4-E-Book_BUKU-SAKU-UMAT-KATOLIK Flipbook PDF


3 downloads 100 Views 23MB Size

Recommend Stories


Porque. PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::
Porque tu hogar empieza desde adentro. www.avilainteriores.com PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com Avila Interi

EMPRESAS HEADHUNTERS CHILE PDF
Get Instant Access to eBook Empresas Headhunters Chile PDF at Our Huge Library EMPRESAS HEADHUNTERS CHILE PDF ==> Download: EMPRESAS HEADHUNTERS CHIL

Story Transcript

KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK BUKU SAKU Pemerintah Provinsi DKI Jakarta & Yayasan ICLEI-Local Governments for Sustainability Indonesia Pemerhati Peduli Lingkungan Hidup (PEPULIH) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) 2020


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Yayasan ICLEI-Local Governments for Sustainability Indonesia Pemerhati Peduli Lingkungan Hidup (PEPULIH) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) 2020


62 21 2598-1322 Email: [email protected] www.icleiseas.org - www.iclei.org www.facebook.com/ICLEISEAS www.twitter.com/icleiseas


ii PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA III KATA PENGANTAR V KATA PENGANTAR IX PROLOG AGAMAWAN DAN PERUBAHAN IKLIM XIII MENGHADAPI ANCAMAN PERUBAHAN IKLIM 1 ANCAMAN KRISIS EKOLOGIS 9 SUARA KENABIAN DI TENGAH KRISIS EKOLOGIS 15 PERTOBATAN EKOLOGIS 21 AMANAT MERAWAT LINGKUNGAN HIDUP 31 MERAWAT RUMAH KITA BERSAMA 39


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK iii KATA PENGANTAR GUBERNUR DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Lingkungan yang baik menjadi prasyarat kota yang maju dan menjadi pemicu penting kebahagiaan warga. Kami menyadari itu. Sementara itu, di sisi lain, perubahan iklim telah menjadi ancaman nyata bagi siapa pun dan dimana pun, termasuk kita. Umat manusia menghadapi krisis ini. Para pakar menyebutnya dengan pemanasan buana (global warming). Ia bukan ada di luar sana, tapi sudah menjumpai kita di sini dan sekarang ini. Karena itu kami senantiasa berikhtiar mengatasi persoalanpersoalan lingkungan dari beragam aspek, mulai dari bidang transportasi sampai ke bidang sampah. Kami melakukannya dengan mengeluarkan kebijakan berperspektif lingkungan dan berkolaborasi dengan warga dan pemangku kepentingan. Dalam isu lingkungan ini salah satunya kami berkolaborasi dengan Yayasan ICLEI-Local Governments for Sustainability Indonesia. Pada kesempatan ini izinkan kami atas nama Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengapresiasi Yayasan ICLEI Indonesia yang telah berkolaborasi dalam isu lingkungan. Kolaborasi kali ini terkait Penyusunan Strategi Percepatan Pencapaian Target Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di DKI Jakarta. Di antara kegiatan ini adalah Ambitious City


iv PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI Promises (ACP). Kegiatan telah menghasilkan tiga buku panduan peran agama untuk pengendalian perubahan iklim. • Manusia dan Perubahan Iklim dalam Perspektif 6 (enam) Agama di Indonesia; • Panduan Umum Eco-Rumah Ibadah 6 (enam) agama untuk Pengendalian Perubahan Iklim; dan • Buku Saku Khotbah untuk umat masing-masing agama. Buku-buku ini akan dicetak dan disebarluaskan ke masingmasing tokoh agama dan rumah ibadah. Menjadi pegangan mereka. Kami berharap buku-buku ini memberikan pemahaman yang baik terkait isu perubahan iklim di kalangan umat. Dengan begitu seluruh umat beragama dapat secara aktif menjadi bagian dari gerakan mendukung pembangunan rendah emisi dan adaptif terhadap dampak perubahan iklim yang terjadi di Jakarta. Buku ini akan mengeratkan tangan kita dalam berkolaborasi bersama untuk menyelamatkan Jakarta dan bumi kita ini. Secara khusus, semoga kolaborasi ini bisa mencapai National Determined Contribution (NDC) 2030. Yang tidak kalah penting, semua ikhtiar ini menjadi bagian dari mewariskan lingkungan yang lebih baik untuk anak-cucu dan generasi men >[email protected]


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 1 “Perubahan iklim merupakan masalah global dengan dampak buruk untuk lingkungan, masyarakat, ekonomi, perdagangan dan politik. Ini merupakan salah satu tantangan utama yang dihadapi umat manusia pada zaman kita” (Paus Fransiskus).1 Richmond Valentine, tokoh jahat dalam film Kingsman: Secret Service (2014), menyusun rencana besar untuk memusnahkan sebagian besar populasi manusia. Rencana jahat itu ternyata dilatarbelakangi oleh persoalan pemanasan global. Dia yakin bahwa pemanasan global pada dasarnya sama dengan demam yang kita alami ketika terinfeksi virus. Tubuh kita menaikkan suhu untuk membunuh virus itu. Pada akhirnya, ada dua kemungkinan yang tersisa: virus itu atau kita yang mati. Planet bumi, menurut Richmond Valentine, sedang menaikkan suhu permukaannya sebagai reaksi atas aktivitas virus yang mengganggu ekosistemnya. Virus itu adalah manusia. Risikonya akan fatal jika kenaikan suhu global itu terus berlanjut. Karena itu, dia berinisiatif “membantu” planet bumi mengatasi ancaman virus itu. Caranya adalah dengan mengurangi populasi manusia agar keseimbangan ekosistem bumi kembali normal. 1 Paus Fransiskus, Laudato Si: Tentang Perawatan Rumah Kita Bersama, terjemahan P. Martin Harun, OFM. Jakarta: Obor, 2015, hlm 20. MENGHADAPI ANCAMAN PERUBAHAN IKLIM Oleh: Yohanes I Wayan Marianta, SVD


