Buku Slameto Supervisi Pendidikan Flipbook PDF


9 downloads 119 Views 47MB Size

Recommend Stories


Porque. PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::
Porque tu hogar empieza desde adentro. www.avilainteriores.com PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com Avila Interi

EMPRESAS HEADHUNTERS CHILE PDF
Get Instant Access to eBook Empresas Headhunters Chile PDF at Our Huge Library EMPRESAS HEADHUNTERS CHILE PDF ==> Download: EMPRESAS HEADHUNTERS CHIL

Story Transcript

i


ii Sanksi Pelanggaran Pasal 22: Undang Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing -masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dengan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


iii MODEL, PROGRAM, EVALUASI BESERTA TREN SUPERVISI PENDIDIKAN CV. PENERBIT QIARA MEDIA 241 hlm : 14.5 x 21 cm IKAPI : 237/JTI/2019 ISBN : 9786237365259 Copyright @2019 Slameto Penulis: Slameto Editor : Qiara Media Partner Layout : Erika Desainer Sampul : Erika Gambar diperoleh dari www.google.com Cetakan Pertama, 2020 Diterbitkan oleh: CV. Penerbit Qiara Media Email: [email protected] Wb: http://qiaramediapartner.blogspot.com Ig: qiara_media Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip dan/atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa seizin penerbit.


iv Salah satu tujuan supervisi pendidikan adalah untuk membimbing dan membina guru agar menjadi guru yang profesional. Dengan adanya guru yang profesional maka tujuan supervisi yang lebih jauh, yaitu perbaikan hasil belajar siswa akan tercapai. Hal ini merupakan tugas supervisor (baik kepala sekolah maupun pengawas sekolah) untuk membantu guru dalam meningkatkan kemampuan mengajarnya. Sementara masih banyak kepala sekolah maupun pengawas sekolah terkesan belum melaksanakan kegiatan supervisi sungguh- sungguh. Salah satu alasannya karena minimnya referensi yang bisa dipakai sebagai landasan sekaligus pedoman pelaksanaannya. Oleh karena itulah buku supervisi pendidikan ini saya susun. Selain menjawab kebutuhan di dunia pendidikan / sekolah, penulisan buku ini justru menjawab kebutuhan perkuliahan di Program Magister Manajemen Pendidikan. Perkuliahan Supervisi Pendidikan pada aras S2 Manajemen Pendidikan diarahkan sedemikian hingga mahasiswa mampu memiliki pemahaman dan wawasan tentang latar belakang supervisi, konsep dasar, model, pendekatan dan teknik-teknik supervisi, ruang lingkup supervisi, pelaku-pelaku dan proses supervisi, supervisi pendidikan di sekolah dan pelaporan evaluasi dan penyelenggaraan supervisi secara komprehensif dan mampu mengaplikasikan nya dalam studi dan praktik di lapangan. Dengan terbitnya buku ini, akan membantu perkuliahan baik bagi dosen terlebih mahasiswa dalam mewujudkan perkuliahan yang efektif. Seperti pepatah tiada gading yang tak retak, demikian juga buku ini; maka dari itu masukan dan kritik yang membangun dari pihak pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan. Penulis


v Hal KATA PENGANTAR......................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................... BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................... A. Latar Belakang...................................................................................... B. Masalah Mutu Pendidikan dan Peran Kepengawasan......... C. Tujuan Penulisan............................................................................... D. Manfaat Penulisan............................................................................. BAB 2 KONSEP SUPERVISI PENDIDIKAN............................................. A. Konsep Dasar Supervisi Pendidikan.......................................... B. Latar Belakang Supervisi Pendidikan....................................... C. Sejarah Supervisi Pendidikan....................................................... D. Dimensi Supervisi Pendidikan..................................................... E. Tujuan dan Fungsi Supervisi Pendidikan................................ F. Peran dan Obyek Supervisi Pendidikan................................... BAB 3 MODEL-MODEL SUPERVISI PENDIDIKAN............................... A. Model Supervisi Pendidikan......................................................... B. Pendekatan Supervisi Pendidikan.............................................. C. Tipe Supervisi Pendidikan............................................................. D. Prinsip Supervisi Pendidikan....................................................... E. Proses Supervisi Pendidikan........................................................ iv v 1 1 3 10 10 13 13 15 17 19 20 26 31 31 40 50 51 59


vi BAB 4 PROSEDUR DAN TEKNIK SUPERVISI............................................. A. Pengantar………………………………………………………………....... B. Orientasi Supervisi Pendidikan.................................................... C. Pendekatan Supervisi....................................................................... D. Teknik-teknik Supervisi Pendidikan.......................................... BAB 5 PENGEMBANGAN PROGRAM SUPERVISI................................ A. Hakikat Pengembangan Program Supervisi........................... B. Prinsip dan Prosedur Pengembangan Program dan Instrumen Supervisi.......................................................................... BAB 6 KUALIFIKASI DAN STANDAR KOMPETENSI PENGAWAS DAN KEPALA SEKOLAH................................................................ A. Kualifikasi dan Standar Kompetensi Pengawas Sekolah… B. Kepala Sekolah: Kualifikasi, Standar Kompetensi dan Profesi………………………………………………………………………... BAB VII EVALUASI PROGRAM SUPERVISI PENDIDIKAN.................... A. Hakikat Evaluasi Program Supervisi Pendidikan................. B. Tujuan Evaluasi Program Supervisi Pendidikan.................. C. Prinsip Evaluasi Program Supervisi Pendidikan.................. D. Model Evaluasi Program Supervisi Pendidikan.................... E. Prosedur Evaluasi Program Supervisi Pendidikan dan Pelaporannya……………………………………………………………… F. Pelaporan Hasil Supervisi Pendidikan...................................... 63 63 64 85 97 113 113 123 131 133 159 171 171 172 173 176 178 182


vii BAB VIII PENELITIAN EVALUASI PROGRAM SUPERVISI PENDIDIKAN…………………………………………………………………. A. Hakikat Penelitian Evaluasi Program Supervisi Pendidikan............................................................................................. B. Prinsip Penelitian Evaluasi Program Supervisi Pendidikan............................................................................................. C. Pendekatan Penelitian Evaluasi Program Supervisi Pendidikan............................................................................................. D. Prosedur Penelitian Evaluasi Program Supervisi Pendidikan dan Publikasinya........................................................ BAB IX TREND SUPERVISI PENDIDIKAN MASA DEPAN.................... A. Tuntutan Pendidikan Masa Depan.............................................. B. Perubahan Karakteristik Pembelajaran di Masa Depan C. Perlunya Inovasi dalam Supervisi Pendidikan yang Antipatif……………………………………………………………………... GLOSARIUM...................................................................................... DAFTAR PUSTAKA......................................................................... INDEKS............................................................................................... ........ 185 185 187 188 191 201 201 201 208 222 230


viii


vision: Super = atas, lebih, Vision = lihat, tilik, awasi. Makna yang terkandung dari pengertian tersebut, bahwa seorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang disupervisi, tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang disupervisi. Menurut konsep kuno supervisi dilaksanakan dalam bentuk inspeksi atau mencari kesalahan guru dalam me- laksanakan tugas mengajar. Sedangkan dalam pandangan modern supervisi adalah usaha untuk memperbaiki situasi belajar mengajar, yaitu supervisi sebagai bantuan bagi guru dalam meningkatkan kualitas mengajar untuk membantu peserta didik agar lebih baik dalam belajar. Namun, anggapan masyarakat, supervisi pendidikan identik dengan pengawasan yang berbau inspeksi. Dilihat dari sudut pandang semantik, terdapat dua pandangan, yakni pada zaman penjajahan dan zaman kemerdekaan. Tujuan pendidikan zaman penjajahan itu bukan mengembangkan anak semata-mata, serta bukan demi kepentingan anak tetapi untuk kepentingan pemerintah Belanda. Pendidikan bertujuan menghasilkan tenaga yang murah. Pemerintah Belanda mendapatkan keuntungan yang maksimal dengan tenaga terampil yang murah tersebut. Metodologi pengajaran kolonial bersifat keras, guru bertindak keras kepada siswa, kepala sekolah bertindak keras kepada guru dan begitu seterusnya. Sehubungan dengan itu makna yang tersirat dalam supervisi yang diktator adalah usaha untuk mencari kesalahan yang diperbuat


2 anak buah (guru). Data kesalahan itu akan digunakan oleh kepala sekolah (supervisor) untuk dasar pertimbangan membuat daftar penilaian aspek pelaksanaan pekerjaan. Zaman kemerdekaan membentuk jiwa merdeka. Secara psikologis jiwa yang merdeka adalah jiwa yang dapat berkembang secara maksimal dan integral. Perkembangan secara integral maksudnya perkembangan itu meliputi seluruh unsur kejiwaan secara seimbang. Sebagai ilustrasi, guru memberikan pelajaran ilmu alam dengan pokok bahasan Hukum Archimedes. Metode yang digunakan hanya metode ceramah tanpa menggunakan metode yang lain. PBM ditandai dengan kegiatan guru mengucapkan hokum itu lalu murid menirukan kemudian menghafal. Setelah itu guru menerangkan dan murid mendengarkan sambil membuat catatan-catatan. Proses belajar mengajar seperti itu hanya memberikan kesempatan berkembang pada segi fantasi dan rasa, segi tanggapan dan motorik kurang berkembang bahkan tidak berkembang. Oleh karena itu supervisi pendidikan adalah bantuan yang diberikan supervisor kepada guru (bawahan) agar ia mengalami pertumbuhan secara maksimal dan integral baik profesi maupun pribadinya. Supervisi adalah pengawasan professional dalam bidang akademik, dijalankan berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan tentang bidang kerjanya, memahami tentang pembelajaran lebih mendalam dari sekadar pengawasan biasa. Posisi dan kedudukannya lebih tinggi dan lebih baik dari orang yang diawasinya. Pengawasan professional menuntut kemampuan ilmu pengetahuan yang mendalam serta kesanggupan untuk melihat sebuah peristiwa pembelajaran dengan tajam. Para penulis bidang ini menyepakati bahwa supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang memfokuskan diri pada pengkajian peningkatan situasi belajar mengajar, memberdayakan guru dan mempertinggi kualitas mengajar. Istilah supervisi pembelajaran merujuk kepada pengertian memperbaiki mutu kegiatan pokok di sekolah, yaitu perbaikan proses belajar mengajar atau pembelajaran atau disebut instruksional. Menurut referensi [2], supervisi pengajaran merupakan fungsi penting dalam system pendidikan yang mengefektifkan seluruh unsur-unsur


3 pengajaran yang kedalam aktivitas pendidikan, supervisi bergerak dalam bidang akademik. Dari uraian diatas, tersirat makna bahwa supervisi adalah: a. Supervisi bukan usaha pengarahan yang membentuk pribadi guru selaras dengan pola yang dikehendaki oleh supervisor tetapi supervisor membantu guru agar guru berkembang menjadi pribadi yang sesuai dengan kodratnya, b. Dalam kegiatan supervisi pendidikan bukan hanya profesi guru yang bertumbuh tetapi juga pribadinya, c. Dalam kegiatan supervisi pendidikan tidak mencari kesalahan guru, tetapi juga membantu mereka agar dapat menemukan masalah yang dihadapi dan bagaimana memecahkannya. B. Masalah Mutu Pendidikan dan Peran Kepengawasan Konsep Mutu Pendidikan Proses pendidikan yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur dinamis yang akan ada di dalam sekolah itu dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Menurut referensi [3] yakni: 1) Keefektifan kepemimpinan kepala sekolah 2) Partisipasi dan rasa tanggung jawab guru dan staf, 3) Proses belajar-mengajar yang efektif, 4) Pengembangan staf yang terprogram, 5) Kurikulum yang relevan, 6) Memiliki visi dan misi yang jelas, 7) Iklim sekolah yang kondusif, 8) Penilaian diri terhadap kekuatan dan kelemahan, 9) Komunikasi efektif baik internal maupun eksternal, dan 10) Keterlibatan orang tua dan masyarakat secara intrinsik. Dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu [4]. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan [5]. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya


4 proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain dengan mengintegrasikan input sekolah sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah yang dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, dan moral kerjanya. Berdasarkan konsep mutu pendidikan maka dapat dipahami bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan. 1. Masalah Mutu Pendidikan Dalam melaksanakan supervisi kepala sekolah pasti menghadapi kendala-kendala [5]; Para kepala sekolah baik suka maupun tidak suka harus siap menghadapi problema dan kendala dalam melaksanakan supervisi pendidikan. Berdasarkan kajian teori yang penulis lakukan dapat diketahui bahwa kendala supervisi pendidikan yang sangat umum terjadi di lapangan adalah kurangnya motivasi dari para guru ketika mendapat supervisi. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya anggapan yang telah melekat dalam diri guru bahwa supervisi hanyalah kegiatan yang semata-mata untuk mencari-cari kesalahan. 1. Kompleksitas tugas manajerial seorang kepala sekolah. Program kegiatan supervisi pendidikan tidak dapat dilakukan oleh kepala sekolah seorang diri. Kompleksitas tugas manajerial kepala sekolah mengakibatkan seorang kepala sekolah tidak dapat menangani sendiri pelaksanaan supervisi pendidikan, khususnya supervisi yang lebih menekankan pada aspek pembelajaran. 2. Kurangnya persiapan dari guru yang di supervisi. Kondisi ini dapat diartikan bahwa motivasi guru untuk di supervisi dinilai masih kurang, hal tersebut dikarenakan masih melekatnya anggapan dari para guru bahwa supervisi sematamata hanyalah kegiatan untuk mencari-cari kesalahan. Meskipun pelaksanaan supervisi pendidikan dilakukan dengan


