4. Kajian Penerapan Inovasi di Desa Flipbook PDF

4. Kajian Penerapan Inovasi di Desa

106 downloads 116 Views 35MB Size

Story Transcript

“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA ii KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa dan atas perkenaan-Nya sehingga pelaksanaan penelitian terkait “Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa”, dapat dilaksanakan dengan baik sehingga hasilnya dapat dituangkan dalam dokumen ini. Program Inovasi Desa (PID) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas Desa dalam mengembangkan rencana dan melaksanakan pembangunan Desa secara berkualitas agar dapat meningkatkan produktivitas rakyat dan kemandirian ekonomi serta mempersiapkan pembangunan sumberdaya yang memiliki daya saing. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, Program ini mengalami kendala sehingga tidak dapat berjalan secara maksimal. Kajian ini dilaksanakan dalam rangka mengukur tingkat penerapan inovasi di desa, seperti apa pelaksanaan dan dampak yang ditimbulkannya. Hal ini menjadi langkah yang diperlukan, untuk dapat mengetahui kondisi penerapan inovasi serta faktor penentu keberhasilan pelaksanaannya, sehingga Pemerintah Daerah dapat merumuskan strategi dan kebijakan pembangunan inovatif yang dapat memaksimalkan pembangunan desa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat terlaksana, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih. Kiranya seluruh kontribusi kita, dapat membawa dampak positif bagi kemajuan daerah ini. Masohi, 2021 Bidang Penelitian dan Pengembangan BAPPLITBANGDA Kabupaten Maluku Tengah


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................. ii DAFTAR ISI................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. I.1 1.1. Latar Belakang ............................................................................... I.1 1.2. Rumusan Masalah.......................................................................... I.4 1.3. Tujuan dan Sasaran ...................................................................... I.4 1.4. Manfaat Penelitian.......................................................................... I.5 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. I.6 1.6. Kerangka Pemikiran ....................................................................... I.6 1.7. Sistematika Penulisan .................................................................... I.9 BAB II KAJIAN LITERATUR...................................................................... II.1 2.1 Inovasi ............................................................................................ II.1 2.2 Program Inovasi Desa (PID) .......................................................... II.10 2.3 Pemberdayaan Masyarakat ........................................................... II.19 2.4 Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa........................ II.21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN II.1 3.1 Jenis Penelitian .............................................................................. III.1 3.2 Jenis Data ...................................................................................... III.1 3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. III.4 3.4 Persiapan Penelitian....................................................................... III.5 3.5 Pelaksanaan Penelitian .................................................................. III.5 3.6 Teknik Pengambilan Sampel .......................................................... III.6 3.7 Variabel Penelitian.......................................................................... III.7 3.8 Metode Analisa............................................................................... III.8


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA iv BAB IV KAJIAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV.1 4.1. Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Maluku Tengah ....................... IV.1 4.2. Kondisi Umum Kecamatan Telutih ................................................. IV.39 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN V.1 5.1. Program Inovasi Desa (PID)........................................................... V.1 5.2. Kebijakan Pembangunan di Desa................................................... V.13 BAB VI PENUTUP ..................................................................................... VI.1 6.1. Kesimpulan..................................................................................... VI.1 6.2. Rekomendasi ................................................................................. VI.3 DAFTAR PUSTAKA................................................................................... v


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA I.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berubahnya paradigma dunia yang mentransformasikan desa sebagai bagian penting dalam globalisasi, turut mendorong Indonesia untuk merubah sudut pandangnya akan desa. Berkaitan dengan hal itu pula maka pemerintah memberikan penegasan untuk memaksimalkan pembangunan desa dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-undang ini menjadi pedoman penting untuk menjelaskan status dan bentuk desa secara riil dalam penyelengaraan pemerintahan. Apa yang diharapkan di kemudian hari yakni desa yang tidak hanya menjadi bagian dari demokrasi dalam skala kecil (shadow government), tetapi juga berkesempatan menjadi pemeran utama dalam pembangunan nasional. Desa juga merupakan wilayah terkecil dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. Dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2014, Desa di berikan kewenangan bedasarkan hak asal usul dan kewarganegaraan lokal skala desa, meningkatkan kapasitas finansial melalui Program Dana Desa (PDD) ,sehingga desa dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat secara efektif guna meningkatkan kesejahteraan. Dalam struktur pemerintahan, Desa juga berperan sebagai salah satu unit organisasi pemerintahan. Sebagai unit organisasi pemerintah yang langsung berhadapan dengan masyarakat, desa mempunyai peran strategis dalam peningkatan pelayanan publik, peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dan peningkatan daya saing daerah (Indira, 2014; Suwarno, 2012). Berkaitan dengan hal tersebut, desa perlu diberi kewenangan untuk mengatur dan mengembangkan potensi yang


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA I.2 dimiliki agar tercipta suatu desa yang mandiri (Kushandajani, 2015; Destifani, Suwondo, 2005). Komitmen ini kemudian dituangkan dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa yang memberikan kewenangan kepada desa dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa. Kondisi ini selanjutnya memungkinkan Desa untuk membuat kebijakankebijakan, terutama dalam memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat desa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya sendiri (Joeliono, 1998). Atas dasar kewenangan desa tersebut maka pemberdayaan masyarakat desa merupakan aspek penting dalam mendorong tumbuhnya masyarakat desa yang mandiri, inovatif dan kreatif dalam segala aspek kehidupan (Azwardi, 2004). Untuk itu, upaya dalam memberdayakan masyarakat di desa, tentu akan berdampak pada tingkat partisipasi masyarakat, yang merupakan pendukung utama tata pemerintahan desa (Kushandajani & Astuti, 2016). Program pemberdayaan memang ditujukan untuk memulihkan potensi yang ada di desa dengan pelibatan penuh oleh masyarakatnya (Sumodiningrat, 2007). Masyarakat memiliki peran penting dalam menjalankan program pemberdayaan masyarakat di desanya, karena dalam hal ini masyarakat bukan hanya menjadi objek tetapi juga subjek. Perumusan program pemberdayaan masyarakat desa harus menggunakan metode bottom up karena hakikatnya pemberdayaan masyarakat dilakukan agar membuat masyarakat lebih berdaya. Melalui pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat menunjang kestabilan ekonomi dan sosial di tingkat desa. Tantangan kemandirian desa membuat desa harus lebih berinovasi dalam membuat inovasi pemberdayaan masyarakat desa. Apalagi ketimpangan


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA I.3 pembangunan baik fisik maupun SDM antara wilayah perdesaan dengan perkotaan masih tinggi. Karena keterbatasan kapasitas itulah, kebanyakan desa di Indonesia belum mampu mengelola dana desa untuk menciptakan kesejahteraan masyarakatnya. Inovasi dapat dikatakan sebagai suatu ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktikpraktik baru atau objek-objek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat (Rogers, 2010). Inovasi pemberdayaan di tingkat desa dapat dilakukan dengan melihat peluang atau potensi desa yang mungkin belum tergarap dengan baik. Sebagai bentuk upaya percepatan pembangunan Desa, pada Tahun 2018 Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal menginisiasi Program Inovasi Desa (PID). Program Inovasi Desa (PID) merupakan salah satu upaya Kemendesa PPDT untuk meningkatkan kapasitas Desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam mengembangkan rencana dan melaksanakan pembangunan Desa secara berkualitas agar dapat meningkatkan produktivitas rakyat dan kemandirian ekonomi serta mempersiapkan pembangunan sumberdaya yang memiliki daya saing. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, Program ini mengalami kendala sehingga tidak dapat berjalan secara maksimal. Beberapa desa yang menjadi target pelaksanaan PID, diidentifikasi tidak dapat melaksanakan PID secara baik, bahkan Program tersebut berhenti tanpa outcome yang berkontribusi dalam peningkatan kualitas pembangunan dan masyarakat di desa. Kondisi tersebut tentu saja menjadi perhatian serius Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tengah dalam upaya mendorong perwujudan Maluku Tengah sebagai Jendela Indonesia Timur. Upaya ini mengharuskan pelaksanaan langkah-langkah strategis dan inovatif dalam semua sektor pembangunan daerah, termasuk di tingkat Desa yang merupakan struktur


