51186-133-117742-1-10-20190719 Flipbook PDF


54 downloads 106 Views 13MB Size

Recommend Stories


Porque. PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::
Porque tu hogar empieza desde adentro. www.avilainteriores.com PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com Avila Interi

EMPRESAS HEADHUNTERS CHILE PDF
Get Instant Access to eBook Empresas Headhunters Chile PDF at Our Huge Library EMPRESAS HEADHUNTERS CHILE PDF ==> Download: EMPRESAS HEADHUNTERS CHIL

Story Transcript

Vol. 4 No. 2 Agustus 2019 e-ISSN: 2502-7573  p-ISSN: 2502-8960 Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Catcalling : Candaan, Pujian atau Pelecehan Seksual Ida Ayu Adnyaswari Dewi1 1Program

Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel Masuk: 22 April 2019 Diterima: 19 Juni 2019 Terbit: 21 Juli 2019 Keywords : Catcalling; Law; Legislation; Public view; Sexual harassment; Street harassment;

Abstract The act of whistling, being called as “darling”, “gek”, “handsome” or “beautiful” and unwanted verbal comments are classified as “catcalling”, which is included as a form of harassment. This harassment can be easily experienced by anyone in their daily lives, even today, it is still considered as something normal. Seeing this phenomenon, it is deemed necessary to study the “catcalling” regulation in the Indonesian legal system and the view of the community towards “catcalling” itself. The purpose of this journal is to find out the regulations and the views of the community toward “catcalling”. The result that obtained in this study is the regulation of “catcalling” indirectly, already in Indonesian Law in the Article 281 of the Criminal Code, Article 351 of the Criminal Code, Article 9 of the Pornography Law, Article 35 of the Pornography Law and Article 86 paragraph (1) of the Employment Law, but with the differences in the use of the terms in the articles eventually, can limit the use of these articles. Based on the results of an online survey, most people said that “catcalling” is not a joke or praise, those who experience “catcalling” feel angry, disgusted and afraid when they experience it. The survey result shows that it is necessary to have a specific regulation to regulate “catcalling.”

Abstrak Kata kunci: Catcalling; Hukum; Pandangan masyarakat; Pengaturan; Pelecehan seksual; Pelecehan di jalan; Corresponding Author: Ida Ayu Adnyaswari Dewi, E-mail: [email protected] DOI : 10.24843/AC.2019.v04.02.p.04

Tindakan bersiul, dipanggil dengan sebutan “sayang”, “gek”, “ganteng” atau “cantik” dan komentar verbal yang tidak diinginkan, tergolong kedalam “catcalling” yang termasuk sebagai bentuk pelecehan. Pelecehan ini dengan sangat mudah dapat dialami oleh siapapun dalam kehidupan sehari-harinya, bahkan sampai saat ini hal tersebut masih dianggap sebagai suatu hal yang biasa. Melihat fenomena ini, maka dirasa perlu untuk dikaji pengaturan “catcalling” dalam sistem hukum Indonesia dan pandangan masyarakat terhadap “catcalling” itu sendiri, haruskah diadakan suatu aturan mengenai “catcalling”. Tujuan penulisan jurnal ini ialah untuk mengetahui tentang pengaturan dan pandangan masyarakat terhadap “catcalling”. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini ialah aturan “catcalling” secara tidak langsung sudah ada di dalam peraturan perundangundangan di Indonesia pada Pasal 281 KUHP, Pasal 351 KUHP, Pasal 9 UU Pornografi, Pasal 35 UU Pornografi dan Pasal 86 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, namun dengan adanya perbedaan penggunaan istilah dalam setiap pasal mengakibatkan dibatasinya penggunaan pasal-pasal tersebut. Berdasarkan hasil survei online sebagian besar masyarakat menyebutkan bahwa “catcalling” bukanlah suatu candaan atau pujian, mereka yang mengalami “catcalling” merasa marah, jijik dan takut ketika mengalami

198

Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 4 No. 2 Agustus 2019, h. 198 - 212

“catcalling”. Hasil survei menunjukkan bahwa dirasa perlu adanya suatu aturan khusus yang mengatur tentang “catcalling”.

1. Pendahuluan Setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan, hal ini diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Undang-Undang HAM). Hak untuk memperoleh rasa aman ini dijamin oleh Konstitusi Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), Undang-Undang HAM, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), dan kebijakan-kebijakan lainnya. Meski telah memiliki sejumlah kebijakan yang menjamin rasa aman, namun hal tersebut tidak dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Tempat umum seperti sarana transportasi publik, sarana olahraga, supermarket, bahkan tempat yang seharusnya memberikan rasa aman seperti sekolah, tempat kerja dan tempat ibadah, sering menjadi tempat dimana ketidakamanan dapat dirasakan. Siulan, dipanggil dengan sebutan “sayang”, “gek”, “ganteng” atau “cantik” oleh orang yang tidak dikenal, komentar yang tidak diinginkan, seperti “mau kemana cantik? mau ditemenin, nggak?”, “jangan galak-galak nanti dicium ya!”, diamati tubuhnya oleh orang asing hingga rabaan yang tidak diharapkan merupakan kejadian yang memunculkan rasa tidak aman, yang sering ditemui tapi luput dari perhatian karena dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Rasa tidak aman ini biasa dialami sehari-hari, baik di Indonesia maupun di negara lain. Penelitian secara konsisten telah menunjukkan bahwa gangguan yang nampaknya kecil ini merupakan rutinitas dari negosisasi ruang publik dan ruang semi publik yang dialami sehari-hari, statistik menunjukkan bahwa sebanyak 90% perempuan pernah mengalami pelecehan di jalan setidaknya sekali dalam hidup mereka. 1 Perbuatan yang menimbulkan rasa tidak aman ini, seperti yang di sebutkan diatas, dikategorikan sebagai street harassment. Street harassment merupakan tindakan-tindakan seperti bersiul, menatap atau melotot secara berkepanjangan, meraba-raba, mengikuti seseorang dan komentar verbal yang mengganggu. 2 Menurut laporan yang berjudul “Unsafe and Harassed in Public: A National Street Harassment Report”, street harassment atau pelecehan jalan diartikan merupakan suatu interaksi yang tidak diinginkan yang terjadi pada ruang publik yang melibatkan dua pihak atau lebih yang tidak saling mengetahui satu sama lain dan biasanya disebabkan oleh gender, orientasi seksual atau ekspresi gender, mengakibatkan korban merasa kesal, marah, malu ataupun takut.3 Street harassment, sering diidentifikasikan sebagai suatu pelecehan seksual di tempat umum yang sebagian besar korbannya adalah perempuan, namun tidak menutup kemungkinan

Fileborn, B. (2016). Justice 2.0: Street Harassment Victims’ Use Of Social Media And Online Activism As Sites Of Informal Justice. British Journal Of Criminology, 57(6), 1482-1501. DOI: 10.1093/bjc/azw093, p. 1482. 2 Fileborn, B., & Vera-Gray, F. (2017). “I Want To Be Able To Walk The Street Without Fear”: Transforming Justice For Street Harassment. Feminist Legal Studies, 25(2), 203-227. DOI : 10.1007/s10691-017-93503-3, p. 205. 3 Stop Street Harassment. (2014). Unsafe and Harassed in Public Spaces: A National Street Harassment Report, Reston, Virginia, p. 5. 1

199

P-ISSN: 2502-8960, E-ISSN: 2502-7573

ISSN: 1978-1520 laki-laki juga menjadi korban. Menurut Kearl, dari usia muda sebanyak 80% wanita di seluruh dunia menghadapi perhatian yang tidak diinginkan di tempat umum.4 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh YouGov pada tahun 2014, Jakarta menduduki peringkat kelima sebagai kota dengan tingkat pelecehan verbal terhadap perempuan paling tinggi, khususnya di transportasi umum. 5 Pada tahun 2016, ActionAid melakukan survei tentang street harassment di sejumlah negara. Mereka menemukan bahwa 75% perempuan di London, 79% perempuan yang tinggal di kotakota di India, 86% di Thailand, dan 89% di Brasil telah mengalami pelecehan atau kekerasan di depan umum. Menurut catatan tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), di tahun 2017 terdapat 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat, 26% atau 3.528 kasus diantaranya terjadi di ruang publik. Data yang diperoleh Komnas Perempuan berdasarkan kuesioner, menunjukkan terjadinya peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 25% dibandingkan dengan tahun 2016. Kasus kekerasan terhadap perempuan di ruang publik yang tercatat pada 2017, terdapat sebanyak 2.657 kasus merupakan kekerasan seksual yang terdiri dari pencabulan (911 kasus), pelecehan seksual (704 kasus), pemerkosaan (699 kasus) dan persetubuhan (343 kasus). Kenaikan jumlah tersebut tidak dapat disimpulkan bertambahnya kasus kekerasan terhadap perempuan, namun dapat juga diartikan bahwa semakin banyaknya korban yang berani dan sadar untuk melapor. Hal ini menunjukkan meningkatnya kepercayaan dan kebutuhan korban pada lembaga-lembaga pengada layanan.6 Beberapa tahun belakangan street harassment, menjadi suatu yang menjadi perhatian terutama di dunia maya karena korban yang mengalami pelecehan ini, merekam pengalaman mereka saat dilecehkan. Situs web seperti Holla Back!, Stop Street Harassment, Never Okay Project dan akun Instagram @dearcatcallers.id merupakan beberapa dari banyak platform yang menjembatani korban pelecehan untuk mendiskusikan pengalamannya dan memberitahukan pada publik tentang contohcontoh penelponan dan pelecehan yang dialaminya. Gerakan-gerakan yang melakukan penolakan terhadap street harassment serta peningkatan kepercayaan dari korban kepada lembaga pengada layanan tidak dibarengi dengan ketersediaan legal remedies bagi individu yang menjadi pelaku pelecehan ini. Menurut Heben, sebagaimana diungkapkan dalam tesis Coleen O’Leary, faktanya, sistem hukum kita telah secara umum menolak untuk mengakui bahwa street harassment ada.7 Menurut Logan, street harassment merupakan serangkaian praktek dengan tindakan seperti catcalling, menatap atau melotot berkepanjangan, meraba-raba, mengikuti seseorang dan komentar verbal yang mengganggu.8 Street harassment yang dilakukan 4

Kearl, H. (2010). Stop Street Harassment: Making Public Places Safe and Welcoming For Women. ABC-CLIO, p.3. 5 Stop Street Harassment. “Statistics - The Prevalence of Street Harassment”. Available from http://www.stopstreetharassment.org/resources/statistics/statistics-academic-studies/. (Diakses tanggal 15 Maret 2019). 6 Komnas Perempuan. Catatan Kererasan Terhadap Perempuan Tahun 2017. Available from https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Catatan%20Tahunan%20Kekerasan %20Terhadap%20Perempuan%202018.pdf. (Diakses tanggal 20 Maret 2019). 7 O’Leary, Coleen. (2016). Catcalling As A “Double Edged Sword”: Midwestern Women. Their Experiences and The Implications Of Men’s Catcalling Behaviors, Illinois State University, p. 2. 8 Logan, L. S. (2015). Street Harassment: Current and Promising Avenues for Researchers and Activists. Sociology Compass, 9(3). DOI: https://doi.org/10.1111/soc4.12248, p. 198.

200

Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 4 No. 2 Agustus 2019, h. 198 - 212

dengan bersiul, memanggil dengan sebutan “sayang”, “gek”, “ganteng” atau “cantik” dan komentar verbal yang mengganggu oleh orang yang tidak dikenal merupakan tergolong ke dalam catcalling yang termasuk sebagai bentuk pelecehan di jalan, membuat komentar seksual pada orang yang sedang lewat, mengikuti mereka dan mencoba untuk terlibat pada percakapan atau meneriaki penghinaan rasial saat mereka di jalan. Tidak jarang perilaku ini meningkat menjadi berkedip, menguntit atau lebih buruk. Tindakan ini merupakan bagian dari pelecehan seksual verbal dan catcaller, pelaku yang melakukan catcalling, biasanya melakukan hal ini karena ingin mendapatkan perhatian dan berharap si perempuan akan merespon. Pelecehan seksual verbal oleh beberapa negara, seperti Perancis, Argentina, Portugal, Belgia dan Peru, telah ditanggapi secara serius karena berdampak besar pada kehidupan sosial manusia dan psikologis korban. Negara-negara tersebut menerapkan bukan hanya sanksi pidana tetapi juga sanksi denda kepada pelaku yang melakukan catcalling atau pelecehan seksual verbal. Pelecehan dengan tendensi seksual di jalan merupakan peristiwa yang dianggap biasa dan seolah dibiarkan. Hal ini dapat kita lihat pada kisah seorang dokter yang bernama Falla Adinda mengalami catcalling di tempat kerjanya. Pada bulan September 2017, ia mengalami catcalling, ini bukan lah pertama kalinya ia mengalami hal ini, ia digoda dengan sebutan “hai, cantik”, biasanya ketika mendapat catcalling ia akan mendatangi dan berbicara kepada pelaku, namun pada saat itu ia sudah tidak tahan dengan tindakan si pelaku sehingga memilih untuk pergi dan mendiamkan pelaku. Falla lalu melaporkan kejadian ini kepada polisi dan meminta polisi untuk menindak pelaku catcalling, alih-alih ditanggapi dan dibantu tapi Falla kemudian diremehkan dengan cara diperintahkan untuk pergi. Setelah mengalami penolakan oleh polisi pertama lalu Falla bertemu dengan polisi lain yang kebetulan sedang ada di sekitar kantornya. Polisi kedua ini berbeda dengan polisi sebelumnya, setelah mendengar cerita dari Falla, ia langsung merespon pengaduan dan mengajak bicara pelaku agar tidak melakukan catcalling lagi. Cerita Falla menjadi viral karena ada salah satu pihak kepolisian di Twitter yang merespons cerita ini dan polisi yang mengabaikan pengaduan Falla akhirnya meminta maaf. 9 Falla merupakan salah seorang yang beruntung karena memiliki akses media sosial dan berani bicara, namun masih banyak perempuan di luar sana yang mengalami catcalling dan lebih memilih untuk diam dan pergi karena takut melawan. Tidak banyak yang berani memberi bantuan ataupun memberi pembelaan terhadap korban catcalling karena takut akan menjadi keributan. Seiring dengan kemajuan jaman dan perkembangan teknologi informasi maka permasalahan terkait street harassment akan marak bermunculan, hal ini dikarenakan oleh semakin banyak korban yang berani untuk menceritakan hal ini ke publik, namun sangat disayangkan tidak diiringi dengan instrumen hukum yang jelas. Pentingnya aturan hukum yang jelas terhadap catcalling ini karena berbagai upaya yang dilakukan oleh korban untuk merespon catcalling, baik itu dengan cara menganggap bahwa yang dilakukan oleh pelaku merupakan suatu tindakan ramah tamah, mendiamkan pelaku atau melawan pelaku, korban tetap membayar mahal terhadap kondisi psikologinya sendiri. Mengacu pada permasalahan ini maka, perlu dikaji bagaimana pengaturan catcalling dalam sistem hukum Indonesia? dan bagaimana pandangan masyarakat 9

Dharni, Arman. (2017). Dedi Mulyadi, Catcalling dan Ragam Pelecehan Perempuan. Available from https://tirto.id/dedi-mulyadi-catcalling-dan-ragam-pelecehan-perempuan-b6cC. (Diakses pada 9 April 2019).

201

P-ISSN: 2502-8960, E-ISSN: 2502-7573

ISSN: 1978-1520 terhadap catcalling itu sendiri, haruskah diadakan suatu aturan mengenai street harassment khususnya catcalling? Untuk menjamin originalitas dari jurnal ini serta untuk menganalisa dan memperkaya pembahasan penulisan jurnal, maka dilakukan perbandingan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pembahasan jurnal ini. Adapun penelitian-penelitian tersebut antara lain: a. Jurnal yang berjudul “Justice, 2.0: Street Harassment Victims Use Of Social Media and Online Activism As Sites of Informal Justice”, diteliti oleh Bianca FileBorn, pada tahun 2017 yang meneliti mengenai potensi media sosiak sebagai sarana untuk mendapatkan keadilan informal bagi korban pelecehan di jalan. Berdasarkan hasil penelitian jurnal ini ditemukan bahwa media sosial mampu berfungsi sebagai tempat bagi para korban untuk mendapatkan keadilan namun hanya keadilan yang terlaksana secara online. b. Jurnal yang berjudul “My Name Is Not “Beautiuful,” and, No, I Do Not Want To Smile: Paving The Path For Street Harassment Legislation In Illionois”, diteliti oleh Amanda Roenius pada tahun 2016 yang meneliti mengenai pengaturan pelecehan di jalan di Illinois (negara bagian Amerika Serikat). Hasil yang ditunjukkan menurut jurnal ini ialah hak individual dan mobilitas tubuh masih terabaikan, namun hal ini dapat ditanggulangi dengan mengimplementasikan Safe Spaces Statute untuk melindungi hak-hak individu serta membuka jalan bagi negara bagian maupun negara lain untuk menyusun undang-undang yang serupa. c. Penelitian yang berjudul “Catcalling as a “Double Edge Sword”: Midwestern Women, Their Experinces, and the Implications of Mens’s Catcalling Behasviours”, diteliti oleh Coleen O’Leary, pada tahun 2016 yang meneliti mengenai sudut pandang perempuan-perempuan Midwestern’s USA terhadap catcalling melalui interview mendalam mengenai pengalaman dan persepsinya mengenai catcalling. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa perempuanperempuan tersebut tidak pernah menganggap bahwa catcalling sebagai suatu pujian, sebaliknya para pria menganggap bahwa komentar yang mereka berikan merupakan pujian. Berdasarkan data yang diperoleh, perempuanperempuan ini merasa bahwa pengalaman dan persepsi mereka mengenai catcalling diabaikan oleh laki-laki dan masyarakat karena catcalling masih dianggap sebagai suatu pujian.

2. Metode Penelitian Data pada jurnal ini berasal dari tanggapan koresponden terhadap pertanyaan survei terbuka. Pertanyaan yang diberikan berkaitan dengan pemahaman hukum, kebutuhan dan respon yang berhubungan dengan catcalling. Survei ini dilakukan dengan cara survei online, pada April 2019, menggunakan sarana google form yang disebarkan melalui jejaring sosial pada masyarakat yang bertempat tinggal di Denpasar, Badung dan Gianyar. Topik pertanyaan meliputi demografi, pemahaman mengenai catcalling, pengalaman mereka tentang catcalling, keturutsertaan dalam pengalaman catcalling, dan respon terhadap kebutuhan akan adanya suatu aturan. Tanggapan untuk sebagian besar pertanyaan bersifat opsional sedangkan untuk 2 pertanyaan bersifat penjelasan. Karena survei yang dilakukan bersifat anonim, maka tidak mungkin untuk dilakukan penindaklanjutan terhadap tanggapan koresponden. Data yang diperoleh melalui survei ini kemudian diolah secara kualitatif dan hasilnya disajikan secara deskriptif analisis. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa hasil survei, maka

202

Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 4 No. 2 Agustus 2019, h. 198 - 212

dapat diketahui bahwa jurnal ini menggunakan metode penelitian empiris yang dalam penelitiannya menggunakan keadaan sosial masyarakat sebagai fokus penelitiannya. Sebelum meneliti data primer melalui survey telah dilakukan penelitian terhadap data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan yang bersumber pada bahan hukum primer.

3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Pengaturan Catcalling dalam Sistem Hukum Indonesia Pelecehan seksual adalah segala tingkah laku seksual yang tidak diinginkan, permintaan untuk melakukan perbuatan seksual, baik secara lisan atau fisik, seperti isyarat yang bersifat seksual atau perilaku lain apapun yang bersifat seksual, yang menjadikan seseorang merasa tersinggung, dipermalukan dan/atau terintimidasi. 10 Mengacu pada pengertian sexual harassment oleh Martin Eskenazi dan David Gallen, Istiana Hermawati dan Achmad Sofian mengartikan pelecehan seksual sebagai diberikannya suatu tuntutan seksual yang tidak dinginkan atau diciptakannya suatu lingkungan yang ofensif secara seksual, dalam bahasa yang sederhana disebut juga dengan perhatian yang tidak diinginkan atau unwelcome attention.11 Pelecehan seksual pada umumnya dikelompokkan menjadi 3 komponen utama, yaitu: pemaksaan seksual, pelecehan gender dan perhatian seksual yang tidak diharapkan.12 Pemaksaan seksual ini diartikan sebagai permintaan secara langsung atau persyaratan untuk melakukan tindakan seksual sebagai imbalan terkait pekerjaan atau sekolah, sedangkan pelecehan gender merupakan degradasi perempuan yang dilakukan secara bergrup seperti membuat lelucon tentang perempuan sebagai objek seks atau memposting gambar objek perempuan sebagai objek seks. Terakhir, perhatian seksual yang tidak diinginkan merupakan degradasi perempuan yang dilakukan secara individual, seperti memperlakukan perempuan sebagai objek seks dengan mengirimkan email atau pesan pribadi yang tidak pantas, meraba atau menyentuh secara tidak pantas, dan melirik dengan maksud seksual. Pengertian pelecehan seksual diatas dapat dilihat terdapat unsur penting, yaitu adanya rasa ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk tingkah laku atau perilaku yang bersifat seksual. Pelecehan seksual mengenal beberapa bentuk yang dikelompokkan ke dalam lima bentuk pelecehan, yaitu pelecehan fisik; pelecehan lisan; pelecehan isyarat; pelecehan tertulis atau gambar; dan pelecehan psikologis atau emosional. Perbuatan-perbuatan yang dapat dikategorikan pelecehan fisik adalah perhatian yang tidak diinginkan yang disampaikan dengan cara bersentuhan secara fisik yang mengarah ke perbuatan seksual, seperti rabaan yang tidak diinginkan ataupun pandangan penuh pada bagian badan. Panggilan, lelucon maupun komentar yang tidak diinginkan serta bernada seksual tentang pribadi atau bagian tubuh atau penampilan seseorang dikategorikan sebagai suatu pelecehan lisan atau verbal. Tindakan berupa bahasa tubuh, gerakan tubuh bernada seksual, kerlingan yang dilakukan berulang-ulang kali, isyarat dengan jari dan menjilat bibir dengan maksud seksual, dikategorikan ke dalam pelecehan seksual isyarat. Pelecehan tertulis atau 10

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (2011). Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja. Indonesia, h. 6. 11 Hermawati, I., & Sofian, A. (2018). Kekerasan Seksual oleh Anak Terhadap Anak. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 17(1), ISSN: 2528-0403, h. 4 12 Fairchild, K., & Rudman, L. A. (2008). Everyday Stranger Harassment And Women’s Objectification. Social Justice Research, 21(3), 338-357. DOI: 10.1007/s11211-008-0073-0, p. 340.

203

P-ISSN: 2502-8960, E-ISSN: 2502-7573

ISSN: 1978-1520 gambar merupakan pelecehan dengan cara mempertontonkan pornografi, seperti foto, video, screensaver, poster seksual, atau pelecehan lewat email dan sarana komunikasi lainnya. Permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan serta penghinaan atau celaan yang bersifat seksual merupakan suatu pelecehan psikologis atau emosional. Merujuk pengertian tentang pelecehan seksual ini, maka catcalling dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pelecehan seksual secara verbal, karena catcalling adalah kondisi ketika perhatian yang tidak diinginkan diberikan kepada seseorang oleh orang lain dengan cara bersiul atau membuat komentar yang tidak pantas sebagai tanggapan ketertarikan seksual kepada penerima perhatian.13 Dalam jurnal Livia Jayanti Putri dan I Ketut Suardita, dikatakan bahwa catcalling dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan pidana karena telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana menurut Prof. Simons, yang antara lain adanya suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, dapat diancam pidana, melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan, dan orang yang melakukan mampu bertanggung jawab. 14 Istilah catcalling di Indonesia masih jarang di dengar oleh masyarakat luas, pada umumnya hal ini dapat dikenali melalui perbuatan bersiul, berteriak atau memberi komentar seksual kepada orang yang lewat. Catcalling membuat banyak orang yang dilecehkan merasa tidak aman berada di ruang publik. Para korban di sini tidak mendapatkan rasa hormat dari pelaku. Pelaku menggunakan tindakan ini guna mendapatkan kekuatan dan kontrol psikologis dan emosional dari korban.15 Hal ini mempengaruhi kemana mereka akan pergi, kapan, dengan siapa dan bagaimana mereka berpakaian. Ini juga dapat mempengaruhi hobi dan kebiasaan korban, bahkan dapat menyebabkan beberapa orang untuk pindah atau keluar dari pekerjaan karena pelecehan di sekitarnya. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia tidak mengenal istilah pelecehan seksual, hal ini karena dalam KUHP Bab XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan yang didalamnya terdapat istilah perbuatan cabul yang diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP. Menurut Ratna Batari Munti dengan mengutip R. Soesilo, perbuatan cabul diartikan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan atau perbuatan lain yang keji dan semua dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba payudara dan sebagainya. 16 Perbuatan cabul disini memiliki lingkup yang kecil, karena hanya mengatur mengenai perbuatan seperti perzinahan, pemerkosaan dan perdagangan orang. Pasal 281 KUHP mengatur bahwa seseorang dapat diancam pidana atau denda, apabila dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan baik di depan umum atau di depan orang lain. Kesusilaan yang dimaksud dalam pasal ini memiliki arti yang sama dengan perbuatan cabul, yaitu perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin, misalnya bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba alat kelamin, memperlihatkan alat kelamin. Terkait dengan pelanggaran kesusilaan dengan Baja, Nico L. (2017). “Witwiw, Hi Miss!” Bastos Ba O Hindi: Catcalling Between Men and Women in Imus City, Cavite. Cavite State University, p. 11. 14 Putri, L. J., & Suardita, I. K. (2019). Tinjauan Yuridis Terhadap Perbuatan Catcalling (Pelecehan Verbal) Di Indonesia. Kertha Wicara, Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/47598, h. 5-6. 15 Ibid., p. 14. 16 Munti, Ratna Batara. (2001). Kekerasan Seksual: Mitos dan Realitas. Available at: https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2472/kekerasan-seksual-mitos-dan-realitas. (Diakses tanggal 9 April 2019) 13

204

Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 4 No. 2 Agustus 2019, h. 198 - 212

perkataan, terdapat perbedaan pendapat mengenai penggunaan Pasal 281 KUHP, Prof. Dr. D. Simons, dalam buku R. Soesilo, menentang adanya kemungkinan pelanggaran terhadap kesusilaan dengan perkataan, namun jika memang benar maka orang tersebut dapat dikenakan Pasal 315 KUHP yang mengatur tentang penghinaan yang dilakukan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran terhadap korban yang dihina.17 Hal lain diungkapkan oleh Mr. W.F.L. Buschkens, dalam buku R. Soesilo, ia mengatakan bahwa penghinaan merupakan hal yang merusak kesusilaan dalam pengertian umum sedangkan pernyataan yang meliputi soal nafsu kelamin adalah pengertian khusus dari merusak kesusilaan.18 Ketentuan dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP menyatakan apabila suatu perbuatan masuk dalam suatu pidana yang umum, namun memiliki pengaturan pidana yang khusus maka yang digunakan adalah aturan pidana yang khusus tersebut. Berdasarkan bunyi Pasal 63 ayat (2) KUHP maka lebih tepat menggunakan Pasal 281 KUHP dari pada Pasal 315 KUHP. Selain dalam KUHP, aturan pelecehan seksual verbal ditemukan dalam UndangUndang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi). Dalam UU tersebut pornografi diartikan sebagai segala bentuk media dan/atau pertunjukkan di muka umum yang berkaitan dengan perbuatan cabul atau eksploitasi seksual yang melanggar norma-norma yang ada di masyarakat. Pengertian pornografi ini mengandung makna bahwa catcalling dapat dikatakan sebagai suatu hal yang bermuatan pornografi, karena memenuhi unsur bunyi, gerak tubuh, suara dan pesan yang cabul. Pasal 9 UU Pornografi melarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung konten pornografi, apabila hal ini dilakukan, maka sesuai dengan Pasal 35 UU Pornografi, pelaku yang melakukan perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 9 UU Pornografi dapat dikenakan sanksi pidana dan pidana denda. Meski tidak secara eksplisit mengatur tentang pelecehan seksual secara verbal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) memberikan perlindungan terhadap masalah moral dan kesusilaan bagi tenaga kerjanya dan hal ini diatur dalam Pasal 86 ayat (1) UU tersebut. Undang-undang Ketenagakerjaan tidak mengatur pengertian dari kesusilaan, oleh karena itu makna kata kesusilaan yang dapat digunakan adalah makna yang termuat dalam KUHP, maka jika catcalling dilakukan di tempat kerja maka seharusnya tenaga kerjanya memperoleh perlindungan akan hal tersebut. Suatu aturan khusus mengenai catcalling ada dalam Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Pasal dalam RUU PKS ini tidak memberikan arti khusus mengenai apa itu pelecehan seksual, namun dalam Pasal 11 ayat (1), pelecehan seksual termasuk ke dalam kekerasan seksual. Kekerasan seksual dalam UU ini diartikan sebagai segala perbuatan atau ucapan yang dilakukan dengan hasrat seksual maupun reproduksi bertentangan dengan kehendak seseorang, dimotivasi karena adanya ketimpangan relasi atau gender, yang mengakibatkan trauma maupun penderitaan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya dan/atau politik. Pengertian khusus terhadap pelecehan seksual terdapat dalam naskah akademik RUU PKS. Pelecehan seksual diartikan sebagai segala perbuatan baik fisik maupun non-fisik yang menjadikan organ seksual atau seksualitas korban sebagai sasarannya, prakteknya dilakukan dengan 17

Soesilo, R. (1986). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, h. 204. 18 Ibid., h. 205.

205

P-ISSN: 2502-8960, E-ISSN: 2502-7573

ISSN: 1978-1520 panggilan-panggilan yang tidak diinginkan, gerakan atau isyarat yang menunjukkan secara terang-terangan adanya keinginan seksual yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan. 19 Terkait dengan catcalling, dalam UU ini ketentuannya diatur dalam Pasal 12 yang pada intinya mengatur tentang perbuatan, gerakan atau isyarat yang bernuansa seksual, ajakan melakukan hubungan seksual, mempertunjukkan materi pornografi, mempertunjukkan alat kelamin, merekam atau memfoto secara diam-diam tubuh orang. Terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan sebagaimana diatur dalam UU ini maka akan dikenakan pidana pelecehan seksual yang terdapat dalam Pasal 113 UU tersebut, yang meliputi rehabilitasi khusus, pidana tambahan kerja sosial dan pengumuman putusan hakim. Catcalling pada dasarnya merupakan pelecehan seksual verbal yang pelakunya memberikan perhatian yang tidak diinginkan kepada orang lain, dengan cara memberikan siulan, komentar dan ucapan yang bernuansa seksual dan tindakan bernuansa seksual lainnya yang tidak berkenaan dengan fisik korban. Memfokuskan terhadap kata perbuatan yang tidak diinginkan, maka dapat dilihat bahwa catcalling merupakan delik aduan, karena bisa saja tindakan catcalling menurut budaya dan sopan santun wilayah setempat merupakan hal yang wajar. Menjadi masalah ketika tindakan catcalling ini tidak dikehendaki oleh orang yang menjadi korban catcalling, sehingga dapat dikategorikan sebagai suatu pelecehan seksual. Uraian diatas menunjukkan bahwa sesungguhnya tindakan catcalling atau pelecehan seksual secara verbal memiliki aturan dalam hukum positif di Indonesia, hanya saja masih ada pro kontra terhadap pengenaan pasal yang dapat digunakan guna mempidana pelaku. Sampai saat ini belum ada suatu putusan pengadilan atau doktrin oleh ahli hukum Indonesia yang dapat memberikan titik terang terhadap pemilihan pasal yang dapat digunakan untuk mempidanakan pelaku. RUU PKS yang secara khusus mengatur mengenai catcalling pun belum memperoleh kepastian kapan akan disahkan, karena sampai saat ini RUU PKS mengalami beberapa miskonsepsi di masyarakat. 3.2. Pandangan Masyarakat terhadap Pengadaan Suatu Aturan Mengenai Catcalling Beberapa orang masih berpendapat bahwa melakukan catcalling bukanlah suatu pelecehan, melainkan komentar dengan maksud bercanda atau hanya bermaksud iseng. Pendapat demikian sangat bertolak belakang dengan kenyataan karena gerakangerakan anti catcalling bermunculan di seluruh penjuru dunia dan banyak korban mulai menceritakan hal tersebut, baik di media sosial ataupun di dunia nyata, dengan luapan emosi bercampur rasa takut. Demi menunjang pembahasan jurnal ini, telah dilakukan survei online yang dilakukan guna mengetahui pandangan masyarakat tentang catcalling. Survei ini di sebar melalui jejaring sosial seperti Whatsapp, Line dan Instagram. Survei yang dilakukan pada bulan April 2019 ini diperoleh sebanyak 150 koresponden, yang terdiri dari 61,3% (92 orang) perempuan dan 38,7% (58 orang) laki-laki. Survei 19

Dewan Perwakilan Rakyat Repubulik Indonesia. (2017). Naskah Akademik Rancangan UndangUndang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. Available at: http://www.dpr.go.id/doksileg/proses1/RJ1-20170307-091105-5895.pdf, h. 24. (Diakses tanggal 9 April 2019).