5 pemberitahuan terlebih dahulu kepada guru yang akan mendapat supervisi, masih saja para guru yang akan di supervisi belum mempersiapkan diri secara matang. 3. Unsur subjektivitas guru supervisor dirasa masih tinggi. Unsur subjektivitas dari supervisor yang ditunjuk oleh kepala sekolah dirasa masih tinggi. Keadaan ini terjadi dikarenakan kegiatan supervisi pendidikan tidak dilakukan sendiri secara langsung oleh kepala sekolah, tapi oleh guru- guru yang dianggap telah senior oleh kepala sekolah. Dimana masing-masing guru tersebut memiliki kepribadian yang berbeda-beda dan prinsip supervisi maupun teknik supervisi yang saling berbeda pula. 4. Sering terjadi pergantian kepala sekolah Terjadinya pergantian kepala sekolah mengakibatkan jalannya pelaksanaan supervisi pendidikan menjadi tersendat sendat, kurang lancar, dan dinilai kurang rutin / kontinyu. 5. Sarana dan prasarana yang terbatas Setiap proses belajar mengajar yang berhubungan dengan masalah sarana dan prasarana, seorang guru pasti merasakan ketidaknyamanan dalam menyampaikan materi pelajaran. Karena sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor utama lancarnya pelaksanaan supervisi pendidikan dalam meningkatkan profesionalisme guru. 6. Kurangnya disiplin guru Masalah yang menyangkut faktor disiplin. Hal ini sering dilakukan oleh beberapa tenaga pengajar terutama disiplin waktu hal ini menimbulkan kelas menjadi tidak kondusif sehingga siswa tidak tau apa yang harus dilakukan selain bermain di dalam kelas sambil menunggu guru yang memiliki jadwal pada hari itu ia akan datang atau karena tidak belum ada kejelasan. 7. Masih kurangnya pengetahuan guru tentang pengelolaan proses belajar mengajar yang efektif seorang guru dituntut agar mampu melaksanakan belajar mengajar yang efektif sehingga suasana kelas menjadi kondusif Dari beberapa kendala pelaksanaan supervisi di atas, dapat dikategorikan dalam dua aspek, yaitu struktur dan Kultur. Pada


6 aspek struktur birokrasi pendidikan di Indonesia ditemukan kendala antara lain sebagai berikut: Pertama, secara legal yang ada dalam nomenklatur adalah jabatan pengawas bukan supervisor. Hal ini mengindikasikan paradigma berpikir tentang pendidikan yang masih dekat dengan era inspeksi. Kedua, lingkup tugas jabatan pengawas lebih menekankan pada pengawasan administrasi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan guru. Asumsi yang digunakan adalah apabila administrasinya baik, maka pengajaran di sekolah tersebut juga baik. Inilah asumsi yang keliru. Ketiga, rasio jumlah pengawas dengan sekolah dan guru yang harus dibina/diawasi sangat tidak ideal. Di daerah - daerah luar pula Jawa misalnya, seorang pengawas harus menempuh puluhan bahkan ratusan kilo meter untuk mencapai sekolah yang diawasinya; dan Keempat, persyaratan kompetensi, pola recruitment dan seleksi, serta evaluasi dan promosi terhadap jabatan pengawas juga belum mencerminkan perhatian yang besar terhadap pentingnya implementasi supervisi pada ruh pendidikan, yaitu interaksi belajar mengajar di kelas. Pada aspek kultural dijumpai kendala antara lain: Pertama, para pengambil kebijakan tentang pendidikan belum berpikir tentang pengembangan budaya mutu dalam pendidikan. Apabila dicermati, maka mutu pendidikan yang diminta oleh customers sebenarnya justru terletak pada kualitas interaksi belajar mengajar antara siswa dengan guru. Hal ini belum menjadi komitmen para pengambil kebijakan, juga tentu saja para laksana di lapangan. Kedua, nilai budaya interaksi sosial yang kurang positif, dibawa dalam interaksi fungsional dan professional antara pengawas, kepala sekolah dan guru. Budaya ewuh-pakewuh, menjadikan pengawas atau kepala sekolah tidak mau “masuk terlalu jauh” pada wilayah guru. Ketiga, budaya paternalistik, menjadikan guru tidak terbuka dan membangun hubungan professional yang akrab dengan kepala sekolah dan pengawas. Guru menganggap mereka sebagai “atasan” sebaliknya pengawas menganggap kepala


7 sekolah dan guru sebagai “bawahan”. Inilah yang menjadikan tidak terciptanya rapport atau kedekatan hubung- an yang menjadi syarat pelaksanaan supervisi. Dari berbagai kendala diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa kendala-kendala supervisi oleh kepala sekolah dalam penerapan kurikulum di sekolah adalah kendala yang berasal dari dalam diri kepala sekolah itu sendiri / kendala internal dan kendala yang berasal dari luar diri kepala sekolah / kendala eksternal. Kendala internal tersebut adalah kompleksitas tugas manajerial seorang kepala sekolah. Sedangkan kendalakendala eksternalnya meliputi: kurangnya persiapan dari fihak guru yang disupervisi, unsur subjektivitas guru supervisor dirasa masih tinggi, dan sering terjadi pergantian kepala sekolah. Ketika supervisi dihadapkan pada kinerja dan pengawasan mutu pendidikan oleh pengawas satuan pendidikan, tentu memiliki misi yang berbeda dengan supervisi oleh kepala sekolah, dalam hal ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada kepala sekolah untuk mengembangkan mutu kelembagaan pendidikan, memfasilitasi kepala sekolah agar dapat melakukan pengelolaan kelembagaan secara efektif dan efisien. Dalam konteks pengawasan mutu pendidikan, maka supervisi oleh pengawas satuan pendidikan antara lain kegiatannya untuk melakukan suatu pengamatan secara intensif terhadap kegiatan utama dalam sebuah organisasi dan kelembagaan pendidikan dan kemudian ditindak lanjuti dengan pemberian feedback. Supervisi adalah sebagai suatu peristilahan yang sophisticated, sebab hal ini memiliki arti yang luas, yakni identik dengan proses manajemen, administrasi, evaluasi dan akuntabilitas atau berbagai aktivitas serta kreativitas yang berhubungan dengan pengelolaan kelembagaan pada lingkungan kelembagaan setingkat sekolah. 2. Peran Kepengawasan Di dunia pendidikan Indonesia, diterapkannya secara formal konsep supervisi diperkirakan sejak diberlakukan-nya Keputusan Menteri P dan K, RI. Nomor: 0134/1977, yang menyebutkan siapa saja yang berhak disebut supervisor di sekolah, yaitu kepala


8 sekolah, penilik sekolah untuk tingkat kecamatan, dan para pengawas di tingkat kabupaten/Kotamadya serta staf kantor bidang yang ada di setiap propinsi. Di dalam PP Nomor 38/Tahun 1992, terdapat perubahan penggunaan istilah pengawas dan penilik. Istilah pengawas dikhususkan untuk supervisor pendidikan di sekolah sedangkan penilik khusus untuk pendidikan luar sekolah. Kedudukan pengawas semakin penting setelah keluar: 1. UU. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 2. PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; 3. PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota; Semua Permen- diknas tentang 8 Standar Nasional Pendidikan; 4. Permendiknas No. 12 Th. 2007 tentang Standar Kompetensi Pengawas Sekolah/Madrasah, 5. SK Menpan nomor 118 tahun 1996 tentang jabatan fungsional pengawas dan angka kreditnya; Keputusan bersama Mendikbud nomor 0322/O/1996 dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara nomor 38 tahun 1996 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional pengawas; 6. Keputusan Mendikbud nomor 020/U/1998 tentang petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya; 7. Permendiknas Nomor 39/Tahun 2009 tentang pemenuhan beban kerja guru dan pengawas satuan pendidikan. Sesuai standar mutu [5], pengawas sekolah berfungsi sebagai supervisor baik supervisor akademik maupun supervisor manajerial. Sebagai supervisor akademik, pengawas sekolah berkewajiban untuk membantu kemampuan profesional guru agar guru dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran. Sedangkan sebagai supervisor manajerial, pengawas berkewajiban membantu kepala sekolah agar mencapai sekolah yang efektif. Pembinaan dan pengawasan kedua aspek tersebut hendaknya menjadi tugas pokok pengawas sekolah.(uraian lebih lanjut dalam bagian


9 tersendiri). Semua produk hukum itu mengarahkan bahwa kedudukan pengawas bukan hanya sebagai jabatan buangan dan pajangan di kantor dinas pendidikan, tetapi mempunyai fungsi penggerak kemajuan pendidikan di sekolah. Sebagai- mana guru, pengawas juga harus memulai pekerjaan dengan perencanaan, pelaksanaan dan diakhiri dengan pelaporan tertulis yang akan dibicarakan dalam bagian tersendiri. Sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan pendidikan di negara kita Indonesia, sejak zaman penjajahan Belanda hingga zaman kemerdekaan sampai sekarang. Maka kewajiban dan tanggungjawab para pemimpin pendidikan pada umumnya dan kepala sekolah pada khususnya mengalami perkembangan dan perubahan pula. Adapun perubahanperubahan tersebut dapat dibagi menjadi tiga aspek: 1. Perubahan dalam tujuan, 2. Perubahan dan scope (luasnya tanggungjawab / kewajiban), dan 3. Perubahan dalam sifatnya. Ketiga aspek tersebut sangat berhubungan erat dan sukar untuk dipisahkan satu dengan lainnya. Adanya perubahan dalam tujuan pendidikan, mengubah pula scope atau luasnya tanggung jawab yang harus dipikul dan dilaksanakan oleh para pemimpin pendidikan. Hal ini merubah pula bagaimana sifat- sifat kepemimpinan yang harus dijalankan hingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tugas dan tanggungjawab kepala sekolah di samping mengatur jalannya sekolah, juga harus dapat bekerja sama dan berhubungan erat dengan masyarakat. Ia berkewajiban membangkitkan semangat staf-staf guru dan pegawai sekolah untuk bekerja lebih baik, membangun dan memelihara kekeluargaan, kekompakan, dan kesatuan antara guru, pegawai dan murid. Selain itu juga mengembangkan kurikulum sekolah, mengetahui rencana sekolah, dan tahu bagaimana menjalankannya, memperhatikan dan mengusahakan kesejahteraan guru-guru dan pegawai-pegawainya. Semua ini merupakan tugas kepala sekolah. Tugas seperti ini adalah merupakan bagian dari


10 Supervisi / Kepengawasan yang menjadi tanggung jawab pemimpin pendidikan [6]. C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Supervisi merupakan suatu layanan dengan memberi-kan pengarahan guna mengembangkan kinerja sekolah menjadi lebih baik. Kegiatan supervisi disebut pula sebagai kegiatan mengawasi atau pengawasan. Pengawasan dalam rangka pengembangan di lembaga pendidikan baik adanya. Karena dengan adanya pengawasan (supervisi), diharapkan lembaga pendidikan akan semakin berkembang. Mempelajari tujuan, prinsip, fungsi dan obyek dalam supervisi pendidikan beserta hal-hal terkait, menjadi penting dan wajib bagi pendidik dan tenaga kependidikan. Buku ini terdiri dari 9 Bab yang secara berturut-turut membahas: Pendahuluan, Konsep Supervisi Pendidikan, Model-model Supervisi Pendidikan, Prosedur dan Teknik Pengawasan, Pengembangan Program Supervisi, Kualifikasi dan Standar Kompetensi Pengawas dan Kepala Sekolah, Evaluasi Program Supervisi Pendidikan, Penelitian Evaluasi Program Supervisi Pendidikan, dan akhirnya tentang Trend Supervisi Pendidikan Masa Depan. Karena tanpa mengetahui hal dasar di atas, supervisi pendidikan tidak akan bisa diaplikasikan dengan berhasil. Buku ditangan pembaca ini akan berusaha menjelaskan beberapa hal di atas dengan mengambil beberapa referensi terkait. Harapannya tentu saja agar pembaca setidaknya mampu melihat gambaran mengenai supervisi pendidikan itu sendiri secara komprehensif, implementasinya di sekolah beserta peran aktor utamanya. D. Kerangka Pikir dan Asumsi Objek dari supervisi pendidikan terbagi menjadi dua bagian, yakni pembinaan personil dan pembinaan non personil. Pembinaan Personil meliputi Kepala Sekolah, guru dan staf sekolah. Kepala Sekolah sebagai pemegang tertinggi dalam suatu sekolah perlu di supervisi, karena kepala sekolah juga perlu tumbuh dan berkembang dalam jabatannya, maka kepala sekolah harus berusaha mengembangkan dirinya, meningkatkan kualitas profesionalitasnya serta menumbuhkan semangat dalam dirinya dalam melaksanakan