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA I.4 penyelenggaran pemerintahan yang paling kecil. Oleh karena itu, melalui kajian ini, Bapplitbangda sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahaan di bidang penelitian dan pengembangan, akan mengidentifikasi dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan inovasi di tingkat desa. Seperti apa faktor penghambat dan pendorongnya serta bagaimana upaya yang dapat direkomendasikan dalam rangka meningkatkan kapasitas inovasi di desa. 1.2. Rumusan Masalah Dari hasil pelaksanaan Program Inovasi Desa, diperlukan kajian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan inovasi di desa. Kajian terhadap penerapan inovasi di desa, perlu dilakukan sebagai upaya peningkatan kapasitas inovasi di desa dalam mendukung pengembangan inovasi pada fokus tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik, penanggulangan kemiskinan dan peningkatan daya saing. Dari gambaran tersebut diatas maka diharapkan penelitian ini dapat menjawab pertanyaan sebagai rumusan Research Question yang telah ditetapkan, yaitu: 1. Bagaimana penerapan inovasi di tingkat desa? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerapan inovasi di desa? 1.3. Tujuan dan Sasaran a. Tujuan Penelitian ini selain bertujuan untuk melakukan kajian terhadap pelaksanaan inovasi di desa. Seperti apa pelaksanaannya yang meliputi tingkat partisipasi masyarakat, capaian, dan dampak inovasi terhadap perkembangan pembangunan desa, apa faktor-faktor yang mempengaruhinya dan seperti apa strategi yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas inovasi di desa.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA I.5 b. Sasaran Sasaran yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah : 1) Memberikan informasi terkait pelaksanaan inovasi di desa 2) Memberikan informasi sebagai bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan pembangunan daerah. 3) Menghasilkan rekomendasi dalam rangka peningkatan kinerja dan kapasitas penerapan inovasi di desa. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan akan memberikan manfaat bagi pemerintah, masyarakat dan pengembangan ilmu pengetahuan. Manfaat-manfaat tersebut diantaranya adalah : a. Bagi Pemerintah Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi terhadap pelaksanaan strategi pembangunan yang dilaksanakan melalui rangkaian kebijakan, program dan kegiatan inovatif daerah. Informasi yang dihasilkan dari kajian ini dapat dijadikan sebagai bahan perencanaan pembangunan daerah ke depan. b. Bagi Masyarakat Hasil penelitian diharapkan dapat mengidentifikasi persepsi dan partisipasi masyarakat dalam penerapan inovasi desa. Dari hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi input yang positif dalam mengubah cara pandang masyarakat bahwa proses pembangunan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi justru masyarakatlah yang akan menjadi penentu dari implementasi suatu strategi pembangunan. c. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA I.6 1.5. Ruang Lingkup Penelitian 1.5.1. Ruang Lingkup Substansial. Secara substansial ruang lingkup studi terhadap kajian ini dibatasi pada : pelaksanaan inovasi, khususnya pelaksanaan PID yang telah dilaksanakan. Seperti apa kegiatan yang dilaksanakan, bagaimana tingkat partisipasi masyarakat, capaian, dampak dan faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya. Pengkajian terhadap materi didasarkan pada data primer dan sekunder yang diperoleh dilapangan. 1.5.2. Ruang Lingkup Spasial Ruang lingkup spasial pada studi ini adalah Kecamatan Telutih, Kabupaten Maluku Tengah yang merupakan salah satu kecamatan yang beberapa desa/negerinya merupakan desa yang telah melaksanakan Program Inovasi Desa. Adapun desa/negeri yang menjadi lokasi penelitian adalah Negeri Yamalatu, Negeri Lahakaba, Negeri Laimu, Negeri Maneoratu, Negeri Wolu dan Negeri Lafa. 1.6. Kerangka Pemikiran Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, kuatnya arus globalisasi mendorong adanya perubahan paradigma akan kedudukan desa sebagai salah satu penentu dalam perkembangan pembangunan. Desa tidak lagi hanya menjadi objek pembangunan, akan tetapi lebih dari itu, desa memiliki peran strategis sebagai pelaku yang turut menentukan arah perkembangan suatu daerah. Kondisi tersebut di atas, menuntut kemandirian desa untuk lebih berinovasi dalam memanfaatkan potensi dan peluang yang dimiliki secara efektif guna meningkatkan kesejahteraannya. Atas dasar itulah, maka pemberdayaan masyarakat desa merupakan aspek penting dalam


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA I.7 mendorong tumbuhnya masyarakat desa yang mandiri, inovatif dan kreatif dalam segala aspek kehidupan. PProgram Inovasi Desa (PID) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas desa dalam mengembangkan rencana dan melaksanakan pembangunan desa secara berkualitas agar dapat meningkatkan produktivitas rakyat dan kemandirian ekonomi serta mempersiapkan pembangunan sumberdaya yang memiliki daya saing. Pelaksanaan PID kemudian mengalami kendala yang mengakibatkan PID tidak dapat berjalan secara maksimal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penerapan inovasi di desa, sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan inovasi desa, seperti apa capaian dan dampak yang ditimbulkan dalam perkembangan pembangunan desa serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaannya. Kajian ini dilakukan dengan menggunakan alat analisa deskriptif baik yang berupa kualitatif maupun kuantitatif, dimana hasil kajian inilah yang nantinya akan digunakan sebagai simpulan dan rekomendasi terhadap pelaksanaan pembangunan daerah.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA I.8 Diagram : Alur Pemikiran Kajian terhadap Tingkat Penerapan Inovasi Desa” Latar Belakang : Perubahan paradigma akan kedudukan desa dalam pembangunan Perlunya inovasi dalam meningkatkan kesejahteraan desa Adanya pelaksanaan PID sebagai salah satu upaya meningkatkan kemandirian desa Masalah : PID yang dilaksanakan tidak berjalan secara maksimal Dalam mewujudkan Maluku Tengah sebagai jendela Indonesia Timur, diperlukan inovasi di semua sektor penyelenggaraan pemerintahan termasuk desa. Research Question : 1. Bagaimana penerapan inovasi di tingkat desa? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penerapan inovasi di desa? 3. Bagaimana strategi yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas inovasi di desa? Tujuan Penelitian : 1. Melakukan kajian terhadap pelaksanaan inovasi di desa (tingkat partisipasi masyarakat, capaian, dan dampak inovasi terhadap perkembangan pembangunan desa) 2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhinya pelaksanaan inovasi desa 3. Mengkaji strategi yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas inovasi di desa. Pelaksanaan Inovasi di desa : Kegiatan inovasi yang dilaksanakan Tingkat pasrtisipasi masyarakat Capaian kegiatan inovasi Dampak yang dihasilkan Faktor – Faktor Penentu : Faktor penghambat Faktor pendorong Analisa dan Pengolahan Data Strategi peningkatan kapasitas Inovasi desa Kesimpulan dan Rekomendasi


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA I.9 1.7. Sistematika Penulisan Berikut sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan Kajian terhadap Tingkat Penerapan inovasi Desa: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini berisikan uraian mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Sasaran Penelitian, Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian, Kerangka Pemikiran, dan Sistematika Penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR Bab ini berisikan uraian teori-teori yang akan digunakan untuk menentukan variabel sebagai alat analisa penelitian. Teori-teori dan kebijakan yang akan diuraikan pada bab ini meliputi teori yang berkaitan dengan inovasi, inovasi desa, pembangunan desa konsep partisipasi masyarakat, konsep pemberdayaan masyarakat, konsep terkait faktorfaktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan inovasi di desa. BAB III METODE PENELITIAN Pada Bab ini, dijelaskan metode yang digunakan dalam penelitian dan beberapa jenis teknik analisa yang digunakan dalam melakukan proses pengolahan data. BAB IV KAJIAN UMUM LOKASI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan gambaran umum dari Kabupaten Maluku Tengah dan Kecamatan Telutih yang merupakan lingkup dari penelitian ini dan gambaran khusus pada negeri-negeri yang terpilih sebagai lokasi obyek penelitian. Kondisi yang akan diuraikan diantaranya adalah kondisi geografis, kondisi demografi, dan beberapa data dan informasi pendukung lainnya.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA I.10 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil-hasil penelitian dengan metode kuantitatif maupun kualitatif melalui alat analisa distribusi frekuensi. Penyajian analisa akan dilakukan baik melalui tabel-tabel, diagram maupun perhitungan secara kuantitatif. BAB VI PENUTUP Bab ini akan menjelaskan kesimpulan terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan dan rekomendasi bagi Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah di dalam melaksanakan pembangunan, khususnya yang dengan penerapan dan peningkatan kapasitas inovasi di desa.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memuat materi mengenai hal utama yang berada dalam lingkup kajian ini. Bagian pertama akan mengulas mengenai inovasi, Program Inovasi Desa (PID) dan perkembangannya diawali dengan pengertian, ciri-ciri dan karakterisitk, inisiasi inovasi di level pemerintahan pusat hingga delegasinya ke daerah. Selanjutnya, pengertian penerapan dan tingkatannya serta materi lainnya yang berkaitan dengan muatan kajian akan didiskusikan menggunakan beberapa tinjauan referensi dari kajian-kajian sebelumnya. 2.1. Inovasi 2.1.1. Pengertian Inovasi Kata inovasi dapat diterjemahkan menjadi banyak makna tergantung pada konteks dan pihak yang menggunakan istilah tersebut. Sesungguhnya, kata ini berasal dari bahasa Latin yaitu innovatus dan sudah digunakan sejak abad ke-15, namun penggunaannya dalam organisasi pertama kali diperkenalkan oleh Schumpeter (1934) dimana dia berpendapat bahwa inovasi artinya membuat perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang baru yang berkaitan dengan input, proses, dan output, serta dapat memberikan manfaat dalam kehidupan. Menurut Nurdin (2016), inovasi adalah sesuatu yang baru yaitu dengan memperkenalkan dan melakukan praktek atau proses baru (barang atau layanan) atau bisa juga dengan mengadopsi pola baru yang berasal dari organisasi lain. Selain itu, Undang-undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Indonesia) mendefinisikan inovasi sebagai: “...kegiatan penelitian, pengembangan atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.2 pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi...” Dari definisi diatas, kita dapat melihat pendapat para ahli yang secara senada mengatakan bahwa inovasi adalah memperkenalkan sesatu yang baru dalam sebuah kegiatan baik dari sisi input, proses, maupun outputnya sehingga didapatkan sebuah nilai manfaat yang lebih bagi kehidupan manusia. Hal yang perlu digarisbawahi adalah inovasi tidak harus menciptakan sesuatu yang sama sekali baru, namun dapat dilakukan dengan mengadopsi dan memodifikasi hal yang sudah ada sebelumnya sehingga memberikan nilai yang berbeda dengan aslinya (novelty). 2.1.2. Ciri-ciri dan Karateristik Inovasi Seiring perkembangan jaman dan bergesernya nilai-nilai produksi dan produktivitas, maka inovasi merupakan suatu mekanisme sebuah entitas organisasi atau individu untuk beradaptasi dengan lingkungan yang dinamis. Tantangan yang dihadapi senantiasa berubah dan diperlukan pendekatan yang sesuai untuk memperoleh hasil yang maksimal. Oleh sebab itu adalah sebuah keniscayaan untuk mampu menciptakan pemikiran-pemikiran baru, gagasan-gagasan baru dengan menawarkan metode yang inovatif serta peningkatan pelayanan yang dapat memuaskan masyarakat. Menurut Munandar (2006), terdapat empat ciri-ciri dalam suatu inovasi, yaitu sebagai berikut: 1. Memiliki kekhasan/khusus artinya suatu inovasi memiliki ciri yang khas dalam arti ide, program, tatanan, sistem termasuk kemungkinan hasil yang diharapkan.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.3 2. Memiliki ciri atau unsur kebaruan, dalam arti suatu inovasi harus memiliki karakteristik sebagai sebuah karya dan buah pemikiran yang memiliki kadar orisinalitas dan kebaruan. 3. Program inovasi dilaksanakan melalui program yang terencana, dalam arti bahwa suatu inovasi dilakukan melalui suatu proses yang tidak tergesa-gesa, namun kegiatan inovasi dipersiapkan secara matang dengan program yang jelas dan direncanakan terlebih dahulu. 4. Inovasi yang digulirkan memiliki tujuan, program inovasi yang dilakukan harus memiliki arah yang ingin dicapai, termasuk arah dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Sementara itu, menurut Rogers (2003) karakteristik inovasi adalah sebagai berikut: 1. Keunggulan relatif (relative advantage) Keunggulan relatif yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat keuntungan atau kemanfaatan suatu inovasi dapat di ukur berdasarkan nilai ekonominya, atau dari faktor status sosial, kesenangan, kepuasan, atau karena mempunyai komponen yang sangat penting. Makin menguntungkan bagi penerima makin cepat tersebarnya inovasi. 2. Kompatibilitas (compatibility) Kompatibel adalah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai, pengalaman lalu, dan kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai atau norma yang diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. 3. Kerumitan (complexity) Kompleksitas adalah tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima. Suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima akan cepat