2 PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI Skenario kejam dan sewenang-wenang semacam itu tentu saja tidak dapat diterima. Pemanasan global tidak dapat diselesaikan dengan menempuh jalan pintas. Belakangan ini muncul pihakpihak yang menawarkan solusi teknologis, seperti rekayasa iklim (climate engineering) atau penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage). Di masa depan, solusisolusi teknologis yang mahal ini mungkin saja dapat digunakan tetapi sampai saat ini belum teruji keandalannya. Ide solusi teknologis ini juga perlu disikapi secara kritis. Harapan akan adanya solusi teknologis di masa depan tidak boleh menjadi alasan untuk menunda-nunda upaya penanggulangan tren pemanasan global. Para ahli telah lama mengingatkan bahwa ancaman pemanasan global dan perubahan iklim itu nyata. Mengabaikan peringatan mereka berarti mempertaruhkan kelestarian ekosistem bumi dan kelangsungan peradaban manusia. ANCAMAN PERUBAHAN IKLIM Di kalangan para ahli dan peneliti iklim telah terbentuk konsensus ilmiah tentang persoalan pemanasan global dan perubahan iklim. Konsensus ini tidak terlepas dari kinerja Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Lembaga PBB yang didirikan pada 1988 ini bertugas mengkoordinasi riset dan pemantauan atas fenomena perubahan iklim di seluruh dunia.2 Lembaga ini telah menunjukkan konsistensinya dalam menyajikan data ilmiah dan obyektif tentang perubahan iklim. Pada 2007, IPCC bersama Al Gore Jr. mendapat hadiah Nobel atas jasa mereka menyebarkan pengetahuan tentang perubahan iklim.3 2 IPCC didirikan oleh The World Meteorological Organization (WMO) dan The United Nations Environment Programme (UNEP) pada tahun 1988. Informasi lebih lengkap bisa diperoleh melalui website lembaga ini: https://www.ipcc.ch/. 3 Lihat https://www.nobelprize.org/prizes/peace/2007/ipcc/facts/.


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 3 Data-data ilmiah yang dikumpulkan oleh IPCC menunjukkan tren pemanasan global dan perubahan iklim itu nyata dan mengkhawatirkan.4 Penyebabnya adalah aktivitas manusia yang mengakibatkan peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer sejak Revolusi Industri. Gas-gas rumah kaca, khususnya karbon dioksida (CO2 ), metana (CH4 ) dan nitrogen oksida (N2 O), diketahui berfungsi sebagai perangkap panas radiasi sinar matahari yang terpantul dari permukaan bumi. Kenaikan konsentrasi gas-gas ini di atmosfer menyebabkan semakin banyak “panas” yang terperangkap dan meningkatkan suhu permukaan bumi. Karbon dioksida mendapat perhatian khusus karena dikenal sebagai gas rumah kaca yang berdampak paling besar terhadap pemanasan global.5 Karena itu, pengurangan emisi karbon menjadi ujung tombak upaya-upaya penanggulangan pemanasan global. Emisi karbon terutama berasal dari penggunaan bahan bakar fosil, deforestasi dan perubahan lahan untuk pertanian. Indonesia menjadi salah satu negara “papan atas” dalam emisi karbon. Pada 2015, Indonesia bahkan masuk dalam peringkat empat besar dunia karena kurang berhasil mencegah kebakaran hutan, deforestasi dan konversi tanah gambut menjadi lahan sawit.6 Para ahli telah lama mengingatkan bahwa pemanasan global akan berdampak fatal bagi kelangsungan ekosistem planet 4 Lihat IPCC, Climate Change 2007: Synthesis Report; juga IPCC, Climate Change 2014: Synthesis Report. 5 “Carbon dioxide (CO2) is the most important anthropogenic GHG. Its annual emissions grew by about 80% between 1970 and 2004….Atmospheric concentrations of CO2 (379ppm) and CH4 (1774ppb) in 2005 exceed by far the natural range over the last 650,000 years….. Global increases in CO2 concentrations, are due primarily to fossil fuel use, with land-use change providing another significant but smaller contribution.” IPCC, Climate Change 2007: Syntesis Report, 2008, p.5 6 Daisy Dunne, “Carbon Brief Profile: Indonesia,” 27 Maret 2019, diakses dari: https://www.carbonbrief.org/the-carbon-brief-profile-indonesia.


4 PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI bumi jika dibiarkan terus berlanjut. Sementara itu, upaya-upaya bersama untuk menanggulangi ancaman perubahan iklim belum menampakkan hasil menggembirakan. Hampir setiap tahun diadakan Konferensi Perubahan Iklim di bawah payung The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Melalui Protokol Kyoto (1997) dan Kesepakatan Paris (2015), negara-negara telah membuat komitmen untuk mengurangi emisi karbon. Meskipun demikian, pelaksanaan komitmen tersebut belum membuahkan hasil sesuai harapan. Rata-rata suhu permukaan bumi terus merayap naik sejalan dengan peningkatan konsentrasi emisi karbon di atmosfer. James Hansen, seorang pakar dan aktivis isu perubahan iklim, menganjurkan agar komunitas global mengurangi emisi CO2 ke atmosfer agar tidak melebihi level 350 parts-per-million (ppm).7 Pada permulaan Revolusi Industri, konsentrasi CO2 di atmosfer diketahui berkisar pada level 280 ppm. Pada 2016, level 400 ppm telah terlewati.8 Mei 2019, sensor Mauna Loa Observatory mencatat konsentrasi CO2 di atmosfer telah mencapai 415 ppm. 9 Laporan Khusus yang diberikan oleh IPCC pada 2018, menunjukkan telah terjadinya kenaikan suhu global sebesar 1°C dari level sebelum Revolusi Industri. 10 Data ini merupakan 7 “If humanity wishes to preserve a planet similar to that on which civilization developed and to which life on Earth is adapted, paleoclimate evidence and ongoing climate change suggest that CO2 will need to be reduced from its current 385 ppm to at most 350 ppm.” James Hansen et al., “Target Atmospheric CO2: Where Should Humanity Aim?”. Diakses dari: https://arxiv. org/vc/arxiv/papers/0804/0804.1126v2.pdf. 8 Nicola Jones, “How the World Passed a Carbon Threshold and Why It Matters”, January 26. 2017, diakses dari: https://e360.yale.edu/features/howthe-world-passed-a-carbon-threshold-400ppm-and-why-it-matters. 9 Jonathan Shieber, “CO2 in the Atmosphere Just Exceeded 415 Parts Per Million for the First Time in Human History”, May 13, 2019, diakses dari: https://techcrunch.com/2019/05/12/co2-in-the-atmosphere-just-exceeded415-parts-per-million-for-the-first-time-in-human-history/. 10 “Human activities are estimated to have caused approximately 1.0°C of global warming above pre-industrial levels, with a likely range of 0.8°C to 1.2°C. Global warming is likely to reach 1.5°C between 2030 and 2052 if it continues