11 tugasnya sebagai kepala sekolah. Tidak jauh berbeda dengan supervisi kepada guru, kepala sekolah di supervisi oleh seorang pengawas. Adapun point-point yang menjadi supervisi guru antara lain adalah: Kinerja Guru, KBM guru, karakteristik guru, administrasi guru, dll. Staff sekolah ataupun tenaga kependidikan sekolah adalah sama. Peserta didik atau siswa merupakan bagian dari sistem pendidikan sekolah yang saling terkait satu sama lainnya. Dan siswa yang menjadi objek dari pelaksanaan kegiatan belajar mengajar tersebut, juga ikut di supervisi. Pembinaan Non Personil menitik beratkan pada pembinaan Sarana dan Prasarana yaitu semua komponen yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan untuk mencapai tujuan dalam pendidikan itu sendiri. Peranan seorang supervisor, ialah membantu, memberi support, dan mengikut sertakan. Tidak hanya terus-menerus mengarahkan, tidak demokratis, dan juga tidak memberi kesempatan untuk guru-guru belajar berdiri sendiri atas tugas dan tanggung jawabnya sendiri. Sedangkan ciri-ciri dari guru professional, ialah guru yang memiliki otonomi dalam arti bebas mengembangkan diri sendiri atas kesadaran diri sendiri. Jika dilihat dari fungsi tersebut, terlihat jelas bahwa peranan supervisi pendidikan itu tertera dalam kinerja supervisor yang melakukan tugas-tugasnya sebagai supervisor: koordinator, konsultan, pemimpin kelompok, evaluator, dan lainnya. Dengan demikian tidaklah berlebihan jika dinyatakan bahwa perkembangan mutu pendidikan di sekolah ditentukan oleh kualitas supervisi yang terjadi di sekolah yang bersangkutan.


12


13 A. Konsep Dasar Supervisi Pendidikan Supervisi merupakan aktivitas menentukan kondisi/ syarat yang esensial, yang akan menjamin tercapainya tujuan- tujuan pendidikan. Orientasi supervisi dapat dikatakan sebagai proses pembantuan. Dengan kata lain, pembatuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar agar memperoleh kondisi yang lebih baik. Supervisi tertuju pada perkembangan guru-guru dan personel sekolah lainnya dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. Dalam hal ini supervisi dapat dilakukan melalui dorongan, bimbingan dan pemberian kesempatan. Dengan kata lain, supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif [7]. Meskipun tujuan akhir dari pemberian supervisi adalah tertuju pada hasil belajar siswa, namun yang diutamakan adalah bantuan kepada guru. Karena guru adalah pelaksana pendidikan. Kata supervisi berasal dari bahasa Inggris yang merupakan bentuk transliterasi dari kata Supervision, yang artinya “pengawasan”. Supervisi merupakan gabungan dari kata super artinya luar biasa, istimewa, atau lebih dari yang lain, sedangkan visi artinya kemampuan untuk melihat persoalan jauh ke depan. Dengan demikian, supervisi adalah suatu pandangan yang luar biasa yang melihat permasalahan jauh melampaui batas waktu sekarang tetapi yang akan datang [8]. Dari kata tersebut muncul kata supervisor, adalah orang yang memiliki kemampuan luar biasa dalam memandang suatu permasalahan secara objektif, rasional, dan jauh ke depan. Dalam kamus Bahasa Indonesia supervisi diartikan pengawasan utama, pengontrolan tertinggi [9]. Ada bermacam-macam konsep supervisi. Secara historis mulamula diterapkan konsep supervisi yang tradisional, yaitu pekerjaan inspeksi, mengawasi dalam pengertian mencari kesalahan dan menemukan kesalahan dengan tujuan untuk diperbaiki. Perilaku supervisi yang tradisional ini disebut snooper vision, yaitu tugas memata-matai untuk menemukan kesalahan. Konsep ini menyebabkan guru-guru menjadi takut dan mereka bekerja dengan tidak baik karena


14 takut dipersalahkan, kemudian berkembang supervisi yang bersifat ilmiah, ialah: a. Sistematis, artinya dilaksanakan secara teratur, berencana dan kontinu b. Objektif dalam pengertian ada data yang didapat berdasarkan observasi nyata bukan berdasarkan tafsiran pribadi c. Menggunakan alat pencatat yang dapat memberikan informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses pembelajaran di kelas [10]. Berbagai pendapat para ahli mengenai definisi supervisi pendidikan itu sangat beraneka ragam antara lain: a. Adams dan Dickley, mendefinisikan supervisi adalah program yang berencana untuk memperbaiki pengajaran. Program itu pada hakikatnya adalah perbaikan hal belajar mengajar. b. Good Carter memberi pengertian bahwa supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas-petugas lainnya dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode serta evaluasi pengajaran. c. Boardman memberi pengertian bahwa supervisi adalah suatu usaha menstimulasi, mengoordinasi dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran. Dengan demikian mereka dapat menstimulasi dan membimbing pertumbuhan tiap murid secara kontinu serta mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi modern. d. Mc Nerney memberi pengertian bahwa supervisi adalah suatu prosedur memberi arah serta mengadakan penilaian secara kritis terhadap proses pengajaran e. Menurut Burton dan Bruckner supervisi adalah suatu teknik pelayanan yang bertujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan guru [11].


vision: Super = atas, lebih, Vision = lihat, tilik, awasi. Makna yang terkandung dari pengertian tersebut, bahwa seorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang di supervisi, tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang di supervisi [12]. Pengertian supervisi secara semantik adalah pengertian yang dirumuskan oleh para ahli, untuk memperoleh suatu gambaran komparatif. Berikut ini beberapa definisi mengenai supervisi di bidang pendidikan. B. Latar Belakang Supervisi Pendidikan Supervisi pendidikan itu perlu dilihat dari latar belakang [23] sebagai berikut: a. Latar Belakang Cultural Sekolah sebagai salah satu pusat kebudayaan, bertugas dan bertanggungjawab menyeleksi unsur-unsur negatif dari pengaruh kebudayaan modern dan mengambil sari pati, unsur-unsur positif berdasarkan norma-norma yang berlaku pada masa kini. b. Latar Belakang Filosofis Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki ilmu pengetahuan, kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya maupun masyarakat bangsa dan negara. Artinya pendidikan pada hakikatnya adalah memanusiakan manusia agar menjadi insane yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan yang maha Esa, cerdas terampil dan berakhlak mulia, berkepribadian serta bertanggung jawab atas kemajuan bangsa dan negara.


16 Hakikat manusia sebagai individu pada dasarnya memandang bahwa setiap individu atau manusia memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda satu sama lain. Dalam konteks pendidikan peserta didik sebagai subyek sekaligus objek pendidikan adalah manusia atau pribadi yang memiliki potensi atau kemampuan. Kemampuan atau potensi tersebut bisa dikembangkan secara optimal melalui suatu proses pendidikan baik pendidikan pada jalur formal / sekolah maupun pada jalur nonformal / luar sekolah. Maka dari itu diperlukan adanya tenaga kependidikan yakni pendidik, pengelola, pengawas dan tenaga kependidikan lainnya untuk secara bersama-sama mengembangkan potensi peserta didik melalui proses belajar dan latihan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya pada suatu satuan pendidikan. Hakikat manusia sebagai makhluk berketuhanan memandang manusia adalah makhluk religi yang mengakui dan meyakini adanya sang pencipta yakni Tuhan Yang Maha Esa. Pengakuan dan kenyakinan itu perlu di tumbuh- kembangkan pada semua peserta didik pada setiap jalur jenjang dan tingkat pendidikan. Implementasinya dalam proses pendidikan melalui pendidikan agama sebagaimana tertuang dalam kurikulum pada setiap satuan pendidikan. Dalam konteks ini diperlukan tenaga kependidikan yang taat melaksanakan tugas pendidikan, memegang teguh dan menghormati ajaran agama bagi peserta didik. Secara filosofis tenaga pendidik, pengelola pendidikan, pengawas sekolah sekolah serta tenaga kependidikan lainnya penting memahami hakikat manusia sebagai makhluk social maupun sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa. c. Latar Belakang Psikologi Dasar psikologis dari supervisi tak berakar di dalam pengalaman manusia. Pengalaman merupakan dasar untuk tindakan selanjutnya. Pengalaman yang luas memungkinkan kita memperoleh pengertian yang mendalam tentang sesuatu masalah, sehingga memperbesar kemampuan kita untuk mempraktekkannya. Salah satu pandangan psikologi modern di dalam pendidikan ialah pentingnya dorongan - dorongan emosional bagi


17 anak waktu belajar, baik secara konkrit maupun hanya merupakan lambang dalam kata-kata persetujuan misalnya senyum, memberi hormat, tertawa, memberi semangat baru. d. Latar Belakang Sosial Kita hidup dalam masyarakat demokratis, berarti tata kehidupan juga demokratis. Unsur-unsur demokratis itu menampakkan diri dalam seluruh tata kehidupan misalnya: - Menghargai martabat manusia sebagai makhluk yang mempunyai individu yang unik. - Tiap individu harus menghargai individu lain - Menghargai cara berfikir orang lain walaupun bertentangan dengan pendapat sendiri. - Pengakuan kebebasan individu berarti mengakui bahwa diluar diri sendiri ada juga orang lain. Supervisi itu bersumber pada dasar kehidupan sosial, dimana masyarakat demokratis, pemimpin juga demokratis. e. Latar Belakang Sosiologis Secara sosiologis perubahan masyarakat punya dampak terhadap tata nilai. Supervisor bertugas menukar ide dan pengalaman tentang menyikapi perubahan tata nilai dalam masyarakat secara arif dan bijaksana, sekolah dan masyarakat adalah dua lingkungan hidup yang tidak dapat dipisahkan, sekolah tempat belajar sedangkan masyarakat tempat mengaplikasikan dan memetik dari belajar itu, masyarakat sebagai salah satu pemilik sekolah mendukung dan berpartisipasi dalam meningkatkan pendidikan di sekolah, sekolah dan masyarakat mengadakan kontak hubungan secara kontinu. C. Sejarah Supervisi Pendidikan Istilah supervisi muncul diperkirakan pada awal tahun 60-an [13]. Di Indonesia, sebenarnya aktivitas semacam supervisi sudah lama dikenal, tapi sayang sekali kesannya memang agak kurang enak, karena pelaksanaannya yang lebih cenderung hanya untuk mencari kesalahan dan kekurangan guru dalam mengajar. Pada waktu itu aktivitas itu dikenal dengan istilah inspeksi, yang diwariskan oleh


18 Belanda sewaktu menjajah Indonesia selama lebih kurang 3,5 abad. Pada zaman penjajahan Belanda, orang yang memeriksa sekolah dasar (SD) mereka sebut dengan “Schoolopziener“, yaitu bertugas memeriksa seluruh mata pelajaran di sekolah dasar yang menggunakan pengantar bahasa Belanda, sedangkan mata pelajaran lain diperiksa oleh petugas yang mereka sebut inspektur, yang juga orang belanda sendiri. Menurut referensi [14] pada zaman penjajahan sekolah dasar, tapi sayang sekali istilah ini tidak begitu lama melekat di kalangan pendidik Indonesia, yang mungkin dikarenakan Jepang tidak terlalu lama menjajah Indonesia, yaitu lebih kurang 2,5 tahun saja. Setelah Indonesia merdeka, istilah Inspektur pernah dipakai untuk beberapa waktu, tetapi kemudian diubah dengan sebutan pengawas untuk tingkat sekolah lanjutan dan penilik untuk sekolah dasar. Seiring dengan itu muncul pula sebutan baru, yaitu supervisi, yang berasal dari bahasa Inggris, supervision, yang diperkenalkan oleh orang-orang yang pernah belajar di Amerika Serikat. Menurut referensi [15], di Amerika Serikat aktivitas supervisi baru muncul pada permulaan zaman kolonial, yaitu pada sekitar tahun 1654. “The General Court of chusetts bay coloni” menyatakan bahwa pemuka-pemuka kota bertanggung jawab atas seleksi dan pengaturan kerja guru- guru, gerakan dapat dianggap sebagai cikal bakal lahirnya konsep yang paling dasar untuk perkembangan supervisi modern. Kemudian pada tahun 1709, di Boston, a comite of laymen mengunjungi sekolah-sekolah untuk mengetahui penggunaan metode pengajar oleh guru-guru, kecakapan siswa, dan merumuskan usahausaha memajukan pengajaran dan organisasi-organisasi sekolah yang baik. Selanjutnya, per- kembangan dan pertumbuhan sekolah dipengaruhi pula oleh bertambahnya jumlah penduduk, yang membuat dibutuhkannya tambahan tenaga guru yang lebih besar, yang ada di antara mereka yang dipilih menjadi kepala sekolah, tapi kepala sekolah pada waktu itu belum berfungsi sebagai supervisor. Namun pada perkembangan selanjutnya baru, terutama setelah bertambahnya aktivitas sekolah, maka didirikanlah kantor superintendent di sekolahsekolah, yang mengakibatkan adanya dua unsur pimpinan di setiap sekolah. Kewenangan kedua unsur pimpinan di sekolah itu tidak begitu cepat berkembang, tapi baru setelah pada awal abad ke-19, di mana