206

Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 4 No. 2 Agustus 2019, h. 198 - 212

diisi oleh 25,3% (38 orang) masyarakat berumur 17-20 tahun, 51% (78 orang) masyarakat berumur 21-25 tahun, 20% (30 orang) masyarakat berumur 25-30 tahun, 2% (3 orang) masyarakat berumur 31-40 tahun, 0% masyarakat berumur 41-50 tahun dan 0,7% (1 orang) masyarakat berumur 50 tahun keatas. Sebanyak 60,7% (91 orang) bertempat tinggal di Denpasar, 11,3% (17 orang) bertempat tinggal di Badung dan 28% (42 orang) bertempat tinggal di Gianyar. Hasil survei menunjukkan, terdapat 92% (138 orang) koresponden yang pernah mengalami dan melihat kejadian catcalling. Dalam survei disebutkan ada 4 bentuk catcalling yaitu komentar verbal, membunyikan klakson, siulan/suara kecupan dan lirikan/pandangan yang tidak mengenakkan. Bentuk pelecehan berupa siulan atau suara kecupan merupakan bentuk pelecehan yang paling banyak ditemui, kemudian pelecehan dengan komentar yang tidak diinginkan berada di posisi kedua terbanyak ditemui di masyarakat, selanjutnya lirikan atau pandangan yang tidak mengenakan menempati posisi ketiga dan membunyikan klakson berada di posisi ke empat. Catcalling cenderung memicu bahaya seperti trauma psikologis dan emosi seperti ketakutan, karena perempuan yang di hina secara publik mengalami kerugian psikologis seperti perasaan terdegradasi, malu dan tidak berdaya. 20 Meski sering mengalami catcalling dalam kehidupan sehari-harinya, nyatanya dari hasil survei terdapat 41,1% orang yang ditanggapi secara serius ceritanya ketika mengalami catcalling dan tak sedikit yang cenderung dikomentari masalah cara berpakaiannya ketika bercerita mengalami catcalling. Sebagian besar mengatakan bahwa catcalling bukanlah pujian maupun candaan, hal ini disepakati oleh 80% (121 orang) koresponden, sedangkan 19,3% (29 orang) mengatakan bahwa catcalling merupakan pujian atau candaan. Ketika ditanya, “bagaimana perasaan anda saat melihat/mengalami catcalling?” sebagian besar koresponden berbagi perasaaan yang sama, yaitu marah, terganggu dan takut. Seorang koresponden, laki-laki, dengan rentang usia 25-30 tahun, bertempat tinggal di Denpasar, mengatakan bahwa ia tidak menyukai tindakan catcalling, karena jika melihat seorang wanita di ganggu itu merupakan prilaku yang tidak pantas. Hal serupa juga disampaikan oleh koresponden perempuan, rentang usia 17-20 tahun, bertempat tinggal di Gianyar, ia mengatakan bahwa ketika ia menjadi korban, ia merasa sangat dilecehkan. Ia selanjutnya menyatakan bahwa hal tersebut kembali lagi pada kesadaran pelaku mengenai catcalling itu sendiri, karena sama seperti anak kecil yang tidak mengetahui bahwa itu salah, maka ia tetap akan melakukannya, pelaku cenderung tidak mengetahui tindakan catcalling itu merupakan pelecehan, bukan hanya pelaku tapi banyak korban yang tidak tahu, oleh karenanya perlunya edukasi yang luas agar lebih banyak orang yang tahu dan mengerti. Meskipun sebagian besar koresponden tidak senang terhadap kejadian catcalling, sangat disayangkan masih ada yang berpendapat catcalling merupakan sesuatu yang biasa saja dan hanya candaan. Menurut 11th Principle: Consent!, suatu organisasi non-profit yang memiliki perhatian khusus terhadap masalah hubungan non-konsensual, catcalling merupakan tindakan yang termasuk dalam rape culture pyramid dan menempati tingkatan terbawah dalam piramida tersebut. 21 Selain catcalling pada tingkatan terbawah dari piramida ini 20

Chhun, B. (2010). Catcalls: Protected Speech or Fighting Words. T. Jefferson L. Rev., 33, ISSN: 10905278, p. 290. 21 11th Principle: Consent!. (tanpa tahun). Rape Culture Pyramid. Available at: https://www.11thprincipleconsent.org/consent-propaganda/rape-culture-pyramid/. (Diakses pada tanggal 15 April 2019).

207

P-ISSN: 2502-8960, E-ISSN: 2502-7573

ISSN: 1978-1520 termasuk juga sikap seksis, candaan tentang perkosaan, sentuhan yang tidak diinginkan dan stalking (menguntit), yang dalam kehidupan sehari-hari hal tersebut dianggap normal atau mengalami normalisasi dari kebanyakan orang. Sedangkan tindakan pemerkosaan, drugging (memberi narkoba pada korban), penganiayaan, stealhing (melepaskan kondom secara diam-diam) dan sabotase kontrasepsi termasuk ke dalam tingkatan tertinggi dalam rape culture pyramid, yang termasuk ke dalam kejahatan. Jika penormalisasian masih terjadi terhadap tindakan-tindakan yang termasuk ke dalam tingkatan terbawah rape culture pyramid maka sampai kapanpun perempuan tidak akan memperoleh rasa aman, hal ini disebabkan karena tubuh perempuan akan selalu dijadikan sebagai objek seksual. Kehadiran hukum di masyarakat diharapkan mampu mengatasi konflik kepentingan yang timbul akibat interaksi antar warga negaranya. Dengan adanya hukum maka diharapkan hukum dapat mengontrol tindakan yang meresahkan yang ada di masyarakat. Menurut Hugo Sinzheimer, dalam Achmad Ali dan Wiwie Heryani, dengan adanya kesenjangan antara keadaan, peristiwa serta hubungan dalam masyarakat, perubahan hukum akan senantiasa diperlukan. 22 Menurut Supanto, keberadaan suatu hukum, khususnya hukum pidana, berfungsi untuk menciptakan ketertiban dan keamanan masyarakat, serta menimbulkan daya preventif untuk tidak dilakukan kejahatan.23 Terkait dengan tindakan catcalling ini sebaiknya hukum hadir untuk memberikan batasan terhadap perilaku tersebut dan juga sebagai suatu tindakan preventif. Hadirnya suatu aturan mengenai catcalling dirasa tepat karena melihat berbagai gerakan anti catcalling yang ada di masyarakat, yang selama ini membantu menyebarkan kesadaran terhadap publik dan mengedukasi pentingnya rasa aman di ruang publik. Sebanyak 125 orang atau 83,3% koresponden yang mengisi survei menyatakan perlu adanya suatu aturan terhadap tindakan catcalling ini, sedangkan 16,7% nya mengatakan tidak perlu ada aturan terhadap catcalling. Sebagian besar yang mengatakan tidak perlu ada suatu aturan khusus terhadap catcalling berpendapat bahwa dengan adanya aturan tersebut bisa saja mengkriminalisasi orang yang melakukan catcalling dengan maksud bercanda, seharusnya korban bisa mengatasi sendiri dengan mengatur cara berpakaian serta catcalling merupakan naluri laki-laki. Etika dan norma kesopanan dianggap dapat mengurangi tindakan catcalling ini. Salah satu koresponden mengatakan semua tergantung perempuan, jika tidak suka maka tidak perlu merespon tindakan catcalling tersebut, aturan tidak perlu dibuat karena negara tidak perlu mencampuri hal-hal seperti ini, karena ini merupakan masalah etika dan etika sudah diajarkan sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Hanya saja sampai saat ini tampaknya belum relevan untuk mengatakan etika dan norma kesopanan mampu mengurangi tindakan ini, tidak sedikit anak-anak yang melakukan catcalling terhadap orang yang jauh lebih tua dan ketika ditanggapi yang dilakukan oleh anak-anak itu adalah lari atau mengejek korban. Darimana anak-anak ini belajar melakukan catcalling? Penelitian mengatakan anak kecil suka mencontoh orang dewasa, mereka menganggap apa yang dilakukan oleh orang dewasa itu keren. Catcalling yang dilakukan oleh orang dewasa dan dianggap sebagai sesuatu yang wajar mempengaruhi kelakuan anak-anak, hal ini disebabkan karena diantara orang dewasa 22 23

Ibid., h. 205. Supanto, S. (2004). Pelecehan Seksual Sebagai Kekerasan Gender: Antisipasi Hukum Pidana. Mimbar: Jurnal Sosial dan Pembangunan, 20(3), 288-310, DOI: https://doi.org/10.29313/mimbar.v20i3.371, h. 289.

208

Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 4 No. 2 Agustus 2019, h. 198 - 212

sendiri kurang adanya persamaan opini bahwa melakukan “pujian” terhadap orang asing merupakan hal yang bertentangan dengan etika dan norma kesopanan. Tanpa pendampingan yang kurang memadai dan kurangnya persamaan opini mengenai catcalling ini maka sampai kapan pun catcalling tidak akan menemukan titik terang. Sejarawan menemukan bahwa pelecehan publik sudah menjadi bahan diskusi pada koran-koran dan jurnal perempuan setidaknya sejak 1800an.24 Hingga saat ini aturan maupun putusan pengadilan mengenai pelecehan di Indonesia masih sangat jarang ditemukan. Perlunya aturan terhadap pelecehan seksual khususnya catcalling disampaikan oleh salah satu koresponden dengan mengatakan bahwa sangat perlu adanya aturan hukum yang tegas mengenai perbuatan catcalling karena korbannya adalah kebanyakan perempuan yang tentu saja perlu mendapatkan perlindungan secara hukum (Perempuan, 17-20 tahun, Badung). Pendapat lainnya mengatakan bahwa aturan catcalling perlu ada aturannya, karena tindakan yang dianggap remeh ini dapat menyakiti seseorang secara psikologis (Perempuan, 17-20 tahun, Gianyar). Lakilaki, umur berkisar 25-30 tahun, bertempat tinggal di Badung, mengatakan bahwa aturan terhadap catcalling perlu diadakan hanya saja perlu diperjelas sebatas mana aturan itu berlaku karena apabila hanya diartikan seperti arti katanya saja dapat menimbulkan banyak makna, bisa saja pelaku melakukan hanya untuk bercandaan. Pengadaan aturan mengenai catcalling bukan hanya semata-mata untuk melindungi kepentingan korban maupun mengenai kesetaraan gender namun lebih kepada kewajiban negara untuk memberi rasa aman pada rakyatnya dengan membuat suatu pemahaman tentang suatu perbuatan. Dengan adanya aturan mengenai catcalling atau pelecehan verbal ini maka diharapkan akan muncul suatu pemahaman baru di masyarakat tentang catcalling atau pelecehan verbal itu sendiri. Sebagaimana dikatakan salah satu koresponden, perempuan, umur berkisar 21-25 tahun, bertempat tinggal di Denpasar, yang mengatakan bahwa rasa aman dan nyaman warga negara merupakan kewajiban negara, oleh karenanya perlu diadakan suatu aturan yang setidaknya mampu untuk memberikan rasa aman bagi setiap warga negara. Selain perlu adanya aturan, adanya sosialisasi terhadap masyarakat luas (laki-laki, 21-25 tahun, Denpasar). Catcalling merupakan pelecehan seksual yang dianggap sepele di masyarakat, namun untuk merubah pola pikir masyarakat yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu bukanlah perkara yang mudah, diperlukan suatu kekuatan yang kuat untuk merubah pola pikir tersebut, jangan sampai pelecehan seksual secara verbal ini menjadi akar pelecehan seksual lainnya yang dapat berujung pada kekerasan seksual. Meskipun aturan mengenai catcalling nantinya akan ada, tapi belum tentu semua pelaku dapat dijatuhi hukuman, karena catcalling atau pelecehan seksual itu sendiri merupakan tindak pidana yang termasuk ke dalam delik aduan, karena unsur terpenting dari pelecehan seksual ialah unwelcome attention, sehingga bisa saja karena kebiasaan dan norma korban menganggap hal ini adalah sesuatu yang biasa dan bukan merupakan sesuatu yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual tidak boleh didiamkan sebagai kejahatan yang tersembunyi (hidden crime), oleh karena itu aturan yang mengatur tentang pelecehan seksual harus segera disahkan. Aturan mengenai pelecehan seksual bukan lah hal baru. Kriminalisasi terhadap pelecehan seksual di negara-negara lain diatur dalam suatu aturan yang terpisah dengan tindak pidana kesusilaan biasa dan sanksinya pun beragam mulai dari sanksi pidana hingga sanksi administratif. Meratifikasi Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminatif terhadap

24

Stop Street Harassment., Op.cit., p. 7.

209

P-ISSN: 2502-8960, E-ISSN: 2502-7573

ISSN: 1978-1520 Wanita menjadi alasan yang cukup kuat bagi Indonesia untuk mengesahkan dan menegakkan aturan yang berkaitan dengan pelecehan seksual.

4. Kesimpulan Pengaturan terhadap tindakan catcalling secara tidak langsung di atur dalam Pasal 281 yang mengatur tentang perbuatan cabul dan Pasal 315 KUHP yang mengatur tentang penghinaan, selain itu pengaturan lain juga ditemukan dalam Pasal 9 dan Pasal 35 UU Pornografi. Perlindungan bagi individu dari catcalling diatur secara implisit dalam Pasal 86 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Meski aturan yang secara tidak langsung mengatur mengenai catcalling telah ada namun dengan adanya perbedaan penggunaan istilah dalam pasal yang pada akhirnya dapat membatasi penggunaan pasal-pasal tersebut terhadap kasus pelecehan seksual, khususnya catcalling. Pelecehan seksual, khususnya catcalling diatur secara khusus dalam RUU PKS, khususnya dalam Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 113. Meski RUU ini sudah mengatur mengenai catcalling, namun sampai saat ini RUU PKS masih mengalami polemik di masyarakat dan belum ada kejelasan kapan akan diundangkan. Berdasarkan hasil survei online yang dilakukan diperoleh sebanyak 83,3% koresponden merasa perlu ada aturan mengenai pelecehan seksual, khususnya catcalling. Sebagian besar koresponden merasa dengan adanya aturan maka masyarakat akan merasa aman dan terlindungi. Keberadaan aturan mengenai catcalling dirasa penting karena dapat memberikan suatu pandangan di masyarakat bahwa hal tersebut merupakan hal yang dilarang baik dari segi norma yang ada di masyarakat maupun hukum. Ucapan terima Kasih (Acknowledgments) Ucapan terima kasih ini saya sampaikan kepada 150 koresponden yang mau untuk meluangkan waktunya untuk mengisi survei sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

Daftar Pustaka Buku Fajar, M., & Achmad, Y. (2010). Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kearl, H. (2010). Stop Street Harassment: Making Public Places Safe and Welcoming For Women. ABC-CLIO. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (2011). Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja. Indonesia. Soesilo, R. (1986). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia. Stop Street Harassment. (2014). Unsafe and Harassed in Public Spaces: A National Street Harassment Report, Reston, Virginia. Jurnal Chhun, B. (2010). Catcalls: Protected Speech or Fighting Words. T. Jefferson L. Rev., 33, ISSN: 1090-5278. Fairchild, K., & Rudman, L. A. (2008). Everyday Stranger Harassment And Women’s Objectification. Social Justice Research, 21(3), 338-357. DOI: 10.1007/s11211-0080073-0.

210

Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 4 No. 2 Agustus 2019, h. 198 - 212

Fileborn, B. (2016). Justice 2.0: Street Harassment Victims’ Use Of Social Media And Online Activism As Sites Of Informal Justice. British Journal Of Criminology, 57(6), 1482-1501. DOI: 10.1093/bjc/azw093. ___________ & Vera-Gray, F. (2017). “I Want To Be Able To Walk The Street Without Fear”: Transforming Justice For Street Harassment. Feminist Legal Studies, 25(2), 203-227. DOI : 10.1007/s10691-017-93503-3. Hermawati, I., & Sofian, A. (2018). Kekerasan Seksual oleh Anak terhadap Anak. Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 17(1), ISSN: 2528-0403. Logan, L. S. (2015). Street Harassment: Current and Promising Avenues for Researchers and Activists. Sociology Compass, 9(3). DOI: https://doi.org/10.1111/soc4.12248. Putri, L. J., & Suardita, I. K. (2019). Tinjauan Yuridis Terhadap Perbuatan Catcalling (Pelecehan Verbal) Di Indonesia. Kertha Wicara, Retrieved from: https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthawicara/article/view/47598. Supanto, S. (2004). Pelecehan Seksual Sebagai Kekerasan Gender: Antisipasi Hukum Pidana. Mimbar: Jurnal Sosial dan Pembangunan, 20(3), 288-310, DOI: https://doi.org/10.29313/mimbar.v20i3.371. Tesis atau Disertasi Baja, Nico L. (2017). “Witwiw, Hi Miss!” Bastos Ba O Hindi: Catcalling Between Men and Women in Imus City, Cavite. Cavite State University. O’Leary, Coleen. (2016). Catcalling As A “Double Edged Sword”: Midwestern Women. Their Experiences and The Implications Of Men’s Catcalling Behaviors, Illinois State University. Online/World Wide Web 11th Principle: Consent!. (tanpa tahun). Rape Culture Pyramid. Available at: https://www.11thprincipleconsent.org/consent-propaganda/rape-culturepyramid/. (Diakses pada tanggal 15 April 2019). Dewan Perwakilan Rakyat Repubulik Indonesia. (2017). Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. Available at: http://www.dpr.go.id/doksileg/proses1/RJ1-20170307-091105-5895.pdf, (Diakses tanggal 9 April 2019). Dharni, Arman. (2017). Dedi Mulyadi, Catcalling dan Ragam Pelecehan Perempuan. Available from https://tirto.id/dedi-mulyadi-catcalling-dan-ragam-pelecehanperempuan-b6cC. (Diakses pada 9 April 2019). Komnas Perempuan. Catatan Kererasan Terhadap Perempuan Tahun 2017. Available from https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Catatan %20Tahunan%20Kekerasan%20Terhadap%20Perempuan%202018.pdf. (Diakses tanggal 20 Maret 2019). Munti, Ratna Batara. (2001). Kekerasan Seksual: Mitos dan Realitas. Available at: https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol2472/kekerasan-seksualmitos-dan-realitas. (Diakses tanggal 9 April 2019). Stop Street Harassment. “Statistics - The Prevalence of Street Harassment”. Available from http://www.stopstreetharassment.org/resources/statistics/statisticsacademic-studies/. (Diakses tanggal 15 Maret 2019).

211

Angeline Hidayat, Yugih Setyanto: Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta

Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta Angeline Hidayat, Yugih Setyanto [email protected], [email protected] Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara, Jakarta

Abstract Catcalling, a familiar term that is often heard especially in big cities like Jakarta. In catcalling, there is a form of communication in which the offender gives verbal expression to the victim through whistling and also comments about body shape by attacking the sexual attributes of the victim. However, this is a problem because there is an ambiguity in the meaning of the community about catcalling as a joke or sexual harassment, especially against women. The purpose of this research is to know about the phenomena and forms of communication from catcalling. This research is qualitative research using phenomenology method. Theories used in this research are verbal communication theory, patriarchal culture, feminism, stereotypes and gender, and catcalling. This study uses interviews with key informants and informants, participant observation, literature study, and documentation to collect data. The result of this research is that catcalling is a verbal sexual harassment and is part of the rape culture. Keywords: catcalling, gender, human behavior, patriarchy, verbal communication Abstrak Catcalling, sebuah istilah yang tidak asing untuk didengar terutama di daerah perkotaan besar seperti di Jakarta. Dalam catcalling, terdapat bentuk komunikasi di mana pelaku memberikan ekspresi verbal terhadap korbannya misalnya melalui siulan dan juga komentar-komentar tentang bentuk tubuh mereka dengan menyerang atribut seksual korban. Namun, hal ini menjadi sebuah permasalahan karena terdapat ambiguitas makna yang terdapat di masyarakat tentang catcalling sebagai candaan atau pelecehan seksual terutama terhadap perempuan. Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang fenomena dan juga bentuk komunikasi dari catcalling tersebut. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif yang menggunakan metode fenomenologi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi verbal, budaya patriarki, feminisme, stereotip dan gender, dan catcalling. Penelitian ini menggunakan beberapa metode yaitu wawancara dengan informan kunci dan informan, observasi partisipan, studi pustaka, dan dokumentasi untuk mengumpulkan data. Hasil dari penelitian ini adalah catcalling merupakan pelecehan seksual secara verbal dan merupakan bagian dari rape culture. Kata Kunci: catcalling, gender, komunikasi verbal, patriarki, perilaku manusia

1. Pendahuluan. Berbagai kriminalitas terjadi setiap harinya di jalanan. Salah satunya merupakan pelecehan seksual yang biasanya sering didapatkan terjadi di jalan raya. Biasanya terjadi secara verbal atau yang sering disebut dengan istilah catcalling. Pada masa ini, perilaku itu telah berkembang dan menjadi sebuah fenomena di masyarakat. Mengapa hal ini dapat disebut sebagai sebuah fenomena? Karena kejadian tersebut merupakan hal-hal yang nyata dan dapat disaksikan menggunakan pancaindra.

485

Koneksi Vol. 3, No. 2, Desember 2019, Hal 485-492

EISSN 2598-0785

Menurut hasil Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik dengan persentase sebanyak 64 persen dari 38.766 perempuan, 11 persen dari 23.403 laki-laki, dan 69 persen dari 45 gender lainnya pernah mengalami pelecehan di ruang publik. Kebanyakan dari korban mengaku bahwa mereka pernah mengalami pelecehan yang diterima secara verbal, yaitu komentar atas tubuh sebanyak 60 persen, fisik seperti disentuh sebanyak 24 persen dan visual seperti main mata sebanyak 15 persen. (Sumber: Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik). Walaupun hasil survei tersebut sudah terbit, namun masih banyak masyarakat yang belum aware mengenai isu ini. Hal ini dikarenakan adanya stereotip gender yang dibentuk oleh patriarki sehingga menimbulkan makna ganda yaitu catcalling sebagai candaan dan catcalling sebagai pelecehan seksual. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini peneliti mengambil judul “Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta”. Landasan Teori Menurut Effendy, dalam Ilmu Komunikasi, Teori & Praktik Komunikasi, komunikasi adalah proses yang dilakukan individu untuk menyampaikan pesan terhadap individu lainnya. Hal ini dilakukan karena individu tersebut memiliki tujuan untuk memberikan informasi, mengubah sikap, pendapat atau perilaku dari individu tersebut. Adapun penyampaian pesan tersebut dapat dilakukan secara lisan (secara langsung) maupun melalui media (secara tidak langsung) (Effendy, 2017). Dalam Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, ada tiga jenis pesan verbal yaitu: verbal vokal, verbal visual, verbal vocal-visual. Pada vokal adalah ketika pesan verbal disampaikan menggunakan suara (secara vokal). Pada visual adalah ketika mengucapkan serangkaian pesan verbal tidak hanya menggunakan sebatas ucapan tetapi juga menggunakan visualisasi agar visual tersebut juga dapat dilihat atau bahkan didengar menggunakan telinga oleh penerimanya. Pada vokalvisual adalah pengucapan kata-kata atau rangkaiannya menggunakan vokal dan dibantu lagi dengan adanya visualisasi (Liliweri, 2009). Dalam Komunikasi Manusia: Teori dan Praktek dalam Penyampaian Gagasan oleh Dr. Eko Harry Susanto, terdapat beberapa aksioma komunikasi yang berkembang dalam penelitian salah satunya adalah komunikasi adalah perilaku individu. Dalam aksioma komunikasi tersebut, komunikasi merupakan rangkaian dorongan verbal maupun non-verbal, yang menghasilkan tanggapan secara paralel. Komunikasi mencerminkan tingkah laku individu yang didorong oleh rangsangan-rangsangan yang dapat menimbulkan hubungan perilaku reaktif berdasarkan karakter mekanistis. Tanggapan terhadap rangsangan, diperkuat dengan feedback yang positif maupun negatif terhadap perilaku kondisi yang sesungguhnya diharapkan (Susanto, 2018). Menurut Harold Lasswell (1948) dalam buku Suciati Teori Komunikasi dalam Multi Perspektif, mengusulkan model komunikasi yang terdiri dari lima unsur. Unsurunsur tersebut adalah: Who (sumber : siapa), Says what (pesan : mengatakan apa), In which channel (saluran komunikasi : pada saluran yang mana, To whom (penerima : kepada siapa), With what effect (pengaruh : dengan dampak apa). Kelima unsur tersebut berperan dalam menciptakan sebuah bentuk komunikasi (Suciati, 2017). Kaum feminis radikal memiliki sebuah kecurigaan bahwa karena pemisahan ranah publik dan juga ranah privat ini menyebabkan adanya ketertindasan terhadap perempuan. Pada pemisahan ini terdapat pengertian bahwa ranah privat berada pada tingkatan yang lebih rendah di bawah ranah publik. Oleh karena itu, tumbuhlah sistem

486

Angeline Hidayat, Yugih Setyanto: Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta

yaitu sistem patriarki. Kalangan feminis radikal meyakini ada penyebab dasar dari ketertindasan perempuan yaitu seksualitas dan sistem gender (Arivia, 2018). Menurut Bhasin (2000) dalam bukunya Memahami Gender, relasi gender menjadi tidak seimbang dikarenakan patriarki. Secara umum, patriarki diartikan dominasi yang dilakukan oleh laki-laki; kata “patriarki” didefinisikan sebagai kuasa yang dimiliki oleh ayah atau “patriarch” (kepala keluarga), dan sejak awal mula telah digunakan untuk mendeskripsikan secara spesifik sebagai “keluarga yang didominasi oleh laki-laki -- keluarga tersebut, yang beranggotakan perempuan, laki-laki yang berusia lebih muda, anak-anak, budak dan pembantu rumah tangga, berada dalam kuasa yang dimiliki oleh laki-laki pemimpin keluarga ini. Saat ini, istilah itu digunakan untuk merujuk kepada kekuasaan laki-laki, kepada relasi kuasa, dalam keadaan lakilaki berada di tingkatan yang lebih tinggi dari perempuan, dan menjadi ciri dari sistem di mana perempuan terus direndahkan menggunakan banyak cara (Bhasin, 2003). Adapun dirangkum oleh Taylor dan Moghaddam (1994), berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh sejumlah pakar, bahwa stereotip itu merupakan kesan bersifat kaku yang tidak sesuai dengan kenyataan, keyakinan berlebihan yang sebenarnya tidak akurat dan bersifat rasional. Kemudian adanya sifat penting yang lainnya menurut Hogg dan Abraham (1988) bahwa stereotip merupakan keyakinan yang dimiliki bersama, artinya bagian terbesar dari masyarakat akan setuju dengan isi stereotip kelompok tertentu. Sebagai contoh, di kalangan masyarakat barat ada konsensus yang diterima secara meluas bahwa orang Irlandia itu bodoh, orang kulit hitam tidak bertanggung-jawab, wanita adalah makhluk emosional, dan lain sebagainya. Keyakinan itu diterima dengan mengabaikan sejumlah pengecualian, misalnya bahwa ada wanita yang tidak emosional (Susetyo, 2010). Secara umum, Taylor dan Porter (1994) mengategorikan stereotip tersebut terhadap dalam beberapa jenis. Jenis-jenis tersebut adalah stereotip rasial-etnis, stereotip kultural, dan stereotip gender. Menurut Fakih (1996), stereotip gender merupakan pemberian label terhadap jenis kelamin tertentu. Dalam hal ini, lebih banyak menyasar terhadap perempuan, contohnya adalah stereotip tentang perempuan berdandan dengan tujuan untuk membuat lawan jenisnya yaitu laki-laki merasa tertarik terhadapnya. Oleh karena itu, pada kasus kekerasan dan pelecehan seksual sering disangkutpautkan dengan stereotip ini. Tidak jarang, perempuan objek kekerasan dan pelecehan seksual tersebut seringkali menjadi pihak yang justru disalahkan (Susetyo, 2010). Chhun (2011) mengidentifikasikan catcalling sebagai: penggunaan kata-kata yang tidak senonoh, ekspresi secara verbal dan juga ekspresi non-verbal yang kejadiannya terjadi di tempat publik, contohnya: di jalan raya, di trotoar, dan perhentian bus. Secara verbal, catcalling biasanya dilakukan melalui siulan atau komentar mengenai penampilan dari seorang wanita. Ekspresi nonverbal juga termasuk lirikan atau gestur fisik yang bertindak untuk memberikan penilaian terhadap penampilan seorang wanita (Chhun, 2011). Macmillan et al (2000) memberikan argumen bahwa salah satu dari efek yang terjadi akibat catcalling termasuk dengan membatasi kebebasan seseorang untuk bergerak. Catcalling menimbulkan rasa takut pada para korban dan membuat mereka merasa bahwa mereka harus waspada ketika mereka sedang berada di luar dan sekitarnya. Melsen (2004) mengatakan bahwa catcalling dilakukan untuk menyebabkan rasa takut dan mendominasi korbannya (Ellaine, 2018).

487

Koneksi Vol. 3, No. 2, Desember 2019, Hal 485-492

EISSN 2598-0785

MacMillan et al. (2000) membuktikan bahwa tempat-tempat umum merupakan tempat dimana pelecehan oleh orang asing sering terjadi. Karena pelecehan yang dilakukan oleh orang asing, tempat-tempat seperti taman dan angkutan umum dirasakan kurang aman bagi wanita yang sering mengalami catcalls (Eastwood, 2015). 2. Metode Penelitian Dalam penelitian ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif yang dimaksud adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian. Peneliti berusaha memahami tentang perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain milik informan secara holistik, dan mendeskripsikannya ke dalam bentuk kata-kata serta bahasa, dengan konteks yang khusus yang alamiah sehingga memanfaatkan berbagai metode alamiah. (Moleong, 2017:6). Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu dalam penelitian ini berusaha untuk menuturkan yang menjadi rumusan dari masalah berdasarkan data-data. Data-data yang dikumpulkan adalah data yang berupa kata-kata dan gambar. Data yang didapat bukanlah angka-angka (Moleong. 2017). Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi. Menurut Orleans dalam Kuswarno, Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitiannya, mengatakan bahwa penelitian menggunakan metode fenomenologi tidaklah sama dengan ilmu pengetahuan sosial konvensional lain. Penelitian ini biasanya dilakukan pada tingkatan metasosiologis, yaitu penelitian dengan menunjukkan premis-premis melalui analisis deskriptif yang didapatkan dari prosedur situasional serta bangunan sosialnya. Pada fenomenologi, peneliti berusaha untuk mengetahui pemahaman yang dimiliki informan terhadap fenomena yang muncul dalam kesadarannya. Fenomena yang dialami oleh informan adalah entitas dari sesuatu yang benar-benar ada dalam dunia (Kuswarno, 2009). Peneliti menggunakan beberapa metode mengumpulkan data di antaranya adalah: wawancara, observasi partisipan, studi kepustakaan, dan juga dokumentasi. Narasumber yang diwawancarai yaitu Budi Wahyuni Wakil Ketua Komnas Perempuan 2015-2019. Menurut Bogdan dan Biklen, dalam Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. Analisis data kualitatif adalah usaha untuk bekerja dengan menggunakan data-data, mengorganisasikannya, setelah itu memilah data tersebut dan menjadikannya sebagai satuan yang kemudian dapat dikelola oleh peneliti, mensintesiskannya, lalu mencari agar dapat menemukan pola, menemukan hal-hal penting serta hal yang dipelajari setelah itu memutuskan hal yang mana saja yang dapat diceritakan lagi pada orang lain (Moleong, 2017). Agar keabsahan data tersebut bisa diterapkan, maka diperlukan teknik untuk memeriksaan data yang dilakukan menggunakan kriteria tertentu. Menurut Moleong, dalam Ruslan, Metode Penelitian: Public Relations dan Komunikasi, ada empat kriteria yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability) (Ruslan, 2017). Peneliti hanya menggunakan tiga dari empat kriteria yang ada yaitu credibility, dependability, dan confirmability karena ketiga kriteria itu sudah bisa menjamin keabsahan data yang diperoleh oleh peneliti dalam penelitian ini.