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 5 alarm yang perlu mendapat perhatian serius. Kesepakatan Paris memuat komitmen negara-negara untuk mencegah kenaikan rata-rata suhu global tidak lebih dari 2°C dari level sebelum Revolusi Industri, dan sedapat mungkin tidak lebih dari 1,5°C.11 Setengah dari ambang batas tersebut kini telah terlampau. Data ini jelas menunjukkan komitmen untuk mencegah tren kenaikan suhu global belum dijalankan dengan sungguh-sungguh. SERUAN PAUS FRANSISKUS DALAM “LAUDATO SI” Bagaimana sikap kita sebagai umat Katolik menanggapi masalah perubahan iklim? Kita dapat menimba inspirasi dan pedoman dari Ensiklik Paus Fransiskus “Laudato Si” (2015). Pertama, Paus Fransiskus menekankan tanggung jawab bersama untuk mengatasi berbagai bentuk krisis ekologis, termasuk ancaman perubahan iklim. Bumi adalah rumah kita bersama. Karena itu, Paus mengundang semua orang yang berkehendak baik untuk berdialog tentang masa depan planet bumi dan peradaban manusia yang terancam oleh krisis ekologis. Kedua, Paus Fransiskus menempatkan isu perubahan iklim dalam bingkai kesejahteraan umum (bonum commune). Dampaknya akan dialami oleh semua orang karena iklim merupakan “syarat mutlak kehidupan manusia.”12 Ancaman perubahan iklim menuntut tanggapan yang bertanggung jawab dari para pemangku kebijakan pada setiap level pemerintahan. Perbedaan pendapat dan kepentingan tidak boleh menjadi alasan untuk menunda-nunda upaya mitigasi dan adaptasi. Prinsip kehati-hatian (precautionary principle) menuntut semua pihak melakukan tindakan yang dinilai paling aman untuk menghindari risiko terjadinya bencana ekologis. to increase at the current rate. (high confidence).” IPCC, Special Report 15: Summary for Policy Makers, 2018, p.4. 11 Informasi lebih lengkap tentang Kesepakatan Paris dapat dibaca dalam website UNFCCC: https://unfccc.int/process-and-meetings/the-paris-agreement/theparis-agreement. 12 Laudato Si, paragraf 23, hlm. 18.


6 PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI Ketiga, Paus Fransiskus menerima “konsensus ilmiah” yang menyatakan pemanasan global dan perubahan iklim disebabkan oleh aktivitas manusia yang memacu terjadinya peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer.13 Posisi ini perlu dibaca sebagai sebuah tekanan bagi pihakpihak yang berupaya menyangkal realitas perubahan iklim bukan karena mereka memiliki data ilmiah yang solid melainkan karena kepentingan bisnis tertentu. Mengikuti konsensus para ahli, Paus Fransiskus juga mengingatkan kita akan dampakdampak buruk pemanasan global, antara lain terganggunya siklus karbon, mencairnya es di kutub dan di pegunungan tinggi, hilangnya hutan tropis, pengasaman air lautan, dan kenaikan permukaan laut. Semua ini berpotensi membawa dampak ikutan yang berbahaya, antara lain risiko kepunahan banyak spesies, persoalan ketersediaan sumber makanan dan air bersih, dan terjadinya pengungsian penduduk yang wilayahnya tenggelam karena naiknya permukaan laut.14 Keempat, Paus Fransiskus menegaskan penanggulangan terhadap krisis ekologis, termasuk perubahan iklim, menuntut perubahan dalam sistem ekonomi. Model ekonomi yang mengejar pertumbuhan dengan mengorbankan kelestarian lingkungan hidup harus dihentikan. Semua pihak harus mengupayakan terbangunnya sistem ekonomi yang berkelanjutan dan integral.15 Secara lebih spesifik, Paus Fransiskus mendorong pembuatan kebijakan dan komitmen untuk mengurangi emisi karbon, beralih dari ketergantungan pada bahan bakar fosil dengan mengembangkan sumbersumber energi bersih dan terbarukan, dan membentuk gerakan hemat energi.16 13 Ibid., paragraf 23, hlm. 18-19. 14 Ibid., paragraf 24, hlm. 19-20. 15 Ibid., Paragraf 13, hlm 10. 16 Ibid., paragraf 23, hlm. 19; paragraf 26, hlm. 21; paragraf 165, hlm. 125.


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 7 Kelima, Paus Fransiskus menyerukan agar komitmen untuk merawat lingkungan hidup dikembangkan selaras dengan kepedulian pada kaum miskin. Dampak terburuk perubahan iklim akan dialami oleh kaum miskin, khususnya di negaranegara berkembang.17 Paus Fransiskus mendesak kita untuk menjadi lebih peka mendengarkan “jeritan bumi maupun jeritan kaum miskin.”18 APA YANG HARUS KITA LAKUKAN Ancaman perubahan iklim merupakan salah satu tantangan terberat bagi umat manusia dewasa ini. Kita harus percaya Allah tidak membiarkan kita berjuang sendiri.19 Meskipun demikian, kita juga harus memikul tanggung jawab bersama untuk menghadapinya. Kita dapat mewujudkan tanggung jawab tersebut dengan melakukan hal-hal berikut ini: • Melakukan “pertobatan ekologis” dan membangun pola hidup ramah lingkungan. • Mempromosikan pola hidup ramah lingkungan pada orang lain dan komunitas di sekitar kita melalui dialog dan teladan hidup. • Melibatkan diri dalam gerakan-gerakan untuk mendesak pemerintah, baik pada tingkat lokal, nasional maupun global, untuk lebih serius melaksanakan upaya-upaya mitigasi dan adaptasi atas ancaman perubahan iklim. 17 Ibid., paragraf 25, hlm. 20. 18 Ibid., paragraf 49, hlm. 35. 19 Ibid., paragraf 13, hlm. 10.


8 PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 9 ANCAMAN KRISIS EKOLOGIS Oleh: Yohanes I Wayan Marianta, SVD “’Padang gurun eksternal di dunia sedang meluas, karena gurun-gurun internal telah menjadi begitu luas’ Karena itu, krisis ekologi merupakan panggilan untuk pertobatan batin yang mendalam” (Paus Fransiskus).20 Keprihatinan atas kondisi lingkungan hidup dewasa ini mendorong Paus Fransiskus mengeluarkan Ensiklik “Laudato Si” (2015). Bab pertama ensiklik tersebut diberi judul: “Apa yang Terjadi dengan Rumah Kita.” Di dalamnya, Paus Fransiskus membahas berbagai bentuk kerusakan ekologis. Pembahasan tersebut tentu saja tidak dimaksudkan sebagai laporan teknis tentang kondisi lingkungan hidup global saat ini. Paus Fransiskus menuliskannya untuk menggugah hati semua orang yang berkehendak baik, untuk menyadari ancaman krisis ekologis yang sedang membayang-bayangi masa depan planet kita. Ancaman krisis ekologis bukanlah isapan jempol. Deskripsi Laudato Si tentang degradasi lingkungan hidup didukung oleh pendasaran ilmiah yang andal. Ensiklik ini ditulis dengan mendengarkan pendapat banyak ahli, bukan saja dari kalangan teolog, melainkan juga dari kalangan ilmuwan yang memang 20 Paus Fransiskus, Laudato Si: Tentang Perawatan Rumah Kita Bersama, terjemahan P. Martin Harun, OFM. Jakarta: Obor, 2015, paragraf 217, hlm. 161- 162