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.4 tersebar, sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar digunakan oleh penerima akan lambat proses penyebarannya. 4. Kemampuan diujicobakan (triability) Kemampuan untuk diujicobakan adalah di mana suatu inovasi dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima. Jadi agar dapat dengan cepat di adopsi, suatu inovasi harus mampu mengemukakan keunggulanya. 5. Kemampuan untuk diamati (observability) Kemampuan untuk diamati adalah mudah atau tidaknya pengamatan suatu hasil inovasi. Suatu inovasi yang hasilnya mudah diamati akan makin cepat diterima oleh masyarakat, dan sebaliknya bila sukar diamati hasilnya, akan lama diterima oleh masyarakat. 2.1.3. Jenis-jenis Inovasi Jenis inovasi dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu jenis inovasi dilihat dari bentuknya dan pengaplikasiannya dalam pelayananan publik. Menurut Henderson dan Clark (1990), berdasarkan bentuknya, inovasi dibedakan menjadi tiga, yaitu: Inovasi produk (product innovation), yaitu inovasi dalam pemunculan produk baru; inovasi dalam pelayanan (service innovation), yaitu cara baru dalam bentuk pelayanan yang diberikan kepada para stakeholders; dan inovasi proses (process innovation), yaitu sebuah cara baru untuk membuat proses dalam menghasilkan produk atau jasa menjadi lebih ekonomis. Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, ketiga bentuk inovasi ini mesti diberikan porsi yang seimbang secara kontekstual karena masing-masing memiliki latar belakang yang berbeda. Sementara itu, pengaplikasian inovasi dalam sektor publik meliputi:


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.5 1. Inovasi yang melibatkan perubahan karakteristik dan rancangan (desain) produk-produk jasa dan proses-proses produksi termasuk pembangunan, penggunaan dan adaptasi teknologi yang relevan. 2. Inovasi delivery termasuk cara-cara baru atau cara yang diubah dalam menyelesaikan masalah, memberikan layanan atau berinteraksi dengan klien untuk tujuan pemberian layanan khusus. 3. Inovasi administrative dan organisasional termasuk cara-cara baru atau cara yang diubah dalam mengorganisasi kegiatan dalam organisasi supplier. 4. Inovasi konseptual dalam pengertian memperkenalkan misi baru, pandangan, tujuan strategi dan rationale baru, dan 5. Inovasi interaksi, yaitu sistem cara-cara baru atau yang diubah dalam berinteraksi dengan organisasi lain. 2.1.4. Tahapan Proses Inovasi Inovasi adalah hal baru yang memerlukan proses dalam pengaplikasiannya. Menurut Sa’ud (2014), tahapan proses dalam implementasi suatu inovasi adalah sebagai berikut: a. Tahap pengetahuan Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi yang lengkap mengenai inovasi. Oleh karena itu, inovasi perlu disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media cetak, maupun komunikasi interpersonal diantara masyarakat.hal ini diharapkan para calon adaptor mengetahui informasi yang lengkap terkait inovasi tersebut. b. Tahap persuasi Pada tahap ini individu tertarik pada inovasi dan aktif mencari informasi secara detail mengenai inovasi. Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna/adaptor. Dalam tahap ini akan muncul rasa menyenangi atau tidak senang terhadap inovasi, dimana rasa senang atau tidak senang tersebut


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.6 dipengaruhi oleh karakteristik inovasi itu sendiri, seperti kelebihan inovasi, tingkat keserasian, kompleksitas, dapat dicoba dan dapat dilihat. c. Tahap pengambilan keputusan Setelah mengalami tahan persuasi yang menimbulkan rasa senang atau tidak senang terhadap inovasi, calon pengadopsi inovasi akan mengali tahap pengambilan keputusan inovasi. Pada tahap ini individu mengambil konsep inovasi dan menimbang keuntungan/kerugian dari menggunakan inovasi dan memutuskan apakah akan mengadopsi atau menolak inovasi tersebut. Ada dua macam penolakan inovasi, yakni: penolakan aktif yaitu penolakan inovasi setelah melakukan melalui proses mempertimbangkan untuk menerima atau mencoba inovasi terlebih dahulu dan penolakan pasif yakni penolakan inovasi tanpa pertimbangan sama sekali. d. Tahap implementasi Pada tahap implementasi, pengadopsi mulai mengadopsi inovasi tersebut. Pengguna inovasi akan menentukan kegunaan dari inovasi dan dapat mencari informasi lebih lanjut tentang hal itu. Tahap ini merupakan tahap dimana pengadopsi akan mengambil keputusan untuk mengadopsinya terus menerus hingga menjadi sebuah rutinitas atau hanya diimplementasikan sementara waktu. e. Tahap konfirmasi Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari penguatan terhadap keputusan mereka. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan evaluasi atau malah sebaliknya, yang awalnya menerima kemudian berhenti/menolak inovasi dengan alasan-alasan tertentu.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.7 2.1.5. Peluang dan Hambatan Inovasi Penggunaan peluang menunjukkan suatu keberhasilan yang tidak pernah kita bayangkan atau rencanakan sebelumnya menjadi suatu kejutan yang positif, baik dalam organisasi pemerintahan, perusahaan, maupun organisasi sosial lainnya. Ada banyak peluang yang bisa kita gunakan dalam rangka pengembangan inovasi terlebih jika kita mau belajar dari kenyataan dengan membandingkan ekspektasi atau harapan. Dalam rangka mewujudkan harapan setiap orang sebagai anggota organisasi ataupun anggota masyarakat, manusia perlu memotivasi dirinya masing-masing untuk melakukan pekerjaan yang lebih serius dengan menggunakan kemampuan yang dimiliknya semaksimal mungkin. Pada dasarnya, terciptanya suatu inovasi berawal dari pencarian dan penemuan peluang yang bisa diperoleh anggota, baik dari luar organisasi maupun peluang dari dalam organisasi. Dinamika peluang berinovasi senantiasa saling memengaruhi antara kondisi yang sudah dapat diperkirakan telah direncanakan sebelumnya, dan suatu kondisi atau keadaan yang tidak pernah diperkirakan atau dipikirkan terlebih dahulu dalam kehidupan organisasi. Perubahan persepsi masyarakat, antara lain adanya tuntutan pemenuhan kebutuhan struktur, terjadinya perkembangan atau perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pemicu dalam melahirkan suatu peluang apabila kita sikapi dengan baik dalam rangka menciptakan inovasi. Perkembangan kondisi sosial sangatlah berfluktuasi. Hal ini ditentukan oleh tiap-tiap individu anggota masyarakat. Anggota masyarakat yang berkembang secara dinamis adalah anggota masyarakat yang memiliki kemampuan untuk menangkap peluang (opportunity). Peluang dan inovasi merupakan sesuatu yang saling memperkuat. Peluang mampu menciptakan inovasi. Begitupun sebaliknya, hasil inovasi akan menciptakan peluang baru untuk berkarya lebih banyak.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.8 Yang dimaksud hambatan inovasi adalah suatu keadaan yang dirasakan seseorang atau beberapa orang yang dapat memengaruhi untuk tidak memfungsikan keinginan pemikiran dan kemauan manusia dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan dalam rangka menghasilkan pengetahuan, barang dan jasa baru, serta dapat memberikan manfaat dalam kehidupan manusia. Salah satu tujuan berinovasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia dan memajukan peradaban dan menberikan kesempatan kepada semua pihak dalam berpartisipasi dan membuka peluang kepada banyak pihak untuk ikut menikmati hasil-hasil inovasi. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan konstribusi terhadap upaya mengurangi hambatan-hambatan manusia dalam melakukan tindakan inovasi. Akan tetapi, ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan solusi tunggal dalam menyelesaikan hambatan tersebut. Setiap hambatan bersifat multi dimensi dan tidak bersifat konseptual pemikiran semata, tetapi juga terdapat hambatan yang sifatnya teknis dalam kegiatan. Menurut Sangkala dalam Zulfa Nurdin, 2016, dalam praktek inovasi program, terdapat beberapa faktor yang mendukung susksesnya inovasi yaitu : 1. Ketegasan pimpinan mengambil kebijakan. 2. Kerjasama dengan pihak di luar wilayah kerja. 3. Visi dan Misi Desa. 4. Kelancaran komunikasi. 5. Potensi swadaya. 6. Penerapan prinsip keadilan. 7. Kebutuhan masyarakat dan sosial budaya. Disamping faktor pendukung, dalam praktek inovasi program, juga terdapat faktor-faktor menjadi kendala yaitu :


