana Materil dan Hukum Pidana Formil v) Hukum pidana materil adalah hukum yang mengatur atau berisikan tingkah laku yang diancam pidana, siapa yang dapat dipertanggungjawabkan dan berbagai macam pidana yang dapat dijatuhkan. vi) Hukum

pidana

formil

(hukum

acara

pidana)

adalah

seperangkat norma atau aturan yang menjadi dasar atau 8

pedoman bagi aparat penegak hukum dalam hal ini polisi, jaksa,

hakim

melakukan

dalam

menjalankan

penyidikan,

penuntutan,

kewajibannya

untuk

menjatuhkan

dan

melaksanakan pidana dalam suatu kasus tindak pidana. 4. Sumber Hukum Pidana Sumber hukum pidana secara umum dapat dijumpai dari beberapa sumber hukum, dianataranya adalah sebagai berikut:

1) KUHP (Wet Boek van Strafrecht) sebagai sumber utama hukum pida-na Indonesia terdiri atas : (a) Tiga Buku KUHP, yaitu Buku I Baguan Umum, Buku II tentang Kejahatan, Buku III tentang Pelanggaran. (b)

Memorie van Toelichting (MvT) atau penjelasan

terhadap KUHP. Penjelasan ini tidak seperti penjelasan dalam perundang-undangan Indonesia. Penjelasan ini disampaikan bersama rancangan KUHP pada tweede kamer (parlemen Belanda) pada tahun 1881 dan diundangkan tahun 1886. 2) Undang-undang diluar KUHP yang berupa tindak pidana khusus, seperti UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU Narkotika, UU Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). 3) Beberapa yurisprudensi yang memberikan makna atau kaidah hukum tentang istilah dalam hukum pidana, misalnya perbuatan apa saja yang dimaksud dengan penganiayaan sebagaimana dirumuskan Pasal 351 KUHP yang dalam perumusan pasalnya hanya menyebut kualifikasi (sebutan

tindak

pidananya)

tanpa

menguraikan

unsur

tindak

pidananya. Dalam salah satu yurisprudensi dijelaskan bahwa terjadi penganiayaan dalam hal terdapat perbuatan kesengajaan yang menimbulkan perasaan tidak enak, rasa sakit dan luka pada orang lain. Selain itu Pasal 351 ayat (4) KUHP menyebutkan bahwa penga-niayaan disamakan dengan sengaja merusak kesehatan orang lain. Yurisprudensi Nomor Y.I.II/1972 mengandung kaidah hukum tentang hilangnya sifat melawan hukum perbuatan yakni bahwa suatu tinda-kan pada umumnya 9

dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya berdasarkan asas-asas keadilan atau asas-asas hukum yang tidak tertulis dan bersifat umum sebagaimana misalnya 3 faktor yakni, negara tidak dirugikan, kepentingan umum dilayani, terdakwa tidak mendapat untung.

4) Di daerah-daerah perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang dan tercela menurut pandangan masyarakat yang tidak diatur dalam KUHP. Hukum adat (hukum pidana adat) masih tetap berlaku sebagai hokum yang hidup (The living law). Keberadaan hukum adat ini masih diakui berdasarkan UU Darurat No. 1 Tahun 1951 Pasal 5 Ayat (3) Sub b. Seperti misalnya delik adat Bali Lokika Sanggraha sebagaima dirumuskan dalam Kitab Adi Agama Pasal 359 adalah hubungan cinta antara seorang pria dengan seorang wanita yang sama-sama belum terikat perkawinan, dilanjutkan dengan hubungan seksual atas dasar suka sama suka karena adanya janji dari si pria untuk mengawini si wanita, namun setelah si wanita hamil si pria memungkiri janji untuk mengawini si wanita dan memutuskan hubungan cintanya tanpa alasan yang sah. Delik ini hingga kini masih sering diajukan ke pengadilan.

5. Fungsi Hukum Pidana Secara garis besar dapat di jelaskan bahwa fungsi hukum pidana dapat dibagi menjadi 3, diantaranya yaitu: A. Fungsi melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang menyerang atau memeperkosa Kepentingan hukum (rechtsbelang) adalah segela kepentingan yang diperlukan dalam berbagai segi kehidupan manusia baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, maupun anggota suatu negara,

yang

wajib

di

jaba

dan

di

pertahankan

agar

tidak

dilanggar/diperkosa oleh perbuatan-perbuatan manusia. 16 semua ini di tujukan untuk terlakssana dan terjaminya ketertiban di dalam segala bidang kehidupan.

