Dalil Sunnah (Part 1) Flipbook PDF

20905

67 downloads 122 Views 670KB Size

Recommend Stories


MEDICINA BUCAL. Part 1
MEDICINA BUCAL Part 1. Blocs temàtics part 1 Bloc I: Semiologia i propedèutica. Temes 1-7 Bloc II: Glàndules salivals. Temes 8 i 9 Bloc III: ATM. Teme

Premier Stud (UK): part 1
Premier Stud (UK): part 1 Esta subasta termina 18 Sep 2016 The breeding loft of Premier Stud is arguably one of the most successful breeds worldwide

Psalm 51: Part 1. Introduction:
Psalm 51: Part 1 Introduction: Seguimos en nuestra serie de los Salmos. Como ustedes recordarán, los salmos fueron el cancionero del antiguo Israel. I

Story Transcript

1

Daftar Isi Daftar Isi ............................................................................................... 2 DALIL-DALIL SYARIAH ............................................................................ 4 C. Dalil Kedua: Sunnah ..................................................................................... 4 1. Definisi Sunnah .............................................................................................................. 4 2. Objek Kajian Ushul Fiqih Terkait Sunnah .....................................................................11 3. Hujjiyyah Sunnah .........................................................................................................12 a. al-Qur’an .................................................................................................................................... 12 b. Ijma’ Umat ................................................................................................................................. 16 c. Dharuri (Pertimbangan Rasional)............................................................................................. 16

2

3

DALIL-DALIL SYARIAH C. Dalil Kedua: Sunnah 1. Definisi Sunnah Secara etimologis, istilah Sunnah ( ‫ )السنن‬mengandung beberapa makna, ّ ) atau tata cara; al-‘adah (ُ‫ ) ْالعادة‬atau adat di antaranya: ath-thariqah (ُ ‫الط ِريق‬ kebiasaan; dan as-sirah (ُ‫السنن رة‬ ّ ِ ) atau perilaku. Ketiga makna tersebut dapat berkualitas baik maupun buruk.1 Sedangkan secara terminologis, istilah sunnah didefinisikan secara beragam dalam berbagai disiplin ilmu syara’ dengan makna dan pengertian yang berbeda. Meskipun setidaknya definisi sunnah dalam berbagai ilmu tersebut dapat disatukan dalam definisi berikut: “Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam 1

Ahmad al-Fayumi, al-Mishbah al-Munir, hlm. 1/291.

4

selain al-Qur’an.” Berdasarkan definisi di atas, maka apapun yang bersumber dari nabi Muhammad - shallallahu ‘alaihi wasallam -, apakah perkataannya, perbuatannya, ketetapannya, sifat-sifatnya, dan berbagai hal terkait nabi dapat disebut sebagai sunnah. Bahkan terlepas bagaimana implikasi hukumnya setelah dilakukan proses istinbath dan penggalian hukum atas sunnah tersebut. Meskipun memang secara lebih spesifik, istilah sunnah juga dipakai dalam beragam literatur keilmuan Islam dengan berbagai makna terminologis. Seperti Ilmu Fiqih, ilmu Aqidah, dan ilmu Hadits. Dalam Ilmu Fiqih istilah Sunnah bermakna status hukum syar’i atas sesuatu yang berpahala jika dilakukan dan tidak terhitung sebagai dosa jika ditinggalkan. Maka sunnah adalah salah satu dari jenis-jenis hukum syara’ seperti wajib, haram, makruh, dan mubah. Itu sebabnya, harus dibedakan antara sunnah Nabi sebagai sesuatu yang

5

disandarkan kepada Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam - dan dalil Fiqih, dengan sunnah Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam - yang berimplikasi hukum sunnah. Dengan demikian dikenal istilah “Ini adalah Sunnah Nabi yang hukumnya sunnah.” Maksudnya adalah Sunnah nabi sebagai dalil syariah, di mana hukum mengamalkannya sebagai teladan tidaklah wajib namun sunnah. Bahkan adapula sunnah Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam - yang status hukumnya boleh dilakukan oleh Nabi, namun haram untuk dilakukan umat. Seperti pernikahan beliau dengan lebih dari empat orang istri. Dan adapula yang hukumnya wajib bagi Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam -, namun sunnah bagi umat, seperti kewajiban beliau untuk selalu ber-udhhiyyah setiap tahunnya, namun hal itu sunnah dilakukan atas umatnya. Sedangkan dalam ilmu Akidah atau ilmu Kalam dan Ushuluddin, istilah Sunnah dipakai untuk menyebut kelompok yang selamat aqidahnya, sebagai lawan dari aqidah yang keliru dan sesat. Para ulama ilmu Kalam