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.9 1. Inovasi program sebagai hal baru. 2. Partisipasi masyarakat belum maksimal. 3. Kolaborasi belum efektif. 4. Pemberdayaan warga belum maksimal. 5. Keterbatasan Potensi Adapun beberapa hambatan sekaligus yang menjadi peluang dalam melakukan inovasi adalah sebagai berikut : 1. Komunikasi yang tidak lancar. Saluran-saluran komunikasi yang tersumbat, tidak mengalir secara utuh menyebabkan interpretasi atau penafsiran ganda. Apabila kondisi seperti ini berlangsung dalam sebuah organisasi atau masyarakat dapat dipastikan akan menghambat perkembangan inovasi yang dilakukan oleh manusia sebagai anggota organisasi atau anggota masyarakat. Begitupun sebaliknya, apabila saluran komunikasi mengalir dengan lancar tanpa mengalami sumbatan menjadi peluang emas bagi manusia dalam melakukan aktivitas mengembangkan inovasi yang dapat melahirkan kebanggaan terhadap dirinya sendiri dan sanjungan dari orang lain. 2. Anggaran yang tidak cukup Sudah menjadi pendapat umum, bahwa keberhasilan merupakan segala kegiatan manusia, baik sebagai anggota masyarakat maupun anggota organisasi pemerintahan ataupun swasta yang menjadi keluhan adalah terbatasnya anggaran. Keberhasilan kegiatan untuk menciptakan inovasi tidak datang begitu saja, melainkan harus dikerjakan melalui proses kegiatan yang memakan waktu lama dan perlu keseriusan yang sungguh-sungguh dalam rangka pencapaian suatu inovasi yang telah direncanakan. Kedua faktor penghambat tersebut sekaligus menjadi faktor peluang


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.10 dalam rangka menciptakan inovasi setiap anggota masyarakat pada umumnya dan anggota organisasi pada khususnya. 2.2. Program Inovasi Desa (PID) Dalam perkembangan global, desa tidak lagi menjadi objek dari pembangunan namun sudah bergeser perannya menjadi subjek pembangunan. Hal ini turut mendorong Indonesia untuk segera mengubah sudut pandangnya akan desa (Henriyani, 2018). Berkaitan dengan hal itu pula, maka Pemerintah memberikan penegasan untuk memaksimalkan pembangunan desa dengan menerbitkan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Indonesia). UndangUndang ini mengamanatkan bahwa hakikat pembangunan desa merupakan upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa dan menjadi pedoman penting untuk menjelaskan status dan bentuk desa secara riil dalam konstelasi penyelenggaraan pemerintahan sehingga desa berkesempatan menjadi pemeran utama dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, pembangunan desa harus melibatkan masyarakat desa dalam pola pemberdayaan (Kumolo, 2017 : 215). Pada ketentuan umum Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Indonesia) dijelaskan bahwa: “Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia” Lebih lanjut, desa juga diberikan tempat serta pendelegasian alokasi wewenang serta otonomi dalam penganggaran. Kewenangan ini


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.11 memiliki konsekuensi anggaran yang dipenuhi oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Indonesia) dengan memberikan Dana Desa yang bersumber dari APBN yang ditujukan kepada Desa melalui APBD Kabupaten/Kota untuk digunakan membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Kapasitas Desa dalam menyelenggarakan pembangunan dalam perspektif "Desa Membangun" disadari masih memiliki keterbatasan. Keterbatasan itu tampak dalam kapasitas aparat Pemerintah Desa dan masyarakat, kualitas tata kelola desa, maupun sistem pendukung yang diwujudkan regulasi dan kebijakan Pemerintah yang terkait dengan Desa. Sebagai dampaknya, kualitas perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemanfaatan kegiatan pembangunan Desa kurang optimal dan kurang memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa. Menanggapi kondisi di atas, Pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, sesuai amanat UU Desa, menyediakan tenaga pendamping profesional, yaitu: Pendamping Lokal Desa (PLD), Pendamping Desa (PD), sampai Tenaga Ahli (TA) di tingkat Kabupaten, Provinsi dan Pusat, untuk memfasilitasi Pemerintah Desa melaksanakan UU Desa secara konsisten. Pendampingan dan pengelolaan tenaga pendamping profesional dengan demikian menjadi isu krusial dalam pelaksanaan UU Desa. Penguatan kapasitas Pendamping Profesional dan efektivitas pengelolaan tenaga pendamping menjadi agenda strategis Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD). Aspek lain yang juga harus diperhatikan secara serius dalam pengelolaan pembangunan Desa adalah ketersediaan data yang memadai, menyakinkan, dan up to date, mengenai kondisi objektif


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.12 maupun perkembangan Desa-Desa yang menunjukkan pencapaian pembangunan Desa. Ketersediaan data sangat penting bagi semua pihak yang berkepentingan, khususnya bagi Pemerintah dalam merumuskan kebijakan pembangunan. Pegelolaan data dimaksud dalam skala nasional, dengan kondisi wilayah, khususnya Desa-Desa di Indonesia yang sangat beragam, tentu memiliki tantangan dan tingkat kesulitan yang besar. Koreksi atas kelemahan/kekurangan dan upaya perbaikan terkait isu-isu di atas terus dilakukan Kementerian Desa PDTT secara pro aktif, salah satunya dengan meluncurkan Program Inovasi Desa (PID). Program Inovasi Desa (PID) dirancang untuk mendorong dan memfasilitasi penguatan kapasitas desa yang diorientasikan melalui peningkatan produktivitas perdesaan yang bertumpu pada : 1. Pengembangan kewirausahaan, baik pada ranah pengembangan usaha masyarakat, maupun usaha yang diprakarsai desa melalui BUMDes, Badan Usaha Milik Antar Desa, produk unggulan desa guna mendinamisasi perekonomian desa. 2. Peningkatan kualitas SDM. Kaitan antara produktivitas perdesaan dengan kualitas SDM ini, diharapkan terjadi dalam jangka pendek maupun dampak signifikan dalam jangka panjang melalui investasi di bidang pendidikan dan kesehatan dasar. Produktivitas perdesaan, dengan demikian, tidak hanya ditilik dari aspek/strategi peningkatan pendapatan saja, tetapi juga pengurangan beban biaya, dan hilangnya potensi di masa yang akan datang. Di samping itu, penekanan isu pelayanan sosial dasar (PSD) dalam konteks kualitas SDM ini, juga untuk merangsang kepekaan Desa terhadap permasalahan krusial terkait pendidikan dan kesehatan dasar dalam penyelenggaraan pembangunan Desa. 3. Pemenuhan dan peningkatan infrastruktur perdesaan, khususnya yang secara langsung berpengaruh terhadap perkembangan