16

Ibid hal.16

10

Dalam doctrin hukum pidana Jerman, kepentigan hukum itu meliputi: 17 A. Hak-hak (recthen); B. Hubungan hukum (rechsbeterkking); C. Keadaan hukum (rechtstoestand); Bangunan masyarakat (social instelligen) Selanjutnya, kepentingan hukum yang wajib di lindungi itu ada tiga macam, diantaranya: A. Kepentingan hukum perorangan (individuale belangen), misalnya kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa) kepentingan hukum atas tubuh, kepentingan hukum atas hak milik benda, kepentingan hukum atas harga diri dan nama baik, kepentingan hukum terhadap rasa susila, dan lain sebagainya. Kepentingan hukum masyarakat (sociale of maatscbappijke belangen), misalkan kepentingan hukum terhadap keamanan dan ketertiban umum, ketertiban lalu lintas di jalan raya, dan lain sebagainya. Kepentingan hukum negara (staatsbelagen) misalkan kepentingan hukum terhadap keamanan dan keselamatan negara, kepentingan hukum terhadap negara-negara sahabat, kepentingan hukum terhadap martabat kepala negara dan wakilnya. 1) Memberi daar legitimasi bagi negara dalam rangka negara

menjalankan

fungsi

mempertahankan

kepentingan hukum yang di lindungi Fungsi hukum pidana yang di maksut ini tiada lain memberi dasar legitimasi bagi negara agar dapat menjalankan fungsi menegakkan dan melindungi kepentingan hukum yang di lindungi oleh hukum pidana tadi dengan sabaik-bainya. 2) Fungsi yang ke-3 adalah mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara menjalankan fungsi mempertahankan kepentingan hukum yang di lindungi.

17

16

Satochid Kartanegara, Hukum Pidana, Bagian I (Balai Lektur Mahasiswa, 1955) Hal.

11

Dalam

menjalankan

fungsi

hukum

pidana

yang

disebutkan ke-dua, hukum pidana telah memberikan hak dan kekuasaan yang sangat besar kepada negara agar dapat menjalankan fungsi mempertahankan kepentingan hukum yang di lindungi dengan sebaik baiknya. 6. Sejarah Hukum Pidana Seperti kita ketahui bersama, bahwa produk hukum kita adalah warisan dari kolonialisme Belanda, di mana kita di jajah lama oleh negara kincir angin tersebut. Oleh karenanya perlu kiranya mahasiswa semua memahami betul asal-usul hukum di indonesia, dari mana sumbernya, apa filosofi hukumnya hingga nilai-nilai apa yang terkandung dalam hukum tersebut. Sejarah hukum pidana Indonesia secara umum tidak dapat dilepaskan dari keberadaan masyarakat Indonesia, masyarakat Indonesia yang terbagi dalam banyak kerajaan, masyarakat Indonesia di bawah jajahan Belanda dan masyarakat Indonesia setelah masa kemerdekaan. Hukum pidana modern Indonesia dimulai pada masa masuknya bangsa Belanda di Indonesia, adapun hukum yang ada dan berkembang sebelum itu atau setelahnya, yang hidup dimasyarakat tanpa pengakuan pemeritah Belanda dikenal dengan hukum adat. 18

Masa penjajahan Belanda pemerintah Belanda berusaha melakukan kodifikasi hukum di Indonesia, dimulai tahun 1830 dan berakhir pada tahun 1840, namun kodifikasi hukum ini tidak termasuk dalam lapangan hukum pidana.

Dalam

hukum

pidana

kemudian

diberlakukan

interimaire

strafbepalingen. Pasal 1 ketentuan ini menentukan hukum pidana yang sudah ada sebelum tahun 1848 tetap berlaku dan mengalami sedikit perubahan dalam sistem hukumnya. Walaupun sudah ada interimaire strafbepalingen, pemerintah Belanda tetap berusaha menciptakan kodifikasi dan unifikasi dalam lapangan hukum pidana, usaha ini akhirnya membuahkan hasil dengan diundangkannya 18

Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H., M.H. Bahan Ajar Hukum Pidana, (Pustaka Pena Press, jakarta, 2016) hal 10