19 terjadi pengurangan beban pengajar kepala sekolah, supaya mereka lebih banyak mencurahkan waktu untuk membantu pekerjaan guru di kelas. Sehingga dapat dikatakan dari sinilah dimulainya dua fungsi kepala sekolah, yaitu sebagai administrator dan supervisor di sekolah. Di dunia pendidikan Indonesia, diterapkannya secara formal konsep supervisi diperkirakan sejak diberlakukannya Keputusan Menteri P dan K, RI. Nomor: 0134/1977, yang menyebutkan siapa saja yang berhak disebut supervisor di sekolah, yaitu kepala sekolah, penilik sekolah untuk tingkat kecamatan, dan para pengawas di tingkat kabupaten/ Kotamadya serta staf kantor bidang yang ada di setiap propinsi. Di dalam PP Nomor 38/Tahun 1992, terdapat perubahan penggunaan istilah pengawas dan penilik. Istilah pengawas dikhususkan untuk supervisor pendidikan di sekolah sedangkan penilik khusus untuk pendidikan luar sekolah. D. Dimensi Supervisi Pendidikan Menurut referensi [16] dimensi supervisi dalam pen- didikan meliputi ilmu pengetahuan, keterampilan, kepribadian, kesejahteraan guru, pelayanan kepegawaian, dan jenjang karier. Supervisi pendidikan tidak hanya mengawasi kondisi mengajar guru dan aspek administrasi sekolah. Tetapi ruang lingkup supervisi pendidikan sangat luas dan banyak, dimana tujuannya adalah untuk memperbaiki kondisi sekolah baik secara fisik, akademik maupun segala sesuatu yang berhubungan dengan sekolah. Ruang lingkup supervisi antara lain: a. Kesiswaan b. Kurikulum dan pembelajaran c. Bahan ajar d. Metode pengajaran e. Evaluasi f. Gadik g. Fasilitas Pendidikan h. Alat instruksi dan penolong instruksi i. Anggaran


20 Dari uraian di atas terlihat bahwa ruang lingkup tugas pengawas tidak hanya berhubungan dengan guru dan pimpinan sekolah saja. Akan tetapi berhubungan juga dengan semua yang berkaitan dengan sekolah, seperti siswa, orang tua siswa maupun masyarakat secara umum [17]. E. Tujuan dan Fungsi Supervisi Pendidikan Referensi [18], menyatakan bahwa ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi dalam proses pendidikan. 1. Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan. Perkembangan tersebut sering menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan penyesuaian yang terus- menerus dengan keadaan nyata di lapangan. Hal ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan kreativitasnya agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik. Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya berjalan mulus. Banyak hal sering menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi yang diterima, keadaan sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum, masyarakat yang tidak mau membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih harus ditingkatkan dan bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai. Dengan demikian, guru dan Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat paling mendasar memerlukan bantuanbantuan khusus dalam memenuhi tuntutan pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum. 2. Pengembangan personel, pegawai atau karyawan senantiasa merupakan upaya yang terus-menerus dalam suatu organisasi. Pengembangan personal dapat dilaksanakan secara formal dan informal. Pengembangan formal menjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan melalui penataran, tugas belajar, loka karya dan sejenisnya. Sedangkan pengembangan informal merupakan tanggung jawab pegawai sendiri dan dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan rekan kerjanya, melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu metode mengajar, dan lain sebagainya.


21 Tujuan dan Fungsi Supervisi Tujuan Supervisi adalah: 1. Meningkatkan kinerja/ mutu guru. Diantaranya: a. Membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa peran sekolah dalam mencapai tujuan tersebut b. Membantu guru dalam melihat secara lebih jelas dalam memahami keadaan dan kebutuhan siswanya. c. Membentuk moral kelompok yang kuat dan mempersatukan guru dalam satu tim yang efektif, bekerja sama secara akrab dan bersahabat serta saling menghargai satu dengan lainnya. d. Meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhir- nya meningkatkan prestasi belajar siswa. e. Meningkatkan kualitas pengajaran guru baik itu dari segi strategi, keahlian dan alat pengajaran. f. Menyediakan sebuah sistem yang berupa penggunaan teknologi yang dapat membantu guru dalam pengajaran. g. Sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan bagi kepala sekolah untuk reposisi guru. 2. Meningkatkan keefektifan kurikulum sehingga berdaya guna dan terlaksana dengan baik. 3. Meningkatkan keefektifan dan keefesiensian sarana prasarana yang ada untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan baik sehingga mampu mengoptimalkan keberhasilan siswa. 4. Meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah khususnya dalam mendukung terciptanya suasana kerja yang optimal yang selanjutnya siswa dapat mencapai prestasi belajar sebagaimana yang diharapkan.. 5. Meningkatkan kualitas situasi umum sekolah sehingga tercipta situasi yang tenang dan tentram serta kondusif yang akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang menunjukkan keberhasilan lulusan [5]. Referensi [19] mengemukakan bahwa tujuan supervisi pendidikan di sekolah dapat dirumuskan secara rinci berikut: a) Membantu guru agar dapat merencanakan, melaksanakan dan menilai program kegiatan suatu pelajaran; b) Membantu guru dalam menyusun desain mengajar; c) Membantu guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar;


22 d) Membantu guru dan menilai proses hasil belajar mengajar; e) Membantu guru meningkatkan kegiatan belajar mengajar di kelas termasuk mengelola kelas yang berhasil; f) Membantu guru dalam meningkatkan cara-cara menilai hasil belajar siswa; g) Membantu seluruh staf sekolah dalam meningkatkan pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan / konseling termasuk bimbingan karier: (1) Meningkatkan pelaksanaan bimbingan konseling; (2) Meningkatkan karier; h) Guru dalam menerjemahkan kurikulum ke dalam program mengajar: (1) Memahami landasan kurikulum; (2) Meningkatkan pemahaman tentang intra kurikuler, kokulikuler, ekstrakulikuler. Tujuan supervisi (question of why: purpose of supervision). Secara singkat supervisi mempunyai tiga tujuan yaitu [20]: a. Preventive yaitu untuk menghindari hambatan–hambatan yang mungkin timbul agar supaya program pendidikan/ pengajaran / pembelajaran ada pada on the right track dan tujuan tercapai (to avoid the obstacles). b. Curative adalah untuk perbaikan / penyembuhan. c. Preservative adalah untuk menjaga yang sudah baik meningkatkan dan mengembangkan. Secara operasional, supervisi pendidikan bertujuan untuk membantu guru dalam: menentukan tujuan pendidikan, membimbing murid-murid dalam belajar, menggunakan metode-metode, alat-alat, dan sumber belajar yang tepat, serta membantu guru menilai kemajuan murid-murid sebagai cerminan kesuksesan guru dalam mengajar [21]. Tujuan supervisi adalah untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang baik. Referensi [22] merumuskan tujuan-tujuan supervisi pendidikan dengan memperhatikan beberapa faktor yang sifatnya khusus, sehingga dapat membantu mencari dan menentukan kegiatan supervisi yang lebih efektif. Adapun tujuan-tujuan itu adalah: a) Membina kepala sekolah dan guru-guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya dan peranan sekolah mencapai tujuan itu.


23 b) Memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru- guru untuk mempersiapkan peserta didiknya menjadi anggota masyarakat yang efektif. c) Membantu kepala sekolah dan guru mengadakan diagnosis secara kritis terhadap aktivitas-aktivitasnya dan kesulitan - kesulitan mengajar belajar, serta menolong mereka merencanakan perbaikan-perbaikan. d) Meningkatkan kesadaran kepala sekolah dan guru-guru serta warga sekolah lainnya terhadap tata kerja yang demokratis dan kooperatif, serta memperbesar kesediaan untuk tolong menolong. e) Memperbesar ambisi guru-guru untuk meningkatkan mutu karyanya secara maksimal dalam bidang profesinya (keahlian) meningkatkan “achievement motive” f) Membantu pimpinan sekolah untuk memopulerkan sekolah kepada masyarakat dalam pengembangan program-program pendidikan. g) Membantu kepala sekolah dan guru-guru untuk dapat mengevaluasi aktivitasnya dalam konteks tujuan-tujuan aktivitas perkembangan peserta didik, dan h) Mengembangkan “esprit de corps” guru-guru, yaitu adanya rasa kesatuan dan persatuan (kolegialitas) antar guru- guru. Fungsi Supervisi: Beberapa fungsi supervisi antara lain: 1. Fungsi meningkatkan mutu pembelajaran, ruang lingkupnya sempit, hanya tertuju pada aspek akademik, khususnya yang terjadi di ruang kelas ketika guru sedang memberikan bantuan dan arahan kepada siswa. 2. Fungsi memicu unsur yang terkait dengan pembelajaran, lebih dikenal dengan nama supervisi administrasi. 3. Fungsi membina dan memimpin Supervisi mempunyai fungsi penilaian (evaluation) dengan jalan penelitian (research) dan merupakan usaha perbaikan (improvement). Fungsi supervisi pendidikan adalah mengkoordinir semua usaha sekolah, memperlengkapi kepemimpinan sekolah, memperkuat pengalamanpengalaman guna menstimulasi usaha-usaha yang kreatif, memberikan fasilitas dan penilaian terus menerus, menganalisa situasi belajar


24 mengajar, memberikan pengetahuan kepada setiap anggota, mengintegrasikan tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan mengajar [23]. Fungsi utama supervisi pendidikan ditujukan pada perbaikan dan peningkatan kualitas pengajaran. Untuk mengidentifikasikan kebutuhan guru, kemudian untuk meningkatkan kemampuannya dan selanjutnya membimbing guru supaya ia benar-benar berusaha menerapkan kemampuannya untuk meningkatkan situasi belajarmengajar dengan murid-muridnya, diperlukan kegiatan-kegiatan tertentu, cara- cara tertentu yang khusus dan terarah, agar masingmasing tujuan tercapai sebaik-baiknya. Berikut ini fungsi-fungsi supervisi sebagai berikut [24]: 1.) Mengkoordinir semua usaha sekolah 2.) Memperlengkap kepemimpinan sekolah 3.) Memperluas pengalaman guru-guru 4.) Menstimulasi usaha-usaha sekolah yang kreatif 5.) Memberikan fasilitas dan penilaian terus-menerus 6.) Menganalisis situasi belajar-mengajar 7.) Memperlengkapi setiap anggota staf dengan pengetahuan yang baru dan keterampilan-keterampilan baru pula 8.) Memadukan dan menyelaraskan tujuan-tujuan pendidikan dan membentuk kemampuan-kemampuan. Pada beberapa kajian seperti yang diungkapkan dalam referensi [5] bahwa lima fungsi utama supervisi antara lain berperan sebagai inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Fungsi inspeksi antara lain berperan dalam mempelajari keadaan dan kondisi sekolah, dan pada lembaga terkait, maka tugas seorang supervisor antara lain berperan dalam melakukan penelitian mengenai keadaan sekolah secara keseluruhan baik pada guru, siswa, kurikulum tujuan belajar maupun metode mengajar, dan sasaran inspeksi adalah menemukan permasalahan dengan cara melakukan observasi, interview, angket, pertemuan-pertemuan dan daftar isian. Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar dari permasalahan yang berhubungan sedang dihadapi, dan penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, yakni merumuskan masalah yang akan diteliti, mengumpulkan data, mengolah data, dan melakukan analisa guna menarik suatu kesimpulan atas apa yang berkembang


25 dalam menyusun strategi keluar dari permasalahan diatas. Fungsi pelatihan merupakan salah satu usaha untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi, dan dalam pelatihan diperkenalkan kepada guru cara-cara baru yang lebih sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, dan jenis pelatihan yang dapat dipergunakan antara lan melalui demonstrasi mengajar, workshop, seminar, observasi, individual dan group conference, serta kunjungan supervisi. Fungsi bimbingan sendiri diartikan sebagai usaha untuk mendorong guru baik secara perorangan maupun kelompok agar mereka mau melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugasnya, dan bimbingan sendiri dilakukan dengan cara membangkitkan kemauan, memberi semangat, mengarahkan dan merangsang untuk melakukan percobaan, serta membantu menerapkan sebuah prosedur mengajar yang baru. Fungsi penilaian adalah untuk mengukur tingkat kemajuan yang diinginkan, seberapa besar telah dicapai dan penilaian ini dilakukan dengan berbagai cara seperti test, penetapan standar, penilaian kemajuan belajar siswa, melihat perkembangan hasil penilaian sekolah serta prosedur lain yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan. Adapun fungsi-fungsi supervisi pendidikan yang sangat penting di ketahui oleh para pimpinan pendidikan termasuk kepala sekolah [25], adalah sebagai berikut: 1) Dalam bidang kepemimpinan a. Mengikutsertakan anggota-anggota kelompok dalam berbagai kegiatan b. Memberikan bantuan kepada anggota kelompok dalam menghadapi dan memecahkan persoalan-persoalan. c. Mengikutsertakan semua anggota dalam menetapkan keputusan-keputusan. d. Mempertinggi daya kreatif pada anggota kelompok. 2) Dalam hubungan kemanusiaan a. Membantu mengatasi kekurangan ataupun kesulitan yang dihadapi anggota kelompok. b. Mengarahkan anggota kelompok kepada sikap-sikap yang demokratis.


