Story Transcript
Daftar Isi Daftar Isi ............................................................................................... 2 Hadis Hasan .......................................................................................... 4 Pengertian ........................................................................................................ 4 Kemunculan Istilah Hadis Hasan ..................................................................... 9 Hadis Hasan Bagian dari Hadis Maqbul ........................................................ 11 Dua Hadis Hasan ............................................................................................ 12 Hasan li Dzatih.............................................................................................................40 Hasan li Ghairih ...........................................................................................................41
Hadis Hasan al-Isnad ...................................................................................... 13 Kitab yang Memuat Hadis Hasan .................................................................. 12 Imam at-Tirmidzi dan Hadis Hasan ............................................................... 14 Hadis Hasan Shahih ....................................................................................... 19
2
Hasan Shahih Gharib ..................................................................................... 30
3
Hadis Hasan Pembahasan selanjutnya setelah hadis shahih adalah hadis hasan. Hadis hasan ini tergolong hadis maqbul, selain hadis shahih. Pengertian al-Hasan secara bahasa merupakan sifat musyabahah dari kata al-husna yang berarti al-jamal, yang baik / bagus. Istilah hasan lantas digunakan oleh para ulama dan ahli hadis dengan pengertian khusus sehingga menjadi istilah khusus atau haqîqah ‘urfiyah. Secara istilah, ulama hadis berbeda pendapat mengenai definisi hadis hasan sebab tingkatan hadis hasan berada di pertengahan antara sahih dan daif. Para ulama memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai hadis hasan.
4
al-Baiquni menyebut hadis hasan beserta definisinya dengan bait:
ت ُْ اكلص ِح ْي ُِحُ ْاش َتَ َ َر ُْ َحسنُُامل َ ْعر ْوفُُط ْرقاُُ َوغَد َّ ُتُ…ُ ِر َجالُُ َُل َ َوال Hadis hasan adalah hadis yang jalur-jalur (riwayatnya) diketahui (secara jelas) dan rijalnya (rawi-rawinya) masyhur, tetapi tidak seperti (masyhurnya) rawi-rawi hadis sahih. Pegertian hadis hasan dari al-Baiquni ini mengikuti definisi hadis hasan versi Imam al-Khathabi, dan bukan pandangan mayoritas ahli hadis yang muktamad. Maksud dari definisi di atas adalah bahwa hadis hasan ini adalah hadis yang jalurnya dikenal atau diketahui secara jelas, sekaligus para rawinya masyhur. Definisi ini tidak tepat untuk hadis hasan, karena masih terlalu global dan ambigu, bahkan definisi hadis hasan yang ini juga mencakup hadis
5
sahih, hadis daif, bahkan hadis maudhu’, lantaran jalur-jalur hadis-hadis ini secara umum juga terkenal dan para rawinya populer. Al-Khathabi dalam Ma’âlim as-Sunan menjelaskan, hadis hasan adalah hadis yang diketahui tempat keluarnya, para perawinya masyhur (dikenal), menjadi tempat beredarnya kebanyakan hadis, diterima oleh kebanyakan ulama dan digunakan oleh para fukaha umumnya. Imam at-Tirmidzi di dalam Al-Jâmi’ dan dinukil oleh Ibnu Shalah dalam Muqaddimah bahwa yang beliau maksudkan dengan hadis hasan itu hadis yang di dalam sanad-nya tidak ada perawi yang dituduh dusta; tidak merupakan hadis yang syadz dan diriwayatkan semacam itu dari arah lain. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Ashqalani menjelaskan di dalam Nukhbah al-Fikar bahwa hadis ahad yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, ke-dhâbit-annya sempurna, sanad-nya bersambung, hadisnya tidak ‘ilat maupun syadz—
6