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.13 perekonomian desa dan yang memiliki dampak menguat-rekatkan kohesi social masyarakat perdesaan. Hal mendasar dalam rancang bangun PID adalah: a. Inovasi/kebaruan dalam praktik pembangunan dan pertukaran pengetahuan. Inovasi ini dipetik dari realitas/hasil kerja Desa-Desa dalam melaksanakan kegiatan pembangunan yang didayagunakan sebagai pengetahuan untuk ditularkan secara meluas; dan b. Dukungan teknis dari penyedia jasa layanan teknis secara profesional. Kedua unsur itu diyakini akan memberikan kontribusi signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui pembangunan yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), khususnya DD. Dengan demikian, PID diharapkan dapat menjawab kebutuhan Desa-Desa terhadap layanan teknis yang berkualitas, merangsang munculnya inovasi dalam praktik pembangunan, dan solusi inovatif untuk menggunakan DD secara tepat dan seefektif mungkin. Menurut Keputusan Menteri Desa PDTT Nomor 48 Tahun 2018 Tentan Pedoman Umum Program Inovasi Desa (Indonesia), ruang lingkup PID mencakup: 1. Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa a. Penyediaan Dana Bantuan Pemerintah Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa; b. Penyediaan Peningkatan Kapasitas Teknis kepada desa-desa; dan c. Pengembangan Sistem Informasi Pembangunan Desa. 2. Penguatan Program Pembangunan dan Pemberdayaan Desa (P3MD) dan PID. Penguatan P3MD dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan pendampingan Desa, sedangkan PID untuk


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.14 meningkatkan kualitas penggunaan Dana Desa melalui berbagai kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa yang lebih inovatif dan peka terhadap kebutuhan masyarakat Desa. 3. Program Pengembangan Eksekutif (PPE). PPE merupakan kegiatan peningkatan kapasitas untuk pejabat di lingkungan Kementerian Desa PDTT terkait dengan visioning, decision making, program manajemen dan mitigasi risiko. 4. Pilot Inkubasi Program Inovasi Desa. Pilot Inkubasi PID dimaksudkan untuk memberikan dana stimulan dan technical assistant kepada Desa terpilih agar dapat mengembangkan produktivitas perekonomiannya. Melalui pelaksanaan PID, Desa diharapkan akan menerima manfaat, antara lain adanya fasilitasi dan pendampingan untuk saling bertukar pengetahuan dan belajar kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang inovatif dengan Desa lainnya. Kemudian adanya fasilitasi dan pendampingan untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang lebih inovatif sesuai prioritas kebutuhan masyarakat Desa, serta adanya jasa layanan teknis dapat dimanfaat untuk meningkatkan kualitas kegiatan pembangunan dan pemberdayaan di Desa. Selain itu, melalui PID, kesempatan dan akses desa untuk meningkatkan kapasitas kegiatan perekonomiannya menjadi terbuka lebar. PID dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip ketaatan akan hukum, transparansi, akuntabilitas, partisipatif, inklusif, dan kesetaraan gender yang dikelola oleh entitas-entitas sebagai berikut: 1. Dinas PMD Provinsi dan/atau dengan sebutan lainnya merupakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan PID yang dianggarkan melalui RKA DIPA Dekonsentrasi.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.15 2. TIK yaitu tim yang dibentuk di kabupaten/kota untuk mengelola kegiatan PID, serta dikoordinasikan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dan/atau dengan sebutan lainnya. TIK terdiri dari Pokja Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (Pokja PPID) dan Pokja Penyedia Jasa Layanan Teknis (Pokja P2KTD). 3. Koordinator Program PID mengelola dukungan teknis dan implementasi program serta mengkoodinir dan mengendalikan seluruh kegiatan dan kinerja tim operasional baik pada P3MD dan PID. 4. Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID) yaitu kelompok masyarakat penerima dan pengelola Bantuan Pemerintah PPID, yang dibentuk berdasarkan Musyawarah Antar Desa di kecamatan, dan tetapkan oleh Camat. 2.2.1. Strategi Inovasi Desa Pengembangan Strategi Inovasi Desa mencakup cara berpikir strategis dan konsistensi para pemangku kepentingan yang dituangkan dalam rangka perencanaan jangka panjang. Strategi inovasi desa ditetapkan sebagai agenda prioritas pembanguan dan menjadi bagian integral dari strategi pembanguan desa. Strategi inovasi desa merupakan kebijakan strategi dalam upaya meningkatkan daya saing yang berfokus pada potensi dan sumber daya lokal. Akses pasar, dan terbuka pada ide-ide kreatif yang bermanfaat bagi kemajuan masyarakat, pengentasan kemiskinan, peningkatan pendapatan dengan menetapkan tujuan yang jelas dan pencapaian secara rasional. Hal ini menjadi landasan dan kerangka kerja bagi desa agar secara mandiri maupun bersama mitra kerja untuk memahami pentingnya pendekatan sistem dalam menangani berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat dengan melibatkan multipihak agar dihasilkan kesinambungan kebijakan, pengelolaan sumber daya, pendanaan, dan tindakan strategis lainnya yang mendukung inovasi desa.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.16 Selain itu upaya yang dilakukan menghasilkan masukan strategis dalam penyusunan kebijakan inovasi desa yang bersifat holisti-tematik, integrative dan sepesial terutama untuk diintegrasikan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran pembangunan Desa. Integrasi inovasi ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran juga penting untuk menjamin keberlanjutan inovasi desa. Ada beberapa strategi yang dapat dipraktikkan dalam mengembangkan desa inovatif, di antaranya : 1. Membangun kapasitas warga dan organisasi masyarakat sipil di desa yang kritis dan dinamis. Proses pembentukan bangunan warga dan organisasi masyarakat sipil biasanya dipengaruhi oleh faktor eskternal yang mengancam hak publik. Meski demikian, keduanya adalah modal penting bagi desa untuk membangun kedaulatan dan titik awal terciptanya komunitas warga desa yang nantinya akan menjadi kekuatan penyeimbangan atas munculnya kebijakan publik yang tidak responsive masyarakat. 2. Memperkuat kapasitas pemerintahan dan interaksi dinamis antara organisasi warga dalam penyelenggaraan pemerintahan desa; 3. Membangun sistem perencanaan dan penganggaran desa yang responsif dan partisipatif. 2.2.2. Manfaat Inovasi Desa Manfaat Inovasi desa untuk ; 1. melindungi individu, kelompok atau kelembagaan yang melakukan inovasi; 2. memacu Desa untuk meingkatakan daya saing dan keunggulannya; 3. meningkatakan jaminan pelayanan publik yang disediakan pemerintahan desa. Disamping itu, inovasi desa diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam;