12

koninklijk besluitn 10 Februari 1866. wetboek van strafrech voor nederlansch indie (wet-boek voor de europeanen) dikonkordinasikan dengan Code Penal Perancis yang sedang berlaku di Belanda. 19 Inilah yang kemudian menjadi Wetboek van Strafrecht atau dapat disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku sampai saat ini dengan perubahan-perubahan yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia. 20 Pada Waktu Indonesia merdeka untuk menghindari kekosongan hukum berda-sarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 semua perundangundangan yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru. Untuk mengisi keko-songan hukum pada masa tersebut maka diundangkanlah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang berlakunya hukum pidana yang berlaku di Jawa dan Madura (berdasarkan Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1946 diberlakukan juga untuk daerah Sumatra) dan dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 untuk diberlakukan untuk seluruh daerah Indonesia untuk mengha-pus dualsme hukum pidana Indonesia. Dengan demikian hukum pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ialah KUHP sebagaimana ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 beserta perubahanperubahannya antara lain dalam Undang-Undang 1 Tahun 1960 tentang perubahan KUHP, Undang-Undang Nomor 16 Prp Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP, Undang-Undang Nomor 18 Prp. Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Maksimum Pidana Denda Dalam KUHP, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Penambahan KetentuanKetentuan Mengenai Pembajakan Udara pada Bab XXIX Buku ke II KUHP. 21 7. Ilmu Hukum Pidana Ilmu hukum pidana dapat dibedakan antara ilmu hukum pidana dalam arti sempit dan dalam arti yang luas. Dalam arti yang sempit, ilmu hukum pidana merupakan bagian dari ilmu hukum yang pada dasarnya mempelajari 19

Ida Bagus Surya Darma Jaya, Hukum Pidana Materil & Formil : Pengantar Hukum Pidana, USAID-The Asia Foundation-Kemitraan Partnership, Jakarta, 2015, hal. 13 20 ibid 21 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Alumni AhaemPetehaem, Jakarta, 1986, hal 15

13

dan menjelaskan perihal hukum pidana yang berlaku atau hukum pidana positif dari suatu negara (ius constitutum(, jadi bersifat dogmatis. Bahan kajian ilmu hukum pidana dalam arti sempit adalah hukum positif yang sedang berlaku. 22 Sejatinya hukum pidana terdiri dari norma-norma. Doktrin hukum pidana bahkan doktrin hukum pada umumnya sangat berpengaruh dan bahkan menjadi landasan dibentuknya norma hukum pidana. Oleh sebab itu, dalam hal ini tugas dari ilmu hukum pidana adalah berusaha merumuskan dan menjelaskan asas-asas yang menjadi dasar bagi norma-norma yang berlaku, baik mengenai aturan umumnya maupun aturan khusus mengenai tindak pidananya, mencari dan menetapkan hubungan antara asas yang satu dengan asas yang lainya, kemudian meyatukanya dalam sebuah sistem yang bulat. Semua itu diperlukan untuk dapat menjelaskan perihal norma-norma yang sedang berlaku tadi. 23 Sedangkan dalam arti luas hukum pidana tidak saja terbatas pada kajian dogmatis sebagaimana yang diterangkan diatas. Ilmu hukum pidana tidak hanya mempelajari dan menjelaskan secara sistematis norma-norma hukum yang sedang berlaku saja, tetapi juga meliputi hal-hal berikut ini. A. Bidang-bidang mengapa norma yang berlaku itu di langgar, kajian tidak berfokus pada norma saja, tetapi pada sebab-sebab mengapa norma itu di langgar, kemudian bagaimana upaya agar norma itu tidak di langgar. Kajian bidang ini kini telah merupakan ilmu tersendiri yang disebut kriminologi. Selain bidang diatas, kajian ilmu hukum pidana adalah tentang hokum yang akan di bentuk atau hukum yang di harapakan kedepan (ius constituandum) Walaupun kriminologi telah diakui sebagai kajian ilmu tersendiri, tetap tidak lepas dari ilmu hukum pidana, bahkan sebagai ilmu pembantu atau melengkapi ilmu hukum pidana amat berguna dalam praktek menerapkan norma hukum pidana oleh pengadilan dalam usaha mencapai keadilan. Keadilan disamping kepastian hukum dalam arti ketepatan dalam penerapan hukum merupakan tujuan utama dari mempelajari ilmu hukum pidana. 8. Ilmu Pembantu Hukum Pidana 22 23