10 PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI menekuni persoalan lingkungan hidup secara mendalam.21 Laudato Si patut dipuji karena mencoba menyuarakan dengan bahasa moral-spiritual keprihatinan komunitas ilmiah yang telah lama berupaya mengingatkan masyarakat luas tentang kondisi ekologis planet bumi yang mengkhawatirkan. Karena keterbatasan ruang, kita tidak dapat membahas semua persoalan lingkungan yang disampaikan Paus Fransiskus. Beberapa kutipan berikut, memberikan gambaran tentang keprihatinan Paus Fransiskus berkaitan dengan kondisi ekologis planet kita. PERSOALAN POLUSI DAN SAMPAH: • “Ada beberapa bentuk pencemaran yang dialami orang setiap hari. Polusi udara salah satunya yang mengakibatkan berbagai masalah kesehatan, terutama bagi masyarakat miskin, bahkan menyebabkan jutaan kematian dini. Orang jatuh sakit, misalnya, karena terus menghirup asap bahan bakar yang digunakan untuk masak atau pemanasan rumah.”22 • “Polusi lainnya yang memengaruhi kesehatan antara lain disebabkan oleh transportasi, asap industri, zat yang memberikan kontribusi pada pengasaman tanah dan air, pupuk, insektisida, fungisida, herbisida dan agrotoxins pada umumnya.”23 • “Setiap tahun dihasilkan ratusan juta ton limbah, yang sebagian besar tidak membusuk secara biologis, yaitu antara lain; limbah domestik dan perusahaan, 21 Justin Gillis, “Pope Francis Aligns Himself With Mainstream Science on Climate”, The New York Times, June 18, 2015, https://www.nytimes. com/2015/06/19/science/earth/pope-francis-aligns-himself-withmainstream-science-on-climate.html. 22 Laudato Si, paragraf 20, hlm. 16. 23 Ibid.


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 11 pembongkaran bangunan, limbah klinis, elektronik dan industri, limbah yang sangat beracun dan radioaktif.”24 • “Bumi, rumah kita, mulai makin terlihat sebagai tempat pembuangan sampah yang besar.”25 ANCAMAN PERUBAHAN IKLIM: • “Sebuah konsensus ilmiah yang sangat kuat menunjukkan bahwa kita saat ini sedang menyaksikan suatu pemanasan yang mencemaskan dalam sistem iklim.”26 • “Perubahan iklim merupakan masalah global dengan dampak buruk untuk lingkungan, masyarakat, ekonomi, perdagangan dan politik. Ini merupakan salah satu tantangan utama yang dihadapi umat manusia pada zaman kita. Dampak terburuk mungkin akan dirasakan dalam beberapa dekade mendatang oleh negara-negara berkembang.”27 • “Sudah ada peningkatan signifikan dalam jumlah migran yang berusaha melarikan diri dari kemiskinan yang makin parah, akibat kerusakan lingkungan.”28 KRISIS AIR: • “Masalah sangat serius adalah kualitas air sangat buruk bagi orang miskin yang menyebabkan banyak kematian setiap hari.”29 24 Ibid., paragraf 21, hlm. 17. 25 Ibid. 26 Ibid., paragraf 23, hlm. 18. 27 Ibid., paragraf 25, hlm. 20. 28 Ibid., paragraf 25, hlm. 21. 29 Ibid., paragraf 29, hlm 23.


12 PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI • “Sementara kualitas air yang tersedia terus berkurang, di beberapa tempat ada tren makin kuat ke arah privatisasi sumber daya yang terbatas ini, mengubahnya menjadi barang dagangan yang tunduk pada hukum pasar”.30 HILANGNYA KERAGAMAN HAYATI: • “Setiap tahun hilang ribuan spesies tanaman dan hewan yang tidak pernah akan dikenali lagi, dan tidak pernah akan dilihat anak-anak kita, karena telah hilang untuk selamanya. Sebagian besar punah karena alasan yang berkaitan dengan aktivitas manusia.”31 • “Siapa yang telah mengubah dunia laut yang indah menjadi kuburan bawah air yang kehilangan warna dan kehidupan?”32 Kutipan-kutipan di atas menggugah kita untuk mendalami lebih jauh apa yang sedang terjadi dengan planet kita. Dengan mendiskusikan persoalan-persoalan ekologis tersebut, Paus Fransiskus mendorong kita untuk mengakui bahwa planet kita memang sedang menghadapi ancaman krisis ekologis akibat ulah manusia. Degradasi lingkungan hidup dalam skala global ini tentu saja akan menyentuh semua aspek kehidupan kita sebagai manusia. DOSA EKOLOGIS Dalam bingkai iman, kita memandang perusakan lingkungan hidup sebagai dosa. Paus Fransiskus mengungkapkan hal ini dalam Laudato Si dengan mengutip pernyataan Patriarkh Bartolomeus: 30 Ibid., paragraf 30, hlm. 23. 31 Ibid., paragraf 33, hlm. 25. 32 Ibid, paragraf 41, hlm 30.


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 13 “Bila manusia menghancurkan keanekaragaman hayati ciptaan Tuhan; bila manusia mengurangi keutuhan bumi ketika menyebabkan perubahan iklim, menggunduli bumi dari hutan alamnya atau menghancurkan lahan-lahan basahnya; bila manusia mencemari air, tanah, udara, dan lingkungan hidupnya - semua ini adalah dosa…. Kejahatan terhadap alam adalah dosa terhadap diri kita sendiri dan dosa terhadap Allah.”33 Dosa ekologis menimbulkan luka dalam diri kita dan dalam relasi dengan Allah dan alam ciptaan. Paus Fransiskus menantang kita untuk mengakui besarnya luka dan kerusakan yang kita timpakan kepada “saudari bumi”: “Saudari ini sekarang menjerit karena segala kerusakan yang telah kita timpakan padanya, karena tanpa tanggung jawab kita menggunakan dan menyalahgunakan kekayaan yang telah diletakkan Allah di dalamnya. Kita bahkan berpikir bahwa kitalah pemilik dan penguasanya yang berhak untuk menjarahnya. Kekerasan yang ada dalam hati kita yang terluka oleh dosa, tercermin dalam gejala-gejala penyakit yang kita lihat pada tanah, air, udara dan pada semua bentuk kehidupan. Oleh karena itu bumi, terbebani dan hancur, termasuk kaum miskin yang paling ditinggalkan dan dilecehkan oleh kita.”34 Manusia telah bertindak kejam terhadap bumi yang menopang hidupnya. Sebagai akibatnya, bumi kini memperlihatkan tandatanda sakit berupa degradasi ekologis dalam berbagai bentuk. 33 Ibid., paragraf 8, hlm. 6. 34 Ibid., paragraf 2, hlm. 1.