26 c. Memupuk rasa saling menghormati di antara sesama anggota kelompok dan sesama manusia. 3) Dalam pembinaan proses kelompok a. Mengenal masing-masing pribadi anggota kelompok, baik kelemahan maupun kemampuan masing-masing. b. Menimbulkan dan memelihara sikap saling mempercayai antara sesama anggota maupun antara anggota dan pimpinan. c. Memperbesar rasa tanggung jawab para anggota kelompok. d. Bertindak bijaksana dalam menyelesaikan pertentangan atau perselisihan pendapat di antara anggota kelompok. 4) Dalam bidang administrasi personil a. Memilih personil yang memiliki syarat-syarat dan kecakapan yang diperlukan untuk suatu pekerjaan. b. Menempatkan personil pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan masing- masing. c. Mengusahakan susunan kerja yang menyenangkan dan meningkatkan daya kerja serta hasil maksimal. 5) Dalam bidang evaluasi a. Menguasai dan memahami tujuan-tujuan pendidikan secara khusus dan terinci. b. Menguasai dan memilki norma-norma atau ukuran- ukuran yang akan digunakan sebagai kriteria penilaian. c. Menguasai teknik-teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang lengkap, benar, dan dapat diolah menurut normanorma yang ada. d. Menafsirkan dan menyimpulkan hasil-hasil penilaian sehingga mendapat gambaran tentang kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan. F. Peran dan Obyek Supervisi Pendidikan Ditinjau dari objek yang di supervisi, maka ada 3 macam supervisi yaitu: 1. Supervisi Akademik yang menitik beratkan pada masalah akademik yaitu pada saat siswa sedang dalam proses pembelajaran. 2. Supervisi Administrasi yang menitikberatkan pada aspek yang


27 berfungsi sebagai pendukung dan pelancar terlaksananya pembelajaran, seperti sarana dsb. 3. Supervisi Lembaga menitik beratkan pada kelembagaan dalam usaha meningkatkan citra sekolah seperti adanya perpustakaan dll [6]. Ditinjau dari kegiatannya, supervisi dapat dibedakan menjadi tiga [26], yakni: 1. Supervisi akademik adalah supervisi yang obyeknya menitik beratkan pengamatan pada masalah akademik, yaitu yang langsung berada dalam lingkup kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh dosen untuk mem- bantu mahasiswa ketika “sedang dalam proses belajar atau mempelajari sesuatu“. Disebut supervisi akademik karena obyek utamanya adalah aspek- aspek akademik. Supervisi akademik dapat dilakukan oleh intern lembaga sendiri yaitu oleh teman sejawat, ketua program studi atau Pembantu Rektor I bidang akademis. 2. Supervisi administrasi adalah supervisi yang obyeknya menitik beratkan pengamatan pada aspek - aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dan memperlancar terlaksananya proses pembelajaran, dapat berupa kurikulum sekolah, penentuan dosen pengampu mata kuliah, penyusunan jadwal kuliah, laporan nilai mahasiswa, presensi kehadiran dosen dan mahasiswa, rasio dosen dan mahasiswa, tingkat pendidikan dosen dan tenaga kependidikan, prestasi yang diperoleh mahasiswa dsb. Supervisi administrasi dapat dilakukan oleh internal lembaga. 3. Kegiatan supervisi yang tanpa menunjuk pada obyek (lingkup nomor (1) dan (2), yaitu pembelajaran serta semua faktor pendukungnya, seluruhnya itulah yang disebut sebagai supervisi pendidikan, sedang apabila menentukan obyeknya maka dikatakan sebagai supervisi pengajaran. Audience dari supervisi adalah mereka yang mempunyai kepentingan langsung dengan proses pendidikan/ pengajaran / pembelajaran baik secara horizontal maupun vertikal. Secara vertikal adalah yang sesuai dengan struktur dari tingkat sekolah sempai kepala dinas, bupati / walikota. Secara horizontal adalah masyarakat orang


28 tua siswa yang terwadahi dalam komite sekolah serta pihak-pihak lain [20]. Secara umum ada 2 (dua) kegiatan yang termasuk dalam kategori supervisi pengajaran, yakni: 1. Supervisi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru. Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi kepada guru-guru dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung ketika guru sedang mengajar. Guru Mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk rencana pembelajaran kemudian kepala sekolah mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru. Saat kegiatan supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan lembar observasi yang sudah dibakukan, yakni Alat penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk menilai Rencana pembelajaran yang dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran) yang dilakukan guru. 2. Supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada Kepala Sekolah dan guru-guru untuk meningkatkan kinerja. Kegiatan supervisi ini dilakukan oleh Pengawas Sekolah yang bertugas di suatu Gugus Sekolah. Gugus Sekolah adalah gabungan dari beberapa sekolah terdekat, biasanya terdiri atas 5-8 Sekolah Dasar. Hal-hal yang diamati pengawas sekolah ketika melakukan kegiatan supervisi untuk memantau kinerja kepala sekolah, di antaranya administrasi sekolah [5], meliputi: a. Bidang akademik, mencakup kegiatan: 1) Menyusun program tahunan dan semester, 2) Mengatur jadwal pelajaran, 3) Mengatur pelaksanaan penyusunan model satuan pembelajaran, 4) Menentukan norma kenaikan kelas, 5) Menentukan norma penilaian, 6) Mengatur pelaksanaan evaluasi belajar, 7) Meningkatkan perbaikan mengajar, 8) Mengatur kegiatan kelas apabila guru tidak hadir, dan 9) Mengatur disiplin dan tata tertib kelas


29 b. Bidang kesiswaan, mencakup kegiatan: 1) Mengatur pelaksanaan penerimaan siswa baru berdasarkan peraturan penerimaan siswa baru, 2) Mengelola layanan bimbingan dan konseling, 3) Mencatat kehadiran dan ketidakhadiran siswa, dan 4) Mengatur dan mengelola kegiatan ekstrakurikuler. c. Bidang personalia, mencakup kegiatan: 1) Mengatur pembagian tugas guru, 2) Mengajukan kenaikan pangkat, gaji, dan mutasi guru, 3) Mengatur program kesejahteraan guru, 4) Mencatat kehadiran dan ketidakhadiran guru, dan 5) Mencatat masalah atau keluhan-keluhan guru. d. Bidang keuangan, mencakup kegiatan: 1) Menyiapkan rencana anggaran dan belanja sekolah, 2) Mencari sumber dana untuk kegiatan sekolah, 3) Mengalokasikan dana untuk kegiatan sekolah, dan 4) Mempertanggungjawabkan keuangan sesuai per- aturan yang berlaku. e. Bidang sarana dan prasarana, mencakup kegiatan: 1) Penyediaan dan seleksi buku pegangan guru, 2) Layanan perpustakaan dan laboratorium, 3) Penggunaan alat peraga, 4) Kebersihan dan keindahan lingkungan sekolah, 5) Keindahan dan kebersihan kelas, dan 6) Perbaikan kelengkapan kelas. f. Bidang hubungan masyarakat, mencakup kegiatan: 1) Kerja sama sekolah dengan orang tua siswa, 2) Kerja sama sekolah dengan Komite Sekolah, 3) Kerja sama sekolah dengan lembaga-lembaga terkait, dan 4) Kerja sama sekolah dengan masyarakat sekitar.


30


31 A. Model Supervisi Pendidikan Model berasal dari Bahasa Inggris Modle, yang bermakna bentuk atau kerangka sebuah konsep, atau pola. Model sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam pengertian lain "model" juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda sesungguhnya, misalnya "globe" merupakan bentuk dari bumi. Dalam uraian selanjutnya istilah "model" digunakan untuk menunjukkan pengertian pertama sebagai kerangka proses pemikiran. Sedangkan "model dasar" dipakai untuk menunjukkan model yang "generik" yang berarti umum dan mendasar yang dijadikan titik tolak pengembangan model lanjut dalam artian lebih rumit dan dalam artian lebih baru. Model juga diartikan sebagai suatu perangkat dari bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh beberapa bentuk hubungan yang saling mempengaruhi [27]. Contohnya sistem tata surya, sistem pencernaan, sistemkekerabatan. Khusus dalam buku ini model yang berkaitan supervisi, dibedakan menjadi empat bentuk: a) model konvensional (tradisional), b) model ilmiah, dan (c) model klinis dan d) model artistik [28]. 1) Model konvensional (tradisional) Model ini tidak lain dari refleksi dari kondisi masyarakat pada suatu saat. Pada saat kekuasaan yang otoriter dan feodal, akan berpengaruh pada sikap pemimpin yang otokrat dan korektif. Pemimpin cenderung untuk mencari-cari kesalahan. Perilaku supervisi ialah mengadakan inspeksi untuk mencari kesalahan dan menemukan kesalahan. Kadang - kadang bersifat memata-matai. Perilaku seperti ini disebut snooper vision (memata-matai). Sering disebut supervisi yang korektif. Memang sangat mudah untuk mengoreksi kesalahan orang lain, tetapi lebih sulit lagi "untuk melihat segi-segi positif dalam hubungan dengan hal-hal yang baik. Pekerjaan seorang supervisor yang bermaksud hanya untuk mencari kesalahan adalah suatu permulaan yang tidak berhasil. Mencari-cari kesalahan dalam membimbing sangat bertentangan


32 dengan prinsip dan tujuan supervisi pendidikan. Akibatnya guruguru merasa tidak puas, dan ada dua sikap yang tampak dalam kinerja guru: 1) acuh tak acuh (masa bodoh), dan (2) menantang (agresif). 2) Model Supervisi Ilmiah Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Dilaksanakan secara berencana dan kontinu; (2) Sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu; (3) Menggunakan instrumen pengumpulan data; (4) Ada data yang objektif yang diperoleh dari keadaan yang riil. Dengan menggunakan merit ratting, skala penilaian atau checklist lalu para siswa atau mahasiswa menilai proses kegiatan belajar-mengajar guru/dosen di kelas. Hasil penelitian diberikan kepada guru-guru sebagai balikan terhadap penampilan mengajar guru pada cawu atau semester yang lalu. Data ini tidak berbicara kepada guru dan guru yang mengadakan perbaikan. Penggunaan alat perekam data ini berhubungan erat dengan penelitian. Walaupun demikian, hasil perekam data secara ilmiah belum merupakan jaminan untuk melaksanakan supervisi yang lebih manusiawi. 3) Model Supervisi Klinis Supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional. Supervisi klinis adalah proses membantu guru-guru memperkecil kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal. Lebih lengkap tentang supervisi klinis dalam uraian tersendiri. 4) Model SupervisiArtistik Mengajar adalah suatu pengetahuan (knowledge), mengajar itu suatu keterampilan (skill), tapi mengajar juga suatu kiat (art). Sejalan dengan tugas mengajar supervisi juga sebagai kegiatan mendidik dapat dikatakan bahwa supervisi adalah suatu pengetahuan, suatu keterampilan dan juga suatu kiat.