488

Angeline Hidayat, Yugih Setyanto: Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta

3. Hasil Temuan dan Diskusi Hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: catcalling adalah sebuah istilah yang merujuk pada suatu bentuk verbal yaitu siulan atau komentar yang bertujuan untuk mencari perhatian namun dengan memberikan perhatian kepada atribut-atribut seksual tertentu sehingga perbuatan ini termasuk dalam kategori pelecehan seksual. Catcalling biasanya terjadi di tempat umum dan dilakukan oleh orang asing yang tidak saling kenal. Chhun (2011) mengidentifikasikan catcalling sebagai: penggunaan kata-kata yang tidak senonoh, ekspresi secara verbal dan juga ekspresi non-verbal yang kejadiannya terjadi di tempat publik, contohnya: di jalan raya, di trotoar, dan perhentian bus. Secara verbal, catcalling biasanya dilakukan melalui siulan atau komentar mengenai penampilan dari seorang wanita. Ekspresi nonverbal juga termasuk lirikan atau gestur fisik yang bertindak untuk memberikan penilaian terhadap penampilan seorang wanita (Chhun, 2011). Dalam Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, ada tiga jenis pesan verbal yaitu: verbal vokal, verbal visual, verbal vokal-visual. Pada vokal adalah ketika pesan verbal disampaikan menggunakan suara (secara vokal). Pada visual adalah ketika mengucapkan serangkaian pesan verbal tidak hanya menggunakan sebatas ucapan tetapi juga menggunakan visualisasi agar visual tersebut juga dapat dilihat atau bahkan didengar menggunakan telinga oleh penerimanya. Pada vokalvisual adalah pengucapan kata-kata atau rangkaiannya menggunakan vokal dan dibantu lagi dengan adanya visualisasi (Liliweri, 2009). Jenis-jenis pesan verbal yang disampaikan oleh pelaku catcalling kepada korbannya ada beberapa macam diantaranya; dalam bentuk nada misalkan suara kecupan, suara ciuman dari jauh, atau siulan, Yang kedua, komentar, biasanya mengomentari bentuk tubuh, atau secara kalimat tidak melecehkan tetapi dikatakan dengan tujuannya melecehkan, misalnya salam. Ada juga yang terang-terangan mengatakan hal yang vulgar mengenai korban. Selain itu, pandangan mata yang berlebihan juga termasuk pelecehan karena membuat yang dipandang merasa tidak nyaman. Misalnya, seseorang yang memandangi orang lain dari ujung kaki hingga ujung kepala. Pemahaman mengenai catcalling di masyarakat masih sangat rendah karena adanya pewajaran. Masih adanya anggapan bahwa catcalling adalah hal yang biasa atau merupakan bentuk dari candaan dan pujian menyebabkan hal ini terus terjadi berulang-ulang. Menurut Budi Wahyuni perilaku ini bisa menjadi langgeng dan terus menerus terjadi juga dikarenakan oleh adanya peran budaya patriarki. Beliau memberikan pendapatnya mengenai hal ini dalam wawancara dengan mengatakan: “Iya. Pewajaran dan pelanggengan budaya patriarki tadi. Budaya patriarki itu kan ingin memposisikan laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Ini kan sudah menciptakan relasi kuasa yang satu tinggi, yang satu rendah. Nah, salah satu akar dari kekerasan termasuk kekerasan seksual. Pelecehan seksual bagian dari kekerasan seksual adalah relasi kuasa yang timpang. Jadi, relasi kuasa yang timpang akan melahirkan itu, melecehkan, merendahkan, menyerang atribut seksual tertentu, menyerang harkat martabat perempuan gitu loh.” Menurut Bhasin (2000) dalam bukunya Memahami Gender, relasi gender menjadi tidak seimbang dikarenakan oleh patriarki. Secara umum, patriarki memiliki pengertian sebagai dominasi yang dilakukan oleh laki-laki; kata “patriarki” didefinisikan sebagai kuasa yang dimiliki oleh ayah atau “patriarch” (kepala 489

Koneksi Vol. 3, No. 2, Desember 2019, Hal 485-492

EISSN 2598-0785

keluarga), dan sejak awal mula telah digunakan untuk mendeskripsikan secara spesifik sebagai “keluarga yang didominasi oleh laki-laki”—keluarga tersebut, yang beranggotakan perempuan, laki-laki yang berusia lebih muda, anak-anak, budak dan pembantu rumah tangga, berada dalam kuasa yang dimiliki oleh laki-laki pemimpin keluarga ini. Saat ini, istilah itu digunakan untuk merujuk kepada kekuasaan laki-laki, kepada relasi kuasa, dalam keadaan laki-laki berada di tingkatan yang lebih tinggi dari perempuan, dan menjadi ciri dari sistem di mana perempuan terus direndahkan menggunakan banyak cara (Bhasin, 2003). Catcalling merupakan salah satu produk dari budaya patriarki. Penempatan laki-laki di atas perempuan menyebabkan terjadinya relasi kuasa sehingga tidak tercapai kesetaraan gender. Budaya patriarki ini bukan hanya dilanggengkan oleh lakilaki namun juga ada peran perempuan yang turut serta di dalamnya. Perempuan dalam budaya patriarki sudah terbiasa didominasi oleh laki-laki. Karena perbedaan kedudukan itu, perempuan dianggap sebagai objek. Menurut Fakih (1996), stereotip gender merupakan pemberian label terhadap jenis kelamin tertentu. Dalam hal ini, lebih banyak menyasar terhadap perempuan, contohnya adalah stereotip tentang perempuan berdandan dengan tujuan untuk membuat lawan jenisnya yaitu laki-laki merasa tertarik terhadapnya. Oleh karena itu, pada kasus kekerasan dan pelecehan seksual sering disangkutpautkan dengan stereotip ini. Tidak jarang, perempuan objek kekerasan dan pelecehan seksual tersebut seringkali menjadi pihak yang justru disalahkan (Susetyo, 2010:26). Selain itu, budaya patriarki juga memberikan tekanan pada laki-laki. Budaya ini menciptakan keadaan di mana laki-laki dianggap jantan apabila sudah melakukan catcalling. Tekanan tersebut yang menyebabkan laki-laki akhirnya melakukan hal itu karena adanya paksaan dari luar. Kedua hal ini dalam patriarki menyebabkan perilaku ini terus menerus terjadi dan belum bisa diakhiri. Gambar 4.2.1 Rape Culture Pyramid

Oleh: Jaime Chandra dan Cervix (September 2018) (sumber:https://www.11thprincipleconsent.org /consent-propaganda/rape-culture-pyramid/) Catcalling merupakan sebuah bentuk dari pelecehan yang ringan dan terdapat dalam layer kedua piramida rape culture. Pada layer pertama terdapat perilaku seksis dan rape jokes yang terjadi akibat adanya mindset. Catcalling berada pada layer kedua yaitu pelaku sudah melakukan aksi. Perilaku ini tidak boleh diwajarkan dan dianggap normal. Apabila tidak ada batasan terhadap perilaku dan sanksi yang jelas, maka

490

Angeline Hidayat, Yugih Setyanto: Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta

kemungkinan besar pelaku akan berproses ke tingkat selanjutnya yaitu kekerasan yang lebih berbahaya. 4. Simpulan Fenomena catcalling ini sebenarnya sudah terjadi sejak lama dan menjadi sebuah permasalahan yang ada di masyarakat terutama di perkotaan besar seperti Jakarta. Fenomena ini kurang mendapatkan perhatian karena minimnya edukasi yang menyebabkan ketidaktahuan mengenai pemahaman tentang catcalling. Masyarakat masih menganggap makna catcalling sebagai ambigu antara candaan atau pujian dan bentuk dari pelecehan seksual terutama terhadap perempuan. Catcalling adalah pelecehan seksual. Pelaku melakukan catcalling kepada korban dengan menyerang atribut seksual yang dimilikinya. Penyerangan itu dilakukan melalui ekspresi verbal seperti siulan, suara kecupan, dan gestur main mata dengan tujuan untuk mendominasi dan membuat korban merasa tidak nyaman. Budaya patriarki menempatkan posisi laki-laki di atas perempuan yang menyebabkan ketimpangan di antara laki-laki dan lawan jenisnya yaitu perempuan. Adanya ketimpangan dalam relasi kuasa menyebabkan perempuan dianggap sebagai objek. Hal ini menyebabkan kerentanan terhadap perempuan sehingga perempuan menjadi korban dari kekerasan dan pelecehan seksual. Namun, ternyata yang menjadi korban dalam praktik patriarki ini bukan hanya terjadi terhadap perempuan saja. Ada juga akibat yang bisa terjadi pada laki-laki karena adanya tekanan sosial terhadap laki-laki. Anggapan bahwa laki-laki baru bisa dianggap jantan apabila sudah melakukan catcalling membuat perilaku ini menjadi langgeng dan sulit dihentikan. Catcalling merupakan bagian dari rape culture. Perilaku ini berada di layer kedua dari piramida rape culture. Walaupun sebenarnya masih berada di tingkat pelecehan yang ringan namun perilaku ini tidak bisa dianggap wajar atau normal. Perilaku ini akan semakin sulit dihilangkan apabila masyarakat terbiasa untuk mewajarkan catcalling. Oleh karena itu, edukasi mengenai pemahaman mengenai catcalling sebagai pelecehan seksual yang terjadi secara verbal terutama terhadap perempuan merupakan hal yang sangat penting. Target utamanya adalah kepada calon pelaku serta calon korban agar calon pelaku tidak melakukan catcalling dan calon korban bisa melapor apabila hal itu terjadi padanya. 5.

Ucapan Terima Kasih

Penyusunan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini dapat terlaksana karena adanya bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada semua yang ikut terlibat dan telah membantu peneliti selama proses penelitian ini, yaitu: 1. Kepada Budi Wahyuni, Wakil Ketua Komnas Perempuan periode 2015-2019 dan Yani Oktaviana, dosen, rapper, dan aktivis perempuan sebagai informan kunci dalam penelitian ini. Kepada Anindya Restuviani, co-director Hollaback! Jakarta dan Monica Devina admin akun Instagram @Dearcatcallers.id sebagai informan dalam penelitian ini. 2. Keluarga serta teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat untuk menyelesaikan laporan penelitian skripsi ini.

491

Koneksi Vol. 3, No. 2, Desember 2019, Hal 485-492

EISSN 2598-0785

6. Daftar Pustaka Arivia, Gadis. (2018). Filsafat Berperspektif Feminist, Edisi Kedua. Cetakan ke-1. 116-117. Jakarta: JYP Press.. Bhasin, Kamla. (2003). Memahami Gender, Cetakan ke-3. 2627. Jakarta: Teplok Press. Chhun, B. (2011). Catcalls: Protected speech or fighting words. Thomas Jefferson Law Review. Agustus 21, 2019. Terarsip di: https://www.yumpu.com/en /document/read/4936037/catcalls-protected-speech-or-fighting-wordsthomas-jeffersonEffendy, Onong Uchjana. (2017). Ilmu Komunikasi, Teori & Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Eastwood, E. (2015) What, Can’t You Take a Compliment? A Qualitative Study of Catcalling. Agustus 22, 2019. Terarsip di: http://www.divaportal.org/ smash/record.jsf?pid=diva2%3A1023177&dswid=3587 Ellaine, Anne. (2018). Catcalling. Agustus 22, 2019. Terarsip di: https://www.scribd.com/document/372292281/Catcalling Kuswarno, Engkus. (2009). Metode Penelitian Komunikasi: Fenomenologi, Konsepsi, Pedoman dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjajaran. Liliweri, Alo. (2009). Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta. Moleong, Lexy J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rape Culture Pyramid. (2018, September). November 10, 2019. https://www.11thprincipleconsent.org/consent-propaganda/rape culturepyramid/ Ruslan, Rosady. (2017). Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Suciati. (2017). Teori Komunikasi dalam Multi Perspektif. Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta. Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik. (2019) Jakarta: Change.Org., Jakarta Feminist Discussion Group, Hollaback! Jakarta, Lentera Sintas Indonesia, perEMPUan. Susanto, Eko Harry. (2018). Komunikasi Manusia: Teori dan Praktik dalam Penyampaian Gagasan. Jakarta: Mitra Wacana Media. Edisi Pertama. Susetyo, Budi DP. (2010). Stereotip dan Relasi Antarkelompok. Yogyakarta: Graha Ilmu. Edisi Pertama. Wahyuni, Budi. (2019, Oktober 26). Wawancara pribadi.

492

Angeline Hidayat, Yugih Setyanto: Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta

Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta Angeline Hidayat, Yugih Setyanto [email protected], [email protected] Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara, Jakarta

Abstract Catcalling, a familiar term that is often heard especially in big cities like Jakarta. In catcalling, there is a form of communication in which the offender gives verbal expression to the victim through whistling and also comments about body shape by attacking the sexual attributes of the victim. However, this is a problem because there is an ambiguity in the meaning of the community about catcalling as a joke or sexual harassment, especially against women. The purpose of this research is to know about the phenomena and forms of communication from catcalling. This research is qualitative research using phenomenology method. Theories used in this research are verbal communication theory, patriarchal culture, feminism, stereotypes and gender, and catcalling. This study uses interviews with key informants and informants, participant observation, literature study, and documentation to collect data. The result of this research is that catcalling is a verbal sexual harassment and is part of the rape culture. Keywords: catcalling, gender, human behavior, patriarchy, verbal communication Abstrak Catcalling, sebuah istilah yang tidak asing untuk didengar terutama di daerah perkotaan besar seperti di Jakarta. Dalam catcalling, terdapat bentuk komunikasi di mana pelaku memberikan ekspresi verbal terhadap korbannya misalnya melalui siulan dan juga komentar-komentar tentang bentuk tubuh mereka dengan menyerang atribut seksual korban. Namun, hal ini menjadi sebuah permasalahan karena terdapat ambiguitas makna yang terdapat di masyarakat tentang catcalling sebagai candaan atau pelecehan seksual terutama terhadap perempuan. Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang fenomena dan juga bentuk komunikasi dari catcalling tersebut. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif yang menggunakan metode fenomenologi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori komunikasi verbal, budaya patriarki, feminisme, stereotip dan gender, dan catcalling. Penelitian ini menggunakan beberapa metode yaitu wawancara dengan informan kunci dan informan, observasi partisipan, studi pustaka, dan dokumentasi untuk mengumpulkan data. Hasil dari penelitian ini adalah catcalling merupakan pelecehan seksual secara verbal dan merupakan bagian dari rape culture. Kata Kunci: catcalling, gender, komunikasi verbal, patriarki, perilaku manusia

1. Pendahuluan. Berbagai kriminalitas terjadi setiap harinya di jalanan. Salah satunya merupakan pelecehan seksual yang biasanya sering didapatkan terjadi di jalan raya. Biasanya terjadi secara verbal atau yang sering disebut dengan istilah catcalling. Pada masa ini, perilaku itu telah berkembang dan menjadi sebuah fenomena di masyarakat. Mengapa hal ini dapat disebut sebagai sebuah fenomena? Karena kejadian tersebut merupakan hal-hal yang nyata dan dapat disaksikan menggunakan pancaindra.

485

Koneksi Vol. 3, No. 2, Desember 2019, Hal 485-492

EISSN 2598-0785

Menurut hasil Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik dengan persentase sebanyak 64 persen dari 38.766 perempuan, 11 persen dari 23.403 laki-laki, dan 69 persen dari 45 gender lainnya pernah mengalami pelecehan di ruang publik. Kebanyakan dari korban mengaku bahwa mereka pernah mengalami pelecehan yang diterima secara verbal, yaitu komentar atas tubuh sebanyak 60 persen, fisik seperti disentuh sebanyak 24 persen dan visual seperti main mata sebanyak 15 persen. (Sumber: Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik). Walaupun hasil survei tersebut sudah terbit, namun masih banyak masyarakat yang belum aware mengenai isu ini. Hal ini dikarenakan adanya stereotip gender yang dibentuk oleh patriarki sehingga menimbulkan makna ganda yaitu catcalling sebagai candaan dan catcalling sebagai pelecehan seksual. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini peneliti mengambil judul “Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta”. Landasan Teori Menurut Effendy, dalam Ilmu Komunikasi, Teori & Praktik Komunikasi, komunikasi adalah proses yang dilakukan individu untuk menyampaikan pesan terhadap individu lainnya. Hal ini dilakukan karena individu tersebut memiliki tujuan untuk memberikan informasi, mengubah sikap, pendapat atau perilaku dari individu tersebut. Adapun penyampaian pesan tersebut dapat dilakukan secara lisan (secara langsung) maupun melalui media (secara tidak langsung) (Effendy, 2017). Dalam Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, ada tiga jenis pesan verbal yaitu: verbal vokal, verbal visual, verbal vocal-visual. Pada vokal adalah ketika pesan verbal disampaikan menggunakan suara (secara vokal). Pada visual adalah ketika mengucapkan serangkaian pesan verbal tidak hanya menggunakan sebatas ucapan tetapi juga menggunakan visualisasi agar visual tersebut juga dapat dilihat atau bahkan didengar menggunakan telinga oleh penerimanya. Pada vokalvisual adalah pengucapan kata-kata atau rangkaiannya menggunakan vokal dan dibantu lagi dengan adanya visualisasi (Liliweri, 2009). Dalam Komunikasi Manusia: Teori dan Praktek dalam Penyampaian Gagasan oleh Dr. Eko Harry Susanto, terdapat beberapa aksioma komunikasi yang berkembang dalam penelitian salah satunya adalah komunikasi adalah perilaku individu. Dalam aksioma komunikasi tersebut, komunikasi merupakan rangkaian dorongan verbal maupun non-verbal, yang menghasilkan tanggapan secara paralel. Komunikasi mencerminkan tingkah laku individu yang didorong oleh rangsangan-rangsangan yang dapat menimbulkan hubungan perilaku reaktif berdasarkan karakter mekanistis. Tanggapan terhadap rangsangan, diperkuat dengan feedback yang positif maupun negatif terhadap perilaku kondisi yang sesungguhnya diharapkan (Susanto, 2018). Menurut Harold Lasswell (1948) dalam buku Suciati Teori Komunikasi dalam Multi Perspektif, mengusulkan model komunikasi yang terdiri dari lima unsur. Unsurunsur tersebut adalah: Who (sumber : siapa), Says what (pesan : mengatakan apa), In which channel (saluran komunikasi : pada saluran yang mana, To whom (penerima : kepada siapa), With what effect (pengaruh : dengan dampak apa). Kelima unsur tersebut berperan dalam menciptakan sebuah bentuk komunikasi (Suciati, 2017). Kaum feminis radikal memiliki sebuah kecurigaan bahwa karena pemisahan ranah publik dan juga ranah privat ini menyebabkan adanya ketertindasan terhadap perempuan. Pada pemisahan ini terdapat pengertian bahwa ranah privat berada pada tingkatan yang lebih rendah di bawah ranah publik. Oleh karena itu, tumbuhlah sistem

486

Angeline Hidayat, Yugih Setyanto: Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta

yaitu sistem patriarki. Kalangan feminis radikal meyakini ada penyebab dasar dari ketertindasan perempuan yaitu seksualitas dan sistem gender (Arivia, 2018). Menurut Bhasin (2000) dalam bukunya Memahami Gender, relasi gender menjadi tidak seimbang dikarenakan patriarki. Secara umum, patriarki diartikan dominasi yang dilakukan oleh laki-laki; kata “patriarki” didefinisikan sebagai kuasa yang dimiliki oleh ayah atau “patriarch” (kepala keluarga), dan sejak awal mula telah digunakan untuk mendeskripsikan secara spesifik sebagai “keluarga yang didominasi oleh laki-laki -- keluarga tersebut, yang beranggotakan perempuan, laki-laki yang berusia lebih muda, anak-anak, budak dan pembantu rumah tangga, berada dalam kuasa yang dimiliki oleh laki-laki pemimpin keluarga ini. Saat ini, istilah itu digunakan untuk merujuk kepada kekuasaan laki-laki, kepada relasi kuasa, dalam keadaan lakilaki berada di tingkatan yang lebih tinggi dari perempuan, dan menjadi ciri dari sistem di mana perempuan terus direndahkan menggunakan banyak cara (Bhasin, 2003). Adapun dirangkum oleh Taylor dan Moghaddam (1994), berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh sejumlah pakar, bahwa stereotip itu merupakan kesan bersifat kaku yang tidak sesuai dengan kenyataan, keyakinan berlebihan yang sebenarnya tidak akurat dan bersifat rasional. Kemudian adanya sifat penting yang lainnya menurut Hogg dan Abraham (1988) bahwa stereotip merupakan keyakinan yang dimiliki bersama, artinya bagian terbesar dari masyarakat akan setuju dengan isi stereotip kelompok tertentu. Sebagai contoh, di kalangan masyarakat barat ada konsensus yang diterima secara meluas bahwa orang Irlandia itu bodoh, orang kulit hitam tidak bertanggung-jawab, wanita adalah makhluk emosional, dan lain sebagainya. Keyakinan itu diterima dengan mengabaikan sejumlah pengecualian, misalnya bahwa ada wanita yang tidak emosional (Susetyo, 2010). Secara umum, Taylor dan Porter (1994) mengategorikan stereotip tersebut terhadap dalam beberapa jenis. Jenis-jenis tersebut adalah stereotip rasial-etnis, stereotip kultural, dan stereotip gender. Menurut Fakih (1996), stereotip gender merupakan pemberian label terhadap jenis kelamin tertentu. Dalam hal ini, lebih banyak menyasar terhadap perempuan, contohnya adalah stereotip tentang perempuan berdandan dengan tujuan untuk membuat lawan jenisnya yaitu laki-laki merasa tertarik terhadapnya. Oleh karena itu, pada kasus kekerasan dan pelecehan seksual sering disangkutpautkan dengan stereotip ini. Tidak jarang, perempuan objek kekerasan dan pelecehan seksual tersebut seringkali menjadi pihak yang justru disalahkan (Susetyo, 2010). Chhun (2011) mengidentifikasikan catcalling sebagai: penggunaan kata-kata yang tidak senonoh, ekspresi secara verbal dan juga ekspresi non-verbal yang kejadiannya terjadi di tempat publik, contohnya: di jalan raya, di trotoar, dan perhentian bus. Secara verbal, catcalling biasanya dilakukan melalui siulan atau komentar mengenai penampilan dari seorang wanita. Ekspresi nonverbal juga termasuk lirikan atau gestur fisik yang bertindak untuk memberikan penilaian terhadap penampilan seorang wanita (Chhun, 2011). Macmillan et al (2000) memberikan argumen bahwa salah satu dari efek yang terjadi akibat catcalling termasuk dengan membatasi kebebasan seseorang untuk bergerak. Catcalling menimbulkan rasa takut pada para korban dan membuat mereka merasa bahwa mereka harus waspada ketika mereka sedang berada di luar dan sekitarnya. Melsen (2004) mengatakan bahwa catcalling dilakukan untuk menyebabkan rasa takut dan mendominasi korbannya (Ellaine, 2018).

487

Koneksi Vol. 3, No. 2, Desember 2019, Hal 485-492

EISSN 2598-0785

MacMillan et al. (2000) membuktikan bahwa tempat-tempat umum merupakan tempat dimana pelecehan oleh orang asing sering terjadi. Karena pelecehan yang dilakukan oleh orang asing, tempat-tempat seperti taman dan angkutan umum dirasakan kurang aman bagi wanita yang sering mengalami catcalls (Eastwood, 2015). 2. Metode Penelitian Dalam penelitian ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif yang dimaksud adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian. Peneliti berusaha memahami tentang perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain milik informan secara holistik, dan mendeskripsikannya ke dalam bentuk kata-kata serta bahasa, dengan konteks yang khusus yang alamiah sehingga memanfaatkan berbagai metode alamiah. (Moleong, 2017:6). Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu dalam penelitian ini berusaha untuk menuturkan yang menjadi rumusan dari masalah berdasarkan data-data. Data-data yang dikumpulkan adalah data yang berupa kata-kata dan gambar. Data yang didapat bukanlah angka-angka (Moleong. 2017). Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi. Menurut Orleans dalam Kuswarno, Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitiannya, mengatakan bahwa penelitian menggunakan metode fenomenologi tidaklah sama dengan ilmu pengetahuan sosial konvensional lain. Penelitian ini biasanya dilakukan pada tingkatan metasosiologis, yaitu penelitian dengan menunjukkan premis-premis melalui analisis deskriptif yang didapatkan dari prosedur situasional serta bangunan sosialnya. Pada fenomenologi, peneliti berusaha untuk mengetahui pemahaman yang dimiliki informan terhadap fenomena yang muncul dalam kesadarannya. Fenomena yang dialami oleh informan adalah entitas dari sesuatu yang benar-benar ada dalam dunia (Kuswarno, 2009). Peneliti menggunakan beberapa metode mengumpulkan data di antaranya adalah: wawancara, observasi partisipan, studi kepustakaan, dan juga dokumentasi. Narasumber yang diwawancarai yaitu Budi Wahyuni Wakil Ketua Komnas Perempuan 2015-2019. Menurut Bogdan dan Biklen, dalam Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. Analisis data kualitatif adalah usaha untuk bekerja dengan menggunakan data-data, mengorganisasikannya, setelah itu memilah data tersebut dan menjadikannya sebagai satuan yang kemudian dapat dikelola oleh peneliti, mensintesiskannya, lalu mencari agar dapat menemukan pola, menemukan hal-hal penting serta hal yang dipelajari setelah itu memutuskan hal yang mana saja yang dapat diceritakan lagi pada orang lain (Moleong, 2017). Agar keabsahan data tersebut bisa diterapkan, maka diperlukan teknik untuk memeriksaan data yang dilakukan menggunakan kriteria tertentu. Menurut Moleong, dalam Ruslan, Metode Penelitian: Public Relations dan Komunikasi, ada empat kriteria yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability) (Ruslan, 2017). Peneliti hanya menggunakan tiga dari empat kriteria yang ada yaitu credibility, dependability, dan confirmability karena ketiga kriteria itu sudah bisa menjamin keabsahan data yang diperoleh oleh peneliti dalam penelitian ini.

488

Angeline Hidayat, Yugih Setyanto: Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta

3. Hasil Temuan dan Diskusi Hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: catcalling adalah sebuah istilah yang merujuk pada suatu bentuk verbal yaitu siulan atau komentar yang bertujuan untuk mencari perhatian namun dengan memberikan perhatian kepada atribut-atribut seksual tertentu sehingga perbuatan ini termasuk dalam kategori pelecehan seksual. Catcalling biasanya terjadi di tempat umum dan dilakukan oleh orang asing yang tidak saling kenal. Chhun (2011) mengidentifikasikan catcalling sebagai: penggunaan kata-kata yang tidak senonoh, ekspresi secara verbal dan juga ekspresi non-verbal yang kejadiannya terjadi di tempat publik, contohnya: di jalan raya, di trotoar, dan perhentian bus. Secara verbal, catcalling biasanya dilakukan melalui siulan atau komentar mengenai penampilan dari seorang wanita. Ekspresi nonverbal juga termasuk lirikan atau gestur fisik yang bertindak untuk memberikan penilaian terhadap penampilan seorang wanita (Chhun, 2011). Dalam Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, ada tiga jenis pesan verbal yaitu: verbal vokal, verbal visual, verbal vokal-visual. Pada vokal adalah ketika pesan verbal disampaikan menggunakan suara (secara vokal). Pada visual adalah ketika mengucapkan serangkaian pesan verbal tidak hanya menggunakan sebatas ucapan tetapi juga menggunakan visualisasi agar visual tersebut juga dapat dilihat atau bahkan didengar menggunakan telinga oleh penerimanya. Pada vokalvisual adalah pengucapan kata-kata atau rangkaiannya menggunakan vokal dan dibantu lagi dengan adanya visualisasi (Liliweri, 2009). Jenis-jenis pesan verbal yang disampaikan oleh pelaku catcalling kepada korbannya ada beberapa macam diantaranya; dalam bentuk nada misalkan suara kecupan, suara ciuman dari jauh, atau siulan, Yang kedua, komentar, biasanya mengomentari bentuk tubuh, atau secara kalimat tidak melecehkan tetapi dikatakan dengan tujuannya melecehkan, misalnya salam. Ada juga yang terang-terangan mengatakan hal yang vulgar mengenai korban. Selain itu, pandangan mata yang berlebihan juga termasuk pelecehan karena membuat yang dipandang merasa tidak nyaman. Misalnya, seseorang yang memandangi orang lain dari ujung kaki hingga ujung kepala. Pemahaman mengenai catcalling di masyarakat masih sangat rendah karena adanya pewajaran. Masih adanya anggapan bahwa catcalling adalah hal yang biasa atau merupakan bentuk dari candaan dan pujian menyebabkan hal ini terus terjadi berulang-ulang. Menurut Budi Wahyuni perilaku ini bisa menjadi langgeng dan terus menerus terjadi juga dikarenakan oleh adanya peran budaya patriarki. Beliau memberikan pendapatnya mengenai hal ini dalam wawancara dengan mengatakan: “Iya. Pewajaran dan pelanggengan budaya patriarki tadi. Budaya patriarki itu kan ingin memposisikan laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Ini kan sudah menciptakan relasi kuasa yang satu tinggi, yang satu rendah. Nah, salah satu akar dari kekerasan termasuk kekerasan seksual. Pelecehan seksual bagian dari kekerasan seksual adalah relasi kuasa yang timpang. Jadi, relasi kuasa yang timpang akan melahirkan itu, melecehkan, merendahkan, menyerang atribut seksual tertentu, menyerang harkat martabat perempuan gitu loh.” Menurut Bhasin (2000) dalam bukunya Memahami Gender, relasi gender menjadi tidak seimbang dikarenakan oleh patriarki. Secara umum, patriarki memiliki pengertian sebagai dominasi yang dilakukan oleh laki-laki; kata “patriarki” didefinisikan sebagai kuasa yang dimiliki oleh ayah atau “patriarch” (kepala 489

Koneksi Vol. 3, No. 2, Desember 2019, Hal 485-492

EISSN 2598-0785

keluarga), dan sejak awal mula telah digunakan untuk mendeskripsikan secara spesifik sebagai “keluarga yang didominasi oleh laki-laki”—keluarga tersebut, yang beranggotakan perempuan, laki-laki yang berusia lebih muda, anak-anak, budak dan pembantu rumah tangga, berada dalam kuasa yang dimiliki oleh laki-laki pemimpin keluarga ini. Saat ini, istilah itu digunakan untuk merujuk kepada kekuasaan laki-laki, kepada relasi kuasa, dalam keadaan laki-laki berada di tingkatan yang lebih tinggi dari perempuan, dan menjadi ciri dari sistem di mana perempuan terus direndahkan menggunakan banyak cara (Bhasin, 2003). Catcalling merupakan salah satu produk dari budaya patriarki. Penempatan laki-laki di atas perempuan menyebabkan terjadinya relasi kuasa sehingga tidak tercapai kesetaraan gender. Budaya patriarki ini bukan hanya dilanggengkan oleh lakilaki namun juga ada peran perempuan yang turut serta di dalamnya. Perempuan dalam budaya patriarki sudah terbiasa didominasi oleh laki-laki. Karena perbedaan kedudukan itu, perempuan dianggap sebagai objek. Menurut Fakih (1996), stereotip gender merupakan pemberian label terhadap jenis kelamin tertentu. Dalam hal ini, lebih banyak menyasar terhadap perempuan, contohnya adalah stereotip tentang perempuan berdandan dengan tujuan untuk membuat lawan jenisnya yaitu laki-laki merasa tertarik terhadapnya. Oleh karena itu, pada kasus kekerasan dan pelecehan seksual sering disangkutpautkan dengan stereotip ini. Tidak jarang, perempuan objek kekerasan dan pelecehan seksual tersebut seringkali menjadi pihak yang justru disalahkan (Susetyo, 2010:26). Selain itu, budaya patriarki juga memberikan tekanan pada laki-laki. Budaya ini menciptakan keadaan di mana laki-laki dianggap jantan apabila sudah melakukan catcalling. Tekanan tersebut yang menyebabkan laki-laki akhirnya melakukan hal itu karena adanya paksaan dari luar. Kedua hal ini dalam patriarki menyebabkan perilaku ini terus menerus terjadi dan belum bisa diakhiri. Gambar 4.2.1 Rape Culture Pyramid

Oleh: Jaime Chandra dan Cervix (September 2018) (sumber:https://www.11thprincipleconsent.org /consent-propaganda/rape-culture-pyramid/) Catcalling merupakan sebuah bentuk dari pelecehan yang ringan dan terdapat dalam layer kedua piramida rape culture. Pada layer pertama terdapat perilaku seksis dan rape jokes yang terjadi akibat adanya mindset. Catcalling berada pada layer kedua yaitu pelaku sudah melakukan aksi. Perilaku ini tidak boleh diwajarkan dan dianggap normal. Apabila tidak ada batasan terhadap perilaku dan sanksi yang jelas, maka

490

Angeline Hidayat, Yugih Setyanto: Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta

kemungkinan besar pelaku akan berproses ke tingkat selanjutnya yaitu kekerasan yang lebih berbahaya. 4. Simpulan Fenomena catcalling ini sebenarnya sudah terjadi sejak lama dan menjadi sebuah permasalahan yang ada di masyarakat terutama di perkotaan besar seperti Jakarta. Fenomena ini kurang mendapatkan perhatian karena minimnya edukasi yang menyebabkan ketidaktahuan mengenai pemahaman tentang catcalling. Masyarakat masih menganggap makna catcalling sebagai ambigu antara candaan atau pujian dan bentuk dari pelecehan seksual terutama terhadap perempuan. Catcalling adalah pelecehan seksual. Pelaku melakukan catcalling kepada korban dengan menyerang atribut seksual yang dimilikinya. Penyerangan itu dilakukan melalui ekspresi verbal seperti siulan, suara kecupan, dan gestur main mata dengan tujuan untuk mendominasi dan membuat korban merasa tidak nyaman. Budaya patriarki menempatkan posisi laki-laki di atas perempuan yang menyebabkan ketimpangan di antara laki-laki dan lawan jenisnya yaitu perempuan. Adanya ketimpangan dalam relasi kuasa menyebabkan perempuan dianggap sebagai objek. Hal ini menyebabkan kerentanan terhadap perempuan sehingga perempuan menjadi korban dari kekerasan dan pelecehan seksual. Namun, ternyata yang menjadi korban dalam praktik patriarki ini bukan hanya terjadi terhadap perempuan saja. Ada juga akibat yang bisa terjadi pada laki-laki karena adanya tekanan sosial terhadap laki-laki. Anggapan bahwa laki-laki baru bisa dianggap jantan apabila sudah melakukan catcalling membuat perilaku ini menjadi langgeng dan sulit dihentikan. Catcalling merupakan bagian dari rape culture. Perilaku ini berada di layer kedua dari piramida rape culture. Walaupun sebenarnya masih berada di tingkat pelecehan yang ringan namun perilaku ini tidak bisa dianggap wajar atau normal. Perilaku ini akan semakin sulit dihilangkan apabila masyarakat terbiasa untuk mewajarkan catcalling. Oleh karena itu, edukasi mengenai pemahaman mengenai catcalling sebagai pelecehan seksual yang terjadi secara verbal terutama terhadap perempuan merupakan hal yang sangat penting. Target utamanya adalah kepada calon pelaku serta calon korban agar calon pelaku tidak melakukan catcalling dan calon korban bisa melapor apabila hal itu terjadi padanya. 5.

Ucapan Terima Kasih

Penyusunan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini dapat terlaksana karena adanya bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada semua yang ikut terlibat dan telah membantu peneliti selama proses penelitian ini, yaitu: 1. Kepada Budi Wahyuni, Wakil Ketua Komnas Perempuan periode 2015-2019 dan Yani Oktaviana, dosen, rapper, dan aktivis perempuan sebagai informan kunci dalam penelitian ini. Kepada Anindya Restuviani, co-director Hollaback! Jakarta dan Monica Devina admin akun Instagram @Dearcatcallers.id sebagai informan dalam penelitian ini. 2. Keluarga serta teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat untuk menyelesaikan laporan penelitian skripsi ini.

491

Koneksi Vol. 3, No. 2, Desember 2019, Hal 485-492

EISSN 2598-0785

6. Daftar Pustaka Arivia, Gadis. (2018). Filsafat Berperspektif Feminist, Edisi Kedua. Cetakan ke-1. 116-117. Jakarta: JYP Press.. Bhasin, Kamla. (2003). Memahami Gender, Cetakan ke-3. 2627. Jakarta: Teplok Press. Chhun, B. (2011). Catcalls: Protected speech or fighting words. Thomas Jefferson Law Review. Agustus 21, 2019. Terarsip di: https://www.yumpu.com/en /document/read/4936037/catcalls-protected-speech-or-fighting-wordsthomas-jeffersonEffendy, Onong Uchjana. (2017). Ilmu Komunikasi, Teori & Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Eastwood, E. (2015) What, Can’t You Take a Compliment? A Qualitative Study of Catcalling. Agustus 22, 2019. Terarsip di: http://www.divaportal.org/ smash/record.jsf?pid=diva2%3A1023177&dswid=3587 Ellaine, Anne. (2018). Catcalling. Agustus 22, 2019. Terarsip di: https://www.scribd.com/document/372292281/Catcalling Kuswarno, Engkus. (2009). Metode Penelitian Komunikasi: Fenomenologi, Konsepsi, Pedoman dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjajaran. Liliweri, Alo. (2009). Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta. Moleong, Lexy J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rape Culture Pyramid. (2018, September). November 10, 2019. https://www.11thprincipleconsent.org/consent-propaganda/rape culturepyramid/ Ruslan, Rosady. (2017). Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Suciati. (2017). Teori Komunikasi dalam Multi Perspektif. Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta. Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik. (2019) Jakarta: Change.Org., Jakarta Feminist Discussion Group, Hollaback! Jakarta, Lentera Sintas Indonesia, perEMPUan. Susanto, Eko Harry. (2018). Komunikasi Manusia: Teori dan Praktik dalam Penyampaian Gagasan. Jakarta: Mitra Wacana Media. Edisi Pertama. Susetyo, Budi DP. (2010). Stereotip dan Relasi Antarkelompok. Yogyakarta: Graha Ilmu. Edisi Pertama. Wahyuni, Budi. (2019, Oktober 26). Wawancara pribadi.