hadis yang semacam ini—adalah hadis shahîh li dzâtihi. Jika derajat kedhâbit-annya lebih rendah, itulah hadis hasan li dzâtihi. Ibnu Shalah di dalam Al-Muqaddimah, setelah memaparkan definisi alKhathabi dan at-Tirmidzi, menyatakan, “Saya telah menelaah dan mengkaji semua di antara sisi ucapan mereka dan memperhatikan fakta penggunaan mereka. Telah menjadi jelas bahwa hadis hasan itu ada dua bagian. Pertama: Hadis yang tidak kosong perawi sanad-nya dari perawi mastûr yang tidak terpenuhi keahliannya. Hanya saja dia tidak pelupa, tidak banyak salah dalam apa yang dia riwayatkan dan tidak dituduh dusta dalam hadis. Artinya, tidak tampak dari dirinya kesengajaan berdusta dalam hadis. Juga tidak ada sebab lain yang menjadikan dirinya fasik. Matan hadis itu, meski demikian, telah diketahui karena ada hadis serupa yang telah diriwayatkan dari arah lain, satu atau lebih; dengan mutâbi’ah dari tâbi’
7
riwayat yang semisalnya; atau dengan syâhid, yaitu adanya hadis lain yang serupa. Dengan itu hadis tersebut tidak terkategori syadz dan munkar. Pendapat at-Tirmidzi ada di bawah bagian ini. Kedua: Hadis yang perawinya termasuk perawi yang terkenal jujur dan amanah. Namun demikian, ia tidak mencapai derajat sebagai perawi sahih. Pasalnya, ia kurang dari perawi sahih dalam hal hapalan dan itqân (kecakapan/penguasaan). Pada saat yang sama ia berada di atas orang yang hadis periwayatannya dinilai munkar. Karena semua ini—juga karena hadisnya selamat dari posisi sebagai syadz dan munkar—hadis ini selamat dari posisinya sebagai hadis yang mengandung ‘illat. Pendapat al-Khathabi ada di bawah bagian ini. Maka, Mahmud ath-Thahhan memilih apa yang dipaparkan oleh Ibnu Hajar (w. 852 H) dalam mendefiniskan hadis hasan. Mahmud ath-Thahhan menuliskan:
8
ُُمنُغيُُشذوذُو ُل،ُعنُمثهلُاىلُمنَتاه،هوُماُاتصلُس ندهُبنقلُالعدلُاذليُخفُضبطه 1عةل (Hadis Hasan) adalah hadis yang sanadnya muttashil (bersambung), lewat nukilan seorang ‘adl, lagi memiliki dhabt (penguasaan/hafalan hadis) yang kurang kuat, yang dia riwayatkan dari orang yang sepertinya, hingga akhir sanad, tanpa terdapat syudzudz, ataupun ‘illah (cacat tersembunyi) di dalamnya. Kemunculan Istilah Hadis Hasan Istilah hadis hasan bukan baru muncul pada masa Imam at-Tirmidzi. Istilah ini sudah dipakai pada masa sebelumnya. Imam at-Tirmidzilah yang 1
Mahmud ath-Thahhan, Taisir Mushtalah Hadis, h. 58
9
memasyhurkannya. Imam Ibnu Shalah juga menyatakan, “Ditemukan istilah hasan ini pada beberapa tempat yang berbeda dari ucapan sebagian guru-guru at-Tirmidzi dan thabaqât sebelumnya seperti Ahmad bin Hanbal, Al-Bukhari, dan selain keduanya.”1 Imam Syafii (w. 204 H) di dalam Ikhtilâf al-Hadîts mengomentari hadis ru’yah yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra., “Hadis Ibnu Umar musnad. Sanad-nya hasan.”2 Imam al-Bukhari juga menggunakan istilah hadis hasan. Di antaranya dalam komentar beliau tentang hadis mengenai perintah Rasul ﷺuntuk 1
Ibnu ash-Shalah (w. 463 H), Ma’rifat Anwa’ Ulum al-Hadis, h. 22 2 Jalaluddin As-Suyuthi, Tadrîb ar-Râwi, h. 103 –104.
10
menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki pada waktu berwudhu. Imam atTirmidzi berkata di dalam Al-‘Ilal, “Aku bertanya kepada al-Bukhari (w. 256 H) tentang hadis ini, al-Bukhari berkata, hadis ini hasan.”1 Hadis Hasan Bagian dari Hadis Maqbul Kriteria hadis hasan hampir sama dengan hadis shahih. Perbedaannya hanya terletak pada sisi kedabitannya. Hadis sahih kedabitannya seluruh perawinya harus tamm (sempurna), sedangkan dalam hadis hasan, kurang sedikit kedabitannya jika dibanding dengan hadis ṣaḥīḥ. Berdasarkan pengamalannya, sebagaimana hadis sahih, hadis hasan dapat dijadikan sebagai ranah penggalian hukum-hukum Islam sekalipun tidak sekuat hadis sahih, mayoritas para ahli fikih dan usul fikih
1
Asy-Syaukani, Nayl al-Awthâr, juz I, h. 190
11
menggunakannya sebagai landasan dalil kecuali para ulama yang tergolong mutasyaddid (keras). Terkadang para ulama yang mutasahil (tidak terlalu ketat) seperti Ibnu Hibban, al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah menggolongkan hadis hasan sebagai hadis sahih. Kitab yang Memuat Hadis Hasan Para ulama hadis tidak membukukan kitab khusus yang memuat hadis hasan sebagaimana mereka membukukan hadis sahih dalam satu kitab. Akan tetapi terdapat kitab yang sekiranya memuat banyak hadis hasan di dalamnya, di antaranya; 1. Kitab Jami’ al-Tirmidzi yang terkenal dengan nama Sunan al-Tirmidzi. Kitab ini merupakan sumber mengetahui tentang hadis hasan. Imam Tirmidzi dianggap yang telah memashurkan istilah hadis hasan dan memang beliau banyak menyebut itu dalam kitabnya.
