GLS - 4 -PRAMOEDYA ANANTA TOER Flipbook PDF

GLS - 4 -PRAMOEDYA ANANTA TOER

28 downloads 100 Views

Recommend Stories


Porque. PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::
Porque tu hogar empieza desde adentro. www.avilainteriores.com PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com Avila Interi

EMPRESAS HEADHUNTERS CHILE PDF
Get Instant Access to eBook Empresas Headhunters Chile PDF at Our Huge Library EMPRESAS HEADHUNTERS CHILE PDF ==> Download: EMPRESAS HEADHUNTERS CHIL

Story Transcript

PRAMOEDYA ANANTA TOER, SASTRAWAN LEGENDARIS ASAL BLORA YANG PERNAH DIASINGKAN DI PULAU BURU

Pramoedya Ananta Toer Semasa Hidup ( foto /ensiklopedia.kemdikbud.go.id) SIGIJATENG.ID – Pramoedya Ananta Toer terkenal sebagai pengarang novel tahun 1940-an dengan novelnya, antara lain “Keluarga Gerilya” dan “Perburuan”. Pram lahir tanggal 6 Februari 1925 di Blora, Jawa Tengah dan meninggal di Jakarta 30 April 2006. Nama asli Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang berjudul “Cerita Dari Blora”. Oleh karena nama keluarga Mastoer (nama ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia menghilangkan awalan Jawa “Mas” dari nama tersebut dan menggunakan “Toer” sebagai nama keluarganya. Dalam “Memoar-Hikayat Sebuah Nama” (1962) dikemukakan, bahwa dalam lingkungan keluarganya ia dipanggil sebagai Mas Moek karena menjadi anak sulung 8 bersaudara (5 lelaki dan 3 perempuan). Pram kecil menamatkan sekolah rendah (sekolah dasar) di Instituut Boedi Oetomo, Blora lalu melanjutkan pendidikannya selama satu setengah tahun di Sekolah Teknik Radio Surabaya (Radiovakschool Surabaya) tahun 1940—1941. Awal tahun 1942 dia bekerja di Kantor Berita Domei, Jakarta. Sambil bekerja, ia mengikuti pendidikan di Taman Siswa (1942—1943), kursus di Sekolah Stenografi (1944—1945) lalu menempuh kuliah di Sekolah Tinggi Islam Jakarta (1945) untuk mata kuliah Filsafat, Sosiologi, dan Sejarah. Tahun 1945 ia keluar dari Kantor Berita Domei dan pergi menjelajahi Pulau Jawa.

Awal polemik dirinya ialah pada tahun 1958 Pramoedya masuk anggota Pimpinan Pusat Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) yang berada di bawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI). Keterlibatannya dengan Lekra memperhadapkannya dengan seniman golongan lain yang tidak sealiran, terutama kelompok seniman penanda tangan Manifesto Kebudayaan (Manikebu) yang menentang PKI. Tahun 1962 ia menjabat redaktur Lentera. Dia juga bekerja sebagai dosen di Fakultas Sastra Universitas Res Publika, Jakarta. Meletusnya gerakan 30 September 1965 (Gestapu/PKI) menghadirkan kenangan pahit dalam kehidupan Pramoedya Ananta Toer. Pada penangkapan yang dilakukan oleh gerombolan pemuda bertopeng tanggal 13 Oktober 1965, ia mendapatkan penghinaan dan perlakuan yang kejam. Setelah itu, ia dipenjarakan di Tangerang, Salemba, Cilacap, dan selama sepuluh tahun ia hidup dalam pengasingan di Pulau Buru. Selepas dari pengasingan di Pulau Buru, Pram menghasilkan beberapa buku yang dilarang disebarluaskan oleh Kejaksaan Agung. Namun, di luar negeri buku-buku itu terbit dan beredar luas. Bahkan, buku-buku tersebut diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing, terutama bahasa Inggris dan Belanda. Buku-buku yang dilarang ialah Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1980), Jejak Langkah (1985), Rumah Kaca (1988), Nyanyi Sunyi Seorang Bisu I (1995) II (1996), Arus Balik (1995), Arok Dedes (1999), dan Larasati (2000). Dewasa ini sejumlah buku Pramoedya Ananta Toer yang semula dilarang beredar diterbitkan kembali oleh penerbit Hasta Mitra. Pramoedya Ananta Toer memperoleh 16 penghargaan, antara lain Penghargaan Balai Pustaka (1951) dan tahun 1995 menerima Hadiah Magsaysay dari Filipina. Pengukuhan Pramoedya Ananta Toer sebagai penerima hadiah tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat pada saat itu, mengingat sejarah masa silamnya. Hal itu yang menjadi dasar Mochtar Lubis mengembalikan hadiah yang sama yang diterimanya tahun 1958. Sementara itu, Yayasan Magsaysay memberikan penghargaan kepada Pramoedya dengan alasan bahwa Pram dinilai berhasil melakukan pencerahan dengan cerita yang bernas tentang sejarah kebangkitan dan kehidupan modern masyarakat Indonesia. Pram juga mendapat penghargaan PEN International (1998), Dia mendapat gelar kehormatan Doctor of Humane Letters dari Universitas Michigan tahun (1999), Fukuoka Cultural Grand Prize (Hadiah Budaya Asia Fukuoka), Jepang, (2000), dan pada 2004 Norwegian Authors’ Union Award untuk sumbangannya pada sastra dunia. (akhida)

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2025 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.