33 Supervisi itu menyangkut bekerja untuk orang lain (working for the others), bekerja dengan orang lain (working with the others), bekerja melalui orang lain (working through the others). Dalam hubungan bekerja dengan orang lain maka suatu rantai hubungan kemanusiaan adalah unsur utama. Hubungan manusia dapat tercipta bila ada kerelaan untuk menerima orang lain sebagaimana adanya. Hubungan itu dapat tercipta bila ada unsur kepercayaan. Saling percaya saling mengerti, saling menghormati, saling mengakui, saling menerima seseorang sebagaimana adanya. Hubungan tampak melalui pengungkapan bahasa, yaitu supervisi lebih banyak. Lima model kepengawasan atau model supervisi, Salah satunya adalah Model Pengembangan Kerjasama Profesional atau Cooperative Profesional Development Model (CPD) [29]. Model CPD dapat diartikan sebagai sebuah model supervisi yang difasilitasi oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah melalui proses yang diformulasikan secara moderat oleh dua orang guru atau lebih yang setuju bekerja sama untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan profesionalnya. Biasanya dilakukan melalui kegiatan saling mengadakan observasi kelas, saling memberikan umpan balik, dan menguasai tentang masalah - masalah kesupervisian. Dalam menerapkan model CPD ini hendaknya dapat menyediakan setting dimana guru secara informal dapat membicarakan persoalan-persoalan yang mereka hadapi, saling menukar gagasan, saling membantu dalam mempersiapkan pembelajaran, pertukaran berbagai petunjuk dan saling memberi dukungan. Kepala Sekolah/Pengawas Sekolah dapat memilih sendiri bentuk kerja sama pengembangan profesi, sesuai dengan karakter dan budaya sekolah setempat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kepala sekolah /pengawas sekolah dalam merencanakan dan menerapkan model ini, yaitu: 1. Guru diikutsertakan dalam menentukan siapa yang dapat diajak untuk bekerja sama. 2. Kepala sekolah hendaknya bertindak sebagai penanggung jawab terakhir dalam membentuk tim CPD. 3. Struktur supervisi hendaknya bersifat formal, terutama dalam


34 hal pemeliharaan catatan - catatan mengenai bagaimana cara dan dalam waktu apa yang digunakan serta memberikan deskripsi umum tentang kegiatan CPD. Catatan tersebut bersifat laporan tahunan kepala sekolah / pengawas sekolah. 4. Kepala sekolah / Pengawas Sekolah hendaknya memberikan sumber-sumber yang diperlukan stake-holder dan dukungan administrasi yang memungkinkan tim CPD berfungsi setiap saat. 5. Kepala sekolah / Pengawas sekolah tidak menerima informasi mengenai hasil-hasil kerja tim dalam pembelajaran, jika hal itu tidak perlu dievaluasi. Jadi, informasi tersebut tetap disimpan oleh tim. 6. Jika keplaa sekolah/pengawas sekolah perlu mengadakan evaluasi yang mendalam, hendaknya data tersebut dinilai melalui 7. Masing - masing guru hendaknya mencatat perkembangan profesionalnya masing-masing sebagai hasil dari kegiatan CPD. 8. Kepala sekolah / pengawas sekolah hendaknya mengadakan pertemuan dengan tim CPD sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun untuk melakukan penilaian proses CPD. 9. Kepala sekolah / pengawas sekolah hendaknya mengadakan pertemuan individual dengan setiap anggota tim CPD sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun untuk membicarakan catatan pertumbuhan profesionalnya dan memberikan dorongan serta bantuan yang diperlukan. 10. Secara umum, tim-tim baru hendaknya dibentuk setiap dua atau tiga tahun. Beberapa keuntungan dari penerapan Model Supervisi Pendidikan CPD [29], diantaranya: 1. Merupakan wahana bagi guru untuk mengetahui pekerjaan guru lainnya. 2. Memberikan suatu mekanisme bagi mereka untuk saling berkomunikasi mengenai belajar dan pembelajaran. 3. Kegiatan yang bersifat kontinyu akan sangat meningkatkan motivasi belajar bagi guru. 4. Interaksi intelektual akan memberi efek induksi karena akan terjadi saling menerima dan saling memberi informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 5. Melalui Cooperative Profesional Development akan menimbulkan kesan adanya upaya perbaikan perilaku inovatif, disiplin, dan self-control dalam pelaksanaan tugas-tugas mengajar. 6. Menunjukkan bahwa guru-guru banyak belajar dari teman guru lain dan mempercayai satu sama lain sebagai sumber ide baru dan membagi masalah yang mereka hadapi. Jenis–jenis supervisi Jenis–jenis supervisi adalah: clinical supervision, collegial supervision, mentoring supervision, self-directed supervision, informal supervision dan inquiry based supervision [20]. a. Clinical supervision hampir sama dengan bimbingan klinis yaitu ketika yang di supervisi (misalnya guru) melaksanakan tugasnya supervisor memberikan masukan langsung. Supervisor berpartisipasi dan mengobservasi yang di supervisi ketika yang bersangkutan melaksanakan proses pendidikan / pengajaran/ pembelajaran. Cara yang seperti ini hampir sama dengan yang terjadi di klinik. b. Collegial supervision: mereka yang di supervisi (guru bersama yang lain) melakukan kegiatan pendidikan/ pengajaran / pembelajaran bersama melalui forum kologium sehingga terjadi proses give and take, supervisor bertindak sebagai fasilitator dan observer. c. Mentoring supervision adalah guru yang paling senior membantu guru yang lebih muda melaksanakan pen- didikan / pengajaran/ pembelajaran dan diawasi oleh supervisor. d. Self-directing supervision di mana guru mengembangkan diri sendiri menurut caranya dan selalu berkonsultasi dengan supervisor. e. Informal supervision adalah ketika supervisi dilakukan secara informal dengan menggunakan pendekatan yang longgar tidak resmi dan mengetrapkan prinsip kesejajaran. f. Inquiry based supervision menekankan pada problem solving yang dialami guru secara mandiri dengan pengarahan dari supervisor. Lima Model supervisi pendidikan adalah model cooperative profesional development (CPD), Model individualized profesional development (IPD), model clinical supervision (CS), model informal supervision (IP), dan model supportive supervision (SS) [29].


35 hal pemeliharaan catatan - catatan mengenai bagaimana cara dan dalam waktu apa yang digunakan serta memberikan deskripsi umum tentang kegiatan CPD. Catatan tersebut bersifat laporan tahunan kepala sekolah / pengawas sekolah. 4. Kepala sekolah / Pengawas Sekolah hendaknya memberikan sumber-sumber yang diperlukan stake-holder dan dukungan administrasi yang memungkinkan tim CPD berfungsi setiap saat. 5. Kepala sekolah / Pengawas sekolah tidak menerima informasi mengenai hasil-hasil kerja tim dalam pembelajaran, jika hal itu tidak perlu dievaluasi. Jadi, informasi tersebut tetap disimpan oleh tim. 6. Jika keplaa sekolah/pengawas sekolah perlu mengadakan evaluasi yang mendalam, hendaknya data tersebut dinilai melalui 7. Masing - masing guru hendaknya mencatat perkembangan profesionalnya masing-masing sebagai hasil dari kegiatan CPD. 8. Kepala sekolah / pengawas sekolah hendaknya mengadakan pertemuan dengan tim CPD sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun untuk melakukan penilaian proses CPD. 9. Kepala sekolah / pengawas sekolah hendaknya mengadakan pertemuan individual dengan setiap anggota tim CPD sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun untuk membicarakan catatan pertumbuhan profesionalnya dan memberikan dorongan serta bantuan yang diperlukan. 10. Secara umum, tim-tim baru hendaknya dibentuk setiap dua atau tiga tahun. Beberapa keuntungan dari penerapan Model Supervisi Pendidikan CPD [29], diantaranya: 1. Merupakan wahana bagi guru untuk mengetahui pekerjaan guru lainnya. 2. Memberikan suatu mekanisme bagi mereka untuk saling berkomunikasi mengenai belajar dan pembelajaran. 3. Kegiatan yang bersifat kontinyu akan sangat meningkatkan motivasi belajar bagi guru. 4. Interaksi intelektual akan memberi efek induksi karena akan terjadi saling menerima dan saling memberi informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 5. Melalui Cooperative Profesional Development akan menimbulkan kesan adanya upaya perbaikan perilaku inovatif, disiplin, dan self-control dalam pelaksanaan tugas-tugas mengajar. 6. Menunjukkan bahwa guru-guru banyak belajar dari teman guru lain dan mempercayai satu sama lain sebagai sumber ide baru dan membagi masalah yang mereka hadapi. Jenis–jenis supervisi Jenis–jenis supervisi adalah: clinical supervision, collegial supervision, mentoring supervision, self-directed supervision, informal supervision dan inquiry based supervision [20]. a. Clinical supervision hampir sama dengan bimbingan klinis yaitu ketika yang di supervisi (misalnya guru) melaksanakan tugasnya supervisor memberikan masukan langsung. Supervisor berpartisipasi dan mengobservasi yang di supervisi ketika yang bersangkutan melaksanakan proses pendidikan / pengajaran/ pembelajaran. Cara yang seperti ini hampir sama dengan yang terjadi di klinik. b. Collegial supervision: mereka yang di supervisi (guru bersama yang lain) melakukan kegiatan pendidikan/ pengajaran / pembelajaran bersama melalui forum kologium sehingga terjadi proses give and take, supervisor bertindak sebagai fasilitator dan observer. c. Mentoring supervision adalah guru yang paling senior membantu guru yang lebih muda melaksanakan pen- didikan / pengajaran/ pembelajaran dan diawasi oleh supervisor. d. Self-directing supervision di mana guru mengembangkan diri sendiri menurut caranya dan selalu berkonsultasi dengan supervisor. e. Informal supervision adalah ketika supervisi dilakukan secara informal dengan menggunakan pendekatan yang longgar tidak resmi dan mengetrapkan prinsip kesejajaran. f. Inquiry based supervision menekankan pada problem solving yang dialami guru secara mandiri dengan pengarahan dari supervisor. Lima Model supervisi pendidikan adalah model cooperative profesional development (CPD), Model individualized profesional development (IPD), model clinical supervision (CS), model informal supervision (IP), dan model supportive supervision (SS) [29].


36 1. Cooperative profesional development (CPD) Model CPD ini diperankan oleh guru secara kolegial yang bersepakat bekerja sama dalam meningkatkan kemampuan profesionalnya. Di Indonesia model CPD ini lebih dikenal dengan istilah continues professional development dengan entri point utamanya adalah MGMP dan KKG. Model ini harus dirancang dengan efektif untuk menghindari adanya konotasi bahwa guru menyupervisi guru. CPD dipandang sebagai alat yang tidak bersifat menilai (non-evaluative) serta tidak ketat bagi guru untuk saling membantu secara kolegial [30]. Model kerja sama pengembangan profesional memiliki keuntungan antara lain sebagai berikut [30]: a) Merupakan wahana bagi guru untuk mengetahui pekerjaan guru lainnya. b) Mengembangkan suatu mekanisme bagi tim CPD untuk saling berkomunikasi mengenai pembelajaran. c) Kegiatannya yang bersifat kontinyu sehingga meningkatkan motivasi belajar bagi guru-guru. d) Interaksi intelektual dapat memberikan efek induksi, karena terjalin sikap saling menerima dan saling memberi informasi tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. e) Melalui CPD akan menimbulkan kesan adanya upaya perbaikan perilaku inovatif, disiplin, self-control dalam pelaksanaan tugas-tugas mengajar. f) Menunjukkan bahwa guru-guru banyak belajar dari teman guru lain dan saling mempercayai antara satu sama yang lain sebagai sumber ide-ide baru, membagi masalah yang mereka hadapi, sehingga mereka merasa cocok dengan pengembangan profesinya. Di samping keuntungannya, CPD juga memiliki berbagai kelemahan seperti berikut: 1) Perbedaan kemampuan dan status sosial individu guru. a. CPD diperuntukkan bagi guru dengan kategori kemampuan profesional menengah ke atas. b. Tanpa dukungan dari kepala sekolah dan pengawas, motivasi ekstrinsik sangat kecil, terutama yang berkaitan dengan pembiayaan dan reward (penghargaan). 2) CPD memerlukan kemampuan manajerial yang tinggi karena cukup menyita waktu dalam melaksanakan kegiatan. 3) Timbul ketergantungan dan ketertarikan, yang dapat berakibat negatif. Hal ini menuntut kesadaran yang tinggi bagi setiap guru tentang pentingnya belajar sepanjang hayat dan pentingnya pengembangan profesi sebagai guru [30]. 2. Individualized Professional Development (IPD) Model IPD diperuntukkan bagi guru yang profesional dengan tingkat komitmen yang tinggi. Model ini lebih menekankan pada: (a) kesadaran guru mengembangkan profesinya, (b) menuntut guru bekerja sendiri memikul tanggungjawab pengembangan profesionalnya baik melalui studi lanjut, meneliti, mengadakan kunjungan ke sekolah lain (studi banding), tekun mengikuti seminar, tekun menulis dan meneliti maupun kegiatan lainnya. Guru yang cocok dengan model IPD ini adalah mereka yang mampu mengembangkan profesinya secara mandiri dengan menyusun rencana tahunan kegiatan (program). Dalam referensi [31] ditegaskan bahwa guru yang tepat dengan model i n i ialah guru yang memiliki level abstraksi dan level komitmen yang tinggi. IPD sangat ideal bagi guru-guru yang menyadari pentingnya mengembangkan profesi baik secara mandiri maupun melalui bimbingan orang lain. Jika dikaitkan dengan pendapat tentang tipe guru sesuai kuadran [31], maka yang cocok dengan model ini adalah guru yang mampu mengarahkan dirinya sendiri, memiliki komitmen kerja yang tinggi dan tingkat berpikir yang tinggi pula. Model ini lebih efisien dari segi waktu, biaya, dan tenaga baik guru itu sendiri maupun pengawas. Model ini sangat tepat diterapkan di Indonesia dengan alasan rasio antara guru dan pengawas yang sangat tinggi. 3. Clinical Supervision (CS) Supervisi klinis diartikan pertemuan tatap muka antara supervisor dan guru, membahas tentang hal mengajar di dalam kelas guna perbaikan pembelajaran dan pengembangan profesi dengan cara kolegial atau kesejawatan antara supervisor dan guru [32] .