12
2. Sunan Abi Dawud. Dalam suratnya kepada penduduk Makkah, Abu Dawud menuliskan bahwa dalam kitabnya itu ia menyebutkan hadis sahih dan yang serupa dengannya atau mendekatinya, juga yang terdapat cacat yang dia beri keterangan. Jika beliau tidak menyebutkan komentarnya berarti hadis itu salih. Maka jika terdapat dalam kitabnya hadis yang beliau tidak jelaskan kedhaifannya dan tidak ada keterangan tentang pendapat ulama yang mensahihkannya, maka bagi Abu Dawud hadis tersebut hasan. 3. Sunan al-Daruquthni, dalam kitab tersebut al-Daruquthni banyak menyebutkan hadis hasan. Hadis Hasan al-Isnad Hasan al-isnad maksudnya sanadnya hasan tapi matannya belum tentu bebas dari syadz dan illat. Demikian pula perkataan haditsun shahihun berarti riwayat hadis tersebut memenuhi lima syarat yang harus dimiliki hadis sahih. Sedang shahihul isnad maksudnya, berarti hadis tersebut baru
13
memenuhi tiga syarat hadis sahih, yaitu sanad tersambung, perawi adil dan perawi kuat hafalan meski dua syarat terkait matan, yaitu bebas dari syadz dan illat belum tentu terpenuhi. Imam at-Tirmidzi dan Hadis Hasan Banyak ulama yang mengungkapkan bahwa sebelum Imam at-Tirmidzi belum dikenal istilah hasan. Pengistilahan kualitas hadis yang ada sebelumnya hanyalah shahih dan da’if. Imam an-Nawawi (w. 676 H) mengungkapkan:
1ُُوهوُاذليُشهره،كتابُالرتمذيُأصلُيفُمعرفةُاحلسن
1
Yahya bin Syaraf an-Nawawi (w. 676 H), at-Taqrib wa at-Taisir, (Baerut: Dar al-Kitab alArabi, 1405 H), hal. 30
14
“Kitab at-Tirmidzi merupakan dasar untuk mengetahui hadis hasan, dia adalah orang yang menyebar luaskannya. Meski sebenarnya istilah hasan dalam penilaian hadis sudah ada sebelum masa at-Tirmidzi. Hanya saja penggunaan istilah itu tidak terbatas kepada pemaknaan hadis hasan yang dikenal pada masa at-Tirmidzi, melainkan mempunyai arti yang luas sesuai dengan makna dilihat dari segi kebahasaannya. Oleh karena itu, penggunaan istilah hasan kadangkala digunakan untuk menyebut hadis shahih dan terkadang juga digunakan untuk menyebut hadis gharib. Hadis dengan sanad yang hasan padahal maksudnya adalah shahih, pernah disebutkan oleh ulama sebelum at-Tirmidzi. Imam as-Syafi’i (w. 204 H) pernah menyebutkan suatu hadis dan beliau berkata bahwa sanadnya
15
hasan. Sebagaimana hadis berikut:
ُ:ُفقالُلُالنيب،ومسعتُمنُيرويُبس نادُحسنُأنُأبُبكرةُذكرُللنيبُأنهُركعُدونُالصف 1»ُولُتعد،«زادكُهللاُحرصا Saya mendengar orang yang meriwayatkan hadis dengan sanad yang hasan, bahwa Abu Bakrah itu dibicarakan dihadapan Nabi bahwa dia sudah ruku’ meski belum sampai shaf. Nabi bersabda: Semoga Allah menambahkan semangat untukmu, tapi jangan diulangi. Terhadap hadis ini Imam as-Syafi’i (w. 240 H) mengatakan bahwa hadis ini sanadnya hasan. Ternyata hadis tersebut adalah hadis shahih yang 1 Muhammad bin Idris as-Syafi'i (w.
H), hal. 638
204 H), Ikhtilaf al-Hadis, (Baerut: Dar al-Ma'rifat, 1410
16
diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lainnya.1 Adapun hadis dengan sanad yang hasan padahal maksudnya adalah gharib, pernah disebutkan oleh ulama sebelum at-Tirmidzi. Sebagai contoh adalah apa yang disebutkan oleh Ibrahim an-Nakha’i (w. 96 H). Beliau menyebutkan bahwa para ulama tidak senang ketika mereka berkumpul kemudian ada seseorang yang mengeluarkan hadis hasan yang dipunyainya. Terhadap perkataan al-Nakhai ini, al-Sam’ani mengatakan bahwa yang dimaksud oleh al-Nakhai dengan istilah hasan tersebut adalah hadis gharib.