Drs. Andami Chazawi, Op.cit, Hal 21 ibid

14

Sejatinya Hukum pidana pada dasarnya merupakan hukum atau ketentuan-ketentuan mengenai kejahatan dan pidana. Sedangkan objek kriminologi sebagai ilmu pembantu hukum pidana adalah orang yang melakukan kejahatan itu sendiri sebagai gejala dalam masyarakat. 24 Kriminologi menurut Sutherland adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan, penjahat, dan reaksi masyarakat terhadap kejahatan.14Tugas ilmu pengetahuan hukum pidana adalah menjelaskan (interpretasi) hukum pidana, mengkaji norma hukum pidana (konstruksi) dan penerapan ketentuan yang berlaku terhadap suatu tindak pidana yang terjadi (sistematisasi). 25 Hukum pidana memiliki hubungan dengan kriminologi tentu tidak dapat dipungkiri beberapa sarjana seperti Simons dan Van Hamel bahkan mengatakan kriminologi adalah ilmu yang mendukung ilmu hukum pidana. Alasan-alasan yang dikemukakan, penyelesaian perkara pidana tidak cukup mempelajari pe-ngertian dari hukum pidana yang berlaku, mengkonstruksikan dan mensistema-tiskan saja, tetapi perlu juga diselidiki penyebab tindak pidana itu, terutama mengenai pribadi pelaku. Selanjutnya perlu dicarikan jalan penanggulangannya. Selain kriminologi ada sosiologi, antropologi, pisikologi dan beberapa ilmu lainnya yang berperan dalam hukum pidana. Sosiologi kriminal menyelidiki faktor-faktor sosial seperti misalnya kemakmuran rakyat, pertentangan kelas di lapangan sosial dan ekonomi, penggangguran dan sebagainya yang mempengaruhi perkembangan kejahatan tertentu di daerah tertentu. 26 Antropologi kriminal menyelidiki bahwa manusia yang berpotensi berbuat jahat mempunyai tanda-tanda fisik tertentu. Lambroso mengadakan penelitian secara antropologi mengenai penjahat dalam rumah penjara. Kesimpulan yang ia dapatkan bahwa penjahat mempunyai tanda-tanda tertentu, tengkoraknya isinya kurang (pencuri) daripada orang lain, penjahat pada umumnya mempunyai tulang rahang yang lebar, tulang dahi yang melengkung ke belakang dan lain-lain. 27

24

Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H., M.H., op.cit, hal 14 S.R. Sianturi, op.cit, hlm . 33 26 Utrecht, Hukum Pidana I, (Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1986,) hal.143 27 W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (PT. Pembangunan, Djakarta, 1970,) 25

hal 99

15

Psikologi kriminal mencoba memberikan pemahaman bahwa ada faktor kejiwaan tertentu yang mempengaruhi seseorang untuk berbuat kejahatan, mulai gangguan dari tingkat yang paling rendah sampai pada tingkat yang paling tinggi (kleptomania, pedo-pilia, neurose, psikopat dan lain-lain). 28 Selain itu di samping kriminologi ada viktimologi yakni ilmu yang mengkaji

tentang

peran

korban

dalam

suatu

kejahatan.

Viktimologi

berkembang selaras dengan perkembangan teori-teori dalam viktimologi tentang peranan korban. Hans von Hentig (1941), Mendelsohn (1947) memberikan pemahaman kepada kriminologi bahwa munculnya kejahatan tidak hanya dapat dilihat dari faktor-faktor empiris yang terdapat pada diri pelaku kejahatan tetapi peranan korban harus dipandang sebagai faktor simultan dan sangat signifikan terhadap timbul-nya kejahatan. Perkembangan viktimologi semakin pesat dan berkembang menjadi ilmu yang mempunyai objek kajian yang lebih luas yakni bagaimana memberikan perlindungan terhadap korban dalam sistem peradilan pidana, perkembangan model-model perlindungan korban bahkan pemahaman korban juga meliputi victim abuse of power (korban penyalahgunaan kekuasaan) seba-gaimana diatur dalam Declatarion of Basic Principle of Juctice for Victim of Crime and Abuse of Power MU PBB 40/34 1985.

Setelah di kemukakan beberapa sub materi diatas, ada beberapa poin penting yang hendak di sampaikan dalam simpulan ini, dianataranya sebagai berikut: A. Hukum pidana adalah keseluruhan hukum yang mengadakan dasardasar dan aturan-aturan untuk : 1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa

28

Gerson W. Bawengan, Pengantar Psikologi Kriminil, (PT. Pradnya Paramita, Jakarta,) 1991, hal. 119

16

pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut (Tindak pidana/ hukum pidana materil) 2) Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan (pertanggungjawaban pidana/ hukum pidana materil) 3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilak-sanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut (hukum acara pidana/hukum pidana formil)  Pembagian Hukum pidana dapat dibedakan atas hukum pidana umum dan hukum pidana lokal, hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis, hukum pidana umum dan hukum pidana khusus, hukum pidana materil dan hukum pidana formil.  Sumber hukum pidana meliputi : a) perundang-undangan terkodifikasi baik dalam KUHP beserta penjelasannya (Memorie van Toelichting) maupun undang-undang khusus di luar KUHP seperti UU Pemberantasan tindak Pidana Korupsi, UU Narkotika dan lain-lain, b) Beberapa Yurisprudensi, c). Hukum pidana adat berdasarkan UU Darurat No.1 tahun 1951 Pasal 5 ayat (3) sub b Jo UU No 1 Tahun 1961.  Sejarah hukum pidana tidak terlepas dari sejarah penjajahan di Indonesia.