14 PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI Sebagai orang beriman, kesadaran akan hal ini mendorong kita melakukan pertobatan ekologis, baik secara pribadi maupun komunal. Paus Fransiskus menegaskan, dengan mengutip pernyataan Patriarkh Bartolomeus, bahwa “kita dipanggil untuk mengakui kontribusi kita, kecil atau besar, terhadap luka-luka dan kerusakan alam ciptaan” dan “perlu bertobat dari cara kita memperlakukan planet ini.”35 KECEMASAN DAN HARAPAN Pembahasan tentang krisis ekologis tidak boleh membuat kita tenggelam dalam kecemasan yang melumpuhkan. Kita ditantang untuk berinisiatif mencari jalan untuk menumbuhkan upaya-upaya bersama untuk memulihkan planet bumi dari lukalukanya. Di tengah kecemasan akan dampak krisis ekologis dan keprihatinan atas lemahnya upaya-upaya global untuk melakukan penanggulangan, Paus Fransiskus tetap mengobarkan optimisme: “Tantangan yang mendesak untuk melindungi rumah kita bersama mencakup upaya menyatukan seluruh keluarga manusia, guna mencari bentuk pembangunan berkelanjutan dan integral, karena kita tahu perubahan itu dimungkinkan. Sang Pencipta tidak meninggalkan kita; ia tidak pernah meninggalkan rencana kasih-Nya atau menyesal telah menciptakan kita. Umat manusia masih memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam membangun rumah kita bersama.”36 Sebagai umat Katolik, kita harus berjuang menyebarkan optimisme Paus Fransiskus ini. Krisis ekologis adalah sebuah ancaman yang menggelisahkan dan sekaligus tantangan yang mendorong kita untuk menunjukkan sisi terbaik dari kemanusiaan. 35 Ibid. paragraf 8, hlm. 5-6. 36 Ibid., paragraf 13, hlm. 10.


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 15 SUARA KENABIAN DI TENGAH KRISIS EKOLOGIS Oleh: Yohanes I Wayan Marianta, SVD “Kerusakan lingkungan menantang kita memeriksa gaya hidup masing-masing” (Paus Fransiskus).37 Gambar 1. Greta Thunberg Sumber : ŚƩƉƐ͗ͬͬnjĞŶŝƚ͘ŽƌŐͬϮϬϭϵͬϬϰͬϭϳͬƉŽƉĞͲƚŚĂŶŬƐͲĂŶĚͲĞŶĐŽƵƌĂŐĞƐͲŐƌĞƚĂͲƚŚƵŶďĞƌŐͲŝŶͲ ŚĞƌͲĐŽŵŵŝƚŵĞŶƚͲƚŽͲĚĞĨĞŶĚͲƚŚĞͲĞŶǀŝƌŽŶŵĞŶƚͬ Siapa tidak tahu Greta Thunberg, gadis belia yang telah menjadi ikon global kampanye untuk isu perubahan iklim. Majalah Time memilih Greta Thunberg sebagai tokoh 2019.38 Melalui Kardinal Peter Turkson, Vatikan memuji Greta Thunberg sebagai seorang “saksi istimewa” atas ajaran Gereja tentang 37 Paus Fransiskus, Laudato Si: Tentang Perawatan Rumah Kita Bersama, terjemahan P. Martin Harun, OFM. Jakarta: Obor, 2015, paragraf 206, hlm. 155. 38 Charlotte Alter, Suyin Haynes and Justin Worland, “Time 2019 Person of the Year – Greta Thunberg,” diakses dari: https://time.com/person-of-the-year2019-greta-thunberg/


16 PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI perawatan lingkungan hidup dan martabat pribadi manusia.39 Meskipun masih muda, dia telah menunjukkan persistensi dan integritas yang mengagumkan dalam menyuarakan perlunya komunitas global menempuh upaya yang lebih radikal untuk menanggulangi ancaman perubahan iklim. Greta Tintin Eleonora Ernman Thunberg lahir 2003 di Swedia.40 Ketika berusia 15 tahun, dia mulai melakukan aksi protes di depan gedung parlemen Swedia untuk menuntut pemerintah memenuhi target pembatasan emisi karbon. Pada awalnya aksi itu dilakukannya sendiri setiap Jumat. Aksi protes ini kemudian mendapat perhatian luas. Anak-anak sekolah dari berbagai belahan dunia menggelar aksi protes serupa karena terinspirasi oleh “Aksi Mogok Sekolah untuk Iklim” yang dilakukan oleh Greta Thunberg. Mereka menamakan gerakan itu: “Jumat untuk Masa Depan”. Sebagai seorang aktivis muda, Greta Thunberg sering mendapat kesempatan berbicara dalam forum internasional. Dia menggunakan kesempatan-kesempatan semacam itu untuk mendesak para pemimpin dunia dan kalangan bisnis agar sungguh-sungguh mengupayakan mitigasi terhadap ancaman perubahan iklim. Tanpa ragu, dia menyampaikan sentilansentilan yang menyengat. Dalam UN Climate Action Summit (23 September 2019) di New York, misalnya, Greta menegur para pemimpin dunia yang “mencuri mimpi” kaum muda karena kelalaian dan keengganan mereka menempuh upaya mitigasi yang lebih radikal atas pemanasan global: 39 Elise Harris, “Vatican Calls Greta Thunberg ‘Great Witness’ of Church’s Environmental Teaching,” Dec 12, 2019, diakses dari: https://cruxnow.com/ vatican/2019/12/vatican-calls-greta-thunberg-great-witness-of-churchsenvironmental-teaching/. 40 Lihat “Greta Thunberg”, https://en.wikipedia.org/wiki/Greta_Thunberg.


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 17 “Semua ini keliru. Saya tidak seharusnya ada di sini. Saya seharusnya kembali ke sekolah di seberang samudera. Tapi, kalian semua datang kepada kami, orang muda, untuk berharap. Betapa teganya kalian! Kalian telah mencuri mimpi-mimpiku dan masa kecilku dengan omong kosong kalian. Namun saya adalah salah satu orang yang beruntung. Banyak orang sedang menderita. Banyak orang sedang sekarat. Seluruh ekosistem sedang runtuh. Kita sedang berada dalam permulaan kepunahan massal. Dan kalian semua hanya berbicara soal uang dan dongeng-dongeng tentang pertumbuhan ekonomi yang abadi. Betapa teganya kalian!”41 Greta Thunberg dikagumi sebagai tokoh muda yang menginspirasi banyak orang, termasuk juga dari kalangan bisnis, untuk memerhatikan isu pemanasan global dan mengurangi emisi karbon. Media menyebut fenomena ini dengan istilah “Efek Greta.” Di tengah lemahnya upaya-upaya mitigasi global atas ancaman perubahan iklim, gadis ini menyampaikan “teguran kenabian” melalui aksi-aksi protes yang dilakukannya dengan konsisten. Gadis muda ini berhasil menarik simpati publik karena ia sungguh-sungguh menghayati apa yang disuarakannya. Di tengah popularitasnya, Greta Thunberg tampil sederhana dan fokus. Ketika berbicara dalam berbagai forum internasional jelas terlihat bahwa dia memahami isu perubahan iklim dengan baik. Meskipun masih muda, dia menunjukkan integritas tinggi dalam menjalankan advokasi “perubahan iklim.” Sebagai contoh, dia menjalani pola hidup vegan dan berhasil membuat orang tuanya melakukan hal yang sama. Dia juga berhasil mendesak 41 Diterjemahkan dari teks: https://en.wikipedia.org/wiki/Speeches_of_Greta_ Thunberg.