1
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Baerut: Dar Thauq an-Najah, 1422 H), juz 1, hal. 156
17
ُ:ُقال.ُاكنواُيكرهونُاذاُاجمتعواُأنُخيرجُالرجلُأحسنُماُعنده:ُعنُبنُعونُعنُابراهميُقال 1ُعىنُابراهميُبلحسنُالغريب Dari Ibn Aun dari Ibharim an-Nakha’i berkata: Para ulama tidak senang ketika mereka berkumpul kemudian ada seseorang yang mengeluarkan apa yang ahsan yang dipunyainya. Adapun yang dimaksud oleh al-Nakhai dengan istilah hasan tersebut adalah hadis gharib. Terkait makna hadis hasan itu sendiri, Imam at-Tirmidzi (w. 279 H) sendiri mengungkapkan:
1
Abdul Karim as-Sam'ani (w. 562 H), Adab al-Imla wa al-Istimla', (Bearut: Dar al-Kutub alIlmiyyah, 1401 H), hal. 59
18
ُُلك،ُ فامناُأردانُحسنُاس نادهُعندان.ُوماُذكرانُيفُهذاُالكتابُحديثُحسن:قالُأبوُعيىس ُ ويروىُمنُغي.ُولُيكونُاحلديثُشاذا،حديثُيروىُلُيكونُيفُاس نادهُمنُيَتمُبلكذب 1ُ.وجهُحنوُذكلُفهوُعندانُحديثُحسن Abu Isa (at-Tirmidzi) berkata: Apa yang saya sampaikan dalam kitab ini (Sunan at-Tirmidzi) hadisnya hasan, yang saya maksud adalah hasan sanadnya menurut saya, yaitu setiap hadis yang dalam sanadnya tidak ada perawi yang tertuduh bohong, hadisnya tidak syadz, diriwayatkan tidak satu jalur saja yang serupa, maka menurut saya itu hadis hasan. Hadis Hasan Shahih 1
Abu Isa at-Tirmidzi (w. 279 H), Sunan at-Tirmidzi, (Baerut: Dar al-Gharb al-Islamiy, 1998 M), juz 6, hal. 254
19
Imam at-Tirmidzi (w. 279 H) sering menilai suatu hadis dengan istilah “Hasan Shahih”. Sebagai contoh hadis berikut:
عن، عن عبد العزيز بن صهيب، حدثنا محاد بن زيد:حدثنا أمحد بن عبدة الضيب البصري قال «اللهم إين أعوذ بك: قال، أن النيب صلى هللا عليه وسلم كان إذا دخل اخلالء،أنس بن مالك 1
هذا حديث حسن صحيح.»من اخلبث واخلبائث
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdah Adl Dlabbi Al-Bashri berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas bin Malik berkata; “Nabi Shallahu ‘alaihi wa 1
Abu Isa at-Tirmidzi (w. 279 H), Sunan at-Tirmidzi, (Baerut: Dar al-Gharb al-Islamiy, 1998 M), juz 1, hal. 11
20
Sallam jika masuk ke dalam toilet beliau mengucapkan: “allahumma inni a’uudzu bika minal khubutsi wal khaba`its (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan perempuan).” Abu Isa berkata; “Ini adalah hadis hasan shahih.” Lantas apa maksud dari pernyataan beliau hasan shahih ini? Sekilas term hadis hasan shahih terlihat agak rancu untuk dipahami, sebab hadis hasan adalah hadis yang tidak sampai derajat shahih, bagaimana keduanya bisa digabungkan sedangkan keduanya memiliki kualitas yang berbeda. Para ulama menafsirkan ungakapan Imam Tirmidzi ini berbeda-beda, yaitu; Pertama, jika hadis tersebut memiliki dua jalur sanad atau lebih maknanya hadis tersebut hasan berdasarkan satu jalur sanad dan shahih
21
berdasarkan jalur sanad lainnya.
1.ُُحصيحُبلنس بةُاىلُاس نادُأخر،ُأيُانهُحسنُبلنس بةُاىلُاس ناد،انهُحديثُحسنُحصيح Ini hadis hasan shahih, maksudnya adalah hadis ini diriwayatkan dari dua sanad, satu sanadnya shahih, lainnya hasan. Hal itu senada dengan pernyataan dari Imam an-Nawawi (w. 676 H):
ُ،ُأحدهامُيقتيضُالصحة،ُمفعناهُرويُبس نادين،ُحديثُحسنُحصيح:وأماُقولُالرتمذيُوغيه
1
Ibnu as-Shalah Utsman bin Abdurrahman (w. 643 H), Ma'rifat Anwa' Ulum al-Hadis Mukaddimah Ibnu as-Shalah, (Berut: Dar al-Fikr, 1406 H), hal. 39
22
1والخرُاحلسن Pernyataan Imam at-Tirmidzi “Hadis ini hasan shahih”, maksudnya adalah hadis itu ada 2 sanad, satunya shahih adapun lainnya hasan. Kedua, hadis hasan shahih itu mungkin juga hasan secara bahasa, bukan secara istilah ilmu hadis. Maksudnya hadis hasan shahih bisa juga bermakna hadis yang sanadnya shahih, maknanya baik. Imam Ibnu as-Shalah (w. 643 H) menyebutkan:
ُُماُمتيل:ُوهو،عىلُأنهُغيُمستنكرُأنُيكونُبعضُمنُقالُذكلُأرادُبحلسنُمعناهُاللغوي 1
Yahya bin Syaraf an-Nawawi (w. 676 H), at-Taqrib wa at-Taisir, (Baerut: Dar al-Kitab alArabi, 1405 H), hal. 29
23
1ُُدونُاملعىنُالاصطاليحُاذليُحننُبصدده،اليهُالنفسُولُيأبهُالقلب Tidak aneh juga jika maksud hasan shahih adalah makna hasan ini secara bahasa (baik), yaitu sesuatu yang disukai oleh jiwa dan tidak ditolak oleh hati, bukan makna hasan secara istilah ilmu hadis. Meski tafsiran kedua ini dibantah oleh para ulama lain, salah satunya adalah oleh Ibnu Daqiq al-‘Id (w. 702 H), dimana beliau menyebutkan bahwa jika makna hasan ini adalah makna secara bahasa yaitu bagus, dalam artinya bagus isi atau matan hadisnya, maka hadis palsu juga banyak yang maknanya bagus. Ibnu Daqiq al-‘Id (w. 702 H) menyanggah:
1
Ibnu as-Shalah Utsman bin Abdurrahman (w. 643 H), Ma'rifat Anwa' Ulum al-Hadis Mukaddimah Ibnu as-Shalah, (Berut: Dar al-Fikr, 1406 H), hal. 39
24
َْوأماُا ْط َالقُال ِ ُحسنُب ْعتِ َبارُالْ َم ْعىنُ اللّغَ ِو ّيُ فَيلْزمُ عَلَ ْي ِهُ َأنُيطلقُعىلُاحلَ ِديثُالْ َم ْوضوعُاذا ِ ِ َ 1ُُلُيقولُأحدُمنُأهلُاحل َ ِديث َّ ْ َ ُ أ ُظ ف ل ل ا ُُحسن اك َن َ َ نهُحسنُو َذ ِ َكل َ Menyebutkan kata hasan dalam hadis dengan makna secara bahasanya, maka hadis maudhu’ juga bisa disebut hadis hasan, jika lafadznya baik. Padahal tak ada ulama hadis yang berkata demikian. Apalagi Imam at-Tirmidzi (w. 279 H) sendiri yang menyebutkan bahwa hasan dalam kitabnya maksudnya adalah hasan dari sisi istilah ilmu hadis. Imam at-Tirmidzi (w. 279 H) sendiri mengungkapkan:
1
Ibnu Daqiq al-'Id (w. 702 H), al-Iqtirah' fi Bayan al-Ishthilah, (Baerut: Dar al-Kutub alIlmiyyah, t.t), hal. 10
25
ُُلك،ُ فامناُأردانُحسنُاس نادهُعندان.ُوماُذكرانُيفُهذاُالكتابُحديثُحسن:قالُأبوُعيىس ُ ويروىُمنُغي.ُولُيكونُاحلديثُشاذا،حديثُيروىُلُيكونُيفُاس نادهُمنُيَتمُبلكذب 1ُ.وجهُحنوُذكلُفهوُعندانُحديثُحسن Abu Isa (at-Tirmidzi) berkata: Apa yang saya sampaikan dalam kitab ini (Sunan at-Tirmidzi) hadisnya hasan, yang saya maksud adalah hasan sanadnya menurut saya, yaitu setiap hadis yang dalam sanadnya tidak ada perawi yang tertuduh bohong, hadisnya tidak syadz, diriwayatkan tidak satu jalur saja yang serupa, maka menurut saya itu hadis hasan. Ketiga, jika hadis itu hanya punya satu jalur sanad maka maknanya, hadis 1
Abu Isa at-Tirmidzi (w. 279 H), Sunan at-Tirmidzi, (Baerut: Dar al-Gharb al-Islamiy, 1998 M), juz 6, hal. 254
26
itu hasan menurut suatu kaum dan shahih menurut kaum lainnya. Sebagaimana pernyataan dari Mahmud ath-Thahhan:
ُ 1ُحصيحُعندُقومُأخرين،ُأنهُحسنُعندُقومُمنُاحملدثني:ُفاملعىن،وانُاكنُلُاس نادُواحد Jika dalam hadis hanya ada satu sanad, maka makna hasan shahih adalah hadis ini hasan menurut sekelompok ulama, shahih menurut lainnya. Jawaban ini menyiratkan adanya perbedaan ulama dalam menghukumi kualitas sebuah hadis, atau memang belum jelas kualitas hadis tersebut. Keempat, makna hasan shahih adalah hadis ini dibawah shahih dan diatas hasan. Tafsiran ini disebutkan oleh Ibnu Katsir, beliau berkata:
1
Mahmud Ath-Thahhan, Taisir Musthalah Hadits, )Baerut: Darul-Fikr, t.t), hal. 61
27
ُ،ُودونُالصحيح،فعىلُهذاُيكونُماُيقولُفيهُ"ُحسنُحصيحُ"ُأعىلُرتبةُعندهُمنُاحلسن 1ُويكونُحمكهُعىلُاحلديثُبلصحةُاحملضةُأقوىُمنُحمكهُعليهُبلصحةُمعُاحلسن Maka dari itu, ucapan Imam at-Tirmidzi hasan shahih merupakan level tertinggi dari hadis hasan, tapi dibawah shahih. Hadis yang dihukumi shahih saja oleh Imam at-Tirmidzi itu lebih tinggi daripada yang dihukumi hasan shahih. Meski tafsiran keempat ini dibantah oleh Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H) bahwa hal itu tidak benar. Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H) menyanggah bahwa banyak hadis yang disebutkan oleh Imam at-Tirmidzi (w. 279 H) 1