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.17 1. peningkatan efesiensi; 2. perbaikan efektivitas 3. perbaikan kualitas pelayanan kepada masyarakat; 4. mendorong kohesi sosial dan mencegah terjadinya konflik kepentingan; 5. berorientasi kepada kepentingan umum; 6. dilakukan secara terbuka; 7. memenuhi nilai-nilai kepatutan; 8. mampu dipertanggungjawabkan hasilnya; dan 9. mendorong pemanfaatan bagi perbaikan kehidupan masyarakat. 2.2.3. Sasaran Inovasi Desa Suharyanto dan Arif Sofianto. (2012:1-2). Inovasi pembangunan Desa merupakan kegiatan pemberdayaan melalui pembanguan dalam bentuk perbaikan mutu hidup dan perilaku yang mencakup aspek peningkatan kemampuan masyarakat, peningkatan partisipasi masyarakat, meningkatakan kagiatan ekonomi masyarakat dan meningkatakan kemampuan SDM aparatur pemerintahan desa berbasis iptek. Desa inovatif adalah desa yang warga masyarakatnya mampu mengenali dan mengatasi serta memanfaatkan teknologi canggih atau cara-cara baru untuk mengatasi masalah dan meningkatkan perekonomiannya dengan cara menggunakan teknologi yang ada di sekitar lingkungannya secara mandiri. Wilopo (2015:5) ada tiga faktor yang dapat mempercepat pembanguana di sebuah desa yaitu inovasi, jiwa wirausaha dan teknologi baru. Inovasi tidak serta merata berbicara tentang produk baru, tetapi bisa juga dengan melakukan hal lama dengan cara-cara yang baru. Amerika dan Tiongkong adalah contoh Negara yang berhasil mengembangkan inovasi di desa-desa.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.18 2.2.4. Modal Inovasi Desa Fokus Pengembangan Desa supaya menjadi lebih mudah karena desa atau kampung memiliki faktor kekuatan poisitif yang berbeda dengan Kota, diantarannya adalah Potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah dan relatif belum dikelola secara optinal, Potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang cenderung mudah digerakkan karena tunggunya jiwa kekeluargaan atau semangat partisipasinya yang besar untuk terlibat. Ketersediaan Anggaran yang saat ini desa diberikan celah fisikal yang cukup besar, serta kewenangan desa untuk melakukan Self Governing Communitiy. Oleh karena itu, diperlukan sebuah modal pengembangan desa yang mampu mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat, melalui pemanfaatan Potensi Sumber Daya, asset dan pendanaan secara terorganisir dan Akuntabel. Pembagunan desa merupakan proses merespon tiga lingkungan desa (alam, budaya dan sosial ekonomi) dengan cara yang tepat, maka dalam pembagunan harus diperhatikan unsur lingkungan tersebut. Selain pertumbuhan, pemerataan baik secara wilayah, sektoral maupun penerima atau pemanfaatan pembangunan merupakan ukuran penting keberhasilan pembangunan. Keberlanjutan pembangunan tidak saja memenuhi kebutuhan sesaat, tetapi menjaga bagimana terjadinya kesinambungan dana agar manfaatnya bisa dirasakan lintas generasi. Desa Inovatif membutuhkan dukungan dari berbagai pihak baik pemerintahan maupun pemangku kepentingan diperlukan guna mengantarkan masyarakat desa pada kehidupan layak, makmur dan sejahtera. Dalam hal ini, diperlukan adanya inovasi dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. inovasi yang dimaksud adalah upaya menciptakan cara, proses, dan produk baru yang memberikan nilai tambah bagi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.19 2.3. Pemberdayaan Masyarakat 2.3.1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Menurut Parsons, et.al 1994 (Dalam Suharto, 1997, hlm. 210-224), pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap kejadiankejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan juga menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya. Pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan agar objek menjadi berdaya atau mempunyai tenaga/kekuatan, maka arti dari kata berdaya adalah mempunyai tenaga/kekuatan. Dalam bahasa Indonesia, kata pemberdayaan berasal dari Bahasa Inggris, yaitu Empowerment. Merrian Webster mengartikan empowerment dalam 2 arti yaitu : 1. Sebagai memberi kemampuan atau cakap untuk melakukan sesuatu; 2. Memberi kewenangan kekuasaan. Pemberdayaan sebagai terjemahan dari “empowerment” menurut para ahli, intinya diartikan sebagai berikut : “membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan terkait dengan diri mereka. Pemberdayaan masyarakat ialah proses pembangunan yang membuat masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial dalam memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila masyarakat itu sendiri ikut pula berpartisipasi. Kunci pemberdayaan meliputi: proses pembangunan, masyarakat berinisiatif, memperbaiki situasi kondisi diri sendiri. Keberhasilan dari program atau kegiatan pemberdayaan masyarakat tidak hanya ditentukan oleh pihak yang melakukan pemberdayaan,


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.20 tetapi juga oleh aktif nya pihak yang diperdayakan untuk mengubah situasi dan kondisi menjadi lebih baik dari sebelumnya. Nugroho (2013) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat melalui perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Pemberdayaan menunjuk kepada kemampuan orang, khususnya kepada kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam : 1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan dalam arti mempunyai kebebasan bukan saja bebas untuk mengemukakan pendapat tetapi bebas juga dari kelaparan, kebodohan dan kesakitan. 2. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dalam meningkatkan pendapatnya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan. 3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusankeputusan yang mempengaruhi mereka. Permendagri RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang kader pemberdayaan masyarakat menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat. (Dewi dan Ratih, 2020: 39-40) 2.3.2. Prinsip dan Dasar Pemberdayaan Masyarakat. Prinsip utama dalam mengembangkan konsep pemberdayaan masyarakat menurut Drijver dan Sajise (dalam Sutrisno, 2005, hlm. 18) ada lima macam yaitu : 1. Pendekatan dari bawah. Pada kondisi ini pengelolaan dan para stakeholder setuju pada tujuan yang ingin dicapai untuk kemudian


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.21 mengembangkan gagasan tersebut dan beberapa tahapan setahap demi setahap untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. 2. Partisipasi. Di mana setiap aktor yang terlibat memiliki kekuasaan dalam setiap fase perencanaan dan pengelolaan. 3. Konsep berkelanjutan. Merupakan pengembangan kemitraan dengan seluruh lapisan masyarakat sehingga program pemberdayaan dapat diterima oleh masyarakat. 4. Keterpaduan. Yaitu kebijakan dan strategi pada tingkat lokal, regional, dan nasional. 5. Keuntungan sosial dan ekonomi. Merupakan bagian dari program pengelolaan. 2.3.3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Ismawan dalam (Mardikanto, totok dan Soebiato: 2017) menetapkan adanya 5 (lima) program strategi pemberdayaan yang terdiri dari : 1. Pengembangan sumber daya manusia; 2. Pengembangan kelembagaan kelompok; 3. Penumpukan modal masyarakat (swasta); 4. Pengembangan usaha produktif; 5. Penyediaan informasi tepat guna. 2.4. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa Menurut Rizal Hamid (Dalam Zulfa Nurdin, 2016: 205) pembangunan dalam arti luas dapat ditafsirkan sebagai perubahan yang meliputi transformasi struktural dan perubahan cultural, politik, social, dan ekonomi. Perubahan yang dimaksud dalam strategi pembangunan lebih dilihat sebagai upaya perbaikan dalam proses pembangunan itu sendiri. Ada tiga prinsip pokok pembangunan perdesaan, yaitu :


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.22 1. Kebijakan dan langkah-langkah pembangunan di setiap desa mengacu kepada pencapaian sasaran pembangunan berdasarkan Trilogi Pembangunan. Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut yaitu: a. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasil, b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan c. Stabilitas yang sehat dan dinamis, diterapkan disetiap sektor,termasuk desa dan kota, di setiap wilayah secara saling terkait, serta di kembangkan secara selaras dan terpadu. 2. Pembangunan desa dilaksanakan dengan prinsip-prisip pembangunan yang berkelanjutan. Penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan mensyaratkan setiap daerah lebih mengandalkan sumber-sumber alam yang terbaharui sebagai sumber pertumbuhan. Disamping itu setiap desa perlu memanfaatkan SDM secara luas, memanfaatkan modal fisik, prasarana mesin-mesin, dan peralatan seefisien mungkin. 3. Meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kebijakan deregulasi, debirokrasi dan desentralisasi dengan sebaik-baiknya. Menurut Rukminto Adi (2001:55) Secara teoritis, agar suatu desa berkembang dengan baik maka terdapat tiga ungsur yang merupakan suatu kesatuan yaitu : 1. Desa (dalam bentuk wadah). 2. Masyarakat desa. 3. Pemerintahan desa. Pemerintah harus mempunyai pendekatan dan strategi-strategi dalam pembangunan agar bisa menimbulkan partisipasi masyarakat, pendekatan pembagunan masyarakat desa dipilih sebagi salah satu pendekatan dalam pembangunan nasional antara lain karena melalui pembangunan desa tersebut tercermin penarapan nilai-nilai demokrasi. Dimana secara teoritis tercermin keterpaduan antara perencanaan dari atas kebawah dan dari bawah keatas yaitu melalui lembaga musyawarah desa ataupun usulan-usulan dari kelurahan sebagai sebagai dari hasil-hasil evaluasi hasil pembangunan sebelumnya


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA II.23 ataupun karena adanya permasalahn baru yang mereka hadapi. Telah terlihat jelas bahwa tujuan utama dari pembangunan desa adalah pertumbuhan, pemerataan, dan kesejahteraan, namun itu semua tidak akan bisa dicapai tanpa adanya partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan desa. Menurut Adisasmita (2006:94) partisipasi masyarakat dapat didefinisikan sebagai keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan. Partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan memerlukan kesadaran warga masyarakat akan minat dan kepentingan yang sama. Strategi yang biasa diterapkan adalah melalui strategi „penyadaran‟. Untuk berhasilnya program pembangunan desa tersebut, warga masyarakat dituntut untuk terlibat tidak hanya dalam aspek kognitif dan praktis tetapi juga ada keterlibatan emosional pada program tersebut, hal ini diharapkan dapat memberikan kekuatan dan perasaan untuk ikut serta dalam gerakan perubahan yang mencakup seluruh bangsa. Untuk itu pemimpin harus menyebarluaskan kebijakan pembangunan desa dan secara aktif mengidentifikasikan diri dengan kebijakan tersebut (Rukminto Adi, 2001:67) Tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi akan memunculkan kemandirian masyarakat baik dalam bidang ekonomi, sosial, agama danbudaya, yang secara bertahap akan menimbulkan jati diri, harkat dan martabat masyarakat tersebut secara maksimal. Menurut Syafii (2007:104) partisipasi masyarakat dalam pembangunan dibagi atas tiga tahapan, yaitu: a. Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah. b. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. c. Keterlibatan dalam memetik dan memanfaatkan pembangunan secara berkeadilan