492

PROFIL KABUPATEN / KOTA

KOTA MEDAN SUMATERA UTARA

KOTA MEDAN

ADMINISTRASI Profil Wilayah TABEL III 1. NO

LUAS WILAYAH KOTA MEDAN

KECAMATAN

1 Medan Tuntungan 2 Medan Selayang 3 Medan Johor 4 Medan Amplas 5 Medan Denai 6 Medan Tembung 7 Medan Kota 8 Medan Area 9 Medan Baru 10 Medan Polonia 11 Medan Malmun 12 Medan Sunggal 13 Medan Helvetia 14 Medan Barat 15 Medan Petisah 16 Medan Timur 17 Medan Perjuangan 18 Medan Deli 19 Medan Labuhan 20 Medan Marelan 21 Medan Belawan TOTAL

LUAS (KM²) 20,68 12,81 14,58 11,19 9,05 7,99 5,27 5,52 5,84 9,01 2,98 15,44 13,16 6,82 5,33 7,76 4,09 20,84 36,67 23,82 26,25 265,1

Letak Kota Medan memang strategis. Kota ini dilalui Sungai Deli dan Sungai Babura. Keduanya merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai. Keberadaan Pelabuhan Belawan di jalur Selat Malaka yang cukup modern sebagai pintu gerbang atau pintu masuk wisatawan dan perdagangan barang dan jasa baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor), menjadikan Medan sebagai pintu gerbang Indonesia bagian barat. Medan, yang genap berusia 414 tahun pada tanggal 1 Juli 2004, berkembang menjadi kota metropolitan. Pemerintah Kota Medan pun berambisi memajukan kota ini semaju kota-kota besar lainnya, tidak saja seperti Jakarta atau Surabaya di Jawa, tetapi juga kota-kota di negara tetangga, seperti Penang dan Kuala Lumpur. Medan, kota berpenduduk 2 juta orang memiliki areal seluas 26.510 hektar yang secara administratif dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan (lihat Tabel III.1).

Sebagai sebuah kota, ia mewadahi berbagai fungsi, yaitu, sebagai pusat administrasi pemerintahan, pusat industri, pusat jasa pelayanan keuangan, pusat komunikasi, pusat akomodasi kepariwisataan, serta berbagai pusat perdagangan regional dan internasional.

Bandara Internasional, Polonia, berada di kawasan yang masih termasuk wilayah dalam kota. Pelabuhan Belawan dapat dicapai hanya dalam waktu kurang dari satu jam lewat jalan bebas hambatan. Demikian pula dengan kawasan industrinya. Pendek kata, seolah semua tidak ingin jauh-jauh dari pusat kota. Tendensi pertumbuhan yang semakin menuju ke pusat ini ibarat pola alamiah makhluk hidup yang tidak bisa jauh-jauh dari sumber makanannya. Akibatnya, Medan bertambah sumpek dengan belasan bangunan beton yang akan segera menjelma menjadi pusat perbelanjaan. Lalu lintas kota semakin semrawut karena peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan ketidakdisiplinan angkutan umum yang jumlahnya terus bertambah terutama pada trayek-trayek "basah". Kondisi dan perkembangan Kota Medan sekarang, tampaknya memang seolah tanpa perencanaan. Padahal, di atas kertas, sejak 1997, pemerintah kota di masa Wali Kota Bachtiar Jaffar sebetulnya telah menyusun rencana pengembangan kota yang cukup bagus. Konsep itu dikenal dengan istilah "Mebidang", yakni singkatan dari Medan, Binjai, dan Deli Serdang. Konsep yang barangkali diilhami oleh pola pengembangan Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi) tersebut pada dasarnya mengacu pada antisipasi semakin berkurangnya daya dukung kota terhadap perkembangannya dan berkurangnya kemampuan kota menjalankan fungsinya secara maksimal. Medan akan dijadikan sebagai kota inti yang terbagi dalam lima wilayah pembangunan, sementara Kota Binjai dan beberapa kecamatan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Deli Serdang akan dikembangkan sebagai kota satelit. Wilayah Metropolitan Mebidang ini akan meliputi area seluas 163.378 hektar. Berdasarkan konsep tersebut, akan dibangun pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah-daerah yang menjadi hinterland Medan. Tetapi pada kenyataannya, pelaksanaan pembangunan justru makin meminggirkan warga kota, sementara daerah pinggirannya tetap terbelakang. Konsep Mebidang, akhirnya hanyalah sekadar konsep yang jalan di tempat. Selain niatan memperluas wilayah, sebagaimana doktrin developmentalisme yang mengindentikkan kemajuan dengan segala sesuatu yang berbau modern, Pemerintah Kota Medan bergiat menghadirkan pusat perbelanjaan sebagai simbol kota metropolitan. Mal dan lampu hias, kelihatannya itulah ukuran kemajuan bagi Pemerintah Kota Medan.

Gambar III. 1. Lapangan Merdeka

Gambar III. 2. Simpang Balai Kota

Belasan kawasan di jantung kota disiapkan sebagai kawasan pusat perbelanjaan. Gedung- gedung tua diratakan untuk mendirikan mal. Bekas Taman Ria, pusat rekreasi murah meriah warga kota, dipagari untuk persiapan pendirian mal. Lapangan parkir yang dulunya dipakai sebagai pangkalan taksi pun digusur karena lokasinya lebih menjanjikan keuntungan apabila dialihfungsikan sebagai mal. Tak heran apabila rencana tata ruang wilayah (RTRW) diabaikan begitu saja. Peruntukan kawasan pun menjadi tidak jelas. Area di sepanjang Jalan Diponegoro dan Imam Bonjol yang selama ini identik sebagai kawasan pusat pemerintahan sontak kehilangan wibawanya begitu sebuah pusat perbelanjaan 12 lantai dibangun persis di sebelah kantor Gubernur Sumatera Utara.

Orientasi Wilayah Secara geografis, wilayah Kota Medan berada antara 3”30’ – 3”43’ LU dan 98”35’ – 98”44’ BT dengan luas wilayah 265,10 km2 dengan batasbatas sebagai berikut : ‰

Batas Utara

: Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka ‰ Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang ‰ Batas Timur : Kabupaten Deli Serdang Gambar III. 3. Balaikota Medan ‰ Batas Barat : Kabupaten Deli Serdang Topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut. Dari luas wilayah Kota Medan dapat dipersentasekan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Pemukiman Perkebunan Lahan Jasa Sawah Perusahaan Kebun Campuran Industri Hutan Rawa

36,3 % 3,1 % 1,9 % 6,1 % 4,2 % 45,4 % 1,5 % 1,8 %

Secara geografis, Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2001 berkisar antara 23,2ºC - 24,3ºC dan suhu maksimum berkisar antara 30,8ºC - 33,2ºC serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,3ºC - 24,1ºC dan suhu maksimum berkisar antara 31,0ºC - 33,1ºC. Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 84 - 85%. kecepatan angin rata-rata sebesar 0,48 m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 104,3 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2001 ratarata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 226,0 mm (menurut Stasiun Sampali) dan 299,5 mm pada Stasiun Polonia. Kota Medan juga merupakan jalur sungai. Paling tidak ada 7 (tujuh) sungai yang melintasinya, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Sungai Belawan Sungai Badra Sungai Sikambing Sungai Putih Sungai Babura Sungai Deli Sungai Sulang-Saling/Sei Kera

Manfaat terbesar dari sungai-sungai ini adalah sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai.

PENDUDUK Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk

1.993.601

1.963.855

1.926.520

1.904.273

1.902.500

1.901.067

1.899.028

1.895.315

JUMLAH PENDUDUK

Sejak tahun 1996, jumlah penduduk Kota Medan mengalami kenaikan yang cukup nyata hingga ke tahun 2003. Pada tahun 1996, penduduk Kota Medan berjumlah 1.730.725 jiwa, dan menjadi 1.993.601 jiwa JUMLAH PENDUDUK KOTA MEDAN TAHUN 1996 - 2003 pada akhir tahun 2003. Pertumbuhan penduduk rata-rata adalah 0,68%. 2.000.000 Pertumbuhan tertinggi 1.980.000 terjadi pada tahun 2002, 1.960.000 yaitu sebesar 1,94%, sedangkan pertumbuhan 1.940.000 terendah sebesar 0,08% 1.920.000 terjadi pada tahun 1999. 1.900.000 Jumlah penduduk Kota 1.880.000 Medan tahun 1996 1.860.000 sampai dengan tahun 2003 dapat dilihat pada 1.840.000 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 grafik di sebelah. TAHUN

Sebaran dan Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk rata-rata Kota Medan adalah 7.520 jiwa/km2. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di kecamatan Medan Perjuangan (22.813 jiwa/km2), sedangkan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah yaitu kecamatan Medan Labuhan (2.551 jiwa/km2). Selengkapnya dapat dilihat pada tabel III.2. Komposisi penduduk Kota Medan pada akhir tahun 2003 terdiri dari laki-laki sebanyak 990.216 orang (49,67%) dan perempuan sebanyak 1.003.386 (50,33%). Penduduk kelompok umur 15 – 64 tahun merupakan penduduk terbanyak, yaitu 1.365.218 orang (68,48% dari jumlah penduduk). Hal ini perlu diperhatikan karena usia tersebut merupakan usia produktif.

TABEL III 2. SEBARAN DAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA MEDAN TAHUN 2002 NO

KECAMATAN

JUMLAH KELURAHAN

1 Medan Tuntungan 2 Medan Johor 3 Medan Amplas 4 Medan Denai 5 Medan Area 6 Medan Kota 7 Medan Maimun 8 Medan Polonia 9 Medan Baru 10 Medan Selayang 11 Medan Sunggal 12 Medan Helvetia 13 Medan Petisah 14 Medan Barat 15 Medan Timur 16 Medan Perjuangan 17 Medan Tembung 18 Medan Deli 19 Medan Labuhan 20 Medan Marelan 21 Medan Belawan JUMLAH TOTAL

9 6 7 12 12 6 5 6 6 6 6 7 6 7 11 9 7 6 5 6 6 151

PENDUDUK

LUAS (KM2) 20,68 12,81 14,58 11,19 9,05 7,99 5,27 5,52 5,84 9,01 2,98 15,44 13,16 6,82 5,33 7,76 4,09 20,84 36,67 23,82 26,25 265,10

JUMLAH 66.745 105.109 94.012 129.847 101.458 82.486 48.329 47.842 43.514 78.976 105.517 130.581 70.364 86.640 114.492 99.346 136.643 137.496 96.634 95.943 92.881 1.963.855

KEPADATAN 3.228 7.209 8.401 14.348 18.380 15.652 16.218 5.310 7.451 6.165 6.834 9.923 13.202 12.704 14.754 24.296 17.102 6.598 2.608 4.028 3.538 7.408

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2002 (Medan Dalam Angka 2002)

Tenaga Kerja Walaupun pembangunan Kota Medan menghasilkan kemajuan di berbagai bidang, masalah ketenagakerjaan tetap belum terselesaikan secara mendasar. Sebagai salah satu upaya mengatasi masalah ketenagakerjaan tersebut diambil langkah pembaharuan dengan menempatkan peran manusia (tenaga kerja) sebagai sasaran dan sekaligus motor utama pembangunan Kota. Strategi pembangunan Kota Medan diharapkan mampu mengubah pola pertumbuhan dan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang bertumpu kepada sumber daya manusia dan mendorong terciptanya lapangan kerja baru. Selain itu perlunya menciptakan iklim investasi yang kondusif dan kompetitif, penyediaan lokasi usaha, kemudahan usaha, pemberian insentif fiskal, infrastruktur perkotaan yang modern dan sebagainya, guna menarik investasi baik lokal, nasional maupun asing. TABEL III 3. PENCARI KERJA TERDAFTAR MENURUT JENIS KELAMIN TAHUN 1998-2001 Tahun 1998 1999 2000 2001

Belum ditempatkan Tahun Lalu L 10.736 12.941 18.272 20.439

P 13.205 12.119 22.003 29.340

Tercatat Tahun Ini L 6.405 8.125 4.216 3.778

P 9.538 10.292 9.787 7.325

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2002 (Medan Dalam Angka 2002)

Jumlah L 17.186 21.066 22.488 24.217

P 22.743 22.411 31.790 36.665

Tingkat peyerapan tenaga kerja pada tahun 2003 hanya mencapai 44,07% jika dibandingkan dengan penduduk usia kerja, atau sekitar 80,18% bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang termasuk kelompok angkatan kerja.

EKONOMI Kondisi Perekonomian Daerah Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 membawa pada pertumbuhan ekonomi nasional negatif. Kondisi ini juga berpengaruh terhadap perekonomian Kota Medan, dimana pada periode tahun 1998 laju pertumbuhan ekonomi Kota Medan mengalami penurunan hingga 18,11%. Namun pada tahun 1999 Pemerintah Kota Medan dengan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh berhasil memulihkan kondisi perekonomian Kota Medan hingga mengalami pertumbuhan mencapai 3,44%. Pada tahun 2001, laju pertumbuhan ekonomi Kota Medan terus meningkat hingga mengalami pertumbuhan sebesar 5,23%. Walaupun belum pulihnya perekonomian nasional, para pelaku ekonomi sudah mulai melakukan perbaikan dan antisipasi dibidang ekonomi dan didukung dengan suku bunga bank yang telah menurun, sehingga kegiatan ekonomi sektor riil mulai bergerak menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi di Kota Medan mengalami kenaikan positif. TABEL III 4. PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA MEDAN PER SEKTOR TAHUN 1997 - 2001 No

Tahun

Lapangan Usaha/Sektor

1 Pertanian 2 Penggalian 3 Industri 4 Listrik, Gas & Air 5 Bangunan 6 Perdagangan 7 Angkutan 8 Keuangan 9 Jasa PDRB

1997 6,92 5,20 6,37 6,06 5,21 11,79 6,26 6,48 4,14 7,73

1998 1,18 -26,12 -22,16 3,66 -32,60 -23,10 -19,82 -12,65 -12,15 -18,11

1999 1,28 28,73 1,35 5,10 26,26 10,20 2,42 -10,56 7,02 3,52

2000 9,43 24,87 3,25 4,92 15,36 3,82 9,84 1,41 5,06 5,40

2001 10,41 8,83 3,35 5,75 5,16 6,15 5,86 3,63 2,47 5,23

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2002 (Medan Dalam Angka 2002)

Struktur perekonomian Kota Medan didominasi oleh 4 (empat) lapangan usaha utama yaitu Industri Pengolahan (14,28%), Perdagangan, Hotel dan Restoran (28,10%), Pengangkutan dan Telekomunikasi (19,38%), serta Keuangan, Persewaan dan Jasa (14,42%). Keempat sektor ini memberikan kontribusi sekitar 76,18% terhadap perekonomian daerah. Pendapatan per kapita sebagai salah satu indikator untuk melihat tingkat kemakmuran masyarakat merupakan hasil pembagi antara PDRB dengan Jumlah Penduduk. Pendapatan per kapita masyarakat Kota Medan atas dasar harga berlaku pada tahun 2000 mencapai Rp. 6.264.429,65 atau mengalami kenaikan yang cukup besar bila dibandingkan dengan pendapatan per kapita pada tahun 1993 yang baru mencapai Rp. 2.402.155,05.

Bila didasarkan harga konstan tahun 1993, pendapatan per kapita masyarakat Kota Medan mengalami peningkatan dari Rp. 2.402.155,05 pada tahun 1993 menjadi Rp. 2.775.285,56 pada tahun 2000. Angka-angka ini menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu secara umum kesejahteraan masyarakat Kota Medan semakin meningkat. Guna mendukung perkembangan perekonomian Kota Medan, pemerintah menyediakan kawasan-kawasan industri dengan manajemen terpadu. Salah satu kawasan industri yang menyiapkan fasilitas investasi yang relatif lengkap adalah Kawasan Industri Medan, yang terletak di Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli, yang termasuk dalam WPP B. Kawasan Industri ini memiliki luas lebih kurang 514 Ha. Manajemen KIM Gambar III. 4. Pintu Gerbang Kawasan menyediakan hampir seluruh fasilitas Industri Medan yang dibutuhkan untuk mendukung proses produksi dan distribusinya seperti jaringan jalan yang menghubungkannya dengan pelabuhan laut Belawan dan Bandara Polonia, serta pusat-pusat perdagangan yang ada di Kota Medan, dan terminal antar propinsi. Juga tersedia kebutuhan tenaga listrik, air, telekomunikasi, Oxygen/nitrogen, unit pengolahan limbah besar, termasuk jaminan keamanan berusaha. Manajemen KIM juga siap membantu mendapatkan izin berusaha yang ditentukan dengan biaya dan waktu yang telah distandarisasi, sederhana, murah, cepat dan pasti. Harga tanah lokasi pabrik dan untuk keperluan lainnya seperti perkantoran dipastikan lebih murah sehingga dapat menekan biaya investasi yang harus dikeluarkan. Sampai saat ini berbagai jenis perusahaan industri mengambil lokasi investasinya di kawasan ini baik yang berskala besar, sedang maupun kecil. TABEL III 5. PERUSAHAAN DI KAWASAN INDUSTRI MEDAN (KIM) Keterangan Perusahaan Asing Perusahaan Swasta Nasional Fasilitas Kawasan Industri Medan : - Listrik - Air - Telepon - Gas Alam - Oksigen/Nitrogen - Unit Pengolah Limbah

Jumlah 17 86 120 MW 300 lt/detik 3000 line 12.000 Cal/m³ 1.350-1.500 m³/Hrs 4.500 m³/hari

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan, 2002 (Medan Dalam Angka 2002)

Kebijakan pengembangan sektor industri juga mencakup kebijakan pengembangan sub sektor industri kecil menengah (UKM). Salah satu strategi yang ditempuh adalah membangun lokasi khusus industri kecil menengah (UKM) yang diberi nama Perkampungan Industri Kecil (PIK). di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai, yang termasuk ke dalam WPP C. Kawasan ini memiliki luas 14.496 m2. Manajeman PIK juga menyediakan lahan dengan harga yang relatif murah dengan berbagai fasilitas produksi yang diperlukan seperti halnya KIM, termasuk bantuan mendapatkan mitra usaha, permodalan dan pelatihan kewirausahawan, manajemen produksi dan pemasaran untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan sehingga memiliki daya saing baik di pasar lokal, domestik maupun kebutuhan pasar

ekspornya. Sampai saat ini sejumlah pengusaha kecil menengah (UKM) telah mengambil lokasi di kawasan PIK, dengan berbagai jenis produk industri kecil menengah yang dihasilkan. Untuk mengantisipasi kebutuhan lokasi berusaha yang lebih besar pada masa datang sesuai dengan perkembangan industri yang ada khususnya memasuki era perdagangan bebas (AFTA/APEC, dan lain-lain), Kota Medan juga menyediakan kawasan yang disebut Kawasan Industri Baru (KIB) di Kecamatan Medan Labuhan dengan luas 650 Ha yang dapat diperluas mencapai 1000 ha. Seperti halnya kawasan industri yang sudah ada lebih dahulu, kawasan ini juga menyediakan berbagai fasilitas berproduksi yang dibutuhkan seperti tenaga listrik, air bersih, jaringan telepon, gas dan unit pengolahan limbah termasuk sarana pelabuhan. Kawasan ini juga termasuk kawasan berikat (bounded area), sehingga kebutuhan perizinan yang diperlukan diselenggarakan satu atap (one stop service) dan diselenggarakan oleh manajemen KIB secara langsung. TABEL III 6. Profil Infrastruktur Kawasan Industri Baru (KIB) Keterangan Area Ketinggian rata-rata Ukuran minimum Listrik Telepon Faksimili Suplai air Unit Pengolah Limbah Jalan primer Jalan sekunder

Jumlah 650 Ha 5,0 dpl 3.200 M² 270 MVA 2.000 lines 300 lines 30.000 M³/hari 48.000 M³/hari Lebar 26 M Lebar 24 M

Pada bidang Ekspor-Impor, aktivitas dilakukan bersama partner dagang dari Malaysia, Jerman, Inggris, Singapura, RRC, Belanda, Taiwan, Hongkong, dan negara-negara lainnya. Komoditi ekspor yang paling dominan menyumbangkan devisa adalah komoditi minyak dan lemak dengan nilai ekspor sekitar US$ 624,895.05. Nilai tersebut memberikan kontribusi sebesar 56,93% dari total nilai ekspor yang dicapai pada tahun 2003. TABEL III 7. VOLUME EKSPOR IMPOR BEBERAPA KOMODITAS MELALUI PELABUHAN BELAWAN TAHUN 2001 (TON) EKSPOR Minyak Sawit Biji Sawit Kayu Lapis Sayuran Karet Kayu untuk Dinding Lain-lain

VOLUME (TON) 2.128.308 644.570 120.095 40.219 43.438 23.836 187.437

Sumber : Administrator Pelabuhan Belawan, 2002

IMPOR Pupuk Kemasan Besi Pupuk Curah Makanan Hewan Jagung Gula Beras Garam Barang Hasil Industri Lain-lain

VOLUME (TON) 182.595 123.499 325.254 113.584 55.756 300.482 97.926 105.654 44.679 271.008

TABEL III 8. JUMLAH PASAR DAN PEDAGANG DI SETIAP KECAMATAN TAHUN 2001 Banyaknya Pasar 2 2 1 4 8 3 2 2 2 2 3 4 4 4 1 2 5 1 4 56

Kecamatan 1. Medan Tuntungan 2. Medan Johor 3. Medan Amplas 4. Medan Denai 5. Medan Area 6. Medan Kota 7. Medan Maimun 8. Medan Polonia 9. Medan Baru 10. Medan Selayang 11. Medan Sunggal 12. Medan Helvetia 13. Medan Petisah 14. Medan Barat 15. Medan Timur 16. Medan Perjuangan 17. Medan Tembung 18. Medan Deli 19. Medan Labuhan 20. Medan Marelan 21. Medan Belawan Jumlah Total

Luas Pasar (m2) 14.320,00 12.310,00 8.806,00 12.633,71 31.062,05 475,50 3.050,00 16.040,00 6.030,00 12.018,00 8.796,00 11.231,00 14.718,68 6.746,00 1.000,00 15.666,00 8.923,85 183.828,79

Jumlah Pedagang Pribumi Non Pribumi 6673 669 54 56 30 1.847 205 5.268 382 137 12 351 18 606 16 677 29 1.210 40 1.613 738 1.415 108 1.711 233 1.357 118 107 140 25 1.546 95 200 15 1.390 90 20.973 2.208

Sumber : PD Pasar Kota Medan dalam Medan Dalam Angka 2002

Keuangan Daerah Dari sisi penerimaan APBD kota Medan pada tahun 2002, penerimaan daerah yang terbesar berasal dari dana perimbangan yaitu sekitar 68% atau Rp 451.316.101.000,00 dari total nilai APBD sebesar Rp 663.506.522.000,00, sedangkan penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah menyumbang Rp 129.103.734.000,00 atau sekitar 19%. Sedangkan penerimaan lain cukup besar yaitu sebesar 52,5 milyar rupiah. TABEL III 9. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH 2002 URAIAN PENERIMAAN 1. Bagian Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu 2. Bagian Pendapatan Asli Daerah 3. Bagian Dana Perimbangan 4. Bagian Pinjaman daerah 5. Bagian Lain – lain Penerimaan yang Sah TOTAL PENGELUARAN 1. Belanja rutin Pos DPRD 17.611.718.000 2. Belanja Pembangunan TOTAL

JUMLAH (Rp) 30.586.687.000 451.316.101.000 0 52.500.000.000 663.506.522.000 524.653.679.000 138.852.843.000 663.506.522.000

Sumber : Pemerintah Kota Medan, 2002

Dari sisi pengeluaran, anggaran terbesar, diperuntukan bagi belanja rutin yaitu Rp 524.653.679.000,00 atau hampir 80%, sedangkan untuk belanja pembangunan, dialokasikan hanya sebesar Rp 138.852.843.000,00 atau sekitar 20%. Dengan alokasi

dana pembangunan yang cukup kecil dibandingkan dengan alokasi untuk belanja rutin, salah satu pertimbangan yang dipakai dalam menentukan kebijakan pengelolaan anggaran belanja adalah, belanja pembangunan difokuskan pada sektor yang bersifat cost recovery.

FASILITAS UMUM DAN SOSIAL Pendidikan Perbaikan tingkat pendidikan masyarakat Kota Medan cukup baik tentunya tidak terlepas dari tersedianya prasarana dan sarana pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, dan Sumberdaya Manusia yang menjadi tenaga pengajar di Kota Medan, seperti ditunjukkan pada tabel-tabel berikut.

TABEL III 10. JUMLAH SEKOLAH MENURUT TINGKAT SEKOLAH DAN STATUS TAHUN 2002 Tingkat Sekolah

Status Negeri

SD SLTP Umum SMU SMK Jumlah

Jumlah

Swasta 416 45 18 11 490

363 292 146 105 906

779 337 164 116 1396

Sumber: Dinas Pendidikan Nasional Kota Medan dalam Medan Dalam Angka 2002

TABEL III 11. JUMLAH PERGURUAN TINGGI SWASTA, MAHASISWA, DAN DOSEN MENURUT JENIS PERGURUAN TINGGI TAHUN 2002 Dosen

Ratio Dosen/ Mahasiswa

Perguruan Tinggi

Jumlah

Mahasiswa

Universitas Institut Sekolah Tinggi Akademi Politeknik Jumlah

17 2 50

74.063 9.921 18.197

Tetap (PNS) 606 52 87

Tetap 1.611 103 502

Tidak Tetap 2.253 266 718

36 5 110

4.759

20

175

367

1:8

106.940

765

2.391

3.634

1:16

1:17 1:24 1:14

Sumber: Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah I Medan

Fasilitas Kesehatan Sebagai kota metropolitan, fasilitas kesehatan di Kota Medan cukup memadai dan relatif tersebar sehingga memudahkan masyarakat untuk mencapainya. Fasilitas kesehatan tersebut meliputi Puskesmas, Balai Pengobatan, Rumah Bersalin dan Rumah Sakit, secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut.

TABEL III 12.

JUMLAH FASILITAS KESEHATAN MENURUT JENISNYA TAHUN 2002

Kecamatan

Puskesmas

Pustu

2 2 1 4 3 3 1 1 1 1 2 1 3 3 1 1 2 2 3 1 1 39

4 3 3 2 3 2 1 1 2 4 4 3 3 5 40

1. Medan Tuntungan 2. Medan Johor 3. Medan Amplas 4. Medan Denai 5. Medan Area 6. Medan Kota 7. Medan Maimun 8. Medan Polonia 9. Medan Baru 10. Medan Selayang 11. Medan Sunggal 12. Medan Helvetia 13. Medan Petisah 14. Medan Barat 15. Medan Timur 16. Medan Perjuangan 17. Medan Tembung 18. Medan Deli 19. Medan Labuhan 20. Medan Marelan 21. Medan Belawan Jumlah Total

BPU 3 8 10 19 10 12 6 4 5 7 12 8 5 11 10 7 10 10 8 6 20 191

Rumah Bersalin

Rumah Sakit

5 9 12 30 6 6 1 1 4 5 8 6 5 8 3 10 13 7 2 6 147

2 1 2 4 2 7 4 1 4 6 2 1 3 2 2 4 47

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Medan dalam Medan Dalam Angka 2002

PRASARANA DAN SARANA PERMUKIMAN Komponen Air Bersih Kebutuhan air bersih Kota Medan dikelola oleh PDAM Tirtanadi Medan. Sumber air baku berasal dari pengambilan air permukaan, sumur dalam dan dari mata air. Total kapasitas sumber air yang ada di Kota Medan adalah sebesar 3.920 liter/detik. Produksi aktual dari unit-unit pengolahan yang ada, adalah sebesar 127.492.741 m3/th, sedangkan total air yang didistribusikan sebanyak 125.232.581 m3/th. Berikut ini adalah tabel produksi dan distribusi air bersih yang dikelola PDAM Tirtanadi Medan. TABEL III 13. PRODUKSI AIR MINUM DI KOTA MEDAN PADA TAHUN 2003 No.

Sumber Air Baku

Kapasitas (liter/detik)

1. Sungai 2. Danau 3. Waduk 4. Mata air 5. Sumur bor 6. Lainnya Jumlah

3.300 600 143 4.043

Produksi (m3/tahun)

127.492.741

Distribusi (m3/tahun)

125.232.581

Sumber: PDAM Tirtanadi Kota Medan

Jumlah sambungan rumah sampai tahun 2003 adalah sebanyak 289.405 sambungan, yang terbagi dalam kategori Rumah Tangga, Niaga, Industri, Sosial dan Instansi.

Cakupan layanan rumah tangga (domestik) dan non domestik sebesar 87%, dengan cakupan area pelayanan sekitar 95%. Angka kebocoran saat ini adalah sekitar 20%. Jumlah pelanggan air minum, berdasarkan kategori pelanggan di Kota Medan, dapat dilihat dalam tabel berikut ini. TABEL III 14. JUMLAH PELANGGAN AIR MINUM PDAM TIRTANADI KOTA MEDAN TAHUN 2003 No.

Kategori Pelanggan

Sambungan / SL

1. Sosial 2. Rumah Tangga 3. Instansi 4. Niaga 5. Industri 6. Hidran Umum Total Pelanggan

8.315 256.709 57.993 21.154 407 108 289.405

Sumber : PDAM Tirtanadi Kota Medan

Jumlah total air terjual adalah sebanyak 80.445,65 m3, dengan nilai total penjualan sebesar Rp 123.624.852,00. Tarif rata-rata harga air saat ini adalah Rp 1.536,75. Daftar tarif air minum berdasarkan kategori pelanggan disajikan dalam tabel berikut ini. TABEL III 15. TARIF AIR MINUM BERDASARKAN KATEGORI PELANGGAN No.

Kategori Pelanggan

Tarif (Rp)

1 Sosial 2 Rumah Tangga 3 Instansi 4 Niaga 5 Industri Tarif Rata-Rata

335,00 678,75 880,00 2.885,00 2.905,00 1.536,75

Sumber: PDAM Tirtanadi Kota Medan

Dengan asumsi kebocoran yang diperbolehkan untuk Kota Metropolitan sebesar 15%, dan kebutuhan ideal adalah 185 liter/orang/hari, maka kebutuhan air bersih untuk Kota Medan disajikan dalam tabel berikut ini. TABEL III 16. KEBUTUHAN AIR BERSIH KOTA MEDAN Jumlah Penduduk 1.963.855

Kapasitas Produksi Eksisting liter/detik liter/hari 4.043 349.315.200

Kebutuhan Ideal Kota Metropolitan

Kebutuhan Total (Lt//hr)

Selisih (Lt//hr)

185 liter/orang/hari

363.313.175

13.997.975

Sumber: analisis

Dari tabel tersebut diatas, maka Kota Medan dengan jumlah penduduk 1.963.855 jiwa, membutuhkan air bersih sebesar 363.313.175 liter/hari. Jumlah ini didapatkan dari jumlah penduduk x 185 liter/orang/hari. Namun PDAM Kota Medan baru dapat memproduksi sebanyak 349.315.200 liter/hari. Sehingga masih dibutuhkan kapasitas produksi sebanyak 13.997.975 liter/hari, atau 162 liter/detik.

Komponen persampahan Persampahan di Kota Medan dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan. Selain itu, pengelolaan persampahan di Kota Medan juga dilaksanakan oleh pihak swasta, khususnya pada kawasan pusat pemerintahan dan jalan-jalan protokol.

Volume sampah yang diproduksi penduduk Kota Medan mencapai 5.710 m3/hari. Masalah utama dalam sektor persampahan di Kota Medan, adalah masih banyaknya illegal dumping. Hal tersebut disebabkan karena tingkat kesadaran penduduk yang masih kurang. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang melayani pembuangan sampah untuk penduduk Kota Medan terdapat di dua lokasi, yaitu di TPA Kampung Tejun dan TPA Namo Bintang. Luas area kedua TPA tersebut adalah 25 Ha. Status tanah TPA adalah milik Pemerintah Kota Medan.

Gambar III. 5. Kegiatan di TPA Namo Bintang

Akibat keterbatasan anggaran, pengoperasian kedua TPA tersebut menggunakan sistem open dumping, walaupun disain awalnya adalah sanitary landfill.

Dengan asumsi timbulan sampah untuk kota metropolitan sebesar 3,5 liter/orang/hari, maka kebutuhan komponen persampahan Kota Medan disajikan dalam tabel berikut. TABEL III 17. KEBUTUHAN KOMPONEN SAMPAH KOTA MEDAN Jumlah Penduduk (jiwa)

Timbulan Sampah Kota Metro

Perkiraan timbulan sampah total

Sampah yang terangkut

Selisih

1.963.855

3,5 liter/orang/hari

6.873,49 m3

5.710 m3

1.163,49 m3

Sumber: Analisis

Sesuai dengan standar kota Metropolitan, yaitu tingkat timbulan sampah sebanyak 3,5 liter/orang/hari, Kota Medan dengan jumlah penduduk 1.963.855 jiwa, menghasilkan 6.873,49 m3 timbulan sampah. Jumlah ini didapatkan dari jumlah penduduk x 3,5/1000. Namun Kota Medan baru dapat mengelola sebanyak 5.710 m3. Sehingga banyaknya sampah yang belum terlayani adalah 1.163,49 m3.

Komponen Jalan dan Transportasi Pembangunan jaringan jalan di Kota Medan diutamakan untuk mendukung sektor ekonomi modern, khususnya industri ekspor. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi produksi dengan menekan biaya pengangkutan, menciptakan akses kepada pasar regional dan internasional sekaligus memperluas pelayanan jasa perkotaan. Kota Medan telah dilengkapi dengan prasarana jalan tol Belmera yang menghubungkan pusat produksi dan Pelabuhan Belawan dengan Tanjung Morawa. Dalam koordinasi pemerintah propinsi, direncanakan pembangunan jalan tol MedanBinjai dan Medan-Tebing Tinggi sehingga melengkapi kebutuhan jaringan jalan Kota Medan dengan daerah-daerah hinterland-nya. Disamping itu Kota Medan juga didukung oleh jaringan jalan lintas Sumatera-Jawa yang menghubungkan seluruh propinsi yang ada di pulau Sumatera-Jawa dengan armada transportasi orang dan barang. Untuk mendukung kelancaran transportasi dalam kota, Kota Medan juga didukung oleh jembatan layang, terminal dan sarana transportasi perkeretaapian juga sudah sejak lama merupakan sarana pengangkutan orang dan barang yang digunakan untuk masuk dan keluar Kota Medan.