18 PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI orang tuanya untuk membatasi bepergian dengan pesawat terbang untuk mengurangi “jejak karbon.” Komitmen seperti ini membuat publik global menaruh simpati pada “suara kenabian” yang disampaikannya. SUARA KENABIAN “LAUDATO SI” Planet bumi yang sedang dilanda krisis ekologis membutuhkan “suara-suara kenabian” yang mengingatkan umat manusia untuk melakukan pertobatan ekologis. Ensiklik Paus Fransiskus, Laudato Si (2015), hadir untuk menjawab kebutuhan itu. Tajamnya teguran kenabian Paus Fransiskus tampak dalam beberapa poin berikut ini. Pertama, Paus Fransiskus menekankan, hampir tidak ada gunanya “menggambarkan gejala-gejala krisis ekologis tanpa mengakui akarnya dalam manusia”.42 Dengan ini Paus Fransiskus mengingatkan semua pihak bahwa solusi atas krisis ekologis terletak pada perubahan sikap dan prilaku manusia karena di situlah akarnya berada. Kedua, Paus Fransiskus menyorot kelemahan sistem ekonomi modern yang melahirkan berbagai bentuk ketimpangan sosialekonomi dan kerusakan lingkungan. Sebagai gantinya, Paus Fransiskus menggarisbawahi perlunya model pembangunan yang berkelanjutan dan integral.43 Ekonomi harus dilaksanakan dengan mengindahkan prinsip kesejahteraan umum, keadilan sosial, dan kelestarian lingkungan. Keempat, Paus Fransiskus mengkritik lemahnya komitmen pemerintahan global dalam menanggapi ancaman perubahan iklim. Paus menyatakan lemahnya tanggapan global 42 Laudato Si, paragraf 101, hlm. 78. 43 Ibid., paragraf 13, hlm. 10.


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 19 dilatarbelakangi oleh kecenderungan mengutamakan kepentingan ekonomis di atas kesejahteraan umum.44 Paus juga menegur pihak-pihak yang memiliki keunggulan dalam sumber daya namun justru melemahkan upaya-upaya global untuk menanggulangi ancaman perubahan iklim.45 Kelima, Paus Fransiskus mengingatkan negara-negara maju bahwa mereka memiliki kemampuan dan tanggung jawab yang lebih besar untuk menanggulangi krisis ekologis. Negara-negara maju, menurut Paus Fransiskus, memiliki “utang ekologis” untuk dilunasi. Dengan memerhatikan “utang ekologis” dan ketimpangan struktural yang terjadi selama ini, negara-negara maju harus menerima prinsip “tanggung jawab yang berbeda” dalam menanggulangi persoalan perubahan iklim.46 Teguran-teguran kenabian yang disampaikan dalam Laudato Si disertai dengan optimisme umat manusia dapat diharapkan memikul tanggung jawabnya untuk menanggulangi krisis ekologis. Sebagai contoh, Paus Fransiskus mengatakan “umat manusia masih memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam membangun rumah kita bersama.”47 MULAI DARI HAL-HAL SEDERHANA Suara kenabian Laudato Si dimaksudkan untuk mendorong pembaharuan dalam pola hidup, baik secara pribadi, komunal maupun kelembagaan. Bagaimana memulainya? Pepatah bijak mengajarkan perjalanan sejauh 1.000 mil dimulai dengan mengambil satu langkah. Demikian pula, pembaruan hidup menjadi lebih ramah lingkungan harus segera dimulai dengan hal-hal sederhana. 44 Ibid., paragraf 54, hlm. 39-40.. 45 Ibid., paragraf 26, hlm. 21. 46 Ibid., paragraf 52, hlm. 37-39. 47 Ibid., paragraf 13, hlm. 10.


20 PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI Kesadaran akan besarnya skala krisis ekologis bisa melemahkan semangat kita untuk berbuat sesuatu. Tak jarang kita menjadi skeptis dan apatis karena merasa tidak dapat melakukan perbuatan besar yang berpengaruh signifikan. Laudato Si mendorong kita untuk mulai dengan hal-hal kecil, seperti menempuh gaya hidup sederhana, menggunakan sarana transportasi umum, membentuk kebiasaan hidup hemat energi, mempertimbangkan jejak ekologis dari barang-barang yang kita beli, memilah sampah, menanam pohon, dan seterusnya. Hal-hal kecil seperti ini akan menjadi gerakan raksasa jika dilakukan bersama-sama. Perbuatanperbuatan sederhana semacam ini, menurut Paus Fransiskus, memancarkan sisi “terbaik manusia” bahwa kita memiliki kreativitas dan kemurahan hati untuk melakukan “tindakan tindakan kasih yang mengungkapkan martabat kita”.48 48 Ibid., paragraf 211, hlm 158.


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 21 PERTOBATAN EKOLOGIS Oleh; Yohanes I Wayan Marianta, SVD “Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” (Kejadian 1:31a). Dalam kegiatan-kegiatan animasi kepedulian ekologis, khususnya dalam lingkup Gereja Katolik, kita sering mendengar istilah “pertobatan ekologis.” Istilah ini memang telah menjadi sebuah kata kunci dalam Ajaran Sosial Gereja Katolik tentang lingkungan hidup. Dalam Laudato Si, Paus Fransiskus menggunakannya untuk mempromosikan pembaruan dalam relasi manusia dengan lingkungan hidup. Pertobatan mengandaikan adanya proses pembalikan arah (metanoia, Yunani; conversio, Latin). Bertobat berarti memutar haluan dari dosa, untuk kembali kepada Allah dan sesama. Pertobatan dimaksudkan untuk merajut kembali relasi dengan Allah dan sesama yang sebelumnya tersobek oleh dosa. Istilah “pertobatan ekologis” digunakan untuk berbicara tentang proses yang sama dalam konteks kepedulian lingkungan hidup. Pertobatan ekologis tumbuh dari pengakuan yang tulus akan dosa-dosa yang dilakukan terhadap lingkungan hidup. Prosesnya tidak berhenti sampai di sini. Kita harus melengkapinya dengan niat dan perbuatan nyata untuk mengubah pola hidup kita menjadi lebih ramah lingkungan.