Ibn Katsir -Dimasyqi (w. 774 H), Ikhtishar Ulum al-Hadis, (Baerut: Dar al-Kutub alIlmiyyah, t..t), hal. 44
28
dengan derajat hasan shahih, padahal hadis itu termasuk hadis yang disepakati keshahihannya dan termasuk muttafaq alaih. Ibnu Rajab alHanbali (w. 795 H) menuliskan:
ُُاملتفق،ُفانُالرتمذيُجيمعُبنيُاحلسنُوالصحةُيفُغالبُالحاديثُالصحيحة،وهذاُبعيدُجدا ُ،ُوالزهري،ُعنُابنُمعر،ُعنُانفع،ُكامكل،ُواليتُأسانيدهاُيفُأعىلُدرجةُالصحة،عىلُحصَتا ُُوليسُماُأفردُفيهُالصحةُبأقوى.ُولُياكدُالرتمذيُيفردُالصحةُالُاندرا.ُعنُأبيه،عنُسامل 1ُ.مماُمجعُفيهُبنيُالصحةُواحلسن Ini jauh sekali, karena Imam at-Tirmidzi mengumpulkan kata hasan shahih 1
Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H), Syarah Ilal at-Tirmidzi, (Yordan: Maktabah al-Manar, 1407 H), juz 1, hal. 610
29
dalam satu hadis, dimana hadis itu kebanyakan hadis shahih yang disepakati keshahihannya. Bahkan sanadnya termasuk sanad yang paling tinggi derajat keshahihannya, seperti dari Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar, atau dari az-Zuhri, dari Salim dari Bapaknya. At-Tirmidzi hampir jarang menilai hadis dengan shahih saja. Apa yang dinilai shahih saja oleh Imam at-Tirmidzi itu tidak lebih kuat sanadnya daripada yang dinilai dengan redaksi hasan shahih. Itulah beberapa kemungkinan yang disampaikan oleh para ulama dalam menafsiri apa yang telah ditulis oleh Imam at-Tirmidzi. Tentu adanya penafisaran-penafsiran itu karena Imam at-Tirmidzi sendiri tidak menjelaskan maksud dari pernyataan beliau sendiri. Hasan Shahih Gharib Tak jarang Imam at-Tirmidzi menyebutkan 3 istilah untuk satu hadis; hasan, shahih dan gharib. Sebagai contoh hadis berikut:
30
ِ ِ ِ َع ِن، َح َّدثَِِن َعْب ُد هللاِ بْ ُن َنفِ ٍع:ال َ َيِن ق ُّ ِ َحدَّثَنَا ُم ْسل ُم بْ ُن َع ْم ِرو بْ ِن ُم ْسل ٍم أَبُو َع ْم ٍرو ا ْْلَ َّذاءُ الْ َمد ِ ِ َ َن رس ِ ِ اب ِن أَِِب اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َّ صلَّى ْ َ ول هللا ُ َ َّ أ، َع ِن ابْ ِن عُ َمَر، َع ْن َنف ٍع،َوسى بْ ِن عُ ْقبَة َ َع ْن ُم،الزَند 1 ِ ِ َّ ِالزَكاةِ قَبل الغُ ُد ِو ل ِ يث حسن ِ َّ َكا َن ََيْ ُم ُر ِبِِ ْخَر ِاج .يب َ ٌ َ َ ٌ َه َذا َحد.لصالَة يَ ْوَم الفطْ ِر ٌ صح ٌ يح غَ ِر َْ Telah menceritakan kepada kami Muslim bin Amru bin Muslim Abu Amru al-Khaddza’ al-Madani telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Nafi’ As Sha`igh dari Ibnu Abu Zannad dari Musa bin Uqbah dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk membayar zakat fitrah sebelum berangkat (ke
1
Abu Isa at-Tirmidzi (w. 279 H), Sunan at-Tirmidzi, (Baerut: Dar al-Gharb al-Islamiy, 1998 M), juz 2, hal. 55
31
tempat shalat) pada hari raya idul fitri. Abu ‘Isa berkata, ini merupakan hadis hasan shahih gharib. Bahkan kadang beliau menambahkan setelah gharib dengan kata “gharib min hadza al-wajhi; Dari jalur ini, hadis ini derajatnya hasan gharib, sebagai contoh hadis dibawah ini:
ِ ِ :ال َ َ ق،ْي بْ ُن َواقِ ٍد َ َ ق، َحدَّثَنَا َعلِ ُّي بْ ُن اْلَ َس ِن:ال َ َ ق،يل ُ ْ َحدَّثَنَا اْلُ َس:ال َ َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن إ ْْسَاع ِ ُ ال رس ِ َ َ ق،ب ٍ َِحدَّثَنَا أَبُو غَال ُ يَ ُق،َت أ َََب أ َُم َامة َّ صلَّى َ ثَالَثَةٌ ال:اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ُ َْس ْع:ال َ ول هللا ُ َ َ َ ق:ول
32