Sebagai

jajahan

Perancis,

pembentukan

dan

pemberlakukan hukum pidana Belanda tidak terlepas dari esensi Code

Penal

Perancis

yang

terbentuk

pada

tahun

1810

(pemerintahan Napolion) sebab Belanda merupakan salah satu Negara jajahan Perancis sehingga pada tahun 1811 Perancis memberlaku-kan Code Penal-nya sebagai pengganti Crimineel Wetboek Voor Het Koning-krijk Holland yang sebelumnya berhasil dibuat oleh Belanda pada tahun 1795. Code Penal ini masih berlaku terus hingga 1886 dengan beberapa pe-rubahan yang salah satunya penghapusan pidana mati (dengan undang-undang 17 September 1870 stb No. 162). Tahun 1881 hukum pidana nasio-nal Belanda terwujud dan mulai berlaku pada tahun 1886 dengan nama Wet-boek

Van

Strafrecht,

seiring

berkembangnya

sejarah

kemerdekaan Indone-sia, untuk mengisi kekosongan hukum maka 17

diundangkanlah UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo UU No. 73 Tahun 1958.  Ilmu pembantu hukum pidana antara lain kriminologi (ilmu tentang kejahatan dan penjahat), sosiologi kriminal (ilmu tentang realitas sosial yang mempe-ngaruhi terjadinya kejahatan), antropologi kriminal (ilmu tentang tanda-tanda fisik seorang penjahat), psikologi kriminal (faktor kejiwaan yang mempe-ngaruhi orang berbuat jahat) dan viktimologi (ilmu tentang peranan korban dalam suatu kejahatan).

1.

Ilmu pembantu hukum pidana diantaranya adalah a. Ilmu penyelidikan b. Ilmu Kriminologi c. Ilmu Penyidikan

2. diantara sumber hukum pidana ialah sebagai berikut? a.

Memorie van Toelichting

b.

Buku Karangan Pfoesor Meljatno

c.

Pembukaan UUD 1945

3. Berdasarkan sejarah, hukum pidana kita berasal dari? a. Jepang b. Inggris c. Belanda 4. Hukum pidana sejatinya mengatur tentang? a. Pola perilaku manusia b. Kekerasan c. Hubungan manusia dengan manusia 18

5. Sejatinya fungsi hukum pidana adalah untuk? a. Melindungi kepentingan hukum yang hendak di perkosa b. Mensejahterakan masyarakat c. Meningkatkan kewaspadaan bersama D. Kunci Jawaban 1. B 2. A 3. C 4. A 5. A

P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Sinar Baru. Bandung, 1984), Ida Bagus Surya Darma Jaya, Hukum Pidana Materil & Formil : Pengantar Hukum Pidana, USAID-The Asia Foundation-Kemitraan Partnership, Jakarta, 2015, S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Alumni AhaemPetehaem, Jakarta, 1986, Sudarto, Hukum Pidana I, (Yayasan Sudarto, Semarang, 1990) Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Erlangga, Jakarta, 2001), Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002) Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Rineka Cipta, Jakarta, 1991), Drs. Adami Chazawi, Pembelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Raja Grafindo Persada, 2013, Jakarta Satochid Kartanegara, Hukum Pidana, Bagian I (Balai Lektur Mahasiswa, 1955) 19

Prof. Dr. Andi Sofyan, S.H., M.H. Bahan Ajar Hukum Pidana, (Pustaka Pena Press, jakarta, 2016) Ida Bagus Surya Darma Jaya, Hukum Pidana Materil & Formil : Pengantar Hukum Pidana, USAID-The Asia Foundation-Kemitraan Partnership, Jakarta, 2015, hal. 13 S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya, Alumni AhaemPetehaem, Jakarta, 1986, hal 15 Utrecht, Hukum Pidana I, (Pustaka Tinta Mas, Surabaya, 1986,) W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, (PT. Pembangunan, Djakarta, 1970,) Gerson W. Bawengan, Pengantar Psikologi Kriminil, (PT. Pradnya Paramita, Jakarta,) 1991, https://brainly.co.id/tugas/13584253 di akses pada 8 september 2020 https://id.wikipedia.org/wiki/Norma_hukum di akses pada 08 september 2020

20

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.