TABEL III 18. PANJANG JALAN MENURUT JENIS PERMUKAAN, KONDISI DAN KELAS JALAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2002 Uraian

Panjang Jalan Menurut Status (km)

Jumlah (km)

Negara

Propinsi

Kabupaten/Kota

56,86 56,86

70,70 70,70

2.433,39 12,43 505,56 2.951,38

2.560,95 12,43 505,56 2.951,38

56,86 56,86

70,70 70,70

1.712,89 575,97 156,96 505,56 2.951,38

1.840,45 575,97 156,96 505,56 3.078,94

56,86 56,86

70,70 70,70

96,03 566,47 762,58 1.010,66 515,64 2.951,38

127,56 96,03 566,47 762,58 1.010,66 515,64 3.078,94

I. Jenis Permukaan a. Aspal b. Kerikil c. Tanah d. Tidak diperinci Jumlah II. Kondisi Jalan a. Baik b. Sedang c. Rusak d. Rusak berat e. Tidak Diperinci Jumlah III. Kelas Jalan a. Kelas I b. Kelas II c. Kelas III d. Kelas III A e. Kelas IV f. Kelas V g. Tidak diperinci Jumlah 2002

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

TABEL III 19. PANJANG JALAN BERDASARKAN PENANGGUNGJAWAB PENGELOLAAN DI KOTA MEDAN TAHUN 1998 – 2001 Tahun 1998 1999 2000 2001 2002

Panjang Jalan Menurut Status (km) Negara 75,51 75,51 75,51 56,86 56,86

Propinsi 25,07 25,07 25,07 70,70 70,70

Kabupaten/Kota 2.250,78 2.250,78 2.250,78 2.951,38 2.951,38

Jumlah (km) 2.351,36 2.351,36 2.351,36 3.078,94 3.078,94

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan

Dari tabel diatas juga dapat dilihat, bahwa selama tiga tahun sejak 1998 sampai dengan tahun 2000 tidak terjadi pertambahan panjang jalan, demikian juga halnya dari tahun 2001 hingga 2002. Pada tahun 2001 tercatat panjang jalan yang ada 3.078,94 km, sedang pada tahun 2000 tercatat panjang jalan 2.351,36 km. Berarti dalam satu tahun panjang jalan bertambah sebesar 727,58 km. Akan tetapi 515,64 km diantaranya tidak diperinci baik jenis permukaan, kondisi jalan, maupun kelas jalannya. Hal ini menunjukkan bahwa sistem basis data menyangkut jalan perkotaan di Medan belum berjalan dengan baik. Fenomena menarik lainnya adalah, panjang jalan nasional berkurang sepanjang 18,65 km pada tahun 2001, sedangkan jalan propinsi bertambah sepanjang 45,63 km. Adapun kondisi prasarana jalan yang ada pada tahun 2002 tercatat 1.840,45 km dalam kondisi baik, 575,97 km dalam kondisi sedang, dan 156,96 km rusak. Sedangkan dalam kondisi rusak berat 0 km dan yang tidak terperinci 505,56 km.

Kota Medan memiliki fasilitas bandara internasional yaitu Bandara Polonia, yang melayani hampir seluruh jalur penerbangan domestik dan internasional baik orang maupun barang (ekspor-import). Bandara Polonia terletak di pusat Kota Medan dengan berbagai fasilitas yang relatif lengkap, seperti terminal domestik dan internasional yang terpisah, lapangan parkir, pendaftaran keberangkatan, pelayanan pabean, ruang tunggu, pelayanan imigrasi dan ruang kedatangan yang didukung sumber daya manusia dan teknologi kenyamanan dan keamanan penumpang yang tinggi.

Gambar III. 6. Jalan di Kawasan Merdeka

Gambar III. 7. Gerbang Pelabuhan Belawan

Guna melayani angkutan laut, Kota Medan memiliki Pelabuhan Belawan. Selain melayani angkutan penumpang, Pelabuhan Belawan juga dilengkapi pelabuhan peti kemas dengan teknologi tinggi guna melayani angkutan barang. Pelabuhan Belawan merupakan pintu gerbang laut yang menghubungkan Kota Medan dengan seluruh kota-kota besar di Indonesia sebagai Jakarta, Surabaya, Ujung Pandang, dan lain-lain termasuk berbagai pelabuhan laut negara sahabat seperti Malaysia, Singapura, dan lain-lain. Dengan demikian pelabuhan laut Belawan telah menjadi pusat ekspor-impor barang antar pulau dan negara yang cukup penting di Selat Malaka, dan termasuk salah satu pelabuhan laut tersibuk dan terpadat di Indonesia.

Komponen Sanitasi Tujuan pengelolaan air limbah domestik Kota Medan adalah memperbaiki kualitas sarana lingkungan perkotaan melalui pengolahan air limbah domestik sebelum dibuang ke badan air, sehingga air limbah tersebut tidak mencemari lingkungan. Pengolahan yang dilakukan di IPAL Cemara memanfaatkan aktivitas mikroorganisme yang hidup di dalam air limbah. Dalam aktivitas tersebut, tidak diperlukan adanya tambahan bahan kimia, karena air limbah domestik sebagian besar merupakan bahan makanan untuk organisme tersebut. Sesuai dengan rencana induk, pengelolaan air limbah domestik Kota Medan dibagi dalam tiga tahap, yaitu: 1. Tahap I dengan luas area pelayanan 520 ha (168.000 orang) 2. Tahap II dengan luas area pelayanan 480 ha (91.000 orang) 3. Tahap III dengan luas area pelayanan 1200 ha (313.700 orang) Tetapi dengan alasan tidak adanya anggaran, baru tahap I saja yang selesai dibangun seluas 429 ha (95% dari rencana awal). Daerah pelayanan dibagi dalam beberapa zona pelayanan, yaitu: Zona I, Zona II, Zona III, Zona IV, Zona V, Zona VI (belum dibangun), Zona VII, dan Zona VIII. Selain melayani Kota Medan, IPAL ini juga melayani air limbah domestik dari Perumahan Cemara Asri seluas 75 ha. Saat ini, kapasitas air limbah yang diolah di IPAL Cemara sebesar 16.000 m³/hari dari rencana 60.000 m³/hari. Panjang pipa air

limbah yang telah terpasang sepanjang 130.080 meter dengan diameter dan kedalaman yang beragam. Unit-unit yang digunakan pada IPAL Cemara adalah sebagai berikut: 1. Intake 2. Screw Pump 3. Saringan kasar dan halus 4. Grit Chamber 5. Splitter Box 6. UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket) 7. Skimming Tank 8. Kolam Aerasi 9. Kolam Fakultatif 10. Outlet 11. Sludge Drying Beds 12. Gas Holder Tank Pengelolaan IPAL Cemara Kota Medan saat ini ditangani oleh PDAM Tirtanadi, Medan. Tarif retribusi air limbah yang dikenakan pada pelanggan berkisar antara Rp 25 – Rp 575 per meter persegi. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. TABEL III 20. RETRIBUSI AIR LIMBAH IPAL KOTA MEDAN Golongan Pelanggan

Tipe

Kelas A Rp / m²

Kelas B Rp / m²

1. Sosial S a. Sosial Umum S.1 25 25 b. Sosial Khusus S.2 35 55 2. Non Niaga NA a. Rumah Tangga “A” NA.1 45 65 b. Rumah Tangga “B” NA.2 55 75 c. Rumah Tangga “C” NA.3 65 80 d. Rumah Tangga “D” NA.4 70 85 e. Kedutaan/Konsulat NA.5 80 100 f. Instansi Pemerintah/TNI NA.6 55 95 3. Niaga N a. Niaga Kecil N.1 140 140 b. Niaga Besar N.2 175 175 4. Industri IN a. Industri Kecil IN.1 170 170 b. Industri Besar IN.2 175 175 5. Niaga Khusus 575 575 NK Keterangan: Tarif Kelas A digunakan jika pemakaian air minum < 30 m³ / bulan Tarif Kelas B digunakan jika pemakaian air minum > 30 m³ / bulan Pelanggan air limbah yang belum menjadi pelanggan air minum dikenakan tarif kelas A Retribusi yang dibayar pelanggan adalah: TARIF X LUAS BANGUNAN (minimal 100 m²) Sumber: PDAM Tirtanadi Medan

Struktur tarif seperti ini belum dapat memberikan keuntungan kepada PDAM Tirtanadi, dan dirasakan hanya membebani keuangan PDAM Tirtanadi Medan. Akan tetapi keinginan pengelola untuk menaikkan tarif masih terbentur pada rendahnya kemauan masyarakat untuk membayar (willingness to pay) retribusi air limbah.

Gambar III. 8. instalasi IPAL ”Pemisah pasir”

Gambar III. 9. instalasi IPAL UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket)

CITRA KOTA MEDAN DALAM ARSIP

Arsip Nasional Republik Indonesia

Jl. Ampera Raya No. 7, Cilandak Timur, Jakarta 12560 Telp. 62-21-7805851, Fax.62-21-7810280, 7805812 http//www.anri.go.id, e-mail: [email protected]

Peta Wilayah Kota Medan, 2003 Sumber : Badan Informasi Geospasial

Citra Kota Medan Dalam Arsip

i

Lambang Pemerintah Kota Medan

Citra Kota Medan Dalam Arsip

ii

Drs. H. Rahudman Harahap, M.M Walikota Medan 2010 - 2015

Citra Kota Medan Dalam Arsip

iii

Drs. H. T. Dzulmi Eldin S, M.Si Wakil Walikota Medan 2010 - 2015

Citra Kota Medan Dalam Arsip

iv

Drs. H. Amiruddin Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan

Citra Kota Medan Dalam Arsip

v

Ir. Syaiful Bahri Lubis, MSi Sekretaris Daerah Kota Medan

Citra Kota Medan Dalam Arsip

vi

MUSYAWARAH PIMPINAN DAERAH KOTA MEDAN

Komisaris Besar Polisi, Drs. Monang Situmorang, SH, MSi Kepala Kepolisian Resort Kota Medan

blm ada

Bambang Irawan Pribadi, SH Kepala Kejaksaan Negeri Kota Medan

Citra Kota Medan Dalam Arsip

Letnan Kolonel, Doni Hutabarat Dandim 0201/BS

blm ada

Erwin Mangatas Malau, SH, MH Kepala Pengadilan Negeri Kota Medan

vii

Walikota Medan Periode : 1945 - 2009

MR. Luat Siregar Periode 1945

MR. M. Yusuf Periode 1945-1947

H. Muda Siregar Periode 1954-1958

Madja Purba Periode 1958-1961

Basyrah Lubis Periode 1961-1964

Aminurrasyid Periode 1965-1966

Drs. Sjoerkani Periode 1966-1974

A. M Saleh Arifin Periode 1974-1980

H. Bachtiar Djafar Periode 1990-2000

Djaidin Purba Periode 1947-1952

Drs. H. Abdillah, Ak, MBA Periode 2000-2008

Citra Kota Medan Dalam Arsip

A. M. Jalaludin Periode 1952-1954

P. R. Telaumbanua Periode 1964-1965

H. A. S. Rangkuti Periode 1980-1990

Drs. H. Afifuddin Lubis, M.Si Periode 2008-2009

viii

SAMBUTAN KEPALA ARSIP NASIONAL RI

Citra Kota Medan Dalam Arsip

ix

SAMBUTAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Indonesia yang terdiri atas beribu-ribu pulau, berbagai suku, agama dan budaya dalam perjalanan sejarahnya penuh dengan dinamika. Keindahan Indonesia terletak pada keberagaman tersebut dan warna pelangi yang disandangnya, seperti yang telah dipatrikan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Keberagaman dan warna pelangi tersebut juga terekam pada arsip yang merupakan warisan nasional. Sehingga tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa : “Dari semua aset negara yang ada, arsip adalah aset negara yang paling berharga. Ia merupakan warisan nasional yang perlu dipelihara dan dilestarikan dari generasi ke generasi. Tingkat keberadaban suatu bangsa dapat dilihat dari pemeliharaan dan pelestarian arsipnya”. Kota Medan merupakan salah satu daerah penting di Indonesia. Dalam perjalanan sejarahnya hingga menjadi salah satu kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) penuh dengan dinamika. Dinamika tersebut juga terekam dalam arsip. Dari arsip-arsip yang disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) disusunlah suatu program, yang disebut dengan Program Citra Daerah. Program Citra Daerah pada dasarnya merupakan kegiatan pengungkapan kembali memori kolektif daerah. Program ini dibuat untuk mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai budaya bangsa dan nilai kebangsaan, memupuk rasa cinta tanah air dan mencegah disintegrasi bangsa. Hal ini didukung data dan fakta yang terkandung dalam arsip yang merefleksikan bagaimana suatu daerah ikut memberi warna dan corak dalam sejarah perjalanan bangsa dari masa ke masa. Dengan mencermati data dan fakta tersebut akan diperoleh informasi akurat dan obyektif mengenai peran masing-masing daerah dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai NKRI.

Citra Kota Medan Dalam Arsip

x

Materi Citra Daerah mencakup arsip yang berupa teks, peta, foto dan film sebagai satu kesatuan. Di dalamnya akan tampak sebuah dinamika kolektif menuju pembentukan bangsa dan negara Indonesia. Sebuah perjuangan kolektif yang terbentuk atas dasar kesadaran sejarah. Pengalaman sejarah suatu bangsa adalah riwayat hidup bangsa itu sendiri. Apapun pengalaman yang dialami, duka, nestapa, darah, nyawa, dan pengorbanan untuk mencapai kemerdekaan, mengisi dan mempertahankan kemerdekaan serta membangun bangsa dan negara yang dicita-citakan bersama terekam dalam arsip, yang merupakan memori kolektif bangsa. Sebagai memori kolektif, dan jati diri bangsa serta warisan nasional, arsip tersebut menurut undang-undang kearsipan disebut arsip statis. Dengan mencermati lembar demi lembar arsip yang disajikan dalam Citra Daerah ini, akan diperoleh gambaran tentang dinamika berbangsa dan bernegara. Dengan semangat otonomi daerah dan dengan melihat latar belakang sejarah, Citra Daerah ini diharapkan dapat meluruskan dan meningkatkan pemahaman kita akan makna Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berayun ditengah derasnya arus globalisasi. Dengan demikian semangat otonomi daerah harus dipahami dalam makna yang bersifat integratif dan bukan disintegratif terhadap tatanan sosial budaya maupun politik kenegaraan Perlu disampaikan disini bahwa karena berbagai keterbatasan, Citra Daerah ini barulah berisi sebagian kecil dari seluruh arsip yang disimpan di ANRI. Oleh karena itu Citra Daerah ini diharapkan dapat merangsang tumbuhnya program lanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan. Terima Kasih. Jakarta, Juli 2012 Kepala

M. Asichin

Citra Kota Medan Dalam Arsip

xi

DAFTAR ISI Peta Kota Medan Lambang Pemerintah Kota Medan Walikota Medan Wakil Walikota Medan Ketua DPRD Kota Medan Sekretaris Daerah Kota Medan Musyawarah Pimpinan Daerah Kota Medan Walikota Medan Periode 1945 - 2009 Sambutan Kepala Arsip Nasional RI Daftar Isi PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Letak Geografis C. Keadaan Sosial Ekonomi D. Arti Lambang Kota Medan E. Perkembangan Sejarah 1. Periode Sebelum Kedatangan Bangsa Eropa 2. Periode Kolonialisme Bangsa Eropa 3. Periode Pendudukan Jepang 4. Periode Kemerdekaan Republik Indonesia F. Hari Jadi Kota Medan G. Kota Medan dalam Arsip H. Daftar Pustaka CITRA KOTA MEDAN DALAM ARSIP A. Geografis B. Pemerintahan C. Kesultanan D. Keagamaan E. Kebudayaan F. Pendidikan dan Olah Raga G. Kesehatan H. Pertanian dan Perkebunan I. Perindustrian J. Infrastruktur K. Transportasi Daftar Arsip Penutup

Citra Kota Medan Dalam Arsip

i ii iii iv v vi vii viii ix xii 1 2 5 6 9 10 10 11 14 16 19 20 29 31 32 43 76 84 108 118 137 148 175 195 206 226 242 xii

PENDAHULUAN

Citra Kota Medan Dalam Arsip

1

CITRA KOTA MEDAN DALAM ARSIP PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG etiap daerah memiliki keragaman dan keunikan masing-masing. Keragaman dan keunikan yang juga merupakan perbedaan bagi setiap daerah diharapkan justru memperkaya Negara Kesatuan Republik Indonesia; baik dari segi bahasa, suku, agama, kepercayaan dan kekayaan alamnya. Daerah, sebagai bentukan terkecil sebuah pemerintahan merupakan dasar dari sebuah pemerintahan yang kokoh disetiap wilayah Indonesia. Sehingga daerah sebagai suatu bentuk pemerintahan yang terkecil diharapkan mampu membangun pemahaman kita tentang bangsa (nation), dan rasa kebangsaan (nasionalisme). Perbedaan-perbedaan yang ada bagi setiap daerah inilah yang coba diangkat dalam buku citra daerah. Dua kata dalam kalimat ini yaitu kata “citra” dan “daerah”: Kata citra berarti penggambaran. Sedangkan kata “Daerah” adalah lingkungan sesuatu pemerintah atau kekuasaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Pencitraan inilah yang perlu diangkat guna memperkaya keaneka-ragaman Indonesia. Hal ini diharapkan dapat mempersatukan dan mempererat setiap daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada masa lalu eksistensi daerah terbentuk karena ikatan kultural yang melekat pada wilayah dan masyarakat. Dalam perkembangannya eksistensi dan dinamika daerah diwujudkan pada kemandirian dan prakarsa daerah yang bersangkutan untuk memajukan masyarakat dan wilayahnya. Dalam konteks tersebut keberhasilan yang dicapai suatu daerah akan menjadi sumbangan bagi keberhasilan dalam membangun sebuah bangsa.

Citra Kota Medan Dalam Arsip

2

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merupakan penyempurnaan dari Undang–Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah adalah upaya dasar yang melandasi keotonomian di daerah sebagai akibat dari adanya Reformasi di bidang pemerintahan. Hal ini menandai berbagai perubahan yang menjadi tonggak dimulainya era reformasi pada tahun 1998 di bidang politik, pemerintahan, hukum, ekonomi dan birokrasi. Reformasi dilandasi oleh keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan mempercerpat terwujudnya kesejahteraan rakyat, yang diwujudkan dalam bentuk otonomi daerah. Otonomi Daerah pada hakekatnya sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kemandirian daerah serta peran daerah dalam memberikan dan mendekatkan layanan prima kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintah dan pembangunan di daerahnya masing-masing secara optimal untuk menuju kesejahteraan rakyat. Pemberiaan otonomi daerah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi juga berarti mendorong berkembangnnya auto aktivitiet. Auto aktivitiet artinya bertindak sendiri, melaksanakan sendiri apa yang dianggap penting bagi lingkungannya sendiri. Dengan berkembangnya auto aktivitiet tercapailah apa yang dimaksud demokrasi yaitu pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri melainkan juga memperbaiki nasibnya sendiri. (Mohammad Hatta, 1957). Salah satu aspek yang cukup mendasar dengan penerapan otonomi daerah berkenaan dengan fungsi kearsipan adalah beralihnya kewenangan untuk mengelola arsip statis di daerah, dari ANRI kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota (Keputusan Presiden Nomor 105 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Arsip Statis). Untuk itu Pemerintah Daerah perlu diberikan informasi mengenai peristiwa masa lalu tentang daerah masing-masing agar Pemerintah Daerah dapat

Citra Kota Medan Dalam Arsip

3

mengembangkan upaya penyelamatan dan pelestarian arsip statisnya secara mandiri dan bertanggungjawab pada masa mendatang. Pemaknaan mengenai pentingnya masa lalu yang terekam dalam arsip harus dimaknai dari sudut pandang kearifan lokal dan nasional. Hal dilakukan dalam upaya mempertahankan nilai-nilai martabat bangsa sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembentukan nations and character building sesuai cita-cita dan nilai-nilai luhur bangsa sebagaimana diamanatkan oleh Presiden Republik Indonesia (Soekarno) pada tanggal 15 Juli 1963. Berdasarkan pada beberapa pertimbangan di atas, ANRI ikut serta berperan aktif untuk memberikan kontribusi nyata dalam memperkuat pelaksanaan otonomi daerah melalui Program Citra Daerah. Dengan semangat otonomi daerah dan dengan melihat latarbelakang sejarah, Citra Daerah ini diharapkan dapat memberikan informasi akurat dan obyektif mengenai peran masing-masing daerah dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta meluruskan dan meningkatkan pemahaman kita akan makna tegaknya NKRI. Dengan demikian semangat otonomi daerah harus dipahami dalam makna yang bersifat integratif dan bukan disintegratif terhadap tatanan sosial budaya maupun politik kenegaraan. Program Citra Daerah yang dikembangkan ANRI sejak tahun 2003 dilaksanakan dalam bentuk penyerahan hasil alih media berupa hard copy dan soft copy dari khazanah arsip statis yang tersimpan di ANRI kepada seluruh daerah di Indonesia. Salah satu Daerah yang menerima Program Citra Daerah pada tahun 2012 ini adalah Pemerintah Kota Medan. Arsip mengenai Kota Medan yang terdapat dalam naskah Citra Daerah ini mencakup kurun waktu mulai awal abad ke-20 sampai dengan abad ke-21, yaitu sejak masa kekuasaan Hindia Belanda sampai dengan

Citra Kota Medan Dalam Arsip

4

masa Republik Indonesia. Arsip tersebut berisikan informasi berbagai fenomena dan peristiwa yang terjadi di Kota Medan pada periode tersebut. Citra Kota Medan Dalam Arsip ini diharapkan dapat memupuk rasa cinta tanah air, berbangsa dan bernegara dalam bingkai NKRI bagi masyarakat Kota Medan pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Sebagaimana dapat kita simak dalam sambutan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara Pembekalan Wawasan Kebangsaan kepada peserta Pelayaran VI/2006 di Istana Negara pada 11 Juli 2005 yaitu: “Nasionalisme, Patriotisme, Wawasan Kebangsaan, Rasa Kebangsaan, Cinta Tanah Air adalah sesuatu yang harus kita kemas kini dan kita aplikasikan, kita aktualisasikan menghadapi tantangan masa sekarang ini”.

B. LETAK GEOGRAFIS Secara geografis Kota Medan terletak antara: 20.27’ - 20.47’ Lintang Utara 980.35’ - 980.44’ Bujur Timur dan berada pada 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan berbatasan dengan di sebelah Utara, Selatan, Barat danTimur dengan Kabupaten Deli Serdang. Secara administratif Kota Medan terbagi ke dalam 21 kecamatan dengan luas daerah sekitar 265,10 km². Kota ini merupakan pusat pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli. Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2009 berkisar antara 230C sampai dengan 24,10C dan suhu maksimum berkisar antara 30,60C sampai dengan 33,10C. Kelembaban udara di wilayah ini rata-rata 78-82%. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,42m/sec sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm.

Citra Kota Medan Dalam Arsip

5

Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2006 rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan menurut Stasiun Sampali 230,3 mm/bulan dan pada Stasiun Polonia 211,67 mm/bulan. Curah hujan ini digolongkan ke dalam dua macam yakni: Maksima Utama dan Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada bulan-bulan Oktober sampai dengan bulan Desember sedang Maksima Tambahan antara bulan Januari sampai dengan September. Penelitian dari Van Hissink tahun 1900 menyatakan bahwa secara umum jenis tanah di wilayah Kota Medan terdiri dari tanah liat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Sedangkan menurut penelitian Vriens tahun 1910 bahwa disamping jenis tanah-tanah tersebut ada juga jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat ini pada masa penjajahan Belanda dijadikan batu bata yang berkualitas tinggi. Deli Klei adalah salah satu pabrik batu bata di wilayah ini yang memproduksi batu bata berkualitas. Wilayah ini kemudian diberi nama Bakaran Batu atau saat ini namanya Medan Tenggara atau Menteng.

C. KEADAAN SOSIAL EKONOMI Kota medan sebagai kota terbesar di Sumatera Utara, menjadi kota urban bagi masyarakat Sumatera Utara khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Pertambahan penduduk selain dari angka kelahiran juga perpindahan penduduk dari daerah-daerah sekitar ke kota Medan. Program kependudukan Kota Medan seperti halnya di daerah Indonesia lainnya meliputi: pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak, perpanjangan usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus ditingkatkan.

Citra Kota Medan Dalam Arsip

6

JUMLAH PENDUDUK KOTA MEDAN HASIL SENSUS PENDUDUK TAHUN 2010 No.

Kecamatan

Laki-Laki

Perempuan

Jumlah

1

Medan Tuntungan

39,414

41,528

80,942

2

Medan Johor

61,085

62,766

123,851

3

Medan Amplas

56,175

56,968

113,143

4

Medan Denai

71,181

70,214

141,395

5

Medan Area

47,813

48,713

96,544

6

Medan Kota

35,239

37,341

72,580

7

Medan Maimun

19,411

20,170

39,581

8

Medan Polonia

25,989

26,805

52,794

9

Medan Baru

17,576

21,940

39,516

10

Medan Selayang

49,293

50,024

98,317

11

Medan Sunggal

55,403

57,341

112,744

12

Medan Helvetia

70,705

73,552

144,257

13

Medan Petisah

29,367

32,382

61,749

14

Medan Barat

34,733

36,038

70,771

15

Medan Timur

52,635

55,998

108,633

16

Medan Perjuangan

45,144

48,184

93,328

17

Medan Tembung

65,391

68,188

133,579

18

Medan Deli

84,520

82,273

166,793

19

Medan Labuhan

56,676

54,497

111,173

20

Medan Marelan

71,287

69,127

140,414

21

Medan Belawan

48,889

46,617

95,506

1,036,926

1,060,684

2,097,610

Jumlah

Sumber: BPS Kota Medan, 2012 Pembangunan kependudukan dilaksanakan dengan mempertimbangkan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup sehingga mobilitas dan persebaran penduduk tercapai optimal. Mobilitas dan persebaran penduduk yang optimal, berdasarkan pada adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Persebaran penduduk yang tidak didukung oleh lingkungan dan pembangunan akan menimbulkan masalah sosial yang kompleks, dimana penduduk menjadi beban bagi lingkungan maupun sebaliknya. Dibanding hasil Sensus Penduduk 2000, terjadi pertambahan penduduk sebesar 216.780 jiwa (11,38%). Dengan luas wilayah mencapai 265,10 km², kepadatan penduduk mencapai 8.001 jiwa/km².

Citra Kota Medan Dalam Arsip

7

Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya. Pertumbuhan ekonomi Kota Medan selama periode 2005-2007 meningkat rata-rata di atas 7,77%. Perubahan struktur ekonomi umumnya disebut transformasi struktural dan didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat (produksi dan pengangguran faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Berdasarkan perbandingan peranan dan kontribusi antar lapangan usaha terhadap PDRB pada kondisi harga berlaku tahun 2005-2007 menunjukkan, pada tahun 2005 sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 70,03%, sektor sekunder sebesar 26,91% dan sektor primer sebesar 3,06%. Lapangan usaha dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar 26,34%, sub sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65% dan sub sektor industri pengolahan sebesar 16,58%. Kontribusi tersebut tidak mengalami perubahan berarti bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2006. Sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 68,70%, sekunder sebesar 28,37% dan primer sebesar 2,93%. Masing-masing lapangan usaha yang dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran sebesar 25,98%, sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65%, industri jasa pengolahan sebesar 16,58% dan jasa keuangan 13,41%. T erhadap pertumbuhan ekonomi Kota Medan tahun 2009 sebesar 6,56%, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang perumbuhan sebesar 2,20%, disusul oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 1,85%, sektor bangunan 0,91%, sektor jasa-jasa 0,76%, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,43%, sektor industri 0,25%, sektor pertanian 0,10%, sektor listrik, gas dan air bersih 0,07% dan sektor pertambangan dan penggalian menyumbang pertumbuhan 0,00%. Untuk mendukung kegiatan ekonomi dan perdagangan baik lokal, regional maupun internasional serta sektor kepariwisataan, Kota Medan memiliki sarana Pelabuhan Laut Internasional Belawan. Pelabuhan Laut Internasional Belawan memiliki 2 (dua) sarana yaitu: Sarana Terminal Penumpang dan Terminal Peti Kemas.

Citra Kota Medan Dalam Arsip

8

D. Arti Lambang Kota Medan

Pengertian Lambang Kota Medan 1. 2. 3. 4. 5.

6.

7.

17 biji padi berarti tanggal 17 dari hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. 8 bunga kapas berati bulan 8 dari tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. 4 tiang dan 5 bahagian dari perisai berarti tahun 45 dari Proklamasi Indonesia. Satu bambu runcing yang terletak dibelakang perisai adalah lambang perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia. Lima bahan-bahan pokok yang terpenting dihadapan bambu runcing berarti Kemakmuran serta Keadilan Sosial yang merata ada dihadapan kita. Bintang yang bersinar lima adalah Bintang Nasional yang berarti bahwa hidup penduduk Kota Medan khususnya dan Indonesia umumnya akan bersinar-sinar bahagia dan lepas dari kemiskinan dan kemelaratan. Lima sinar bintang berarti lima bahan pokok terpenting yang diekspor dari Kota Medan dan lima bahagian perisasi berarti Pancasila yang menjadi Dasar Negara Republik Indonesia.

Motto Kota Medan Bekerja Sama dan Sama-sama Bekerja Untuk Kemajuan dan Kemakmuran Medan Kota Metropolitan.

Citra Kota Medan Dalam Arsip

9

E. PERKEMBANGAN SEJARAH E.1. Periode Sebelum Kedatangan Bangsa Eropa Pada awal perkembangannya Kota Medan merupakan sebuah kampung kecil bernama “Medan Putri”. Perkembangan Kampung “Medan Putri” tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung “Medan Putri” yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting. Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini. Guru Patimpus yang mendirikan kampung Medan Putri pada 1590 mempunyai anak pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di Kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh Dua Kuta adalah bertani dan menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan anak inipun laki-laki dinamai si Kecik. Pada zamannya Guru Patimpus merupakan tergolong orang yang berfikiran maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu) membaca Alqur’an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh. Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli in Woord en Beeld ditulis oleh N.Ten Cate. Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini merupakan benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua lapis berbentuk bundaran yang terdapat di pertemuan antara dua sungai yakni Sungai Deli dan sungai Babura. Rumah Administrateur terletak diseberang sungai dari kampung Medan. Kalau kita lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang ini.

Citra Kota Medan Dalam Arsip

10

Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdirinya Kampung Medan, Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim Panglimanya bernama Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan Aceh di Tanah Deli. Gocah Pahlawan membuka negeri baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampungkampung Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara. Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli. Pada tahun 1632, Gocah Pahlawan menikah dengan putri Datuk Sunggal. Setelah terjadi perkawinan ini raja-raja di Kampung Medan menyerah pada Gocah Pahlawan. Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya Tuanku Panglima Perunggit. Pada tahun 1669, Tuanku Panglima Perunggit kemudian memproklamirkan kemerdekaan Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh dengan ibukotanya di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.

E.2. Periode Kolonialisme Bangsa Eropa Kedatangan bangsa Eropa pertama kali ke Medan, dapat dicatat dengan kehadiran Jhon Anderson seorang berkebangsaan Inggris yang melakukan kunjungan ke Kampung Medan tahun 1823. Dalam bukunya Mission to the East Coast of Sumatera dicatat bahwa penduduk Kampung Medan pada waktu itu masih berjumlah 200 orang, tapi dia hanya melihat penduduk yang berdiam di pertemuan antara dua sungai tersebut. Anderson menyebutkan dalam bukunya (diterbitan di Edinburg, 1826) bahwa sepanjang Sungai Deli hingga ke dinding tembok Mesjid Kampung Medan di bangun dengan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar. Batu-batu ini diambil dari sebuah Candi Hindu Kuno di Jawa.

Citra Kota Medan Dalam Arsip

11

Pesatnya perkembangan Kampung “Medan Putri”, juga tidak terlepas dari perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Perkebunan tembakau di Deli semakin berkembang ketika pada tahun 1863, Sultan Deli memberikan kepada Nienhuys Van der Falk dan Elliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepassi, dekat Labuhan. Kemudian pada tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan de Deli Maatscapij di Labuhan. Perusahaan ini kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung “Medan Putri”. Dengan demikian “Kampung Medan Putri” menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai “Kota Medan” (sumber : www.pemkomedan.go.id) Menurut Volker, pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara. Belanda yang menjajah Nusantara kurang lebih setengah abad namun untuk menguasai Tanah Deli mereka sangat banyak mengalami tantangan yang tidak sedikit. Mereka mengalami perang di Jawa dengan pangeran Diponegoro sekitar tahun 1825-1830. Belanda sangat banyak mengalami kerugian sedangkan untuk menguasai Sumatera, Belanda juga berperang melawan Aceh, Minangkabau, dan Sisingamangaraja di

Citra Kota Medan Dalam Arsip

12

daerah Tapanuli. Jadi untuk Tanah Deli, Belanda hanya dapat menguasai kurang lebih 78 tahun mulai dari tahun 1864 sampai 1942. Penguasaan Belanda terhadap Tanah Deli baru dimulai setelah perang Jawa berakhir barulah Gubernur Jenderal Belanda J.Van den Bosch mengerahkan pasukannya ke Sumatera dan dia memperkirakan untuk menguasai Sumatera secara keseluruhan diperlukan waktu 25 tahun. Penaklukan Belanda atas Sumatera ini terhenti ditengah jalan karena Menteri Jajahan Belanda waktu itu J.C.Baud menyuruh mundur pasukan Belanda di Sumatera walaupun mereka telah mengalahkan Minangkabau yang dikenal dengan nama perang Paderi (1821-1837). Sultan Ismail yang berkuasa di Riau secara tiba-tiba diserang oleh pasukan Inggris yang dipimpin oleh Adam Wilson. Karena kekuatannya terbatas, maka Sultan Ismail meminta bantuan pada Belanda. Sejak saat itu terbukalah kesempatan bagi Belanda untuk menguasai Kerajaan Siak Sri Indrapura. Pada tanggal 1 Februari 1858 Belanda mendesak Sultan Ismail untuk menandatangani perjanjian agar daerah taklukan kerajaan Siak Sri Indrapura termasuk Deli, Langkat dan Serdang di Sumatera Timur masuk kekuasaan Belanda. Karena daerah Deli telah dikuasai Belanda maka Kampung Medan pun menjadi jajahan Belanda, walaupun kehadiran Belanda belum secara fisik menguasai Tanah Deli. Pada tahun 1858, Elisa Netscher diangkat menjadi Residen Wilayah Riau dan sejak itu pula dia mengangkat dirinya menjadi pembela Sultan Ismail yang berkuasa di kerajaan Siak. Tujuan Netscher itu adalah dengan duduknya dia sebagai pembela Sultan Ismail secara politis tentunya akan mudah bagi Netscher menguasai daerah taklukan kerajaan Siak yakni Deli yang di dalamnya termasuk Kampung Medan Putri. Medan Putri semakin lama semakin menjadi pusat perdagangan yang ramai dan mendorong Medan Putri menjadi pusat pemerintahan. Tahun 1879, Ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan. Pada tanggal 1 Maret 1887, Ibukota Residen Sumatera Timur

Citra Kota Medan Dalam Arsip

13

dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan, Istana Kesultanan Deli yang semula berada di Kampung Bahari (Labuhan) juga pindah dengan selesainya pembangunan Istana Maimoon pada tanggal 18 Mei 1891, dan dengan demikian Ibukota Deli telah resmi pindah ke Medan. Pada tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya menjadi Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi gemeente (Kota Praja) dengan mengangkat Walikota pertamanya Baron Daniel Mac Kay. Berdasarkan “Acte van Schenking” (Akte Hibah) Nomor 97 Notaris J.M. de-Hondt Junior, tanggal 30 Nopember 1918, Sultan Deli menyerahkan tanah kota Medan kepada Gemeente Medan, sehingga Medan resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan langsung Hindia Belanda. Pada masa awal Kotapraja ini, Medan masih terdiri dari 4 kampung, yaitu Kampung Kesawan, Kampung Sungai Rengas, Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir. Pada tahun 1918 penduduk Medan tercatat sebanyak 43.826 jiwa yang terdiri dari Eropa 409 orang, Indonesia 35.009 orang, Cina 8.269 orang dan Timur Asing lainnya 139 orang. Sejak itu Kota Medan berkembang semakin pesat. Berbagai fasilitas dibangun. Beberapa diantaranya adalah Kantor Stasiun Percobaan AVROS di Kampung Baru (1919), sekarang RISPA, hubungan Kereta Api Pangkalan Brandan - Besitang (1919), Konsulat Amerika (1919), Sekolah Guru Indonesia di Jl. H.M. Yamin sekarang (1923), Mingguan Soematra (1924), Perkumpulan Renang Medan (1924), Pusat Pasar, R.S. Elizabeth, Klinik Sakit Mata dan Lapangan Olah Raga Kebun Bunga (1929).