22 PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI MEMERIKSA POLA HIDUP Pertobatan ekologis dimulai dengan kesediaan untuk memeriksa pola hidup yang selama ini dijalani. Dalam Ensiklik Laudato Si (2015), Paus Fransiskus menegaskan bahwa krisis ekologis memiliki akar manusiawi. Dengan kata lain, manusia adalah biang keladi berbagai bentuk kerusakan lingkungan hidup dewasa ini. Untuk mendorong proses pertobatan ekologis, Paus Fransiskus mengingatkan: “Kerusakan lingkungan menantang kita memeriksa gaya hidup masingmasing.”49 Upaya untuk memeriksa gaya hidup mengantar kita pada perkenalan dengan konsep “jejak ekologis” (ecological footprint). Konsep ini dikembangkan untuk mengukur beban atau dampak kebutuhan hidup manusia terhadap lingkungan. Para ahli menggunakannya untuk menilai tingkat ketergantungan manusia pada alam dan sekaligus kapasitas alam untuk menyediakannya.50 Konsep “jejak ekologis” membantu kita menilai dampak peradaban modern terhadap lingkungan hidup. Kita tentu saja paham bahwa kehidupan ini ditopang oleh ekosistem planet bumi. Sebagai makhluk hidup, kita membutuhkan oksigen, air, makanan dan lain-lain. Semuanya ini kita peroleh dari ekosistem bumi. Persoalannya, manusia memiliki kecenderungan untuk mengembangkan kebutuhan hidupnya jauh melampaui taraf sekadar bertahan hidup. Untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup tersebut, manusia memanfaatkan “sumber daya alam” dengan menggunakan ilmu dan teknologi sebagai senjata. 49 Paus Fransiskus, Laudato Si: Tentang Perawatan Rumah Kita Bersama, terjemahan P. Martin Harun, OFM. Jakarta: Obor, 2015, paragraf 206, hlm. 155. 50 Bdk. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Pedoman Umat Katolik dalam Melestariakan Lingkungan Hidup, 2014, hlm. 26-33


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 23 Dewasa ini, muncul kekhawatiran bahwa manusia telah memberi beban yang melampaui kemampuan ekosistem bumi untuk menanggungnya. Planet bumi tentu saja memiliki keterbatasan dalam kapasitasnya untuk menanggung beban pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Krisis ekologis dewasa ini merupakan alarm yang mengingatkan manusia modern untuk mengevaluasi diri. Dampak ekologis yang ditimbulkan oleh peradaban modern sudah memasuki babak yang membahayakan.51 ANTROPOSENTRISME YANG MENYIMPANG Dalam Laudato Si, Paus Fransiskus mengkritik antroposentrisme modern yang membentuk keyakinan dan sikap yang keliru terhadap lingkungan. Ideologi ini memupuk kecenderungan manusia untuk menjadikan dirinya sebagai pusat ekosistem. Pandangan antroposentris yang keliru ini membentuk pola relasi yang timpang antara manusia dan lingkungan hidupnya. Manusia merasa berhak mengeksploitasi alam sesuai dengan kehendaknya. Jika direnungkan secara lebih mendalam, kita menjadi sadar bahwa pandangan antroposentris ini tidak muncul dari ruang hampa. Peradaban manusia bisa dibaca sebagai sebuah perjalanan panjang untuk membuat jarak dari alam. Manusia mengembangkan ilmu dan teknologi sebagai sarana untuk melepaskan diri dari ketergantungan pasif pada hukum-hukum alam. Dengan mempelajari hukum-hukum tersebut, manusia menemukan cara memanfaatkan alam sebagai sumber daya untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. 51 Paus Fransiskus menulis: “Kita barangkali akan meninggalkan terlalu banyak puing, padang gurun dan tempat sampah kepada generasi mendatang. Tingkat konsumsi, limbah, dan kerusakan lingkungan telah melampaui kapasitas planet sedemikian rupa, sehingga gaya hidup kita saat ini, karena tak mungkin berkelanjutan, hanya dapat menyebabkan bencana, seperti sudah terjadi secara berkala di berbagai wilayah dunia.” Ibid., paragraf 161, hlm 121.


24 PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI Ajaran Sosial Gereja tentu saja tidak mempromosikan sikap antipati terhadap kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Dalam Laudato Si, Paus Fransiskus mengakui buah-buah positif kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan bagi hidup manusia. Gereja menghargai kemajuan iptek sejauh digunakan untuk mendukung kesejahteraan umum (bonum commune), tidak merugikan kaum lemah, dan tidak merusak lingkungan hidup. Paus Fransiskus mengkritik kecenderungan masyarakat modern yang mendewakan teknologi sebagai solusi atas segala persoalan. Dalam kenyataannya, teknologi tidak bebas nilai. Teknologi selalu dikembangkan dalam bingkai kepentingan dan ideologi tertentu. Paus Fransiskus mengingatkan kita untuk bersikap kritis terhadap pemanfaatan teknologi sebagai senjata yang memperkuat pengaruh antroposentrisme modern yang menyimpang. Krisis ekologis dewasa ini berakar dalam pandangan antroposentris yang meletakkan alam hanya sebagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pandangan ini menjelma ke dalam sistem ekonomi yang sangat haus mengejar pertumbuhan tetapi menutup mata terhadap jejakjejak kerusakan lingkungan hidup yang ditinggalkannya. Gejala degradasi ekologis yang terus meningkat setelah Revolusi Industri menjadi tanda adanya sesuatu yang salah dalam pola hidup manusia modern. Paus Fransiskus mengungkapkan hal ini dengan tajam: “Belum pernah kita begitu menyakiti dan menyalahgunakan rumah kita bersama, seperti dalam dua ratus tahun terakhir.”52 52 Ibid, paragraf 53, hlm. 39.


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 25 EKOLOGI INTEGRAL Paus Fransiskus mengajak kita untuk memaknai krisis ekologi sebagai “panggilan untuk pertobatan batin yang mendalam.”53 Pandangan antroposentris yang memandang lingkungan semata-mata sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup manusia harus ditinggalkan. Ideologi ini memupuk keangkuhan manusia dan memicu terjadinya krisis ekologis. Sebagai gantinya, Paus Fransiskus mengajak kita untuk mengembangkan “ekologi integral”.54 Ekologi integral mengedepankan cara pandang yang holistik atas relasi manusia dengan lingkungan hidupnya. Krisis ekologis dewasa ini menuntut pendekatan ekologis yang utuh dan menyeluruh. Segala aspek kehidupan, antara lain sosial, politik, ekonomi, budaya, dan ekologi, harus diperhatikan dengan bijaksana dan bertanggung jawab. Konsep “ekologi integral” tumbuh dari pemahaman bahwa segala sesuatu saling terkait. Dalam sebuah sistem yang kompleks dan saling terkait, penekanan yang berlebihan pada salah satu aspek kehidupan akan menimbulkan ketidakseimbangan yang mengganggu keseluruhan sistem. Antroposentrisme modern menggoda manusia untuk melupakan tempatnya dalam lingkungan hidup. Sementara ekologi integral mengingatkan manusia bahwa kehidupannya ditopang oleh ekosistem planet bumi yang terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait. Lebih dalam lagi, manusia diajak untuk menyadari bahwa dia adalah bagian dari ekosistem bumi. Paus Fransiskus mengungkapkan hal ini dalam bahasa Alkitabiah: 53 Ibid., paragraf 217, hlm. 161-162. 54 Ibid., paragraf 137-155, hlm. 106-118.