6

menggunakan istilah Ahlus Sunnah atau biasa disingkat dengan istilah Sunni, untuk membedakan dengan ahli bid’ah, yaitu aliran-aliran dalam ilmu Kalam yang dianggap mempunyai landasan aqidah yang menyimpang dari apa yang telah digariskan oleh Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - dan para shahabat. Seperti Syi’ah, Muktazilah, Qadariyah, Jabariyah, Khawarij, Murji’ah, Mujassimah, Karramiyyah, dan lainnya. Sedangkan dalam ilmu al-Hadits, definisi Sunnah yang cukup komprehensif didefinisikan oleh Muhammad ‘Awwamah dengan mengutip beberapa pernyataan Imam as-Sakhawi:

Perkataan, perbuatan, putusan, sifat, peperangan, bahkan gerak dan

7

diamnya dalam kondisi terjaga atau tertidur. 2 Hal ini, karena memang tugas dari ahli hadits (muhaddits) adalah merekam setiap sesuatu yang terkait dengan kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam -. Bahkan termasuk peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan sosok Muhammad sebelum menjadi nabi. Dilihat dari cakupannya, definisi sunnah dalam ilmu hadits dan Ushul Fiqih agaknya terdapat banyak kesamaan. Sebab sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an pada dasarnya adalah setiap yang terproyeksikan pada setiap tindak-tanduk Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam - terlebih posisinya sebagai penafsir al-Qur’an. Itu sebabnya Aisyah ra berkata bahwa al-Qur’an adalah akhlak Nabi. Dalam hal ini, ilmu hadits berfungsi untuk merekam setiap yang disandarkan kepada Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam - dalam berbagai 2 Muhammad ‘Awwamah, Hujjiyyah Af’al Rasulillah: Ushuliyyan wa Haditsiyyan, (Jeddah: Dar al-Minhaj, 1434/2013), cet. 2, hlm. 5.

8

sisinya, sedangkan Ushul Fiqih merupakan kaidah-kaidah dalam berinteraksi dengan sunnah dan metode dalam penggalian hukumnya. Meski demikian umumnya yang membedakan antara sunnah dalam Ilmu Hadits dan Ilmu Ushul Fiqih adalah dari sisi implikasi hukum syara’ atas setiap yang disandarkan kepada Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam -. Di mana memang tidak semua sunnah Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam - wajib diamalkan oleh umat, namun ada di antaranya semata kebolehan saja. Setidaknya hal ini disebabkan perbedaan ulama terkait hukum mubah, apakah termasuk taklif atau bukan. Terlepas perbedaan maksud dari sunnah dalam setiap ilmu syariah, istilah sunnah yang spesifik dimaksud dalam ilmu Ushul Fiqih adalah yang dimaksudkan sebagai sumber kedua ajaran Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam -:

9

“Sungguh telah aku tinggalkan dua hal yang tidak akan membuatmu sesat selama kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitabullah dan sunnah rasul-Nya.” (HR. Malik)