37 1. Cooperative profesional development (CPD) Model CPD ini diperankan oleh guru secara kolegial yang bersepakat bekerja sama dalam meningkatkan kemampuan profesionalnya. Di Indonesia model CPD ini lebih dikenal dengan istilah continues professional development dengan entri point utamanya adalah MGMP dan KKG. Model ini harus dirancang dengan efektif untuk menghindari adanya konotasi bahwa guru menyupervisi guru. CPD dipandang sebagai alat yang tidak bersifat menilai (non-evaluative) serta tidak ketat bagi guru untuk saling membantu secara kolegial [30]. Model kerja sama pengembangan profesional memiliki keuntungan antara lain sebagai berikut [30]: a) Merupakan wahana bagi guru untuk mengetahui pekerjaan guru lainnya. b) Mengembangkan suatu mekanisme bagi tim CPD untuk saling berkomunikasi mengenai pembelajaran. c) Kegiatannya yang bersifat kontinyu sehingga meningkatkan motivasi belajar bagi guru-guru. d) Interaksi intelektual dapat memberikan efek induksi, karena terjalin sikap saling menerima dan saling memberi informasi tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. e) Melalui CPD akan menimbulkan kesan adanya upaya perbaikan perilaku inovatif, disiplin, self-control dalam pelaksanaan tugas-tugas mengajar. f) Menunjukkan bahwa guru-guru banyak belajar dari teman guru lain dan saling mempercayai antara satu sama yang lain sebagai sumber ide-ide baru, membagi masalah yang mereka hadapi, sehingga mereka merasa cocok dengan pengembangan profesinya. Di samping keuntungannya, CPD juga memiliki berbagai kelemahan seperti berikut: 1) Perbedaan kemampuan dan status sosial individu guru. a. CPD diperuntukkan bagi guru dengan kategori kemampuan profesional menengah ke atas. b. Tanpa dukungan dari kepala sekolah dan pengawas, motivasi ekstrinsik sangat kecil, terutama yang berkaitan dengan pembiayaan dan reward (penghargaan). 2) CPD memerlukan kemampuan manajerial yang tinggi karena cukup menyita waktu dalam melaksanakan kegiatan. 3) Timbul ketergantungan dan ketertarikan, yang dapat berakibat negatif. Hal ini menuntut kesadaran yang tinggi bagi setiap guru tentang pentingnya belajar sepanjang hayat dan pentingnya pengembangan profesi sebagai guru [30]. 2. Individualized Professional Development (IPD) Model IPD diperuntukkan bagi guru yang profesional dengan tingkat komitmen yang tinggi. Model ini lebih menekankan pada: (a) kesadaran guru mengembangkan profesinya, (b) menuntut guru bekerja sendiri memikul tanggungjawab pengembangan profesionalnya baik melalui studi lanjut, meneliti, mengadakan kunjungan ke sekolah lain (studi banding), tekun mengikuti seminar, tekun menulis dan meneliti maupun kegiatan lainnya. Guru yang cocok dengan model IPD ini adalah mereka yang mampu mengembangkan profesinya secara mandiri dengan menyusun rencana tahunan kegiatan (program). Dalam referensi [31] ditegaskan bahwa guru yang tepat dengan model i n i ialah guru yang memiliki level abstraksi dan level komitmen yang tinggi. IPD sangat ideal bagi guru-guru yang menyadari pentingnya mengembangkan profesi baik secara mandiri maupun melalui bimbingan orang lain. Jika dikaitkan dengan pendapat tentang tipe guru sesuai kuadran [31], maka yang cocok dengan model ini adalah guru yang mampu mengarahkan dirinya sendiri, memiliki komitmen kerja yang tinggi dan tingkat berpikir yang tinggi pula. Model ini lebih efisien dari segi waktu, biaya, dan tenaga baik guru itu sendiri maupun pengawas. Model ini sangat tepat diterapkan di Indonesia dengan alasan rasio antara guru dan pengawas yang sangat tinggi. 3. Clinical Supervision (CS) Supervisi klinis diartikan pertemuan tatap muka antara supervisor dan guru, membahas tentang hal mengajar di dalam kelas guna perbaikan pembelajaran dan pengembangan profesi dengan cara kolegial atau kesejawatan antara supervisor dan guru [32] .


38 Supervisi klinis adalah suatu teknologi perbaikan pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, dan memadukan kebutuhan sekolah dengan pertumbuhan personal [33] lebih lanjut supervisi klinis diartikan sebagai upaya yang dirancang secara rasional dan praktis untuk memperbaiki performansi guru di kelas dengan tujuan untuk mengembangkan profesional guru dan perbaikan pengajaran. Supervisi klinis bertujuan untuk menjamin kualitas pelayanan belajar secara berkelanjutan dan konsisten. Selain itu, supervisi klinis bertujuan untuk memperbaiki performansi guru dalam proses pembelajaran dan membantu siswa mengatasi masalah-masalah pembelajaran secara efektif. Supervisi klinis bertujuan untuk mengefektifkan proses pembelajaran guru di kelas dengan upaya: (1) memberikan reaksi secara konstruktif terhadap emosi dan perbuatan, (2) aktif mendengarkan apa yang dikatakan, dibaca dan dilaksanakan siswa, (3) memberikan arahan dan peringatan kepada siswa dengan terus mengawasi, (4) tampil dengan percaya diri dalam menyajikan materi, (5) mengikuti perkembangan siswa secara teratur dan mempertimbangkan langkah-langkah perbaikan, (6) menampilkan ekspresi positif, kebahagiaan, perasaan dan emosi yang positif, (7) mendukung siswa untuk berani bertanggung jawab atas kelas mereka sendiri, dan (8) menyiapkan siswa untuk belajar dengan baik [33]. Pada akhirnya, tujuan supervisi klinis adalah: (1) Pembelajaran yang efektif dengan menyediakan umpan balik, (2) dapat memecahkan permasalahan, (3) membantu guru mengembangkan kemampuan dan strategi pengajaran, (4) mengevaluasi guru, dan (5) membantu guru berperilaku yang baik sebagai upaya pengembangan profesional guru. 4. Informal Supervision Model ini dilakukan dengan cara spontanitas dan tidak terprogram sehingga lebih bersifat informal oleh kepala sekolah. Supervisi ini secara tidak sengaja dilakukan sambil lalu oleh kepala sekolah / supervisor pada saat guru sedang mengajar atau praktikum di laboratorium. Sifatnya sangat singkat dan informal dengan tidak menggunakan instrumen penilaian. Model ini tidak melalui perjanjian dan kunjungan yang tidak melalui pemberitahuan terlebih dahulu. Setelah guru selesai mengajar, kepala sekolah / pengawas meluangkan waktu berdialog dengan guru sehingga kegiatan pembinaan bersifat formal. Dalam pertemuan yang formal dilakukan sebaik dijadwalkan untuk observasi yang lebih disengaja (terprogram). Supervisi informal adalah sebagai pemantauan administrasi yang lebih bersifat mekanisme pengawasan dari pada suatu proses perbaikan [30]. Memang pengawasan merupakan salah satu tindakan supervisi informal yang menguntungkan, akan tetapi makna yang disampaikan kepada guru itulah yang lebih penting. Pernyataan-pernyataan seperti “Saudara orang penting, mengajar merupakan bagian terpenting dalam pekerjaan kita; saya sampaikan pesan ini kepada saudara dengan tindakan saya menghabiskan waktu saudara dan peserta didik yang terlibat dalam proses pembelajaran. Hal-hal tersebut merupakan proses yang harus diterima oleh guru sebagai hasil dari supervisi informal. Memang supervisi informal ini benar-benar bersifat informal, banyak hal yang telah dibicarakan sedang berlangsung di sekolah-sekolah. Para kepala sekolah dari sekolah- sekolah yang efektif menghabiskan waktu mereka terlibat di dalam supervisi informal meskipun mereka tidak menganggapnya menyupervisi. Dengan hanya sedikit tambahan usaha, seperti membuat catatan dan memberikan balikan kepada guru tentu manfaatnya sangat tinggi. Pemilihan supervisi informal dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa supervisi informal benarbenar dan bukan supervisi yang dilakukan hanya sambil lalu. Supervisi informal hendaknya tidak dipertimbangkan sebagai satusatunya pilihan bagi guru [30]. 5. Supportive Supervision Supportive supervision merupakan salah satu sistem dengan cara supervisor dan guru bekerja sama mengukur dan memaksimalkan kinerja guru. Tidak seperti supervisi lainnya yang berpusat pada perilaku guru dalam pembelajaran. Supportive Supervision berpusat pada perilaku peserta didik, sikap dan hasil belajar peserta didik dianalisis untuk dikembangkan [30].


39 Supervisi klinis adalah suatu teknologi perbaikan pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, dan memadukan kebutuhan sekolah dengan pertumbuhan personal [33] lebih lanjut supervisi klinis diartikan sebagai upaya yang dirancang secara rasional dan praktis untuk memperbaiki performansi guru di kelas dengan tujuan untuk mengembangkan profesional guru dan perbaikan pengajaran. Supervisi klinis bertujuan untuk menjamin kualitas pelayanan belajar secara berkelanjutan dan konsisten. Selain itu, supervisi klinis bertujuan untuk memperbaiki performansi guru dalam proses pembelajaran dan membantu siswa mengatasi masalah-masalah pembelajaran secara efektif. Supervisi klinis bertujuan untuk mengefektifkan proses pembelajaran guru di kelas dengan upaya: (1) memberikan reaksi secara konstruktif terhadap emosi dan perbuatan, (2) aktif mendengarkan apa yang dikatakan, dibaca dan dilaksanakan siswa, (3) memberikan arahan dan peringatan kepada siswa dengan terus mengawasi, (4) tampil dengan percaya diri dalam menyajikan materi, (5) mengikuti perkembangan siswa secara teratur dan mempertimbangkan langkah-langkah perbaikan, (6) menampilkan ekspresi positif, kebahagiaan, perasaan dan emosi yang positif, (7) mendukung siswa untuk berani bertanggung jawab atas kelas mereka sendiri, dan (8) menyiapkan siswa untuk belajar dengan baik [33]. Pada akhirnya, tujuan supervisi klinis adalah: (1) Pembelajaran yang efektif dengan menyediakan umpan balik, (2) dapat memecahkan permasalahan, (3) membantu guru mengembangkan kemampuan dan strategi pengajaran, (4) mengevaluasi guru, dan (5) membantu guru berperilaku yang baik sebagai upaya pengembangan profesional guru. 4. Informal Supervision Model ini dilakukan dengan cara spontanitas dan tidak terprogram sehingga lebih bersifat informal oleh kepala sekolah. Supervisi ini secara tidak sengaja dilakukan sambil lalu oleh kepala sekolah / supervisor pada saat guru sedang mengajar atau praktikum di laboratorium. Sifatnya sangat singkat dan informal dengan tidak menggunakan instrumen penilaian. Model ini tidak melalui perjanjian dan kunjungan yang tidak melalui pemberitahuan terlebih dahulu. Setelah guru selesai mengajar, kepala sekolah / pengawas meluangkan waktu berdialog dengan guru sehingga kegiatan pembinaan bersifat formal. Dalam pertemuan yang formal dilakukan sebaik dijadwalkan untuk observasi yang lebih disengaja (terprogram). Supervisi informal adalah sebagai pemantauan administrasi yang lebih bersifat mekanisme pengawasan dari pada suatu proses perbaikan [30]. Memang pengawasan merupakan salah satu tindakan supervisi informal yang menguntungkan, akan tetapi makna yang disampaikan kepada guru itulah yang lebih penting. Pernyataan-pernyataan seperti “Saudara orang penting, mengajar merupakan bagian terpenting dalam pekerjaan kita; saya sampaikan pesan ini kepada saudara dengan tindakan saya menghabiskan waktu saudara dan peserta didik yang terlibat dalam proses pembelajaran. Hal-hal tersebut merupakan proses yang harus diterima oleh guru sebagai hasil dari supervisi informal. Memang supervisi informal ini benar-benar bersifat informal, banyak hal yang telah dibicarakan sedang berlangsung di sekolah-sekolah. Para kepala sekolah dari sekolah- sekolah yang efektif menghabiskan waktu mereka terlibat di dalam supervisi informal meskipun mereka tidak menganggapnya menyupervisi. Dengan hanya sedikit tambahan usaha, seperti membuat catatan dan memberikan balikan kepada guru tentu manfaatnya sangat tinggi. Pemilihan supervisi informal dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa supervisi informal benarbenar dan bukan supervisi yang dilakukan hanya sambil lalu. Supervisi informal hendaknya tidak dipertimbangkan sebagai satusatunya pilihan bagi guru [30]. 5. Supportive Supervision Supportive supervision merupakan salah satu sistem dengan cara supervisor dan guru bekerja sama mengukur dan memaksimalkan kinerja guru. Tidak seperti supervisi lainnya yang berpusat pada perilaku guru dalam pembelajaran. Supportive Supervision berpusat pada perilaku peserta didik, sikap dan hasil belajar peserta didik dianalisis untuk dikembangkan [30].