ِ ِ ت وَزوجها علَي ها س ام قَ ْوٍم ٌ اخ ُ َوإِ َم،ط َ :صالَ ُُتُ ْم آ َذا ََنُ ْم َ ُُتَا ِوُز َ َ ْ َ َ ُ ْ َ ْ َ َو ْامَرأَةٌ ََبت،العْب ُد اآلبِ ُق َح ََّّت يَْرج َع 1 ِ ِ يث حسن غَ ِر ِ .الو ْجه ٌ ٌ َ َ ٌ َه َذا َحد.َوُه ْم لَهُ َكا ِرُهو َن َ يب م ْن َه َذا Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Isma’il berkata; telah menceritakan kepada kami Ali bin al-Hasan berkata; telah menceritakan kepada kami al-Husain bin Al-Waqid berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Ghalib ia berkata; “Aku mendengar Abu Umamah] berkata; “Rasulullah ﷺbersabda: “Tiga orang yang shalatnya tidak akan melampaui telinga mereka; seorang budak yang kabur hingga ia kembali, seorang istri yang bermalam sementara suaminya dalam keadaan marah 1
Abu Isa at-Tirmidzi (w. 279 H), Sunan at-Tirmidzi, (Baerut: Dar al-Gharb al-Islamiy, 1998 M), juz 1, hal. 466
33
dan seorang imam bagi suatu kaum sedangkan mereka tidak suka.” Abu Isa berkata; “Dari jalur ini, hadis ini derajatnya hasan gharib.”(HR. AtTirmidzi) Kadang beliau menambahkan dengan kata “Hasan gharib la na’rifuhu illa min hadza al-wajhi” seperti hadis dibawah ini:
ٍ َْحدَّثَنَا أَبُو ُكري َع ْن ِه َش ِام،َ َحدَّثَنَا ُزَه ْْيُ بْ ُن ُم َعا ِويَة:ال َ َ ق، َحدَّثَنَا َخالَّ ُد بْ ُن يَِزي َد اجلُ ْع ِف ُّي:ال َ َ ق،ب َ ِ ِ ِ َ أ َََّنَا َكان،َ عن عائِشة، عن أَبِ ِيه،َب ِن عروة ِ َ َن رس ِ اَّللُ َعلَْي ِه َّ صلَّى َ َ َْ ْ َ ول هللا ُ َ َّ ت ََْتم ُل م ْن َماء َزْمَزَم َوُُتِْبُ أ ْ َ َ ُْ ْ
34
ِ ، (سنن الرتمذي1.الو ْج ِه ٌ َه َذا َح ِد.َُو َسلَّ َم َكا َن ََْي ِملُه ٌ س ٌن غَ ِر َ الَ نَ ْع ِرفُهُ إِالَّ م ْن َه َذا،يب َ يث َح
)287 /2
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami Khallad bin Yazid Al-Ju’fi telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Mu’awiyah dari Hisyam bin ‘Urwah dari Bapaknya dari ‘Aisyah menyatakan bahwa dia selalu membawa pulang air Zamzam. Dia juga berkata; “Rasulullah ﷺjuga membawanya juga.” Abu ‘Isa berkata; “Ini merupakan hadis hasan gharib. Tidak kami ketahui kecuali melalui jalur ini.” (HR. At-Tirmidzi) 1
Abu Isa at-Tirmidzi (w. 279 H), Sunan at-Tirmidzi, (Baerut: Dar al-Gharb al-Islamiy, 1998 M), juz 2, hal. 287
35
Imam at-Tirmidzi (w. 279 H) sendiri menyebutkan arti gharib:
ُُ رب.ُفانُأهلُاحلديثُيس تغربونُاحلديثُملعان،وماُذكرانُيفُهذاُالكتابُحديثُغريب 1ُ.حديثُيكونُغريباُلُيروىُالُمنُوجهُواحد Maksud dari apa yang saya sampaikan dalam kitab ini, ”hadisnya gharib”, maknanya adalah para ahli hadis menganggap gharib (asing) hadisnya, karena banyak makna. Banyak hadis yang gharib, hanya diriwayatkan melalui satu jalur saja. Imam at-Tirmidzi (w. 279 H) menyebutkan bahwa kadang hadis dianggap gharib karena ada tambahan satu lafadz dalam hadis yang tak ada dalam 1
Abu Isa at-Tirmidzi (w. 279 H), Sunan at-Tirmidzi, (Baerut: Dar al-Gharb al-Islamiy, 1998 M), juz 6, hal. 254
36
hadis lain yang serupa. Imam at-Tirmidzi menyebutkan:
ُُ وامناُيصحُاذاُ اكنت،ُوربُحديثُامناُيس تغربُلزايدةُتكونُيفُاحلديث:قالُأبوُعيىس ُ 1ُالزايدةُممنُيعمتدُعىلُحفظه Abu Isa (at-Tirmidzi) berkata: Banyak hadis yang dianggap gharib karena ada tambahan lafadz dalam hadisnya. Hadis itu menjadi shahih jika tambahan itu berasal dari orang yang bisa dipercaya hafalannya. Adapun para ulama mendefiniskannya sebagai hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu perawi. Baik pada salah satu tingkatan perawinya saja, seperti hanya diriwayatkan oleh seorang sahabat, atau semua mata 1
Abu Isa at-Tirmidzi (w. 279 H), Sunan at-Tirmidzi, (Baerut: Dar al-Gharb al-Islamiy, 1998 M), juz 6, hal. 256
37