Definisi Sunnah Dalam 3 Kelompok Ilmu ===

10

2. Objek Kajian Ushul Fiqih Terkait Sunnah Sebagaimana dalam pembahasan dalil al-Qur’an, Sunnah sebagai objek ilmu Ushul Fiqih, juga biasa dikaji secara tumpang tindih dalam beragam keilmuan Islam. Jika terkait al-Qur’an terdapat sebuah ilmu yang secara spesifik dirumuskan untuk menjelaskan secara komprehensif segala sisi tentang al-Qur’an yaitu ‘Ulum al-Qur’an, demikian pula terkait dengan Sunnah, terdapat satu ilmu yang secara lengkap mengkaji Sunnah atau Hadits, yaitu ‘Ulum al-Hadits. Dan oleh sebab itu, untuk menghindari terjadinya tumpang tindih antar ilmu dan juga dimaksudkan agar adanya fokus pengkajian terkait Sunnah sebagai objek Ilmu Ushul Fiqih, maka tidak setiap pembahasan tentang Sunnah dibahas dalam ilmu Ushul Fiqih. Setidaknya hal-hal yang terkait Sunnah sebagai sumber kedua hukum Islamlah yang menjadi fokus kajian ilmu Ushul Fiqih. Yaitu berkisar pada aspek definisi, hujjiyyah, klasifikasi, dan metode penyimpulan hukum Fiqih melalui teks, analog, atau spirit/maqashid

11

Sunnah. ===

3. Hujjiyyah Sunnah Sunnah Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam - telah disepakati umat sebagai dasar kedua hukum Islam setelah al-Qur’an. Kewajiban mengamalkan kandungannya sama dengan kewajiban mengamalkan kandungan al-Qur’an. Di mana landasan hujjiyyah atau legalitasnya didasarkan kepada hal-hal berikut: a. al-Qur’an

Al-Qur’an dalam berbagai konteks secara eksplisit telah melegitimasi Sunnah sebagai sumber hukum kedua dalam Islam. Pertama: Al-Qur’an telah mewajibkan umat Islam untuk taat kepada Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - dan melarang bermaksiat

12

kepadanya. Dengan demikian ketaatan kepada Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - berarti menjadikan Sunnah sebagai sumber hukum. Seperti firman Allah - ta’ala -:

“Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (QS. Ali Imran: 32).3

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-nya takut akan 3 Lihat juga QS. An-Nisa’: 59, 65, 80, QS. Al-Anfal: 20, QS. An-Nur: 54, QS. Muhammad: 33, QS. AlHasyr: 7, QS. Al-Ahzab: 36, QS. Ali Imran: 31, QS. An-Nisa’: 80.

13

ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur: 63). Kedua: Al-Qur’an menjelaskan bahwa hakikat sunnah adalah wahyu sebagaimana al-Qur’an. Allah - ta’ala - berfirman:

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya (3) Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (4) (QS. An-Najm: 3-4). Ketiga: Al-Qur’an menjelaskan bahwa sunnah adalah penafsir al-Qur’an yang paling utama dan otoritatif. Allah - ta’ala - berfirman:

“Dan Kami turunkan kepadamu al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya

14

mereka memikirkan.” (QS. An-Nahl: 44).4 Keempat: Al-Qur’an memerintahkan untuk beriman secara utuh kepada Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - dan kepada apa yang dibawanya. Allah - ta’ala - berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya.” (QS. An-Nisa’: 36).5

5

4 Lihat juga QS. An-Nahl: 64. Lihat juga QS. Al-Hadid: 7.

15

b. Ijma’ Umat

Para ulama telah sepakat bahwa Sunnah Nabi merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Bahkan bagi yang mengingkari Sunnah sebagai sumber hukum dapat dikatagorikan kufur dari ajaran Islam. Di samping itu, umat juga telah sepakat akan ke-ma’tsum-an Rasulullah terkait kewajibannya menyampaikan (tabligh) risalah Islam. Apakah berupa alQur’an ataupun amanah dalam menjelaskan kandungan al-Qur’an yang selanjutnya disebut dengan sunnah. c. Dharuri (Pertimbangan Rasional)

Maksud dari legitimasi rasional dan konteks dharurat adalah bahwa suatu yang mustahil untuk umat dapat mengamalkan kandungan al-Qur’an secara benar dan utuh jika tidak merujuk kepada Sunnah Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam -. Sebab ketentuan hukum dalam al-Qur’an umumnya bersifat global. Oleh sebab itu membutuhkan semacam penjelasan operasional. Dan dalam hal

16

ini, Sunnah Nabi - shallallahu ‘alaihi wasallam - merupakan instrumen dalam operasionalisasi ayat-ayat al-Qur’an.

17

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.