E.3. Periode Pendudukan Jepang Pada tahun 1942-1945 terjadilah Perang Asia-Pasifik yang melibatkan Jepang sebagai salah satu Negara adikuasa pada saat itu. Tahun 1942 Jepang mulai mendarat dibeberapa wilayah seperti Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan khusus di Sumatera Jepang mendarat di Sumatera Timur. Tentara Jepang yang mendarat di Sumatera adalah tentara XXV yang

Citra Kota Medan Dalam Arsip

14

berpangkalan di Shonanto yang lebih dikenal dengan nama Singapore, tepatnya mereka mendarat tanggal 11 malam 12 Maret 1942. Pasukan ini terdiri dari Divisi Garda Kemaharajaan ke-2 ditambah dengan Divisi ke-18 dipimpin langsung oleh Letnan Jenderal Nishimura. Ada empat tempat pendaratan tentara Jepang di Sumatera Timur, yaitu: Sabang, Ulele, Kuala Bugak (dekat Peurlak, Aceh Timur sekarang) dan Tanjung Tiram (kawasan Batubara sekarang). Pasukan tentara Jepang yang mendarat di kawasan Tanjung Tiram inilah yang masuk ke Kota Medan, mereka menaiki sepeda yang mereka beli dari rakyat disekitarnya secara barter. Mereka bersemboyan bahwa mereka membantu orang Asia karena mereka adalah saudara Tua orang-orang Asia sehingga mereka disambut kedatangannya oleh masyarakat. Ketika peralihan kekuasaan Belanda kepada Jepang Kota Medan kacau balau, orang pribumi mempergunakan kesempatan ini membalas dendam terhadap orang Belanda. Keadaan ini segera ditertibkan oleh tentara Jepang dengan mengerahkan pasukannya yang bernama “Kempetai“ (Polisi Militer Jepang). Dengan masuknya Jepang di Kota Medan keadaan segera berubah. Pemerintahan sipil yang pada zaman Belanda disebut “Gemeente Bestuur“ oleh Jepang diubah menjadi “Medan Sico“ (Pemerintahan Kotapraja). Yang menjabat pemerintahan sipil di tingkat Kotapraja Kota Medan ketika itu hingga berakhirnya kekuasaan Jepang bernama Hoyasakhi. Sedangkan untuk tingkat keresidenan di Sumatera Timur karena masyarakatnya heterogen disebut Syucokan yang ketika itu dijabat oleh T. Nakashima, pembantu Residen disebut dengan Gunseibu. Penguasaan tentara Jepang di Sumatera Timur semakin merajalela. Keadaan masyarakat Kota Medan semakin sengsara, karena dengan kondisi demikianlah menurut mereka semakin mudah menguasai seluruh Nusantara. Semboyan saudara Tua hanyalah semboyan saja. Untuk kebutuhan pangan tentara Jepang mengembangkan Kengrohositai sejenis pertanian kolektif yang berlokasi di Marindal (sebelah Timur

Citra Kota Medan Dalam Arsip

15

Kota Medan sekarang). Sedangkan untuk kemudahan transportasi udara dibangun lapangan terbang, di kawasan Titi Kuning Medan Johor sekarang tidak jauh dari Bandar udara Polonia sekarang. Seperti halnya di wilayah Indonesia lainnya, penindasan Jepang terhadap Masyarakat Kota Medan tersebut membuahkan pemberontakan dan perlawanan rakyat. Pemberontakan terus berlangsung sampai akhirnya Jepang kalah perang dari Sekutu pada pertengahan Tahun 1945. Pada 8 Agustus 1945, Hirosima dan Nagasaki dibom Sekutu. Sejak itu, Jepang mulai lemah dan akhirnya menyerah tanpa syarat pada tanggal 15 Agustus 1945.

E.4. Periode Kemerdekaan Republik Indonesia Setelah bom atom dijatuhkan di Nagasaki dan Hisroshima, akhirnya Jepang menyerah pada Sekutu. Kesempatan ini, akhirnya dimanfaatkan oleh Bangsa Indonesia untuk memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia yang dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno dan Mohammad Hatta, atas nama Bangsa Indonesia. Pada 18 Agustus 1945, Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) kemudian memilih Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, serta menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara, dan membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Setelah membahas laporan Panitia Kecil, PPKI pada 19 Agustus 1945 menetapkan pembagian wilayah Indonesia ke dalam delapan provinsi, yaitu Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Borneo, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi dan Maluku. Pada tanggal itu juga, Presiden menetapkan pengangkatan Gubernur Kepala Daerah Provinsi terhadap daerah-daerah tersebut, Residen Kepala Wilayah Karesidenan di Jawa, dan mengangkat beberapa bupati yang akan diperbantukan pada residen. Seluruh masyarakat Indonesia menyambut kemerdekaan ini dengan

Citra Kota Medan Dalam Arsip

16

suka cita dan gegap gempita, tidak terkecuali masyarakat Kota Medan. Kemerdekaan yang telah dikumandangkan di kota Medan disambut hangat oleh seluruh masyarakat Medan dengan mendatangi lapangan merdeka. Masyarakat berduyun-duyun menuju lapangan merdeka untuk turut merayakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sukacita masyarakat Medan tidak dapat berlangsung lama, hanya dengan hitungan bulan mereka harus menghadapi Belanda kembali. Karena Belanda bersama tentara sekutu hendak merebut kembali kemerdekaan yang telah diraih. Dalam menghadapi Belanda yang membonceng Tentara Sekutu masyarakat Kota Medan berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan. Tercatat setidaknya ada dua peristiwa heroik di Kota Medan dalam mempertahankan kemerdekaannya yaitu: Peristiwa Jalan Bali dan Pertempuran Medan Area. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan NICA (Nederlands Indies Civil Administration) yang membonceng tentara Sekutu, mendarat di Belawan memasuki Kota Medan dipimpin oleh Brondgeest. Pasukan sekutu ini menginap di Hotel Pension Wilhelmina Internatio, Jl. Bali Medan. Tanpa memikirkan sukacita dan semangat masyarakat Medan di hotel ini sekutu langsung mengibarkan bendera Belanda. Hal ini membuat masyarakat terbakar amarahnya. Sehingga terjadilah pertempuran antara Belanda dan Masyarakat Medan yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Jalan Bali. Dalam peristiwa ini seorang opsir Belanda yang bernama Groenberg tewas. Peristiwa ini dapat dikendalikan oleh Ahmad Tahir. Kedatangan Sekutu yang mendarat di Pelabuhan Belawan pada tanggal 9 Oktober 1945 bermaksud melakukan serah terima kekuasaan dari pihak Jepang kepada Sekutu. Pada tanggal 10 Oktober 1945 terjadilah penandatanganan naskah serah terima kekuasaan dari Jepang kepada Sekutu di wilayah Sumatera Utara yang dilakukan di atas kapal Venus milik Sekutu. Pihak Jepang dipimpin oleh Jendral Sawamura dan dari Sekutu dipimpin oleh Jendral Ted Kelly. Serah terima yang dilakukan ke dua belah pihak ini ternyata mereka lakukan tanpa sepengetahuan Indonesia. Seolah-olah mereka

Citra Kota Medan Dalam Arsip

17

tidak mengindahkan Kemerdekaan Indonesia yang baru beberapa bulan. Bahkan dengan kesombongan yang mereka miliki pada tanggal 1 Desember 1945, Inggris memperkuat posisi dan menentukan batasbatas daerah kekuasaannya. Batas-batas tersebut dipatok dengan papan yang bertuliskan FIXED BOUNDARIES MEDAN AREA. Pembuatan batasbatas di wilayah Medan ini membuat masyarakat Medan tersinggung. Pemuda-pemudi Kota Medan berkumpul dan melakukan perlawanan terhadap Belanda yang dikenal dengan Pertempuran Medan Area. Sejarah pemerintahan kota Medan mengalami perubahan dan perkembangannnya sejak kemerdekaan. Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat. Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan. Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/ 2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefenitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali menjadi 21 Kecamatan

Citra Kota Medan Dalam Arsip

18

yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis. Perkembangan wilayah Kota Medan sampai tahun 2012 telah diberkembang begitu cepat. Saaat ini Kota Medan terdiri dari 21 Kecamatan sebagai berikut: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Medan Tuntungan Medan Johor Medan Amplas Medan Denai Medan Area Medan Kota Medan Maimun Medan Polonia Medan Baru Medan Selayang Medan Sunggal Medan Helvetia Medan Petisah Medan Barat Medan Timur Medan Perjuangan Medan Tembung Medan Deli Medan Labuhan Medan Marelan Medan Belawan

F. HARI JADI KOTA MEDAN Hari jadi Kota Medan diperingati tiap tahun sejak tahun 1970 dan pada mulanya ditetapkan jatuh pada tanggal 1 April 1909. Tetapi tanggal ini mendapat bantahan yang cukup keras dari kalangan pers dan beberapa orang ahli sejarah karena itu, Walikota membentuk panitia sejarah hari jadi Kota Medan untuk melakukan penelitian dan penyelidikan. Berdasarkan Surat Keputusan Walikotamadya Medan Nomor 342 tanggal 25 Mei 1971 yang waktu itu dijabat oleh Drs. Sjoerkani dibentuklah Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan. Susunan Panitia:

Citra Kota Medan Dalam Arsip

19

Ketua Prof. Mahadi, SH., Sekretaris Syahruddin Siwan, MA, Anggotanya antara lain Ny. Mariam Darus, SH dan T.Luckman, SH. Dengan berbagai persidangan dan perjalanan panjang menetapkan bahwa perkampungan yang didirikan oleh Guru Patimpus (nenek moyang Datuk hamparan Perak) tanggal 1 Juli 1590 diusulkan kepada Walikota Medan untuk dijadikan sebagai hari jadi Kota Medan. Hasil ini kemudian dibawa ke Sidang DPRD Tk.II Medan untuk disahkan. Berdasarkan Sidang DPRD tanggal 10 Januari 1973 ditetapkan bahwa usul tersebut dapat disempurnakan. Sesuai dengan hal itu oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Medan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 74 tanggal 14 Februari 1973 agar Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan melanjutkan kegiatannya untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna. Berdasarkan perumusan yang dilakukan oleh Panitia Khusus Hari Jadi Kota Medan yang diketuai oleh M.A. Harahap bulan Maret 1975 ditetapkan bahwa tanggal 1 Juli 1590 merupakan hari jadi kota Medan dan sebagai landasannya adalah didirikannya Si Sepuluh Dua Kuta di Areal Medan. Secara resmi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk.II Medan menetapkan tanggal 1 Juli 1590 sebagai Hari Jadi Kota Medan dan mencabut Hari Ulang Tahun Kota Medan yang diperingati tanggal 1 April setiap tahunnya pada waktu-waktu sebelumnya.

G. KOTA MEDAN DALAM ARSIP Beragam arsip ditampilkan dalam khasanah Citra Daerah Kota Medan. Khazanah arsip yang ditampilkan meliputi arsip dari periode masa pendudukan Hindia Belanda sampai masa reformasi yang terekam dalam media tekstual maupun foto. Informasi pertama yang ditampilkan adalah arsip mengenai Geografi dan Keadaan Alam. Penjelasan geografi ini digambarkan melalui Arsip Peta, antara lain: Peta Pulau Sumatera yang dibuat oleh Du Bois 1819, Peta kota Medan yang dibagi dalam empat bagian 1930, Peta Pelabuhan Belawan, 1930 Peta jalan kereta api dan

Citra Kota Medan Dalam Arsip

20

tram di Deli, Medan 1930, Sungai Deli yang mengalir di tengah hutan, Medan 1930, Sungai Deli di Labuan, Medan 1930, Peta Kota Medan, 1943 Peta Medan, 1943, Peta Bandar Labuan 1943, Perencanaan tata ruang Kota Medan, 1945, Foto udara sekitar Pelabuhan Balai, Medan, 1950. Tampilan Citra Daerah dilanjutkan dengan, menampilkan arsip tentang Pemerintahan dan Kesultanan yang meliputi: Tempat tinggal Residen di Medan 1905; Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tentang biaya pengawasan perbatasan daerah dari MedanPematang Siantar-Toba sebesar f.2100, 20 Juni 1918; Gedung Balai Kota dan Javasche Bank 1925; Surat tentang perubahan pemerintahan di Sumatera Utara dilampiri dengan pembagian wilayah Sumut 30 November 1926; Surat tentang perubahan pemerintahan di Sumatera Utara dilampiri dengan pembagian wilayah Sumatera Utara 30 Nopember 1926; Balaikota di Medan 1930; Kantor Raad van Justitie (Kantor Kehakiman) di Medan 1930; Pelantikan Walikota Medan Djaidin Purba 1947; Masyarakat Medan berkumpul di alun-alun untuk mendengarkan pidato Mohammad Hatta dalam perjalanannya mengunjungi daerahdaerah Republik Indonesia dimana beliau akan menjelaskan hasil-hasil KMB di Medan 29 Nopember 1949; Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru dan Nyonya Indira Gandhi tiba di lapangan terbang Medan dalam rangka kunjungannya ke Medan 19 Juni 1950; Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru diapit Ny. San Tengku dan Dr. Mansur dalam acara kunjungan kerja ke Medan 19 Juni 1950; Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru sedang berpidato diatas mimbar dalam rangka kunjungan kerja ke Medan 19 Juni 1950; Pemandangan kerumunan masyarakat yang menghadiri rapat raksasa di Kota Medan dalam acara perjalanan Presiden Soekarno ke Sumatera Tengah dan Utara 20 Juli-2 Agustus 1951; Wakil Presiden Mohammad Hatta meninjau air terjun sungai Asahan Medan, tampak wakil Presiden sedang turun dari kapal ALRI di Belawan Medan, 21-25 Februari 1952; Presiden Soekarno

Citra Kota Medan Dalam Arsip

21

sedang ramah tamah dengan beberapa pejabat pemerintah dalam kunjungannya ke Medan, 12 Maret 1953; Presiden Soekarno tiba di Lapangan Terbang Polonia Medan, dalam rangka kunjungan kerja di Medan 21 Maret 1953; Wakil Presiden Mohammad Hatta di wawancarai wartawan di Bandara Polonia Medan dalam rangka kunjungan kerja ke Sumatera Utara 27 Juli 1953; Wakil Presiden Mohammad Hatta disambut barisan kehormatan dalam kunjungannya ke Medan 24 Oktober 1955; Wakil Presiden Mohammad Hatta berkunjung ke Medan 24 Oktober 1955; Presiden Soekarno berpidato pada rapat raksasa di alun-alun Kota Medan dalam perjalanannya ke Sumatera Utara, Tengah dan Selatan 5 Desember 1955;Suasana Penandatanganan naskah Timbang Terima Kepala Staf Tentara Teritorium I Bukit Barisan dari Letkol Adji kepada Letkol Djamin Ginting di Medan 29 Maret 1956; Malam perkenalan dengan Letkol John Lie Komandan Korvet GM di Medan 12 Agustus 1958; Fragmen UndangUndang Darurat Nomor 8 Tahun 1856 tentang Pembentukan Daerah Propinsi Sumatera Utara. Ditetapkan 14 Nopember 1956; Peringatan Hari Solidaritet Asia Afrika di Lapangan Merdeka Medan 27 April 1958; Upacara memperingati 50 tahun Hari Kebangkitan Nasional di Lapangan Merdeka Medan 20 Mei 1958; Kunjungan kerja Menteri Penerangan Sudibyo dan rombongan ke Medan 16 Februari 1959; Rapat raksasa menyambut kembalinya Undang-Undang Dasar 1945 di lapangan Merdeka Medan 19 April 1959. Missi militer Republik Rakyat Cina yang diketuai oleh Jenderal Cheng Wu mengunjungi Medan 10 Mei 1959; Gubernur Sultan Kumala Pontas menghadiahkan sehelai selendang ulos kepada misi militer Republik Rakyat Cina Jenderal Cheng Wu di Medan 10 Mei 1959; Para Jenderal dari Republik Rakyat Cina mengenakan selendang (ulos) didampingi Jenderal Gatot Subroto dalam rangka kunjungan di Medan 10 Mei 1959; Pidato Presiden Sukarno pada pertemuan massa di Bandara Polonia, Medan 7 September 1959; Fragmen Ceramah Presiden Sukarno dihadapan para pemimpin sipil, militer, partai, (golongan dan mahasiswa) di Gubernuran Medan 30 Juli 1961; Fragmen Pidato Presiden

Citra Kota Medan Dalam Arsip

22

Sukarno pada rapat raksasa di Lapangan Merdeka Medan 30 Juli 196; Fragmen Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1973 tentang Perluasan Daerah Kotamadya Medan 9 Mei 1973. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1992 tentang Pembentukan 18 (delapan belas) Kecamatan di Wilayah Kota-Kota Daerah Tingkat II Simalungun. Dairi, Tapanuli Selatan, Karo, Tapanuli Utara, tapanuli Tengah, Nias, Langkat, dan di Wilayah Kotamadya daerah Tingkat II Medan dalam Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, 13 Juli 1992. Suasana penobatan Sultan Deli, didampingi istrinya mengikuti acara penobatan dengan khidmat 1925; Istana Maimoon di Medan yang mulai di gunakan oleh Sultan Deli pada tahun 1891; Upacara perkawinan Sultan dari Deli di Istana Maimoon tampak pasangan mempelai bersanding 1930; Sultan Deli sedang memberi pengarahan di depan hadirin yang datang di masjid 29 November 1948; Foto udara Istana Sultan Deli yang berdekatan dengan Masjid Raya Medan 1930; Kunjungan Duta Besar, Bolivia Dr. German Quiroga Galdo ke Istana Deli Medan 4 Mei 1955; Rombongan missi kebudayaan Mesir berkunjung ke Mesjid Raya di Medan 4 Agustus 1956. Masalah Keagamaan dan Kebudayaan arsipnya terdiri dari: Masjid Kesultanan Deli yang merupakan Masjid Raya dengan arsitektur Melayu di Medan 1913; Rumah ibadah masyarakat Cina Padang Boelan Cina di Medan 1913; Bagian utama Masjid Raya Medan 1930; Kelenteng Cina di Medan 1930; Gereja Katolik Roma di Medan 1930; Gereja Kristen Protestan di Medan 1930; Sembahyang pada pemakamam Tjong Afieseorang Kapiten Cina dari Medan 1930; Pastor Mgr. De Jonge beramah tamah dengan anak-anak Suku Batak di Medan 1930; Kaum muslimin sedang melakukan sholat berjamaah di suatu masjid di Medan 1930; Para tokoh agama Islam sedang membicarakan perayaan gerebek besar di Medan 1930; Perayaan Maulid Nabi Gerebek Besar di Masjid Raya Medan 1930; Perayaan Gerebek Besar di Medan 1930; Masjid Sultan

Citra Kota Medan Dalam Arsip

23

Deli Medan dengan latar belakang Istana dilihat dari udara 1931; Gereja Protestan Medan 4 September 1950; Masjid Sultan Deli (Masjid Raya) di Medan 6 September 1950;Rombongan missi kebudayaan Mesir berfoto bersama di Masjid Raya Medan 4 Agustus 1956; Penetapan berdirinya organisasi Muhamadiyah cabang Tanjung Sari Medan 5 Desember 1962; Surat Penetapan Muhammadiyah cabang Medan Baru, Desember 1962; Surat dari Drs. Achmad Gani (Kepala Kanwil Departemen Agama Provinsi Sumut) kepada Wakil Presiden tentang perkembangan pembangunan asrama haji Medan 2 Desember 1967; Surat dari Gubernur Kepala Daerah Tk. I Sumatera Utara kepada Menteri Dalam Negeri tentang pemanfaatan Asrama Haji Udara Polonia Medan, 20 September 1980; Susunan pimpinan Muhammadiyah cabang Pasar Merah Medan masa jabatan 1978-1981; Sambutan Menteri agama RI yang disampaikan oleh H. Abdul Qadir Basalamah dalam pembukaan penataran TPHITKHI Embarkasi Polonia Medan 1982; Peserta penataran TPHI-TKHI Embarkasi Polonia Medan 1982. Pameran sapi berhias di Medan 1908; Pameran mobil hias di Deli Medan 1908; Umbul-umbul Cina dalam rangka pemakaman Tjong Afie (kapiten Cina) dari Medan 1921; Sepasang penari Melayu dari Medan 1930; Kawasan Pecinan di Medan 1930; Model payung salah satu hasil kerajinan di Medan 1936; Seorang wanita sedang menenun kain di Medan, 18 Juli 1948, Pertunjukan pencak silat di Medan, 1 Juli 1958, Sayembara tari Serampang Duabelas di Medan, 7 Agustus 1958. Arsip mengenai Pendidikan dan Olah Raga meliputi: Siswa dan guru berfoto bersama di depan sekolah, Medan, 1905, Bagian awal dari Keputusan Gubernur Jenderal tentang pemberian subsidi kepada Sekolah Pendidikan Guru Untuk Guru Sekolah Dasar Pribumi, 8 Mei 1911, Siswa-siswa sekolah Bijbel sedang berfoto bersama di depan sekolah, Medan, [1925], Siswa sekolah rumah sakit khusus wanita pribumi, Medan, 1925, Seorang guru sedang mengawasi siswa-siswa

Citra Kota Medan Dalam Arsip

24

sekolah “Senembah” Sumatera yang sedang membuat atap rumbia dari pelepah oliepalm, [1930] , Siswa-siswa sekolah umum sedang berbaris di depan sekolah pada acara pembukaan sekolah di Medan, [1935], Siswasiswa sekolah perkebunan sedang bekerja di perkebunan gunung rinteh, Medan, [1940], Walikota Medan A.M Djalaluddin memberi sambutan dalam rangka peresmian kursus pegawai Dinas C di Medan, 6 Oktober 1952, Defile rombongan Sumatera Utara pada pembukaan Pekan Olah Raga Nasional ke-3 di Stadion Teladan Medan, 20 September 1953, Menteri Sosial Sudibio mermberikan sambutan pada Dies Natalis IV Universitas Islam Sumatera Utara di Medan, 7 Januari 1956, Keramaian pekan kanak-kanak di Medan, 1 - 3 Juli 1957, Suasana keramaian Pekan kanak-kanak di Medan, Juli 1957, Fragmen Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1957 tentang Pendirian Universitas Sumatera Utara di Medan, 30 Oktober 1957, Fragmen Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0132/1969 tentang pemberian status negeri Sekolah Musik Indonesia di Medan, 12 November 1969, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0239/U/1977 tentang Pengesahan Status Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Medan, 1 Juli 1977, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0688/U/1977 tentang Pengesahan Status Akademi Bahasa Asing Yasphendar, Medan, 31 Desember 1977, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0111/U/1978 tentang Pengesahan Status Universitas Huria Kristen Batak Protestan Nomensen, Medan, 31 Meret 1978, Surat permohonan persetujuan pembangunan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara di Medan, 14 Maret 1985. Kesehatan: Salah satu rumah sakit di Medan, 1900, Rumah Sakit di Tuntungan Medan, 1900, Rumah Sakit Deli Maatschappij Medan, 1905, Beberapa pasien wanita di Rumah Sakit Deli Maatschappij Medan, 1905, Kamar operasi di Rumah Sakit Deli Maatschappij Medan, 1905,

Citra Kota Medan Dalam Arsip

25

Laboratorium Patologi di Medan, 1925, Rumah sakit khusus untuk orang Eropa di Medan, 1925, Rumah sakit khusus wanita pribumi, Medan, 1925, Vaksinasi terhadap penduduk di Medan, [1930], Pemandangan di sebuah bangsal rumah sakit di Medan, [1930], Pertanian dan Perkebunan meliputi; Surat Keputusan tentang ketentuan pendirian Deli Planters Vereeniging (Perkumpulan Penanam Deli) di Medan, 1890; Pemandangan di sekitar gedung pengeringan tembakau Deli, 1900; Bagian awal Surat Keputusan tentang statuten (ketentuan) Algemenee Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatera (AVROS) di Medan, 1919; Wilayah Sumatera Timur yang dikuasai oleh Belanda untuk dijadikan tanah perkebunan, 1919; Buah Kelapa sawit salah satu komoditi perkebunan dari Medan, 1928; Surat dari Gouverneur der Oostkust van Sumatera kepada Directeur van Justitie tentang Peraturan karet Sumatera, 16 Desember 1929; Balai Percobaan AVROS, Medan, [1930]; Surat dari Directeur Landbouw, Nijverheid en handel kepada Directeur van Justitie tentang peraturan karet di Sumatera, 4 Maret 1930; Tanaman tembakau salah satu hasil perkebunan di Medan, [1930]; Pasar durian di Medan, [1930]; Terong salah satu hasil tanaman sayuran dari Medan, [1930] Pasar sayuran di Medan, [1930]; Mesin pembajak perkebunan tenaga uap di Deli, Medan, [1930]; Lorimembawa tembakau hasil perkebunan menuju ke pabrik, di Medan, [1930]; Mensortir tembakau di pabrik tembakau Deli, Medan, [1930] Perkebunan kelapa di Deli, Medan, [1930]; Gedung perkantoran AVROS (Algemenee Vereeninging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatera) di Medan, [1930]; Rumah kaca Balai Percobaan Tembakau Deli, Medan, [1930; Laboratorium biologi tembakau Deli, Medan, [1930]; Pembuatan gula aren dari tanaman Tebu di Asahan, Medan, 1934; Tanaman jati perkebunan di Deli, Medan, 1934; Tanaman rami di Medan, 1934; Tanaman gambir muda di perkebunan “Gunung Melayu”, Sumatera Oostkust, 1934; Gudang tempat meragi tembakau dari perusahaan tembakau Helvetia di Medan, [1950]; Daftar Nama-

Citra Kota Medan Dalam Arsip

26

nama perusahaan perkebunan yang tergabung sebagai anggota AVROS, Medan, 1952; Surat dari Jawatan Perkebunan kepada CV. Perkebunan Asahan Sepakat tentang pembelian perkebunan Sungai Radja, Medan, 17 Mei 1954. Perekonomian dan Perindustrian meliputi; Bagain awal dari Surat Keputusan Gubernur Jenderal tentang pendirian Yayasan Delische Spaarbank, Medan, 1892; Surat Keputusan tentang pemberian ijin kepada Deli Maatschappij di Amsterdam untuk mengebor sebuah sumur kilang minyak yang terletak antara sungai Deli dan Percut, 28 Januari 1887; Surat Keputusan Gubernur Jenderal tentang pemberian ijin Kapiten/mayor Cina, Tjong A Fie untuk mengebor sumur kilang minyak di daerah Poeloe Brayan, Karesidenan Sumatera Timur, 1912; Rumah potong hewan di Medan, 1925; Gedung Deli Maatschappij di Medan, 1928; Maatshappij1869-1929, Gedenkboek Zestigzarig (De Bussy Amsterdam); Bank Jawa (Javasche Bank) di Medan, [1930]; Peternakan sapi di Medan, [1930]; Suasana pasar ikan di Medan, [1930]; Pusat pasar di Medan, [1930]; Mesin pabrik Deli Maatschappij di Medan, [1930]; Mesin bubut kecil di suatu pabrik di Medan, [1930]; Suasana pasar buahbuahan di Medan, [1930]; Pengepakan karet di Pabrik Hook Lie Medan, [1930]; Pekerja pabrik karet sedang menyelesaikan produksinya untuk pasar eksport, Medan, 1950; Pembuatan anyaman salah satu produk kerajinan rakyat di Medan, 1950; Kerajinan tembikar/membuat pot di Medan, 1950; Pabrik pengekstrak (penghasil) minyak palm, Medan, 1950; Walikota Medan H. Muda Siregar memberi sambutan pada acara resepsi Koperasi Pegawai Negeri di Medan, 6 September 1956; Infrastruktur meliputi: Rumah administrasi di Helvetia, Medan, 1876; Suasana lapangan Merdeka Medan, 1905; Hotel De Boer (sekarang Hotel Darma Deli), Medan, 1921; Pemandangan suatu perumahan di Medan, 1926; Jembatan di Sungai Deli di Soenggal, Medan, [1930]; Jembatan di sungai Belawan, Medan, [1930]; Jalan antara Medan dan Belawan dengan pemandangan Pohon kelapa di kiri kanannya, [1930];

Citra Kota Medan Dalam Arsip

27

Jembatan Sukamulia Deli, Medan, 1936; Pemandangan di sekitar gedung bioskop ”Cathay”, Medan, 1950; Kantor Pos dan telegraf di Kota Medan, 1950; Transportasi meliputi: Keputusan Gubernur Jenderal tentang pembuatan jalan kereta api dari Belawan-Medan-Deli Tua dengan cabang dari Medan ke Timbang Langkat di daerah Deli, Karesidenan Sumatera Timur, 12 Februari 1900; Laporan tentang pelaksanaan dan eksploitasi pembuatan jalan kereta api (uap) di Karesidenan Sumatera Timur yang menghubungkan cabang Deli Spoorweg menuju Perbaoengan di daerah Serdang Ke Bamban di Wilayah Bedagi, 23 Februari 1900; Pameran pertunjukan perahu luncur, Medan, 1908; Bagian awal Keputusan Gubernur Jenderal tentang pengeluaran dana untuk perbaikan jalan Oelak Medan-Brussel Estate sebesar f.16.500 selama 1918; Surat Keputusan Gubernur Jenderal tentang ganti rugi sebesar f.150.000 untuk perbaikan jalan di Ooskust van Sumatera, 1918; Gerobak sapi sebagai alat penyeberangan sungai, Medan, 1923; Kantor Pelayaran Nederland Maatschappij di Medan, [1930]; Kantor Kereta Deli, Medan, [1930]; Sado merupakan salah satu alat transportasi di Medan, [1930]; Kereta kuda merupakan kendaraan pribadi di Medan pada masa kolonial, [1930]; Gerobak sapi sebagai alat transportasi di Deli, Medan, [1930]; Rakit sebagai alat transportasi di Sungai Deli, Medan, [1930]; Becak yang berasal dari Hongkong sebagai salah satu alat transportasi di Medan, [1930]; Stasiun Kereta Api, Medan, [1930]; Pesawat terbang burung hantu (De Oehoe) yang sedang diperbaiki di hanggar bandara, Medan, [1930]; Kapal Sibayak yang mengangkut tembakau Deli dari Pelabuhan Belawan, Medan, 1940; Kereta api yang sedang mengangkut kayu di Medan, 1940 Mobil angkutan umum di Medan, [1940]; Becak model Singapura dengan penumpangnya, Medan, 26 September 1953;

Citra Kota Medan Dalam Arsip

28

DAFTAR PUSTAKA PERATURAN PERUNDANGAN Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Penyempurnaan Undang–Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1973 tentang Perluasan Daerah Kotamadya Medan. 9 Mei 1973. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kecamatan di Wilayah Sumatera Utara.

ARSIP Inventaris Foto Kit Sumatera Utara Inventaris Foto Kementerian Penerangan Sumatera Utara Inventaris Topografi Indonesia Inventaris Pidato Presiden Sukarno Inventaris Muhammadiyah Inventaris Setwapres Adam Malik Besluit (8 Mei 1911), Khasanah Algeemene Secretarie, Nomor 10 Besluit (25 Juli 1919), Khasanah Algeemene Secretarie, Nomor 47 Besluit (24 Juli 1890), Khasanah Algeemene Secretarie.

Citra Kota Medan Dalam Arsip

29

BUKU DAN ARTIKEL Encyclopaedie van Nederlandsch Indie, s’Gravenhage, Martinus Nijhoff Legiun Veteran Republik Indonesia Propinsi Sumeteran Pejuang Kemerdekaan dan Legiun Veteran Republik Indonesia Sumatera Utara. Karya Dharma, Medan 2001. 591 Hal. Mawardi Djoenoed., Nugroho Notosusanto., Sejarah Nasional Indonesia VI. Balai Pustaka. Jakarta, 2008. Pelzer, Karl.J., Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria di Sumatra Timur 1863-1947; Penerbit: Sinar Harapan, Jakarta 1985. 232 Hal. Pulungan, Arifin., Kisah dari Pedalaman. Dian Corporation, Medan, 1974. Pusjarah ABRI., Sejarah Perkembangan Angkatan Darat. Jakarta, 1971. Said, H. Mohammad., Koeli Kontrak Tempo Dulu: Suatu Zaman Gelap Di Deli, Dengan Derita dan kemarahannya. Percetakan Waspada, Medan. 1977. 226 Hal.