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA III.1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian terhadap tingkat penerapan inovasi di desa, pada dasarnya merupakan penelitian yang menggabungkan penelitian survey dan studi kasus, artinya penelitian ini menggabungkan jenis penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini dipilih dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat penerapan inovasi di desa, seperti apa pelaksanaannya, hasil dan dampak yang ditimbulkannya dan faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaannya. Melalui kedua metode tersebut diharapakan akan ditemukan hasil penelitian yang representative terhadap kondisi yang ada di lapangan 3.2 Jenis Data Didalam melaksanakan suatu penelitian, maka keberadaan data memegang peranan yang sangat penting untuk mencapai keinginan yang akan dituju. Data merupakan gambaran tentang suatu keadaan, peristiwa atau persoalan yang berhubungan dengan tempat dan waktu sebagai dasar penyusunan suatu perencanaan dan sebagai alat bantu untuk mengambil suatu keputusan. Pada dasarnya data terbagi menjadi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. a. Data Primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu ataupun kelompok terhadap responden terpilih. Dalam pelaksanaan di lapangan, data primer ini biasanya diperoleh melalui penyebaran kuesioner, wawancara dan observasi. Penyebaran kuesioner disini merupakan metode pengumpulan data dengan menyampaikan pertanyaan kepada responden secara tertulis. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data yang berasal


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA III.2 dari masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung terkena dampak dari pelaksanaan inovasi. Data yang dikumpulkan melalui data primer tersebut selain data potensi dari responden (umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya), juga data yang berkenaan dengan informasi pelaksanaan inovasi berdasarkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat. Alat yang digunakan untuk mendapatkan data tersebut adalah dengan penyebaran kuesioner dan wawancara dengan responden yang terpilih. Pertanyaan didalam kedua alat tersebut mencakup penilaian, pendapat, pengetahuan dan pandangan terhadap pelaksanaan kebijakan inovasi di desa . b. Data Sekunder Didalam pencarian data sebagai kelengkapan sebelum dilakukan penelitian adalah dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin melalui berbagai sumber yang relevan. Jenis data tersebut sering disebut dengan data sekunder, yaitu data primer yang diperoleh oleh pihak lain atau data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pengumpul data primer atau oleh pihak lain yang pada umumnya disajikan dalam bentuk tabel-tabel ataupun diagramdiagram. Data sekunder biasanya digunakan oleh peneliti untuk memberikan gambaran tambahan, gambaran pelengkap ataupun untuk diproses lebih lanjut (Sugiarto, 2001:19). Data sekunder ini biasanya diperoleh dengan menyalin atau mengutip data yang sudah jadi. Data sekunder yang diperlukan untuk menunjang penelitian ini adalah profil lokasi penelitian, dalam hal ini adalah Kecamatan Telutih. Data ini diperoleh dari instansi pemerintah di lingkungan Kabupaten Maluku Tengah yang sekiranya berkaitan dengan penelitian ini. Kebutuhan akan kedua jenis data tersebut baik data primer maupun data sekunder dalam penelitan ini secara lebih rinci


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA III.3 dapat dilihat pada tabel dibawah ini, yang merupakan tabel kebutuhan data pada penelitian ini : Tabel 3.1. Kebutuhan Data Penelitian N o URAIAN DATA SUMBER DATA KETERANGAN 1 2 3 4 1 Data Inovasi Desa DPMNP3A Nama Inovasi, Muatan Inovasi 2 Data Pelaksanaan Inovasi Desa / Kecamatan Muatan Inovasi, metode pelaksanaan inovasi, stakeholders, input, output dan outcome Permasalahan dalam pelaksanaan inovasi Tindak lanjut yang dilaksanakan 3 Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanakan inovasi Desa / Kecamatan Keterlibatan dalam inisiasi Keterlibatan dalam ujicoba Keterlibatan dalam penerapan 4 Manfaat Inovasi Desa / Kecamatan Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat 5 Komitmen Inovasi Desa / Kecamatan Bentuk Partsipasi Keinginan masyarakat untuk terlibat Harapan masyarakat akan kemajuan desa (dalam hal penerapan inovasi) 6 Inovasi di luar PID Desa / Kecamatan Apakah ada inisiasi inovasi lain di luar PID (Informasi detail terkait hal tersebut) 7 Data Demografi dan Geografi BPS 8 Data Potensi Desa BPS / Desa Profil Desa, RPJM Desa 9 Data Permasalahan Desa BPS / Desa Profil Desa, RPJM Desa


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA III.4 3.3 Teknik Pengumpulan Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara : a. Kuesioner, yaitu suatu teknik dalam pengumpulan data dengan cara menggunakan daftar pertanyaan yang telah tersusun secara terstruktur kepada setiap responden terpilih. Penggunaan kuesioner ini bertujuan selain untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survey juga untuk memperoleh informasi dengan realibilitas dan validitas setinggi mungkin (Singarimbun, 1995:175). Daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada responden disusun dengan alternatif jawaban yang sekiranya sesuai dengan pendapat, pengetahuan dan pandangan dari responden. b. Wawancara, teknik ini dilakukan dengan tujuan untuk menggali sebanyak mungkin informasi berkenaan dengan penelitian yang dilakukan dengan cara bertanya secara langsung kepada responden maupun nara sumber yang sekiranya mengetahui secara rinci tentang topik penelitian. Wawancara adalah salah satu bagian yang terpenting dari setiap pelaksanaan survey. Tanpa wawancara peneliti akan kehilangan informasi yang hanya akan dapat diperoleh dengan jalan bertanya secara langsung kepada responden. c. Observasi, teknik ini dilakukan untuk mengetahui secara langsung gambaran obyek penelitian secara nyata di lapangan, dalam hal ini adalah pelaksanaan inovasi desa. d. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari maupun mencatat arsip-arsip atau dokumen, laporan kegiatan, monografi atau dafatr tabel statistik dan sebagainya yang berkaitan dengan topik penelitian untuk digunakan sebagai bahan menganalisa permasalahan.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA III.5 3.4 Persiapan Penelitian Penelitian ini menggunakan mixed-method research yang menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif untuk mendapatkan hasil yang dapat menggambarkan secara komprehensif tingkat penerapan inovasi di desa. Respondennya adalah sampel dari populasi masyarakat Kecamatan Telutih yang diteliti menggunakan kuesioner dengan pertanyaan tertutup dan terbuka mengenai pengetahuan mereka terhadap inovasi desa. Adapun sampel yang dimaksud adalah 99 responden yang tinggal di Kecamatan Telutih dan tersebar di beberapa negeri/desa yang telah melaksanakan inovasi desa dengan beragam usia dan latar belakang. Bapplitbangda melalui Bidang Litbang telah menyusun instrumen penelitian dengan cara mengidentifikasi indikator-indikator pengukuran yang dilanjutkan dengan membuat kisi-kisi untuk menghasilkan seperangkat pertanyaan yang jawabannya dapat menggambarkan research question dari penelitian ini dengan baik. Hasil dari pengumpulan data ditabulasi sedemikian rupa sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan serangkaian pengujian yang digunakan mulai dari mengukur kekuatan soal dalam angket hingga menganalisa jawaban responden menggunakan teknik-teknik statistik yang tersedia. 3.5 Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Telutih Kabupaten Maluku Tengah. Pemilihan responden dilakukan secara random dengan menyasar masyarakat yang dimungkinkan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Data yang didapatkan kemudian dianalisa untuk mengukur hasil dari masing-masing pertanyaan dan posisinya dalam menggambarkan muatan yang dikaji.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA III.6 Secara detail, kegiatan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 3.2. Agenda Pelaksanaan Penelitian No Tanggal Kegiatan 1 Mei – Juli Rapat Awal Pembentukan Tim Kerja Penyusunan/Penetapan Tim Pelaksana Kegiatan Penyusunan KAK Kegiatan Penyusunan Instrumen Penelitian Agustus – Oktober Konsultasi dan Koordinasi Perbaikan dan Revisi Instrumen Penelitian Pengumpulan Data dan Informasi Pengolahan Data Analisis data November - Desember Penyusunan hasil laporan penelitian 3.6 Teknik Pengambilan Sampel Didalam penentuan sampel maka tidak dapat dilepaskan dengan adanya populasi, yaitu jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga (Singarimbun, 1995:152). Dalam hal ini populasi merupakan keseluruhan penduduk atau individu yang dimaksudkan untuk diselidiki. Sedangkan yang dimaksud dengan sampel adalah sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi. Sampel merupakan sebagian individu yang diselidiki (Hadi, 2000:7). Pendapat lain menyatakan bahwa


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA III.7 yang dimaksud dengan sampel adalah wakil dari populasi yang dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi (Nasir, 1999:325). Didalam menetapkan jumlah sampel dari sebuah populasi pada prinsipnya tidak ada aturan-aturan yang ketat secara mutlak berapa jumlah sampel yang harus diambil dalam sebuah populasi (Kartono, 1996:45). Pada penelitian ini jumlah sampel ditentukan dengan rumus yang sering digunakan dalam penelitian masyarakat, yaitu: Dimana : n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi d = Derajat Kecermatan (Level of Significance = 10%) Sehubungan dengan hal tersebut, yang menjadi populasi penelitian adalah jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Telutih, khususnya di 6 (enam) negeri/desa yang menjadi lokus penelitian. Keenam negeri tersebut adalah Negeri Yamalatu, Lahakaba, Laimu, Maneoratu, Wolu dana Lafa. Adapun jumlah penduduk pada keenam negeri tersebut pada tahun 2020 adalah sebesar 9.002 jiwa..Sehubungan dengan penentuan sampel penelitian ini, maka sesuai dengan rumus diatas jumlah sampel yang diperlukan adalah :