40 Aspek penilaian perilaku peserta didik dapat diacu pada aspek kognitif, afektif dan psiomotorik sebagaimana yang dikembangkan oleh Bloom. Aspek kognitif mengacu pada tingkat pemahaman secara konseptual peserta didik yang dikenal mulai C1 sampai C6 dalam taxonomi bloom. Aspek afektif mengacu pada sikap peserta didik terhadap nilai-nilai atau kandungan dari berbagai konsep yang telah diberikan oleh guru. Sedangkan aspek psiomotorik berorientasi pada tingkat keterandalan penggunaan motorik peserta didik mengaplikasikan berbagai konsep yang telah diberikan saat pembelajaran berlangsung. Supportive Supervision menekankan pada upaya supervisor dan guru-guru memberikan penilaian secara efektif dalam rangka meningkatkan motivasi belajar peserta didik sebagai sasaran akhir dari kegiatan supervisi secara menyeluruh [30]. Setiap model supervisi sekalipun sasaran pembinaannya berorientasi pada guru, akan tetapi penekanannya adalah terciptanya suasana pembelajaran yang memungkinkan peserta didik lebih mandiri, inovatif, kreatif, kompetitif serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. B. Pendekatan Supervisi Pendidikan Tujuan akhir supervisi pendidikan ialah peningkatan situasi belajar mengajar, peningkatan proses dan hasil belajar murid. Untuk mencapai tujuan tersebut para supervisor lalu menggunakan pendekatan tertentu dengan maksud untuk lebih mengenal berbagai masalah yang dihadapi guru-guru di sekolah. Karena dengan menggunakan pendekatan di dalam supervisi, orang akan mengenal lebih dekat masalah dan dengan pengenalan tersebut akan lebih mudah menentukan pendekatan macam mana atau jenis pendekatan apa yang paling cocok untuk setiap masalah yang harus diselesaikan [34]. Untuk memperbaiki atau meningkatkan situasi belajar mengajar yang lebih baik melalui peningkatan kemampuan guru, maka dalam pelaksanaan supervisi pendidikan dikenal beberapa pendekatan yang dapat ditempuh supervisor, antara lain seperti berikut ini. a. Pendekatan klinis dan pendekatan non klinis (biasa) Supervisi klinis adalah suatu bentuk bantuan profesional yang diberikan kepada guru / calon guru berdasarkan kebutuhannya melalui siklus yang sistematik dalam perencanaan, pengamatan yang cermat, dan pemberian balikan yang segera serta obyektif tentang penampilan mengajarnya yang nyata, untuk meningkat keterampilan mengajar dan sikap profesionalnya. Pengertian ini menunjukkan bahwa di dalam supervisi klinis terdapat tiga fase kegiatan, yakni kegiatan pertemuan perencanaan, observasi kelas. dan kegiatan pertemuan balikan untuk menganalisis secara teliti dan obyektif berbagai perubahan tingkah laku dan penampilan guru/calon guru dalam mengajarnya di kelas. Dalam pelaksanaan supervisi, pendidikan, kedua pendekatan tersebut di atas secara garis besarnya mempunyai persamaan dan perbedaan tertentu yang dapat dibandingkan antara lain: Persamaannya: baik supervisi klinis maupun non klinis keduanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk meningkatkan keterampilan mengajar guru yang lebih baik dalam PBM; keduanya merupakan proses pemberian bantuan untuk meningkatkan mengajar dan sikap profesional guru sesuai dengan situasi dan kondisi kelas; menggunakan alat (instrumen) tertentu dalam menilai kemampuan mengajar guru di kelas, dan dengan teknik observasi langsung (tatap muka), pertemuan pribadi dalam proses maupun setelah supervisi berlangsung (berakhir). Walaupun demikian, kedua pendekatan ini mempunyai perbedaan-perbedaan yang khas, yang dapat dibandingkan sebagai berikut: Supervisi Klinis Supervisi Non Klinis • Bersifat demokratis melalui proses musyawarah antara supervisor dan guru. • Kegiatan yang di supervisi berdasarkan atas usul guru/calon guru. • Hubungan guru dengan supervisor bersifat kolegial dan interaktif. • Berorientasi penuh kepada kebutuhan Guru/calon guru. • Perhatian terpusat pada berapa keterampilan mengajar guru • Cenderung otoriter, pelaksanaannya didasarkan atas kehendak supervisor. • Kegiatan yang di supervisi tidak didasarkan atas usulan guru/calon guru. • Hubungan supervisor dengan guru bersifat hierarkis dan sepihak. • Tidak selamanya berorientasi kepada kebutuhan guru tertentu pada kebutuhan Supervisor. • Pusat perhatian tidak


41 Aspek penilaian perilaku peserta didik dapat diacu pada aspek kognitif, afektif dan psiomotorik sebagaimana yang dikembangkan oleh Bloom. Aspek kognitif mengacu pada tingkat pemahaman secara konseptual peserta didik yang dikenal mulai C1 sampai C6 dalam taxonomi bloom. Aspek afektif mengacu pada sikap peserta didik terhadap nilai-nilai atau kandungan dari berbagai konsep yang telah diberikan oleh guru. Sedangkan aspek psiomotorik berorientasi pada tingkat keterandalan penggunaan motorik peserta didik mengaplikasikan berbagai konsep yang telah diberikan saat pembelajaran berlangsung. Supportive Supervision menekankan pada upaya supervisor dan guru-guru memberikan penilaian secara efektif dalam rangka meningkatkan motivasi belajar peserta didik sebagai sasaran akhir dari kegiatan supervisi secara menyeluruh [30]. Setiap model supervisi sekalipun sasaran pembinaannya berorientasi pada guru, akan tetapi penekanannya adalah terciptanya suasana pembelajaran yang memungkinkan peserta didik lebih mandiri, inovatif, kreatif, kompetitif serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. B. Pendekatan Supervisi Pendidikan Tujuan akhir supervisi pendidikan ialah peningkatan situasi belajar mengajar, peningkatan proses dan hasil belajar murid. Untuk mencapai tujuan tersebut para supervisor lalu menggunakan pendekatan tertentu dengan maksud untuk lebih mengenal berbagai masalah yang dihadapi guru-guru di sekolah. Karena dengan menggunakan pendekatan di dalam supervisi, orang akan mengenal lebih dekat masalah dan dengan pengenalan tersebut akan lebih mudah menentukan pendekatan macam mana atau jenis pendekatan apa yang paling cocok untuk setiap masalah yang harus diselesaikan [34]. Untuk memperbaiki atau meningkatkan situasi belajar mengajar yang lebih baik melalui peningkatan kemampuan guru, maka dalam pelaksanaan supervisi pendidikan dikenal beberapa pendekatan yang dapat ditempuh supervisor, antara lain seperti berikut ini. a. Pendekatan klinis dan pendekatan non klinis (biasa) Supervisi klinis adalah suatu bentuk bantuan profesional yang diberikan kepada guru / calon guru berdasarkan kebutuhannya melalui siklus yang sistematik dalam perencanaan, pengamatan yang cermat, dan pemberian balikan yang segera serta obyektif tentang penampilan mengajarnya yang nyata, untuk meningkat keterampilan mengajar dan sikap profesionalnya. Pengertian ini menunjukkan bahwa di dalam supervisi klinis terdapat tiga fase kegiatan, yakni kegiatan pertemuan perencanaan, observasi kelas. dan kegiatan pertemuan balikan untuk menganalisis secara teliti dan obyektif berbagai perubahan tingkah laku dan penampilan guru/calon guru dalam mengajarnya di kelas. Dalam pelaksanaan supervisi, pendidikan, kedua pendekatan tersebut di atas secara garis besarnya mempunyai persamaan dan perbedaan tertentu yang dapat dibandingkan antara lain: Persamaannya: baik supervisi klinis maupun non klinis keduanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk meningkatkan keterampilan mengajar guru yang lebih baik dalam PBM; keduanya merupakan proses pemberian bantuan untuk meningkatkan mengajar dan sikap profesional guru sesuai dengan situasi dan kondisi kelas; menggunakan alat (instrumen) tertentu dalam menilai kemampuan mengajar guru di kelas, dan dengan teknik observasi langsung (tatap muka), pertemuan pribadi dalam proses maupun setelah supervisi berlangsung (berakhir). Walaupun demikian, kedua pendekatan ini mempunyai perbedaan-perbedaan yang khas, yang dapat dibandingkan sebagai berikut: Supervisi Klinis Supervisi Non Klinis • Bersifat demokratis melalui proses musyawarah antara supervisor dan guru. • Kegiatan yang di supervisi berdasarkan atas usul guru/calon guru. • Hubungan guru dengan supervisor bersifat kolegial dan interaktif. • Berorientasi penuh kepada kebutuhan Guru/calon guru. • Perhatian terpusat pada berapa keterampilan mengajar guru • Cenderung otoriter, pelaksanaannya didasarkan atas kehendak supervisor. • Kegiatan yang di supervisi tidak didasarkan atas usulan guru/calon guru. • Hubungan supervisor dengan guru bersifat hierarkis dan sepihak. • Tidak selamanya berorientasi kepada kebutuhan guru tertentu pada kebutuhan Supervisor. • Pusat perhatian tidak


42 tertentu. • Hasil supervisi didasarkan atas kenyataan observasi langsung di kelas. • Instrumen supervisi dibuat dan disepakati bersamaan antara supervisor dan guru. • Balikan hasil supervisi berupa bimbingan yang bersifat pemberian bantuan. Dan sebagainya. keterampilan tertentu, bersifat Umum dan luas. • Hasil supervisi sering didasarkan atas perasaan supervisor. • Instrumen supervisi telah dibuat oleh aparat yang berwenang tanpa disertakan. • Balikan hasil supervisi diwujudkan dalam bentuk arahan/perintah/ instruksi. Dan sebagainya. b. Pendekatan kelompok dan individual Dalam pelaksanaan supervisi pendidikan dapat digunakan pendekatan baik kelompok maupun individual sesuai dengan belakang, masalah serta jenis dan sifat masalah yang dihadapi. Apabila sifat masalah yang dihadapi bersifat umum dan dialami oleh hampir semua guru di suatu sekolah maka teknik supervisi yang paling tepat adalah melalui pendekatan kelompok, tetapi jika masalah tersebut hanya dialami oleh beberapa orang guru secara tersendiri, maka pendekatan yang paling tepat adalah pendekatan secara individual. Dari segi jumlah guru harus dibina, maka pendekatan kelompok lebih efektif jumlah guru yang dibina lebih banyak dibanding dengan pendekatan individual dimana guru yang dihadapi secara sendiri-sendiri. c. Pendekatan langsung (direct techniques) dan pendekatan tidak langsung (indirecttechniques) Pendekatan supervisi langsung yaitu cara pelaksanaan supervisi dimana supervisor langsung berhubungan secara tatap muka dengan mereka yang di supervisi, tanpa menggunakan media tertentu. Misalnya kunjungan kelas, pertemuan pribadi, lokakarya, rapat staf, dan sebagainya. Sedangkan pendekatan tidak langsung yaitu cara pelaksanaan supervisi yang ditempuh oleh supervisor dengan menggunakan alat atau media tertentu. Misalnya dalam bentuk media tulis berupa kuesioner (angket), papan buletin, kursus tertulis, perpustakaan jabatan, surat dinas atau edaran, dan lain sebagainya. d. Pendekatan lengkap dan pendekatan tidak lengkap Kegiatan supervisi di sekolah dapat dilaksanakan secara lengkap dan dapat pula secara tidak lengkap sesuai dengan kebutuhan supervisor. Supervisi lengkap adalah kegiatan supervisi yang meliputi semua unsur (komponen) yang ada di sekolah itu, baik guru, murid, tenaga administrasi, alat kelengkapan pendidikan / kantor, serta situasi dan kondisi dari semua unsur-unsur tersebut. Misalnya supervisi terhadap: a) Murid; kegiatan belajar dan hasil belajarnya; b) Guru; pelaksanaan proses belajar mengajar, persiapan mengajar, sikap dan kemampuan profesional nya, dsb; c) Tenaga administrasi; kedisiplinan nya, kemampuan kerja- nya, hasil kerjanya (prestasi kerja); d) Perlengkapan; fasilitas gedung, keadaannya, kelengkapannya, pemeliharaan dan penggunaannya; e) Situasi/kondisi; hubungan antara murid dengan murid, murid dengan guru, antara sesama guru, keamanan, kesehatan (kebersihan), dan sebagainya. Sedangkan supervisi tidak lengkap yakni pelaksanaan supervisi yang hanya ditujukan pada aspek tertentu saja, misalnya untuk pembinaan dan peningkatan kemampuan mengajar guru dalam PBM, maka supervisi hanya meliputi segi-segi pembinaan sebagai berikut: a) Tujuan khusus belajar mengajar; b) Materi dan kegiatan belajar mengajar; c) Metode (cara mengorganisir kegiatan belajar murid); d) Cara menggunakan alat-alat pelajaran / media pelajaran; e) Cara mengevaluasi (menilai) proses dan hasil belajar muridmurid; f) Cara membimbing dan melayani murid yang mengalami kesulitan belajar; dan g) Reaksi mental guru-guru terhadap tugas-tugas mereka. Dari uraian di atas telah memberikan gambaran secara garis besar kepada kita, bahwa supervisi lengkap dapat dilakukan baik dalam bidang edukasi maupun dalam bidang administrasi yang meliputi


Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.