WEBSITE www.pemkomedan.go.id http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kota_Medan www.medanku.com/

Citra Kota Medan Dalam Arsip

30

CITRA KOTA MEDAN DALAM ARSIP

Citra Kota Medan Dalam Arsip

31

GEOGRAFIS

Citra Kota Medan Dalam Arsip

32

Geografis

Peta Pulau Sumatera yang dibuat oleh Du Bois, 1819

Sumber: ANRI, de Haan No. K-34

Citra Kota Medan Dalam Arsip

33

Geografis

Peta kota Medan yang dibagi dalam empat bagian, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 991/66

Citra Kota Medan Dalam Arsip

34

Geografis

Peta Pelabuhan Belawan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 281/44

Citra Kota Medan Dalam Arsip

35

Geografis

Peta jalan kereta api dan tram di Deli, Medan [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 987/59

Citra Kota Medan Dalam Arsip

36

Geografis

Sungai Deli yang mengalir di tengah hutan, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 949/5

Citra Kota Medan Dalam Arsip

37

Geografis

Sungai Deli di Labuan, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT sumut 536/67

Citra Kota Medan Dalam Arsip

38

Geografis

Peta Kota Medan, 1943

Sumber: ANRI, Topografi Indonesia 16-1340

Citra Kota Medan Dalam Arsip

39

Geografis

Peta Medan, 1943

Sumber: ANRI, Topografi Indonesia 88 - 1541

Citra Kota Medan Dalam Arsip

40

Geografis

Peta Bandar Labuan, 1943

Sumber: ANRI, Topografi Indonesia 88 - 1538

Citra Kota Medan Dalam Arsip

41

Geografis

Perencanaan tata ruang Kota Medan, 1945

Sumber: ANRI, Topografi Indonesia 103 - 2018

Citra Kota Medan Dalam Arsip

42

PEMERINTAHAN

Citra Kota Medan Dalam Arsip

43

Pemerintahan

Rumah tinggal Residen di Medan, [1905]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 266/8

Citra Kota Medan Dalam Arsip

44

Pemerintahan

Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tentang biaya pengawasan perbatasan daerah dari Medan-Pematang Siantar-Toba sebesar f.2100, 20 Juni 1918

Sumber: ANRI, Besluit 20 Juni 1918 No. 52

Citra Kota Medan Dalam Arsip

45

Pemerintahan

Gedung Balai Kota dan Javasche Bank, dibangun dengan kontruksi bebas banjir, 1925

Sumber: ANRI, KIT Sumut 164/50 (atas) ANRI, KIT Sumut 783/51 (bawah)

Citra Kota Medan Dalam Arsip

46

Pemerintahan

Gedung balaikota dibangun dengan kontruksi bebas banjir di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 291/12

Citra Kota Medan Dalam Arsip

47

Pemerintahan

Kantor Raad van Justitie (Kantor Kehakiman) di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 772/15

Citra Kota Medan Dalam Arsip

48

Pemerintahan

Pelantikan Walikota Medan Djaidin Purba, [1947]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 290/84

Citra Kota Medan Dalam Arsip

49

Pemerintahan

Masyarakat Medan berkumpul di alun-alun untuk mendengarkan pidato Mohammad Hatta dalam perjalanannya mengunjungi daerah-daerah Republik Indonesia dimana beliau akan menjelaskan hasil-hasil KMB di Medan, 29 Nopember 1949

Sumber: ANRI, RVD 91129AA4

Citra Kota Medan Dalam Arsip

50

Pemerintahan

Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru dan Nyonya Indira Gandhi tiba di lapangan terbang Medan, dalam rangka kunjungannya ke Medan, 19 Juni 1950

Sumber: ANRI, Kempen Sumut 500619 AA1

Citra Kota Medan Dalam Arsip

51

Pemerintahan

Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru diapit Ny. San Tengku dan dr. Mansur dalam acara kunjungan kerja ke Medan, 19 Juni 1950

Sumber: ANRI, Kempen 500619 AA 16

Citra Kota Medan Dalam Arsip

52

Pemerintahan

Perdana Menteri Jawaharlal India Nehru sedang berpidato di atas mimbar, dalam rangka kunjungan kerja ke Medan, 19 Juni 1950

Sumber: ANRI, Kempen Sumut 500619 AA9

Citra Kota Medan Dalam Arsip

53

Pemerintahan

Wakil Presiden Mohammad Hatta sedang turun dari kapal ALRI di Belawan, dalam rangka kunjungan kerja di Medan, 21-25 Februari 1952

Sumber: ANRI, Kempen 520221 AA 2

Citra Kota Medan Dalam Arsip

54

Pemerintahan

Presiden Soekarno sedang ramah tamah dengan beberapa pejabat pemerintah dalam kunjungannya ke Medan, 12 Maret 1953

Sumber: ANRI, Kempen Sumut K530312 AA 17

Citra Kota Medan Dalam Arsip

55

Pemerintahan

Presiden Soekarno tiba di Lapangan Terbang Polonia Medan, dalam rangka kunjungan kerja di Medan, 21 Maret 1953

Sumber: ANRI, Kempen Sumut K530312 AA 4 (atas) Kempen Sumut K530312 AA 2 (bawah)

Citra Kota Medan Dalam Arsip

56

Pemerintahan

Wakil Presiden Mohammad Hatta di wawancara wartawan di Bandara Polonia Medan, dalam rangka kunjungan kerja ke Sumatera Utara, 27 Juli 1953

Sumber: ANRI, Kempen Sumut 530727 AA4

Citra Kota Medan Dalam Arsip

57

Pemerintahan

Wakil Presiden Mohammad Hatta disambut barisan kehormatan dalam kunjungannya ke Medan, 24 Oktober 1955

Sumber: ANRI, Kempen 551024 AA5

Citra Kota Medan Dalam Arsip

58

Pemerintahan

Wakil Presiden Mohammad Hatta di Medan menjelang naik pesawat, 24 Oktober 1955

Sumber: ANRI, Kempen Sumut 551024 AA3

Citra Kota Medan Dalam Arsip

59

Pemerintahan

Presiden Soekarno berpidato pada rapat raksasa di alunalun Kota Medan dalam perjalanannya ke Sumatera Utara, Tengah dan Selatan, 5 Desember 1955

Sumber: ANRI, Kempen 551205 AA 13

Citra Kota Medan Dalam Arsip

60

Pemerintahan

Suasana Penandatanganan naskah timbang terima Kepala Staf Tentara Teritorium I Bukit Barisan dari Letkol Adji kepada Letkol Djamin Ginting di Medan, 29 Maret 1956

Sumber: ANRI, Kempen 560329 AA 3

Citra Kota Medan Dalam Arsip

61

Pemerintahan

Malam perkenalan dengan Letkol John Lie Komandan Korvet GM di Medan, 12 Agustus 1958

Sumber: ANRI, Kempen 580812 AA 3

Citra Kota Medan Dalam Arsip

62

Pemerintahan

Fragmen Undang-Undang Darurat Nomor 8 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Propinsi Sumatera Utara. Ditetapkan 14 Nopember 1956, 10 Desember 1957

Sumber: ANRI, Sekkab UU Drt no 8 th 56

Citra Kota Medan Dalam Arsip

63

Pemerintahan

Peringatan Hari Solidaritet Asia Afrika di Lapangan Merdeka Medan, 27 April 1958

Sumber: ANRI, Kempen 580427 AA.11

Citra Kota Medan Dalam Arsip

64

Pemerintahan

Upacara memperingati 50 tahun Hari Kebangkitan Nasional di Lapangan Merdeka Medan, 20 Mei 1958

Sumber: ANRI, Kempen 580520 AA.12 (atas) Kempen 580520 AA.7 (bawah)

Citra Kota Medan Dalam Arsip

65

Pemerintahan

Kunjungan kerja Menteri Penerangan Sudibyo dan rombongan ke Medan, 16 Februari 1959

Sumber: ANRI, Kempen 590216 AA 4

Citra Kota Medan Dalam Arsip

66

Pemerintahan

Rapat raksasa menyambut kembalinya Undang-Undang Dasar 1945 di lapangan Merdeka Medan, 19 April 1959

Sumber: ANRI, kempen 590419 AA 1

Citra Kota Medan Dalam Arsip

67

Pemerintahan

Missi militer Republik Rakyat Cina yang diketuai oleh Jenderal Cheng Wu mengunjungi Medan, 10 Mei 1959

Sumber: ANRI, Kempen 590510 AA 3

Citra Kota Medan Dalam Arsip

68

Pemerintahan

Gubernur Sultan Kumala Pontas menghadiahkan sehelai selendang ulos kepada misi militer Republik Rakyat Cina Jenderal Cheng Wu di Medan, 10 Mei 1959

Sumber: ANRI, Kempen 590510 AA 1

Citra Kota Medan Dalam Arsip

69

Pemerintahan

Para Jenderal dari Republik Rakyat Cina mengenakan selendang (ulos) didampingi Jenderal Gatot Subroto dalam rangka kunjungan di Medan, 10 Mei 1959

Sumber: ANRI, Kempen 590510 AA 5

Citra Kota Medan Dalam Arsip

70

Pemerintahan

Fragmen Pidato Presiden Sukarno pada pertemuan massa di Bandara Polonia, Medan, 7 September 1959

Sumber: ANRI, Pidato Presiden No.113

Citra Kota Medan Dalam Arsip

71

Pemerintahan

Fragmen Ceramah Presiden Sukarno dihadapan para pemimpin sipil, militer, partai, (golongan dan mahasiswa) di Gubernuran Medan, 30 Juli 1961

Sumber: ANRI, Pidato Presiden No.320

Citra Kota Medan Dalam Arsip

72

Pemerintahan

Fragmen Pidato Presiden Sukarno pada rapat raksasa di Lapangan Merdeka, Medan, 30 Juli 1961

Sumber: ANRI, Pidato Presiden No.321

Citra Kota Medan Dalam Arsip

73

Pemerintahan

Fragmen Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1973 tentang Perluasan Daerah Kotamadya Medan, 9 Mei 1973.

Sumber: ANRI, PP No. 22-1973

Citra Kota Medan Dalam Arsip

74

Pemerintahan

Fragmen Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1992 tentang Pembentukan 18 (delapan belas) Kecamatan di Wilayah Kabupaten-Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun. Dairi, Tapanuli Selatan, Karo, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Nias, Langkat, dan di Wilayah Kotamadya daerah Tingkat II Medan dalam Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, 13 Juli 1992

Sumber: ANRI, Sekkab Per UU-PP no 35 th 1992

Citra Kota Medan Dalam Arsip

75

KESULTANAN

Citra Kota Medan Dalam Arsip

76

Kesultanan

Suasana penobatan Sultan Deli, [1925]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 325/16

Citra Kota Medan Dalam Arsip

77

Kesultanan

Istana Maimoon di Medan yang mulai di gunakan oleh Sultan Deli pada tahun 1891, [1930]

Sumber: ANRI, KIT sumut 64/53

Citra Kota Medan Dalam Arsip

78

Kesultanan

Upacara perkawinan Sultan dari Deli di Istana Maimoon, tampak pasangan mempelai bersanding, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 378 /16

Citra Kota Medan Dalam Arsip

79

Kesultanan

Sultan Deli sedang memberi pengarahan di depan hadirin di beranda Masjid Raya Medan, 29 November 1948

Sumber: ANRI, Kempen Sumut 81129 AA7

Citra Kota Medan Dalam Arsip

80

Kesultanan

Foto udara Istana Maimoon Sultan Deli, 1930 (atas), 1949 (bawah)

Sumber: ANRI, NIGIS B. 2015 (atas) ANRI, KIT Sumut 292/14 (bawah)

Citra Kota Medan Dalam Arsip

81

Kesultanan

Kunjungan Duta Besar, Bolivia Dr. German Quiroga Galdo ke Istana Maimoon Deli, Medan, 4 Mei 1955

Sumber: ANRI, Kempen 550504 AA.17

Citra Kota Medan Dalam Arsip

82

Kesultanan

Rombongan missi kebudayaan Mesir berkunjung ke Mesjid Raya di Medan, 4 Agustus 1956

Sumber: ANRI, Kempen 560804 AA 16

Citra Kota Medan Dalam Arsip

83

KEAGAMAAN

Citra Kota Medan Dalam Arsip

84

Keagamaan

Masjid Kesultanan Deli, yang merupakan Masjid Raya dengan arsitektur Melayu di Medan, [1913]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 89/6

Citra Kota Medan Dalam Arsip

85

Keagamaan

Gereja masyarakat Cina Padang Bolan di Medan, 1913

Sumber: ANRI, KIT Sumut 788/90

Citra Kota Medan Dalam Arsip

86

Keagamaan

Salah satu sudut Masjid Raya Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 803/55

Citra Kota Medan Dalam Arsip

87

Keagamaan

Kelenteng Cina di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 791/41

Citra Kota Medan Dalam Arsip

88

Keagamaan

Gereja Katolik Roma di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT sumut 163/6

Citra Kota Medan Dalam Arsip

89

Keagamaan

Gereja Kristen Protestan di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 809/10

Citra Kota Medan Dalam Arsip

90

Keagamaan

Upacara pemakamam Tjong A Fie, seorang Kapiten Cina dari Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 390/6

Citra Kota Medan Dalam Arsip

91

Keagamaan

Pastor Mgr. De Jonge beramah tamah dengan anak-anak Suku Batak di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, RVD 80122 AA 1

Citra Kota Medan Dalam Arsip

92

Keagamaan

Kaum muslimin sedang melakukan sholat berjamaah di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, RVD 80723 AA 5

Citra Kota Medan Dalam Arsip

93

Keagamaan

Para tokoh agama Islam sedang membicarakan Perayaan Gerebek Besar di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, RVD 81013 AA.1

Citra Kota Medan Dalam Arsip

94

Keagamaan

Perayaan (Maulid Nabi) Gerebek Besar di Masjid Raya Medan, [1930]

Sumber: ANRI, RVD 81013 AA.5

Citra Kota Medan Dalam Arsip

95

Keagamaan

Perayaan Gerebek Besar di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, RVD 81013 AA.5

Citra Kota Medan Dalam Arsip

96

Keagamaan

Masjid Sultan Deli, Medan dengan latar belakang Istana Maimoon dilihat dari udara, 1931

Sumber: ANRI, KIT Sumut 292/16

Citra Kota Medan Dalam Arsip

97

Keagamaan

Gereja Protestan, Medan, 4 September 1950

Sumber: ANRI, Kempen 50804 AA

Citra Kota Medan Dalam Arsip

98

Keagamaan

Masjid Sultan Deli (Masjid Raya) di Medan, 6 September 1950

Sumber: ANRI, Kempen 50962 AA

Citra Kota Medan Dalam Arsip

99

Keagamaan

Rombongan missi kebudayaan Mesir, berfoto bersama di Masjid Raya, Medan, 4 Agustus 1956

Sumber: ANRI, kempen 56084 AA 11

Citra Kota Medan Dalam Arsip

100

Keagamaan

Penetapan berdirinya organisasi Muhamadiyah cabang Tanjung Sari Medan, 5 Desember 1962

Sumber: ANRI, Muhammadiyah 2069

Citra Kota Medan Dalam Arsip

101

Keagamaan

Surat penetapan Muhammadiyah cabang Medan Baru, Desember 1962

Sumber: ANRI, Muhammadiyah 2078

Citra Kota Medan Dalam Arsip

102

Keagamaan

Surat dari Drs. Achmad Gani (Kepala Kanwil Departemen Agama Provinsi Sumut) kepada Wakil Presiden tentang perkembangan pembangunan Asrama Haji Medan, 2 Desember 1967

Sumber: ANRI, Setwapres Adam Malik No. 835

Citra Kota Medan Dalam Arsip

103

Keagamaan

Surat dari Gubernur Kepala Daerah Tk. I Sumatera Utara kepada Menteri Dalam Negeri tentang pemanfaatan Asrama Haji Udara Polonia, Medan, 20 September 1980

Sumber: ANRI, Adam Malik No. 845

Citra Kota Medan Dalam Arsip

104

Keagamaan

Susunan pimpinan Muhammadiyah cabang Pasar Merah Medan, masa jabatan 1978-1981

Sumber: ANRI, Muhammadiyah 2361

Citra Kota Medan Dalam Arsip

105

Keagamaan

H. Abdul Qadir Basalamah, dalam pembukaan penataran Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia dan Tim Kesehatan Haji Indonesia Embarkasi Polonia Medan, 1982

Sumber: ANRI, Depag II no 0086(F81)(1)

Citra Kota Medan Dalam Arsip

106

Keagamaan

Peserta penataran Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia dan Tim Kesehatan Haji Indonesia Embarkasi Polonia Medan, 1982

Sumber: ANRI, Depag II no 0086(F81-2)

Citra Kota Medan Dalam Arsip

107

KEBUDAYAAN

Citra Kota Medan Dalam Arsip

108

Kebudayaan

Pameran sapi berhias di Medan, 1908

Sumber: ANRI, KIT Sumut 280/34

Citra Kota Medan Dalam Arsip

109

Kebudayaan

Pameran mobil hias di Deli Medan, 1908

Sumber: ANRI, KIT Sumut 280/36

Citra Kota Medan Dalam Arsip

110

Kebudayaan

Umbul-umbul Cina dalam rangka pemakaman Tjong Afie (kapiten Cina) dari Medan, 1921

Sumber: ANRI, KIT Sumut 390/10

Citra Kota Medan Dalam Arsip

111

Kebudayaan

Sepasang penari Melayu dari Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 1093 /2

Citra Kota Medan Dalam Arsip

112

Kebudayaan

Kawasan Pecinan di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 759/87

Citra Kota Medan Dalam Arsip

113

Kebudayaan

Model payung salah satu hasil kerajinan di Medan, 1936

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 735/47

Citra Kota Medan Dalam Arsip

114

Kebudayaan

Seorang wanita sedang menenun kain di Medan, 18 Juli 1948

Sumber: ANRI, RVD 81115 AA.1

Citra Kota Medan Dalam Arsip

115

Kebudayaan

Pertunjukan pencak silat di Medan, 1 Juli 1958

Sumber: ANRI, Kempen 580627 AA 7

Citra Kota Medan Dalam Arsip

116

Kebudayaan

Sayembara tari Serampang Duabelas di Medan, 7 Agustus 1958

Sumber: ANRI, Kempen 580807 AA 1

Citra Kota Medan Dalam Arsip

117

PENDIDIKAN dan OLAH RAGA

Citra Kota Medan Dalam Arsip

118

Pendidikan dan Olah Raga

Siswa dan guru berfoto bersama di depan sekolah, Medan, 1905

Sumber: ANRI, KIT Sumut 266/14

Citra Kota Medan Dalam Arsip

119

Pendidikan dan Olah Raga

Bagian awal dari Keputusan Gubernur Jenderal tentang pemberian subsidi kepada Sekolah Pendidikan Guru untuk Guru Sekolah Dasar Pribumi, 8 Mei 1911

Sumber: ANRI, Besluit 8 Mei 1911 No. 10

Citra Kota Medan Dalam Arsip

120

Pendidikan dan Olah Raga

Siswa-siswa sekolah Bijbel sedang berfoto bersama di depan sekolah, Medan, [1925]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 163/78

Citra Kota Medan Dalam Arsip

121

Pendidikan dan Olah Raga

Siswa sekolah rumah sakit khusus wanita pribumi, Medan, 1925

Sumber: ANRI, KIT Sumut 282/24

Citra Kota Medan Dalam Arsip

122

Pendidikan dan Olah Raga

Seorang guru sedang mengawasi siswa-siswa sekolah “Senembah” Sumatera yang sedang membuat atap rumbia dari pelepah oliepalm, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 290/10

Citra Kota Medan Dalam Arsip

123

Pendidikan dan Olah Raga

Siswa-siswa sekolah umum sedang berbaris di depan sekolah pada acara pembukaan sekolah di Medan, [1935]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 163/80

Citra Kota Medan Dalam Arsip

124

Pendidikan dan Olah Raga

Siswa-siswa sekolah perkebunan sedang bekerja di perkebunan gunung rinteh, Medan, [1940]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 282/28

Citra Kota Medan Dalam Arsip

125

Pendidikan dan Olah Raga

Walikota Medan A.M Djalaluddin memberi sambutan dalam rangka peresmian kursus pegawai Dinas C di Medan, 6 Oktober 1952

Sumber: ANRI, Kempen 521006 AA.4

Citra Kota Medan Dalam Arsip

126

Pendidikan dan Olah Raga

Defile rombongan Sumatera Utara pada pembukaan Pekan Olah Raga Nasional ke-3 di Stadion Teladan Medan, 20 September 1953

Sumber: ANRI, Kempen 530920 AA1-21

Citra Kota Medan Dalam Arsip

127

Pendidikan dan Olah Raga

Menteri Sosial Sudibyo mermberikan sambutan pada Dies Natalis IV Universitas Islam Sumatera Utara di Medan, 7 Januari 1956

Sumber: ANRI, Kempen 560107 AA 3

Citra Kota Medan Dalam Arsip

128

Pendidikan dan Olah Raga

Keramaian Pekan Kanak-Kanak di Medan, 1 - 3 Juli 1957

Sumber: ANRI, Kempen 570703 AA 9

Citra Kota Medan Dalam Arsip

129

Pendidikan dan Olah Raga

Suasana keramaian Pekan Kanak-Kanak di Medan, Juli 1957

Sumber: ANRI, Kempen Sumut 570702 AA 2

Citra Kota Medan Dalam Arsip

130

Pendidikan dan Olah Raga

Fragmen Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1957 tentang Pendirian Universitas Sumatera Utara di Medan, 30 Oktober 1957

Sumber: ANRI, Sekkab Per UU PP No. 346

Citra Kota Medan Dalam Arsip

131

Pendidikan dan Olah Raga

Fragmen Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0132/1969 tentang pemberian status negeri Sekolah Musik Indonesia di Medan, 12 November 1969

Sumber: ANRI, Diknas No. 0132-1969

Citra Kota Medan Dalam Arsip

132

Pendidikan dan Olah Raga

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0239/U/1977 tentang Pengesahan Status Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Medan, 1 Juli 1977

Sumber: ANRI, Diknas No. 0239-U-1977

Citra Kota Medan Dalam Arsip

133

Pendidikan dan Olah Raga

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0688/U/1977 tentang Pengesahan Status Akademi Bahasa Asing Yasphendar, Medan, 31 Desember 1977

Sumber: ANRI, Diknas No. 0688-U-1977

Citra Kota Medan Dalam Arsip

134

Pendidikan dan Olah Raga

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0111/U/1978 tentang Pengesahan Status Universitas Huria Kristen Batak Protestan Nomensen, Medan, 31 Meret 1978

Sumber: ANRI, Diknas No. 0111-U-1978

Citra Kota Medan Dalam Arsip

135

Pendidikan dan Olah Raga

Surat permohonan persetujuan pembangunan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara di Medan, 14 Maret 1985

Sumber: ANRI, muhammadiyah 844

Citra Kota Medan Dalam Arsip

136

KESEHATAN

Citra Kota Medan Dalam Arsip

137

Kesehatan

Suasana rumah sakit di Medan, 1900

Sumber: ANRI, KIT Sumut 357/27

Citra Kota Medan Dalam Arsip

138

Kesehatan

Rumah Sakit di Tuntungan Medan, 1900

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 189/42

Citra Kota Medan Dalam Arsip

139

Kesehatan

Rumah Sakit Deli Maatschappij Medan, 1905

Sumber: ANRI, KIT Sumut 181/68

Citra Kota Medan Dalam Arsip

140

Kesehatan

Beberapa pasien wanita di Rumah Sakit Deli Maatschappij Medan, 1905

Sumber: ANRI, KIT Sumut 191/82

Citra Kota Medan Dalam Arsip

141

Kesehatan

Kamar operasi di Rumah Sakit Deli Maatschappij Medan, 1905

Sumber: ANRI, KIT Sumut357/53

Citra Kota Medan Dalam Arsip

142

Kesehatan

Laboratorium Patologi di Medan, 1925

Sumber: ANRI, KIT Sumut 163/56

Citra Kota Medan Dalam Arsip

143

Kesehatan

Rumah sakit khusus untuk orang Eropa di Medan, 1925

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 266/24

Citra Kota Medan Dalam Arsip

144

Kesehatan

Rumah sakit khusus wanita pribumi, Medan, 1925

Sumber: ANRI, KIT Sumut 163/2

Citra Kota Medan Dalam Arsip

145

Kesehatan

Vaksinasi terhadap penduduk di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, Kempen Sumut 80824 AA 1

Citra Kota Medan Dalam Arsip

146

Kesehatan

Pemandangan di sebuah bangsal rumah sakit di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 357/29

Citra Kota Medan Dalam Arsip

147

PERTANIAN dan PERKEBUNAN

Pertanian dan Perkebunan

Keputusan tentang ketentuan pendirian Deli Planters Vereeniging (Perkumpulan Petani Deli) di Medan, 1890

Sumber: ANRI, Besluit 24 Juni

Citra Kota Medan Dalam Arsip

149

Pertanian dan Perkebunan

Pemandangan di sekitar gedung pengeringan tembakau Deli, 1900, 1905

Sumber: ANRI, KIT sumut 189/56 (atas) ANRI, KIT sumut 191/30 (bawah)

Citra Kota Medan Dalam Arsip

150

Pertanian dan Perkebunan

Bagian awal Keputusan tentang statuten (anggaran dasar)

Algemenee Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatera (AVROS) di Medan, 1919 Sumber: ANRI, Besluit 25 Juli 1919 No. 47

Citra Kota Medan Dalam Arsip

151

Pertanian dan Perkebunan

Peta wilayah Sumatera Timur yang dikuasai oleh Belanda untuk dijadikan tanah perkebunan, 1919

Sumber: ANRI, BGS 26 Mei 1919 No. 1425/II

Citra Kota Medan Dalam Arsip

152

Pertanian dan Perkebunan

Buah kelapa sawit salah satu komoditi perkebunan dari Medan, 1928

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 58/46

Citra Kota Medan Dalam Arsip

153

Pertanian dan Perkebunan

Surat dari Gouverneur der Oostkust van Sumatera kepada Directeur van Justitie tentang Peraturan Karet Sumatera, 16 Desember 1929

Sumber: ANRI, Binnenlandsch Bestuur No. 2854

Citra Kota Medan Dalam Arsip

154

Pertanian dan Perkebunan

Balai Percobaan AVROS, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 587/56

Citra Kota Medan Dalam Arsip

155

Pertanian dan Perkebunan

Surat dari Directeur Landbouw, Nijverheid en handel kepada Directeur van Justitie tentang Peraturan Karet di Sumatera, 4 Maret 1930

Sumber: ANRI, Binnenlandsch Bestuur No. 2854

Citra Kota Medan Dalam Arsip

156

Pertanian dan Perkebunan

Tanaman tembakau salah satu hasil perkebunan di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 89/82

Citra Kota Medan Dalam Arsip

157

Pertanian dan Perkebunan

Pasar durian di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 374/24

Citra Kota Medan Dalam Arsip

158

Pertanian dan Perkebunan

Terong salah satu hasil tanaman sayuran dari Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 374/32

Citra Kota Medan Dalam Arsip

159

Pertanian dan Perkebunan

Pasar sayuran di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 374/34

Citra Kota Medan Dalam Arsip

160

Pertanian dan Perkebunan

Mesin pembajak perkebunan tenaga uap di Deli, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 555/24

Citra Kota Medan Dalam Arsip

161

Pertanian dan Perkebunan

Lori membawa tembakau hasil perkebunan menuju ke pabrik, di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 571/7

Citra Kota Medan Dalam Arsip

162

Pertanian dan Perkebunan

Mensortir tembakau di pabrik tembakau Deli, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 592/47

Citra Kota Medan Dalam Arsip

163

Pertanian dan Perkebunan

Perkebunan kelapa di Deli, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 628/27

Citra Kota Medan Dalam Arsip

164

Pertanian dan Perkebunan

Gedung perkantoran AVROS (Algemenee Vereeninging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatera) di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, Kempen 50806

Citra Kota Medan Dalam Arsip

165

Pertanian dan Perkebunan

Rumah kaca Balai Percobaan Tembakau Deli, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 587/54

Citra Kota Medan Dalam Arsip

166

Pertanian dan Perkebunan

Laboratorium biologi tembakau Deli, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 587/58

Citra Kota Medan Dalam Arsip

167

Pertanian dan Perkebunan

Pembuatan gula merah dari tanaman Tebu di Asahan, Medan, 1934

Sumber: ANRI, KIT Sumut 578/7

Citra Kota Medan Dalam Arsip

168

Pertanian dan Perkebunan

Perkebunan jati di Deli, Medan, 1934

Sumber: ANRI, KIT Sumut 655/54

Citra Kota Medan Dalam Arsip

169

Pertanian dan Perkebunan

Tanaman rami di Medan, 1934

Sumber: ANRI, KIT Sumut 571/79

Citra Kota Medan Dalam Arsip

170

Pertanian dan Perkebunan

Tanaman gambir di perkebunan “Gunung Melayu”, Sumatera Timur, 1934

Sumber: ANRI, KIT Sumut 63

Citra Kota Medan Dalam Arsip

171

Pertanian dan Perkebunan

Gudang tempat meragi tembakau dari perusahaan tembakau Helvetia di Medan, [1950]

Sumber: ANRI, RVD 70906 AA2

Citra Kota Medan Dalam Arsip

172

Pertanian dan Perkebunan

Daftar Nama-nama perusahaan perkebunan yang tergabung sebagai anggota AVROS, Medan, 1952

Sumber: ANRI, AVROS No.35

Citra Kota Medan Dalam Arsip

173

Pertanian dan Perkebunan

Surat dari Jawatan Perkebunan kepada CV. Perkebunan Asahan Sepakat tentang pembelian perkebunan Sungai Radja, Medan, 17 Mei 1954

Sumber: ANRI, Kementerian Pertanian No. 23

Citra Kota Medan Dalam Arsip

174

PERINDUSTRIAN

Citra Kota Medan Dalam Arsip

175

Perindustrian

Bagain awal dari Keputusan Gubernur Jenderal tentang pendirian Yayasan Delische Spaarbank, Medan, 1892

Sumber: ANRI, Besluit 28 Oktober 1892 No. 35

Citra Kota Medan Dalam Arsip

176

Perindustrian

Fragmen Keputusan tentang pemberian ijin kepada Deli Maatschappij di Amsterdam untuk mengebor sumur minyak yang terletak antara sungai Deli dan Percut, 28 Januari 1887

Sumber: ANRI, Besluit 28 Januari 1887 No. 26

Citra Kota Medan Dalam Arsip

177

Perindustrian

Fragmen Keputusan Gubernur Jenderal tentang pemberian ijin Kapiten/mayor Cina, Tjong A Fie untuk mengebor sumur minyak di daerah Pulau Brayan, Karesidenan Sumatera Timur, 1912

Sumber: ANRI, Besluit 9 Mei 1912 No. 78

Citra Kota Medan Dalam Arsip

178

Perindustrian

Rumah potong hewan di Medan, 1925

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 163/26

Citra Kota Medan Dalam Arsip

179

Perindustrian

Gedung Deli Maatschappij di Medan, 1928

Sumber: ANRI, NV Deli Maatshappij1869-1929, Gedenkboek Zestigzarig (De Bussy Amsterdam)

Citra Kota Medan Dalam Arsip

180

Perindustrian

Kantor pengiriman barang berdekatan dengan stasiun kereta api, di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 702/28

Citra Kota Medan Dalam Arsip

181

Perindustrian

Javasche Bank di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 291/14

Citra Kota Medan Dalam Arsip

182

Perindustrian

Peternakan sapi di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 672/3

Citra Kota Medan Dalam Arsip

183

Perindustrian

Suasana pasar ikan di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 170/8

Citra Kota Medan Dalam Arsip

184

Perindustrian

Pusat pasar di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 784/57

Citra Kota Medan Dalam Arsip

185

Perindustrian

Mesin pabrik Deli Maatschappij di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 785/70

Citra Kota Medan Dalam Arsip

186

Perindustrian

Mesin bubut kecil di sebuah pabrik di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 785/72

Citra Kota Medan Dalam Arsip

187

Perindustrian

Suasana pasar buah-buahan di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 374/30

Citra Kota Medan Dalam Arsip

188

Perindustrian

Pengepakan karet di gudang Hook Lie Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 640/21

Citra Kota Medan Dalam Arsip

189

Perindustrian

Pekerja pabrik karet sedang menyelesaikan produksinya untuk pasar eksport, Medan, 1950

Sumber: ANRI, RVD 80708 AA7

Citra Kota Medan Dalam Arsip

190

Perindustrian

Pembuatan anyaman salah satu produk kerajinan rakyat di Medan, 1950

Sumber: ANRI, KIT Sumut 735/29

Citra Kota Medan Dalam Arsip

191

Perindustrian

Kerajinan tembikar/membuat pot di Medan, 1950

Sumber: ANRI, KIT Sumut 788/17

Citra Kota Medan Dalam Arsip

192

Perindustrian

Pabrik pengekstrak minyak palm, Medan, 1950

Sumber: ANRI, KIT Sumut 626/33

Citra Kota Medan Dalam Arsip

193

Perindustrian

Walikota Medan H. Muda Siregar memberi sambutan pada acara resepsi Koperasi Pegawai Negeri di Medan, 6 September 1956

Sumber: ANRI, Kempen 560906 AA 3

Citra Kota Medan Dalam Arsip

194

INFRASTRUKTUR

Citra Kota Medan Dalam Arsip

195

Infrastruktur

Rumah administrasi di Helvetia, Medan, 1876

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 54/67

Citra Kota Medan Dalam Arsip

196

Infrastruktur

Suasana lapangan Merdeka Medan, 1905

Sumber: ANRI, KIT Sumut 266/22

Citra Kota Medan Dalam Arsip

197

Infrastruktur

Hotel De Boer (sekarang Hotel Darma Deli), Medan, 1921

Sumber: ANRI, KIT Sumut 1098/86

Citra Kota Medan Dalam Arsip

198

Infrastruktur

Pemandangan perumahan di Medan, 1926

Sumber: ANRI, KIT Sumut 838/72

Citra Kota Medan Dalam Arsip

199

Infrastruktur

Jembatan di Sungai Deli di Soenggal, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 266/32

Citra Kota Medan Dalam Arsip

200

Infrastruktur

Jembatan di sungai Belawan, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 525/44

Citra Kota Medan Dalam Arsip

201

Infrastruktur

Jalan antara Medan dan Belawan dengan pemandangan Pohon kelapa di kiri kanannya, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 511/76

Citra Kota Medan Dalam Arsip

202

Infrastruktur

Jembatan Sukamulia Deli ketika di bangun dan selesai di bangun, Medan, 1936 Sumber: ANRI, KIT Sumut 293/36 (atas) KIT Sumut 293/40 (bawah)

Citra Kota Medan Dalam Arsip

203

Infrastruktur

Pemandangan di sekitar gedung bioskop ”Cathay”, Medan, 1950

Sumber: ANRI, Kempen 50783 AA

Citra Kota Medan Dalam Arsip

204

Infrastruktur

Kantor Pos dan Telegraf Kota Medan, 1950

Sumber: ANRI, Kempen N. 50803 AA

Citra Kota Medan Dalam Arsip

205

TRANSPORTASI

Citra Kota Medan Dalam Arsip

206

Transportasi

Fragmen Keputusan Gubernur Jenderal tentang pembuatan jalan kereta api dari Belawan-Medan-Deli Tua dengan cabang dari Medan ke Timbang Langkat di daerah Deli, Karesidenan Sumatera Timur, 12 Februari 1900

Sumber: ANRI, Brieven Gouverneur Secretarie No. 515

Citra Kota Medan Dalam Arsip

207

Transportasi

Fragmen tentang pelaksanaan dan eksploitasi pembuatan jalan kereta api (uap) di Keresidenan Sumatera Timur yang menghubungkan cabang Deli Spoorweg menuju Perbaungan di daerah Serdang Ke Bamban di Wilayah Bedagai, 23 Februari 1900

Sumber: ANRI, Brieven Gouverneur Secretarie No. 515

Citra Kota Medan Dalam Arsip

208

Transportasi

Pertunjukan perahu luncur, Medan, [1908]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 280/16

Citra Kota Medan Dalam Arsip

209

Transportasi

Bagian awal Keputusan Gubernur Jenderal tentang pengeluaran dana untuk perbaikan jalan Oelak Medan-Brussel Estate, 1918

Sumber: ANRI, Besluit 21 Januari 1918 No. 23

Citra Kota Medan Dalam Arsip

210

Transportasi

Fragmen Keputusan Gubernur Jenderal tentang ganti rugi sebesar f.150.000 untuk perbaikan jalan di Sumatera Timur, 1918

Sumber: ANRI, Besluit 5 April 1918 No. 15

Citra Kota Medan Dalam Arsip

211

Transportasi

Gerobak sapi menyebrangi sungai, Medan, 1923

Sumber: ANRI, KIT Sumut 198/88

Citra Kota Medan Dalam Arsip

212

Transportasi

Kantor Pelayaran Nederland Maatschappij di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 782/83

Citra Kota Medan Dalam Arsip

213

Transportasi

Kantor Kereta Api Deli, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 781/80

Citra Kota Medan Dalam Arsip

214

Transportasi

Kereta kuda pengangkut minyak sawit di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 170/12

Citra Kota Medan Dalam Arsip

215

Transportasi

Kereta kuda pengangkut munyak sawit di Medan pada masa kolonial, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 170/14

Citra Kota Medan Dalam Arsip

216

Transportasi

Gerobak sapi sebagai alat transportasi di Deli, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 696/8

Citra Kota Medan Dalam Arsip

217

Transportasi

Rakit sebagai alat transportasi di Sungai Deli, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 705/52

Citra Kota Medan Dalam Arsip

218

Transportasi

Becak yang berasal dari Hongkong sebagai salah satu alat transportasi di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 697/64

Citra Kota Medan Dalam Arsip

219

Transportasi

Stasiun Kereta Api, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 263/80

Citra Kota Medan Dalam Arsip

220

Transportasi

Pesawat terbang burung hantu (De Oehoe) yang sedang diperbaiki di hanggar bandara, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 545/88

Citra Kota Medan Dalam Arsip

221

Transportasi

Kapal Sibayak yang mengangkut tembakau Deli dari Pelabuhan Belawan, Medan, 1940

Sumber: ANRI, KIT Sumut 592/66

Citra Kota Medan Dalam Arsip

222

Transportasi

Kereta api yang sedang mengangkut kayu di Medan, 1940

Sumber: ANRI, KIT Sumut 49/68

Citra Kota Medan Dalam Arsip

223

Transportasi

Bus angkutan umum di Medan [1940]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 314/4

Citra Kota Medan Dalam Arsip

224

Transportasi

Becak model Singapura dengan penumpangnya, Medan, 26 September 1953

Sumber: ANRI, Kempen K 530926 AA1-2

Citra Kota Medan Dalam Arsip

225

DAFTAR ARSIP

Citra Kota Medan Dalam Arsip

226

DAFTAR ARSIP CITRA KOTA MEDAN DALAM ARSIP 1.