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA III.8 Dari perhitungan diatas, maka jumlah sampel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 99 responden yang tersebar di enam negeri. Dari sampel tersebut maka akan dibagi secara proposional pada masing-masing kelurahan. Berikut besaran sampel pada masing-masing kelurahan Tabel 3.3 Besaran Sampel Masing-Masing Wilayah Penelitian NEGERI Jumlah Penduduk Proporsi Besaran Sampel Pembulatan 1 2 3 4 5 YAMALATU 409 4.54 4.49 5.00 LAHAKABA 1123 12.48 12.34 12.00 LAIMU 4170 46.32 45.81 46.00 MANEORATU 375 4.17 4.12 4.00 WOLU 1903 21.14 20.91 21.00 LAFA 1022 11.35 11.23 11.00 TOTAL 9,002 100.00 98.90 99.00 Sumber : Hasil Analisis, 2021 3.7 Metode Analisa Didalam penelitian ini, metode analisa yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kuantitatif yang didukung dengan analisa kualitatif. Metode ini digunakan untuk mengkaji tingkat penerapan inovasi di desa. Daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada responden disusun dengan alternatif jawaban yang sekiranya sesuai dengan pendapat, pengetahuan dan pandangan dari responden. Beberapa pertanyaan dirancang menggunakan pertanyaan terbuka, sehingga memberi kelualasan kepada responden untuk menjelaskan secara lebih terperinci jawaban yang dimilikinya. Jawaban yang diberikan oleh responden


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA III.9 kemudian akan dianalisa menggunakan teknik analisa yang telah disebutkan sebelumnya untuk mendapatkan informasi terkait muatan kajian. Pengolahan data kuantitaif akan dilakukan dengan menggunakan excel sebagai tool. Sedangkan pengolahan kualitatif akan dilakukan dengan menggunakan N-Vivo.


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA IV.1 Tabel 4.1 Luas wilayah daratan Kabupaten Maluku Tengah No Pulau dan Kumpulan Pulau Luas Daratan Km2 % (1) (2) (3) (4) 1 Pulau Ambon* 384,00 3,31 2 Pulau Haruku 150,00 1,29 3 Pulau Saparua dan Nusalaut 209,00 1,80 4 Kepulauan Banda 172,00 1,48 5 Pulau Seram dan P.P. Kecil** 10.680,57 92,11 Total Luas Daratan 11,595.57 100,00 Sumber Maluku Tengah Dalam Angka 2020 BAB IV KAJIAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Maluku Tengah 4.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Kabupaten Maluku Tengah memiliki luas sebesar 275.907 Km², terdiri dari wilayah lautan seluas 264.311,43 Km2 atau 95,80% dan daratan seluas 11.595,57 Km2 atau 4,20%, dengan panjang garis pantai 1.256.230 Km. Kabupaten Maluku Tengah berbatasan dengan : Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Seram Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Seram Bagian Barat Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Seram Bagian Timur Secara geografi, Kabupaten Maluku Tengah terletak diantara 2º30’ LS – 7°30’ LS dan 250° BT – 132°30’ BT, dan memiliki jumlah pulau sebanyak 49 buah, dimana yang dihuni sebanyak 14 buah dan yang tidak dihuni sebanyak 35 buah. Pada Tabel 2.1 menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah daratan di Kabupaten Maluku Tengah Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Maluku Tengah Sumber : RTRW Kabupaten Maluku Tengah 2011-2031


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA IV.2 berada di pulau Seram dan pulau-pulau kecil dan sekitarnya dengan luas daratan 10.595,75 Km2 atau 92,11%, sedangkan luas daratan yang paling sedikit adalah Pulau Saparua dan Nusalaut dengan total luas daratan adalah 209,00 Km2 atau 1,80%. Dengan luas wilayah daratan yang ada, kecamatan Seram Utara memiliki wilayah yang lebih luas kemudian diikuti oleh Kecamatan Amahai, Kecamatan Seram Utara Barat, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi dan yang memiliki luas wilayah yang paling kecil yakni Kecamatan Nusalaut. Tabel 4.2 Luas Wilayah Administrasi Menurut Kecamatan di Kabupaten Maluku Tengah Kecamatan Ibu Kota Kecamata n Luas Wilayah Persentase Terhadap Luas Kabupaten Jumlah Pulau Desa/Negeri Kel (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Banda Naira 172,00 1,48 11 18 - 2. Tehoru Tehoru 405,72 3,5 - 10 - 3. Amahai Amahai 1.619,07 13,96 14 1 4. Kota Masohi Masohi 37,30 0,32 - 5 5. Teluk Elpaputih Sahulau 120,00 1,03 4 - 6. Teon Nila Serua Layeni 24,28 0,21 8 16 - 7. Saparua Saparua 79,90 0,69 2 7 - 8. Nusalaut Ameth 32,50 0,28 7 - 9. P. Haruku Pelauw 150,00 1,29 2 11 - 10. Salahutu Tulehu 151,82 1,31 2 6 - 11. Leihitu Hila 147,63 1,27 10 11 - 12. Leihitu Barat Wakasihu 84,47 0,73 5 - 13. Seram Utara Wahai 7.173,46 61,86 7 20 - 14. Seram Utara Barat Pasanea 705,48 6,08 6 13 - 15. Seram Utara Timur Kobi Kobi 280,65 2,42 12 - 16. Seram Utara Timur Seti Kobisonta 186,19 1,61 12 - 17. Teluti Laimu 128,50 1,11 10 - 18. Saparua Timur Tuhaha 96,60 0,83 1 10 - Jumlah 11,595.57 100,00 49 186 6 Sumber Maluku Tengah Dalam Angka 2020


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA IV.3 4.1.2.Penggunaan Lahan Penyebaran dan peruntukkan penggunaan lahan untuk suatu kegiatan sangat penting dan dikaitkan dengan usaha pelestarian lingkungan hidup. Penggunaan lahan di Kabupaten Maluku Tengah disajikan berdasarkan Gambar 2.2, dapat diketahui bahwa tutupan lahan yang paling dominan di Kabupaten Maluku Tengah adalah Hutan Primer, yakni mencapai lebih dari 2 juta hektar. Jenis tutupan lahan yang berada di posisi selanjutnya adalah semak belukar dengan luas mencapai 229.722,9 hektar. Luas tutupan lahan permukiman mencapai lebih dari 7 ribu hektar, yang terbagi menjadi lahan permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara umum kondisi tutupan lahan di Kabupaten Maluku Tengah masih berupa hutan yang memiliki luasan yang dominan. Ini berarti bahwa kondisi lingkungan ini perlu dijaga kelestariannya sebagai modal pembangunan wilayah yang berkelanjutan. 4.1.3.Potensi Pengembangan Wilayah a. Kawasan Hutan Produksi Kawasan hutan produksi terdiri atas hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap dan hutan produksi konversi. Hutan Produksi Terbatas (HPT) adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng, jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor 125-175 di luar kawasan hutan konversi lainnya. Untuk kawasan hutan produksi tetap mempunyai nilai skor kurang dari 125 dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi mempunyai nilai skor kurang 124 Hutan produksi terbatas terdapat di Kecamatan Amahai, Seram Gambar 4.2 Peta Penggunaan Lahan Sumber data : Peta RTRW Kabupaten Maluku Tengah


“Kajian Tingkat Penerapan Inovasi di Desa” BAPPLITBANGDA IV.4 Gambar 4.3 Peta Kawasan Hutan Sumber Data : Peta RTRW Kabupaten Maluku Tengah Utara, Seram Utara Barat, Tehoru, Teluk Elpaputih dan Teon Nila Serua. Hutan produksi tetap terdapat di Kecamatan Seram Utara. Hutan produksi konversi terdapat di Kecamatan Amahai, Teluk Elpaputih, Tehoru, Seram Utara Barat, Teon Nila Serua, Leihitu dan Leihitu Barat. Sejauh ini hasil hutan terpenting dari Kabupaten Maluku Tengah terdiri atas berbagai jenis kayu (meranti, gopassa, kayu besi, kayu hitam, jati, cendana, damar dan rotan), kayu putih dan berbagai jenis anggrek. Kebijakan rehabilitasi dan konservasi hutan yang diarahkan pada areal konservasi hutan yang diarahkan pada areal konservasi pada setiap Daerah Aliran Sungai (DAS) di setiap pulau di Kabupaten Maluku Tengah. b. Kawasan Pertanian dan perkebunan Kawasan pertanian pangan lahan basah (TPLB), merupakan kawasan yang memiliki potensi pengembangan budidaya dengan pengairan/irigasi, pada ketinggian 30 cm. Kawasan pertanian tanaman pangan lahan kering (TPLK), merupakan kawasan yang tidak mempunyai sistem/potensi pengembangan pengairan, pada ketinggian , 1.000 m dpl, lereng < 40%, kedalaman efektif lapisan tanah atas > 30 cm. Gambar 4.4 Peta Kawasan Budidaya Sumber Data : Peta RTRW Kabupaten Maluku Tengah


Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.