26 PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI “Kita lupa bahwa kita sendiri dibentuk dari debu tanah (Kejadian 2:7); tubuh kita tersusun dari partikel-partikel bumi, kita menghirup udaranya dan dihidupkan serta disegarkan oleh airnya.”55 Kesadaran akan hal ini seharusnya mendorong kita untuk membangun sikap yang lebih rendah hati dan bertanggung jawab terhadap alam. SPIRITUALITAS EKOLOGIS Paus Fransiskus menyatakan bahwa spiritualitas Kristen dapat “memberi sumbangan indah kepada upaya untuk memperbarui kemanusiaan.”56 Pada intinya, iman Kristen mendorong umatnya untuk membangun relasi yang baik dengan Tuhan, sesama, dan lingkungan hidup. Umat Kristen seharusnya memiliki motivasi yang kuat untuk merawat keutuhan ciptaan karena tugas itu merupakan amanat dari Tuhan. Kita dapat memperkaya konsep “ekologi integral” dengan memasukkan berbagai inspirasi yang bagus dari khazanah iman kita. Kitab Suci kita menawarkan banyak inspirasi segar berkenaan dengan hal ini. Sebagai contoh, teologi penciptaan dalam Kitab Kejadian dapat menjadi bahan permenungan yang mendalam tentang relasi kita dengan Tuhan, sesama, dan alam ciptaan. Paus Fransiskus menulis dalam Laudato Si: “Dalam bahasa naratif yang simbolis, cerita-cerita penciptaan dalam kitab Kejadian mengandung ajaran mendalam tentang eksistensi manusia dan realitas sejarah. Cerita-cerita ini menunjukkan bahwa eksistensi manusia didasarkan pada tiga relasi dasar 55 Ibid., paragraf 2, hlm. 1. 56 Ibid., paragraf 216, hlm. 161.


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 27 yang terkait: hubungan dengan Allah, dengan sesama, dan dengan bumi.” 57 Dikisahkan dalam Kejadian 1-2, pada awalnya relasi ketiganya terjalin dengan sangat baik. Allah membentuk manusia dari debu tanah, memberinya napas kehidupan, dan menempatkannya di Taman Eden. Gambaran Taman Eden menunjukkan relasi yang harmonis antara Allah, manusia, dan bumi. Dosa manusia menyebabkan terjadinya perpecahan dalam relasi yang harmonis itu. Paus Fransiskus menambahkan: “Menurut Alkitab, tiga hubungan penting itu telah rusak, bukan hanya secara lahiriah, melainkan juga di dalam diri kita. Perpecahan ini merupakan dosa. Harmoni antara Pencipta, manusia dan semua ciptaan dihancurkan karena kita mengira dapat mengambil tempat Allah, dan menolak untuk mengakui diri sebagai makhluk yang terbatas. Hal ini juga telah menyebabkan salah pengertian atas mandat untuk ‘menaklukkan’ bumi (lihat Kejadian 1:28), untuk ‘mengusahakan dan memeliharanya’ (Kejadian 2:15).58 Teologi penciptaan dalam Kitab Kejadian memberi kita pemahaman mendalam tentang dampak dosa terhadap relasi manusia dengan Allah, sesamanya dan alam ciptaan. Dalam bab pertama Kitab Kejadian dikisahkan bahwa Allah memerhatikan apa yang telah diciptakan-Nya dan “melihat bahwa semuanya itu baik” (Kejadian 1:10, 12, 18, 21, 25). Sukacita itu memuncak setelah Allah menciptakan manusia menurut “gambar-Nya” (Kej 1:27) dan memberinya “kuasa” 57 Ibid., paragraf 66, hlm. 49. 58 Ibid, paragraf 66, hlm. 49.


28 PEMPROV DKI JAKARTA, ICLEI-LOCAL GOVERNMENTS FOR SUSTAINABILITY, PEPULIH & KWI atas apa yang telah diciptakan-Nya (Kej 1: 28-30). Sukacita Allah itu diungkapkan dengan pernyataan: “Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik” (Kej 1:31). Dosa memicu terjadinya keretakan dalam relasi Allah, manusia, dan alam ciptaan. Manusia jatuh ke dalam dosa karena tidak dapat menguasai keinginannya sehingga akhirnya melanggar perintah Allah. Dia tergoda untuk mengambil dan memakan buah pohon yang dilarang oleh Tuhan. Manusia jatuh ke dalam dosa karena “mengira dapat mengambil tempat Allah.” Kisah kejatuhan manusia pertama merupakan sebuah pengajaran tentang keinginan manusia yang tidak mengenal batas. Meskipun telah ditempatkan di Taman Eden dengan segala kelimpahannya, manusia tergoda untuk mengambil apa yang dilarang oleh Allah. Kisah ini menjadi bahan evaluasi yang menarik untuk merenungkan pola hidup manusia modern. Tingkat produksi dan konsumsi masyarakat modern yang terus meningkat menunjukkan hal yang sama. Manusia sulit mengontrol keinginannya yang tak mengenal batas. Sementara itu, karena kita hidup dalam sebuah planet yang terbatas, pola hidup semacam ini pasti berisiko. PEMBARUAN POLA HIDUP Krisis lingkungan hidup merupakan sebuah alarm yang menyadarkan kita untuk melakukan pembaruan pola hidup. Sebagai orang beriman, hal ini kita lakukan bukan semata-mata sebagai sebuah strategi untuk memastikan kelangsungan hidup spesies manusia. Kita membangun pola hidup ramah lingkungan sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan yang telah memberi kita karunia kehidupan di atas bumi yang diciptakan-Nya dengan baik dan indah.


BUKU SAKU KHOTBAH UNTUK UMAT KATOLIK 29 Cara terbaik untuk membentuk pola hidup ramah lingkungan adalah dengan membentuk gaya hidup sederhana. Kita dapat memulainya dengan belajar membedakan keinginan konsumtif dengan kebutuhan penting. Hal ini tentu tidak mudah dilakukan di tengah besarnya godaan untuk hidup glamor dan konsumtif dewasa ini. Kita bisa menarik inspirasi dari teladan hidup Santo Fransiskus dari Assisi. Pilihan hidup bersahaja tidak membuatnya hidupnya menjadi suram. Sebaliknya, Santo Fransiskus dari Assisi dikagumi karena hidupnya memancarkan damai dan sukacita.


Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.