A. GEOGRAFIS Peta Pulau Sumatera yang dibuat oleh Du Bois, 1819

2.

Peta kota Medan yang dibagi dalam empat bagian, [1930]

3.

Peta Pelabuhan Belawan, [1930]

4.

Peta jalan kereta api dan tram di Deli, Medan, [1930]

5.

Sungai Deli yang mengalir di tengah hutan, Medan, [1930]

6.

Sungai Deli di Labuan, Medan, [1930]

7.

Peta Kota Medan, 1943 Sumber: ANRI, Topografi Indonesia 16-1340 Peta Medan, 1943

8. 9.

Sumber: ANRI, de Haan No. K-34

Sumber: ANRI, KIT Sumut 991/66 Sumber: ANRI, KIT Sumut 281/44 Sumber: ANRI, KIT Sumut 987/59 Sumber: ANRI, KIT Sumut 949/5

Sumber: ANRI, KIT sumut 536/67

Sumber: ANRI, Topografi Indonesia 88 - 1541

Peta Bandar Laboean, 1943 Sumber: ANRI, Topografi Indonesia 88 - 1538 10. Perencanaan tata ruang Kota Medan, 1945

Sumber: ANRI, Topografi Indonesia 103 - 2018

11. Foto udara sekitar Pelabuhan Balai, Medan, 1950 Sumber: ANRI, KIT Sumut 907/13 B. PEMERINTAHAN 12. Rumah tinggal Residen di Medan, [1905]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 266/8

13. Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tentang biaya pengawasan perbatasan daerah dari Medan-Pematang SiantarToba sebesar f.2100, 20 Juni 1918

Sumber: ANRI, Besluit 20 Juni 1918 No. 52

Citra Kota Medan Dalam Arsip

227

14. Gedung Balai Kota dan Javasche Bank, 1925

Sumber: ANRI, KIT Sumut 164/50 (atas) ; ANRI, KIT Sumut 783/51 (bawah)

15. Surat tentang perubahan pemerintahan di Sumatera Utara dilampiri dengan pembagian wilayah Sumut, 30 November 1926 Sumber: ANRI, Binnenlandsch Bestuur No. 274 16. Surat tentang perubahan pemerintahan di Sumatera Utara dilampiri dengan pembagian wilayah Sumut, 30 Nopember 1926 Sumber: ANRI, Binnenlandsch Bestuur No. 274 17. Balaikota di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 291/12

18. Kantor Raad van Justitie (Kantor Kehakiman) di Medan, [1930] Sumber: ANRI, KIT Sumut 772/15 19. Pelantikan Walikota Medan Djaidin Purba, [1947]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 290/84

20. Masyarakat Medan berkumpul di alun-alun untuk mendengarkan pidato Mohammad Hatta dalam perjalanannya mengunjungi daerah-daerah Republik Indonesia dimana beliau akan menjelaskan hasil-hasil KMB di Medan, 29 Nopember 1949

Sumber: ANRI, RVD 91129AA4

21. Perdana Menteri India Nehru dan Nyonya Indira Gandhi tiba di lapangan terbang Medan, dalam rangka kunjungannya ke Medan, 19 Juni 1950

Sumber: ANRI, Kempen Sumut 500619 AA1

22. Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru diapit Ny. San Tengku dan Dr. Mansur dalam acara kunjungan kerja ke Medan, 19 Juni 1950 Sumber: ANRI, Kempen 500619 AA 16 23. Perdana Menteri India Nehru sedang berpidato diatas mimbar, dalam rangka kunjungan kerja ke Medan, 19 Juni 1950

Sumber: ANRI, Kempen Sumut 500619 AA9

24. Pemandangan kerumunan masyarakat yang menghadiri rapat raksasa di Kota Medan dalam acara perjalanan Presiden Soekarno ke Sumatera Tengah dan Utara, 20 Juli - 2 Agustus 1951 Sumber: ANRI, ANRI, Kempen 515639



Citra Kota Medan Dalam Arsip

228

25. Wakil Presiden Mohammad Hatta meninjau air terjun sungai asahan, Medan, tampak wakil Presiden sedang turun dari kapal ALRI di Belawan, Medan, 21-25 Februari 1952

Sumber: ANRI, Kempen 520221 AA 2

26. Presiden Soekarno sedang tamah dengan beberapa pejabat pemerintah dalam kunjungannya ke Medan, 12 Maret 1953

Sumber: ANRI, Kempen Sumut K530312 AA 17

27. Presiden Soekarno tiba di Lapangan Terbang Polonia Medan, dalam rangka kunjungan kerja di Medan, 21 Maret 1953

Sumber: ANRI, Kempen Sumut K530312 AA 4 (atas); Kempen Sumut K530312 AA 2 (bawah)

28. Wakil Presiden Mohammad Hatta di wawancara wartawan di Bandara Polonia Medan, dalam rangka kunjungan kerja ke Sumatera Utara, 27 Juli 1953

Sumber: ANRI, Kempen Sumut 530727 AA4

29. Wakil Presiden Mohammad Hatta disambut barisan kehormatan dalam kunjungannya ke Medan, 24 Oktober 1955

Sumber: ANRI, Kempen 551024 AA5

30. Wakil Presiden Mohammad Hatta berkunjung ke Medan, 24 Oktober 1955

Sumber: ANRI, Kempen Sumut 551024 AA3

31. Presiden Soekarno berpidato pada rapat raksasa di alun-alun Kota Medan dalam perjalanannya ke Sumatera Utara, Tengah dan Selatan, 5 Desember 1955

Sumber: ANRI, Kempen 551205 AA 13

32. Suasana Penandatanganan naskah timbang terima Kepala Staf Tentara Teritorium I Bukit Barisan dari Letkol Adji kepada Letkol Djamin Ginting di Medan, 29 Maret 1956

Sumber: ANRI, Kempen 560329 AA 3

33. Malam perkenalan dengan Letkol John Lie Komandan Korvet GM di Medan, 12 Agustus 1958

Sumber: ANRI, Kempen 580812 AA 3

34. Fragmen Undang-Undang Darurat Nomor 8 Tahun 1856 tentang Pembentukan Daerah Propinsi Sumatera Utara. Ditetapkan 14 Nopember 1956, 10 Desember 1957

Sumber: ANRI, Sekkab UU Drt no 8 th 56

Citra Kota Medan Dalam Arsip

229

35. Peringatan Hari Solidaritet Asia Afrika di Lapangan Merdeka Medan, 27 April 1958

Sumber: ANRI, Kempen 580427 AA.11

36. Upacara memperingati 50 tahun Hari Kebangkitan Nasional di Lapangan Merdeka Medan, 20 Mei 1958

Sumber: ANRI, Kempen 580520 AA.12 (atas) Kempen 580520 AA.7 (bawah)

37. Kunjungan kerja Menteri Penerangan Sudibyo dan rombongan ke Medan, 16 Februari 1959

Sumber: ANRI, Kempen 590216 AA 4

38. Rapat raksasa menyambut kembalinya Undang-Undang Dasar 1945 di lapangan Merdeka Medan, 19 April 1959

Sumber: ANRI, kempen 590419 AA 1

39. Missi militer Republik Rakyat Cina yang diketuai oleh Jenderal Cheng Wu mengunjungi Medan, 10 Mei 1959

Sumber: ANRI, Kempen 590510 AA 3

40. Gubernur Sultan Kumala Pontas menghadiahkan sehelai selendang ulos kepada misi militer Republik Rakyat Cina Jenderal Cheng Wu di Medan, 10 Mei 1959

Sumber: ANRI, Kempen 590510 AA 1

41. Para Jenderal dari Republik Rakyat Cina mengenakan selendang (ulos) didampingi Jenderal Gatot Subroto dalam rangka kunjungan di Medan, 10 Mei 1959

Sumber: ANRI, Kempen 590510 AA 5

42. Pidato Presiden Sukarno pada pertemuan massa di Bandara Polonia, Medan, 7 September 1959

Sumber: ANRI, Pidato Presiden No.113

43. Fragmen Ceramah Presiden Sukarno dihadapan para pemimpin sipil, militer, partai, (golongan dan mahasiswa) di Gubernuran Medan, 30 Juli 1961

Sumber: ANRI, Pidato Presiden No.320

44. Fragmen Pidato Presiden Sukarno pada rapat raksasa di Lapangan Merdeka, Medan, 30 Juli 196

Sumber: ANRI, Pidato Presiden No.321

45. Fragmen Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1973 tentang Perluasan Daerah Kotamadya Medan, 9 Mei 1973.

Sumber: ANRI, PP No. 22-1973

Citra Kota Medan Dalam Arsip

230

46. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1992 tentang Pembentukan 18 (delapan belas) Kecamatan di Wilayah Kabupaten-Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun. Dairi, Tapanuli Selatan, Karo, Tapanuli Utara, tapanuli Tengah, Nias, Langkat, dan di Wilayah Kotamadya daerah Tingkat II Medan dalam Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, 13 Juli 1992 Sumber: ANRI, Sekkab Per UU-PP no 35 th 1992 C. KESULTANAN 47. Suasana penobatan Sultan Deli, didampingi istrinya mengikuti acara penobatan dengan khidmat, 1925

Sumber: ANRI, KIT Sumut 325/16

48. Istana Maimoon di Medan yang mulai di gunakan oleh Sultan Deli pada tahun 1891, [1930]

Sumber: ANRI, KIT sumut 64/53

49. Upacara perkawinan Sultan dari Deli di Istana Maimoon, tampak pasangan mempelai bersanding, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 378 /16

50. Sultan Deli sedang memberi pengarahan di depan hadirin yang datang di masjid, 29 November 1948

Sumber: ANRI, Kempen Sumut 81129 AA7

51. Foto udara Istana Sultan Deli yang berdekatan dengan Masjid Raya Medan, 1930, 1949

Sumber: ANRI, NIGIS B. 2015 ; ANRI, KIT Sumut 292/14

52. Kunjungan Duta Besar, Bolivia Dr. German Quiroga Galdo ke Istana Deli, Medan, 4 Mei 1955

Sumber: ANRI, Kempen 550504 AA.17

53. Rombongan missi kebudayaan Mesir berkunjung ke Mesjid Raya di Medan, 4 Agustus 1956

Sumber: ANRI, Kempen 560804 AA 16



Citra Kota Medan Dalam Arsip

231

D. KEAGAMAAN 54. Masjid Kesultanan Deli, yang merupakan Masjid Raya dengan arsitektur Melayu di Medan, [1913]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 89/6

55. Rumah ibadah masyarakat Cina Padang Boelan Cina, di Medan, 1913

Sumber: ANRI, KIT Sumut 788/90

56. Bagian utama Masjid Raya Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 803/55

57. Kelenteng Cina di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 791/41

58. Gereja Katolik Roma di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT sumut 163/6

59. Gereja Kristen Protestan di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 809/10

60. Sembahyang pada pemakamam Tjong Afie, seorang Kapiten Cina dari Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 390/6

61. Pastor Mgr. De Jonge beramah tamah dengan anak-anak Suku Batak di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, RVD 80122 AA 1

62. Kaum muslimin sedang melakukan sholat berjamaah di suatu masjid di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, RVD 80723 AA 5

63. Para tokoh agama Islam sedang membicarakan perayaan gerebek besar di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, RVD 81013 AA.1

64. Perayaan (Maulid Nabi) Gerebek Besar di Masjid Raya Medan, [1930]

Sumber: ANRI, RVD 81013 AA.5

65. Perayaan Gerebek Besar di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, RVD 81013 AA.5

66. Masjid Sultan Deli, Medan dengan latar belakang Istana dilihat dari udara, 1931

Sumber: ANRI, KIT Sumut 292/16

67. Gereja Protestan, Medan, 4 September 1950

Sumber: ANRI, Kempen 50804 AA

Citra Kota Medan Dalam Arsip

232

68. Masjid Sultan Deli (Masjid Raya) di Medan, 6 September 1950 Sumber: ANRI, Kempen 50962 AA 69. Rombongan missi kebudayaan Mesir, berfoto bersama di Masjid Raya, Medan, 4 Agustus 1956

Sumber: ANRI, kempen 56084 AA 11

70. Penetapan berdirinya organisasi Muhamadiyah cabang Tanjung Sari Medan, 5 Desember 1962

Sumber: ANRI, Muhammadiyah 2069

71. Surat penetapan Muhammadiyah cabang Medan Baru, Desember 1962

Sumber: ANRI, Muhammadiyah 2078

72. Surat dari Drs. Achmad Gani (Kepala Kanwil Departemen Agama Provinsi Sumut) kepada Wakil Presiden tentang perkembangan pembangunan asrama haji Medan, 2 Desember 1967

Sumber: ANRI, Setwapres Adam Malik No. 835

73. Surat dari Gubernur Kepala Daerah Tk. I Sumatera Utara kepada Menteri Dalam Negeri tentang pemanfaatan Asrama Haji Udara Polonia, Medan, 20 September 1980

Sumber: ANRI, Adam Malik No. 845

74. Susunan pimpinan Muhammadiyah cabang Pasar Merah Medan, masa jabatan 1978-1981

Sumber: ANRI, Muhammadiyah 2361

75. Sambutan Menteri agama RI yang disampaikan oleh H. Abdul Qadir Basalamah, dalam pembukaan penataran TPHI-TKHI Embarkasi Polonia Medan, 1982

Sumber: ANRI, Depag II no 0086(F81)(1)

76. Peserta penataran TPHI-TKHI Embarkasi Polonia Medan,1982 Sumber: ANRI, Depag II no 0086(F81-2) E. KEBUDAYAAN 77. Pameran sapi berhias di Medan, 1908

Sumber: ANRI, KIT Sumut 280/34

78. Pameran mobil hias di Deli Medan, 1908

Sumber: ANRI, KIT Sumut 280/36

79. Umbul-umbul Cina dalam rangka pemakaman Tjong Afie (kapiten Cina) dari Medan, 1921

Sumber: ANRI, KIT Sumut 390/10

Citra Kota Medan Dalam Arsip

233

80. Sepasang penari Melayu dari Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 1093 /2

81. Kawasan Pecinan di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 759/87

82. Model payung salah satu hasil kerajinan di Medan, 1936

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 735/47

83. Seorang wanita sedang menenun kain di Medan, 18 Juli 1948

Sumber: ANRI, RVD 81115 AA.1

84. Pertunjukan pencak silat di Medan, 1 Juli 1958

Sumber: ANRI, Kempen 580627 AA 7

85. Sayembara tari Serampang Duabelas di Medan, 7 Agustus 1958 Sumber: ANRI, Kempen 580807 AA 1 F. PENDIDIKAN DAN OLAH RAGA 86. Siswa dan guru berfoto bersama di depan sekolah, Medan, 1905 Sumber: ANRI, KIT Sumut 266/14 87. Bagian awal dari Surat Keputusan Gubernur Jenderal tentang pemberian subsidi kepada Sekolah Pendidikan Guru Untuk Guru Sekolah Dasar Pribumi, 8 Mei 1911

Sumber: ANRI, Besluit 8 Mei 1911 No. 10

88. Siswa-siswa sekolah Bijbel sedang berfoto bersama di depan sekolah, Medan, [1925]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 163/78

89. Siswa sekolah rumah sakit khusus wanita pribumi, Medan, 1925 Sumber: ANRI, KIT Sumut 282/24 90. Seorang guru sedang mengawasi siswa-siswa sekolah “Senembah” Sumatera yang sedang membuat atap rumbia dari pelepah oliepalm, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 290/10

91. Siswa-siswa sekolah umum sedang berbaris di depan sekolah pada acara pembukaan sekolah di Medan, [1935]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 163/80

92. Siswa-siswa sekolah perkebunan sedang bekerja di perkebunan gunung rinteh, Medan, [1940]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 282/28

Citra Kota Medan Dalam Arsip

234

93. Walikota Medan A.M Djalaluddin memberi sambutan dalam rangka peresmian kursus pegawai Dinas C di Medan, 6 Oktober 1952 Sumber: ANRI, Kempen 521006 AA.4 94. Defile rombongan Sumatera Utara pada pembukaan Pekan Olah Raga Nasional ke-3 di Stadion Teladan Medan, 20 September 1953 Sumber: ANRI, Kempen 530920 AA1-21 95. Menteri Sosial Sudibio mermberikan sambutan pada Dies Natalis IV Universitas Islam Sumatera Utara di Medan, 7 Januari 1956 Sumber: ANRI, Kempen 560107 AA 3 96. Keramaian pekan kanak-kanak di Medan, 1 - 3 Juli 1957

Sumber: ANRI, Kempen 570703 AA 9

97. Suasana keramaian Pekan kanak-kanak di Medan, Juli 1957 Sumber: ANRI, Kempen Sumut 570702 AA 2 98. Fragmen Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1957 tentang Pendirian Universitas Sumatera Utara di Medan, 30 Oktober 1957 Sumber: ANRI, Sekkab Per UU PP No. 346 99. Fragmen Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0132/1969 tentang pemberian status negeri Sekolah Musik Indonesia di Medan, 12 November 1969 Sumber: ANRI, Diknas No. 0132-1969 100. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0239/U/1977 tentang Pengesahan Status Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Medan, 1 Juli 1977

Sumber: ANRI, Diknas No. 0239-U-1977

101. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0688/U/1977 tentang Pengesahan Status Akademi Bahasa Asing Yasphendar, Medan, 31 Desember 1977 Sumber: ANRI, Diknas No. 0688-U-1977 102. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0111/U/1978 tentang Pengesahan Status Universitas Huria Kristen Batak Protestan Nomensen, Medan, 31 Meret 1978 Sumber: ANRI, Diknas No. 0111-U-1978 103. Surat permohonan persetujuan pembangunan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara di Medan, 14 Maret 1985 Sumber: ANRI, muhammadiyah 844

Citra Kota Medan Dalam Arsip

235

F. KESEHATAN 104. Salah satu rumah sakit di Medan, 1900

Sumber: ANRI, KIT Sumut 357/27

105. Rumah Sakit di Tuntungan Medan, 1900

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 189/42 106. Rumah Sakit Deli Maatschappij Medan, 1905 Sumber: ANRI, KIT Sumut 181/68 107. Beberapa pasien wanita di Rumah Sakit Deli Maatschappij Medan, 1905

Sumber: ANRI, KIT Sumut 191/82

108. Kamar operasi di Rumah Sakit Deli Maatschappij Medan, 1905

Sumber: ANRI, KIT Sumut357/53

109. Laboratorium Patologi di Medan, 1925

Sumber: ANRI, KIT Sumut 163/56

110. Rumah sakit khusus untuk orang Eropa di Medan, 1925

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 266/24

111. Rumah sakit khusus wanita pribumi, Medan, 1925

Sumber: ANRI, KIT Sumut 163/2

112. Vaksinasi terhadap penduduk di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, Kempen Sumut 80824 AA 1

113. Pemandangan di sebuah bangsal rumah sakit di Medan, [1930] Sumber: ANRI, KIT SUMUT 357/29 G. PERTANIAN DAN PERKEBUNAN 114. Surat Keputusan tentang ketentuan pendirian Deli Planters Vereeniging (Perkumpulan Penanam Deli) di Medan, 1890

Sumber: ANRI, Besluit 24 Juni

115. Pemandangan di sekitar gedung pengeringan tembakau Deli, 1900, 1905

Sumber: ANRI, KIT sumut 189/56 (atas); \KIT sumut 191/30 (bawah)

116. Bagian awal Surat Keputusan tentang statuten (ketentuan)

Algemenee Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatera (AVROS) di Medan, 1919 Sumber: ANRI, Besluit 25 Juli 1919 No. 47

117. Wilayah Sumatera Timur yang dikuasai oleh Belanda untuk dijadikan tanah perkebunan, 1919

Sumber: ANRI, BGS 26 Mei 1919 No. 1425/II

Citra Kota Medan Dalam Arsip

236

118. Buah Kelapa sawit salah satu komoditi perkebunan dari Medan, 1928

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 58/46 119. Surat dari Gouverneur der Oostkust van Sumatera kepada Directeur van Justitie tentang Peraturan karet Sumatera, 16 Desember 1929 Sumber: ANRI, Binnenlandsch Bestuur No. 2854 120. Balai Percobaan AVROS, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 587/56 121. Surat dari Directeur Landbouw, Nijverheid en handel kepada Directeur van Justitie tentang peraturan karet di Sumatera, 4 Maret 1930

Sumber: ANRI, Binnenlandsch Bestuur No. 2854

122. Tanaman tembakau salah satu hasil perkebunan di Medan, [1930] Sumber: ANRI, KIT SUMUT 89/82 123. Pasar durian di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 374/24

124. Terong salah satu hasil tanaman sayuran dari Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 374/32

125. Pasar sayuran di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 374/34

126. Mesin pembajak perkebunan tenaga uap di Deli, Medan, [1930] Sumber: ANRI, KIT SUMUT 555/24 127. Lori membawa tembakau hasil perkebunan menuju ke pabrik, di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 571/7

128. Mensortir tembakau di pabrik tembakau Deli, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 592/47

129. Perkebunan kelapa di Deli, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 628/27 130. Gedung perkantoran AVROS (Algemenee Vereeninging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatera) di Medan, [1930] Sumber: ANRI, Kempen 50806 131. Rumah kaca Balai Percobaan Tembakau Deli, Medan, [1930

Sumber: ANRI, KIT Sumut 587/54

132. Laboratorium biologi tembakau Deli, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 587/58

Citra Kota Medan Dalam Arsip

237

133. Pembuatan gula aren dari tanaman Tebu di Asahan, Medan, 1934 Sumber: ANRI, KIT Sumut 578/7 134. Tanaman jati perkebunan di Deli, Medan, 1934

Sumber: ANRI, KIT Sumut 655/54

135. Tanaman rami di Medan, 1934

Sumber: ANRI, KIT Sumut 571/79

136. Tanaman gambir muda di perkebunan “Gunung Melayu”, Sumatera Oostkust, 1934

Sumber: ANRI, KIT Sumut 63

137. Gudang tempat meragi tembakau dari perusahaan tembakau Helvetia di Medan, [1950]

Sumber: ANRI, RVD 70906 AA2

138. Daftar Nama-nama perusahaan perkebunan yang tergabung sebagai anggota AVROS, Medan, 1952

Sumber: ANRI, AVROS No.35

139. Surat dari Jawatan Perkebunan kepada CV. Perkebunan Asahan Sepakat tentang pembelian perkebunan Sungai Radja, Medan, 17 Mei 1954 Sumber: ANRI, Kementerian Pertanian No. 23 H. PEREKONOMIAN DAN PERINDUSTRIAN 140. Bagain awal dari Surat Keputusan Gubernur Jenderal tentang pendirian Yayasan Delische Spaarbank, Medan, 1892

Sumber: ANRI, Besluit 28 Oktober 1892 No. 35

141. Surat Keputusan tentang pemberian ijin kepada Deli Maatschappij di Amsterdam untuk mengebor sebuah sumur kilang minyak yang terletak antara sungai Deli dan Percut, 28 Januari 1887 Sumber: ANRI, Besluit 28 Januari 1887 No. 26 142. Surat Keputusan Gubernur Jenderal tentang pemberian ijin Kapiten/ mayor Cina, Tjong A Fie untuk mengebor sumur kilang minyak di daerah Poeloe Brayan, Karesidenan Sumatera Timur, 1912 Sumber: ANRI, Besluit 9 Mei 1912 No. 78 143. Rumah potong hewan di Medan, 1925

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 163/26 144. Gedung Deli Maatschappij di Medan, 1928 Sumber: ANRI, NV Deli Maatshappij1869-1929, Gedenkboek Zestigzarig (De Bussy Amsterdam)

Citra Kota Medan Dalam Arsip

238

145. Bank Jawa (Javasche Bank) di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 291/14

146. Peternakan sapi di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 672/3

147. Suasana pasar ikan di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 170/8

148. Pusat pasar di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 784/57 149. Mesin pabrik Deli Maatschappij di Medan, [1930] Sumber: ANRI, KIT SUMUT 785/70

150. Mesin bubut kecil di suatu pabrik di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 785/72

151. Suasana pasar buah-buahan di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 374/30

152. Pengepakan karet di Pabrik Hook Lie Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 640/21

153. Pekerja pabrik karet sedang menyelesaikan produksinya untuk pasar eksport, Medan, 1950

Sumber: ANRI, RVD 80708 AA7

154. Pembuatan anyaman salah satu produk kerajinan rakyat di Medan, 1950

Sumber: ANRI, KIT Sumut 735/29

155. Kerajinan tembikar/membuat pot di Medan, 1950 Sumber: ANRI, KIT Sumut 788/17 156. Pabrik pengekstrak (penghasil) minyak palm, Medan, 1950

Sumber: ANRI, KIT Sumut 626/33

157. Walikota Medan H. Muda Siregar memberi sambutan pada acara resepsi Koperasi Pegawai Negeri di Medan, 6 September 1956 Sumber: ANRI, Kempen 560906 AA 3 I. INFRASTRUKTUR 158. Rumah administrasi di Helvetia, Medan, 1876

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 54/67

159. Suasana lapangan Merdeka Medan, 1905

Sumber: ANRI, KIT Sumut 266/22

160. Hotel De Boer (sekarang Hotel Darma Deli), Medan, 1921

Sumber: ANRI, KIT Sumut 1098/86

Citra Kota Medan Dalam Arsip

239

161. Pemandangan suatu perumahan di Medan, 1926

Sumber: ANRI, KIT Sumut 838/72

162. Jembatan di Sungai Deli di Soenggal, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 266/32

163. Jembatan di sungai Belawan, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 525/44

164. Jalan antara Medan dan Belawan dengan pemandangan Pohon kelapa di kiri kanannya, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 511/76

165. Jembatan Sukamulia Deli, Medan, 1936

Sumber: ANRI, KIT Sumut 293/36 (atas) ;KIT Sumut 293/40 (bawah)

166. Pemandangan di sekitar gedung bioskop ”Cathay”, Medan, 1950 Sumber: ANRI, Kempen 50783 AA 167. Kantor Pos dan telegraf di Kota Medan, 1950 Sumber: ANRI, Kempen N. 50803 AA J. TRANSPORTASI 168. Surat Keputusan Gubernur Jenderal tentang pembuatan jalan kereta api dari Belawan-Medan-Deli Tua dengan cabang dari Medan ke Timbang Langkat di daerah Deli, Karesidenan Sumatera Timur, 12 Februari 1900

Sumber: ANRI, Brieven Gouverneur Secretarie No. 515

169. Laporan tentang pelaksanaan dan eksploitasi pembuatan jalan kereta api (uap) di Karesidenan Sumatera Timur yang menghubungkan cabang Deli Spoorweg menuju Perbaoengan di daerah Serdang Ke Bamban di Wilayah Bedagi, 23 Februari 1900 Sumber: ANRI, Brieven Gouverneur Secretarie No. 515 170. Pameran pertunjukan perahu luncur, Medan, 1908

Sumber: ANRI, KIT Sumut 280/16

171. Bagian awal Surat Keputusan Gubernur Jenderal tentang pengeluaran dana untuk perbaikan jalan Oelak Medan-Brussel Estate sebesar f.16.500 selama 1918

Sumber: ANRI, Besluit 21 Januari 1918 No. 23

172. Surat Keputusan Gubernur Jenderal tentang ganti rugi sebesar f.150.000 untuk perbaikan jalan di Ooskust van Sumatera, 1918 Sumber: ANRI, Besluit 5 April 1918 No. 15



Citra Kota Medan Dalam Arsip

240

173. Gerobak sapi sebagai alat penyeberangan sungai, Medan, 1923 Sumber: ANRI, KIT Sumut 198/88 174. Kantor Pelayaran Nederland Maatschappij di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 782/83

175. Kantor Kereta Deli, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 781/80

176. Sado merupakan salah satu alat transportasi di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 170/12

177. Kereta kuda merupakan kendaraan pribadi di Medan pada masa kolonial, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 170/14

178. Gerobak sapi sebagai alat transportasi di Deli, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 696/8

179. Rakit sebagai alat transportasi di Sungai Deli, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 705/52

180. Becak yang berasal dari Hongkong sebagai salah satu alat transportasi di Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT SUMUT 697/64

181. Stasiun Kereta Api, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 263/80 182. Pesawat terbang burung hantu (De Oehoe) yang sedang diperbaiki di hanggar bandara, Medan, [1930]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 545/88

183. Kapal Sibayak yang mengangkut tembakau Deli dari Pelabuhan Belawan, Medan, 1940

Sumber: ANRI, KIT Sumut 592/66

184. Kereta api yang sedang mengangkut kayu di Medan, 1940

Sumber: ANRI, KIT Sumut 49/68

185. Mobil angkutan umum di Medan, [1940]

Sumber: ANRI, KIT Sumut 314/4

186. Becak model Singapura dengan penumpangnya, Medan, 26 September 1953

Sumber: ANRI, Kempen K 530926 AA1-2

Citra Kota Medan Dalam Arsip

241

PENUTUP

Citra Kota Medan Dalam Arsip

242

PENUTUP Program Citra Daerah yang dikembangkan ANRI merupakan salah satu upaya memberdayakan daerah melalui arsip. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yakni meningkatkan peran daerah di berbagai bidang, termasuk bidang kearsipan. Arsip sebagai salah satu sumber informasi yang terpercaya dapat menunjukkan keberhasilan maupun kegagalan yang dialami pada masa lalu untuk diaplikasikan secara adaptif dan kontekstual dalam merencanakan pembangunan di daerah yang semakin kompleks. “Citra Kota Medan Dalam Arsip” diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kota Medan dengan menyebarluaskannya kepada masyarakat umum, khususnya generasi muda. Penyebarluasan ini sangat penting artinya karena dapat memberikan dorongan kepada masyarakat luas untuk mempelajari dan menggali lebih dalam lagi informasi mengenai penyelenggaraan kehidupan kebangsaan dalam lingkup daerah. Pada gilirannya arsip dapat menjadi memori kolektif daerah yang berfungsi sebagai pemberi semangat dalam menumbuhkan rasa kebanggaan sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia

Citra Kota Medan Dalam Arsip

243

Arsip Nasional Republik Indonesia

Jl. Ampera Raya No. 7, Cilandak Timur, Jakarta 12560 Telp. 62-21-7805851, Fax.62-21-7810280, 7805812 http//www.anri.go.id, e-mail: [email protected]

Citra Kota Medan Dalam Arsip

244

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.