rantainya hanya ada satu periwayat.1 Bahkan istilah yang dipakai oleh Imam at-Tirmidzi dengan gharib ini, kadang beliau menggunakan istilah hasan gharib, shahih gharib, dan kadang hasan shahih gharib. Sayangnya memang Imam at-Tirmidzi tidak menjelaskan secara detail apa maksud dari ketiga istilah itu. Maka para ulama menafsirkan dari apa yang disampaikan oleh Imam at-Tirmidzi dengan beberapa kemungkinan. Pertama, istilah hasan gharib. Istilah hasan gharib yang disampaikan oleh Imam at-Tirmidzi ini memiliki empat kemungkinan makna: (a) hadis hasan yang mempunyai satu sanad. (b) hadis hasan yang dalam hubungannya dengan periwayat tertentu hanya memiliki satu sanad. (c) hadis yang 1
Mahmud Ath-Thahhan, Taisir Musthalah Hadits, )Baerut: Darul-Fikr, t.t), hal. 38
38
memiliki banyak sanad, tetapi yang bernilai hasan hanya satu. (d) hadis yang memiliki banyak sanad hasan, tetapi para periwayat hadis semuanya satu negeri. Kedua, istilah shahih garib. Istilah ini memiliki empat kemungkinan makna: (a) hadis shahih yang mempunyai satu sanad. (b) hadis shahih yang dalam hubungannya dengan periwayat tertentu hanya memiliki satu sanad. (c) hadis yang memiliki banyak sanad, tetapi yang bernilai shahih hanya satu. (d) hadis yang memiliki banyak sanad shahih, tetapi para periwayat hadis semuanya berasal dari satu negeri. Ketiga, istilah hasan shahih garib. Istilah ini memiliki dua kemungkinan makna, yaitu: (a) hadis ini hanya mempunyai satu sanad, tetapi sebagian periwayatnya diperselisihkan, sebagian ulama memandangnya hasan, tetapi sebagian ulama lainnya memandang shahih. (b) hadis ini sebagian sanadnya hasan, sebagian sanadnya yang lain shahih, tetapi periwayatnya semuanya
39
satu negeri. Dua Hadis Hasan Hadis hasan ada dua: hasan li dzatihi dan hasan li ghayrihi. Hasan li Dzatih Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Ashqalani mejelaskan, hadis hasan li dzatihi pada dasarnya memenuhi syarat-syarat sebagaimana hadis sahih, namun kapasitas perawinya di bawah level perawi sahih, khususnya dari sisi dhabth (kekuatan hapalan) dan itqân (kecakapan/penguasaan)-nya. Contoh hadis hasan ditemukan dalam Sunan Tirmidzi
إن أبواب اجلنة َتت ظالل السيوف Artinya; Sesungguhnya pintu surga berada di bawah bayangan pedang.
40
(HR. Tirmizi) Menurut Imam Tirmizi, hadis ini adalah hadis hasan gharib. Gharib karena diriwayatkan oleh satu jalur perawi. Sementara hadis ini dinilai hasan karena empat perawinya tsiqah (terpercaya) kecuali Ja’far bin Sulaiman al-Dha’i yang kekuatan hafalannya sedikit lemah sehingga hadis ini dari sahih turun derajatnya menjadi hasan. Hasan li Ghairih Sedangkan hadis hasan li ghairih ada beberapa pendapat diantaranya adalah:
ُه َُوُ ْاحلَ ِديْثُُالضَّ ِع ْيفُُ ِا َذاُر ِو َُيُ ِم ُْنُ َط ِريْ ُِقُ ُأخ َْريُ ِمثْهلُُ َأ ُْوُ َأ ْق َويُ ِم ْنه “Adalah hadis ḍa‘īf jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama
41
atau lebih kuat.
َُتُطرقهُُ َول َـ ُْمُيَك ُْنُ َسبَبُُضَ ْع ِف ُِهُ ِف ْس َُقُ َّالرا ِويُ َأ ْو ِك ْذبه ُْ ه َُوُالضَّ ِع ْيفُُ ِا َذاُتَ َع َّدد “Adalah hadis ḍa‘īf jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab ke ḍa‘īf fan bukan karena fasik atau dustanya perawi.” Maka hadis hasan li gharih pada dasarnya merupakan hadis dha’îf. Namun demikian, karena disertai tawâbi’ (ada riwayat dengan sanad yang sebagiannya sama) dan syawâhid (ada riwayat dari jalur yang berbeda), maka hadis dha’îf itu bisa naik posisinya menjadi hadis hasan li ghayrihi. Hanya saja, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Shalah di dalam Muqaddimah-nya, tidak semua ke-dha’îf-an dalam hadis hilang dengan datangnya hadis lain dari berbagai arah.
42
Akan tetapi, ke-dha’îf-an itu berbeda-beda. Ada yang bisa dihilangkan dengan datangnya hadis dari arah lain. Ini jika ke-dha’îf-annya muncul karena kelemahan hapalan perawi, sementara dia termasuk orang yang jujur dan beragama. Karena itu jika kita melihat hadis yang dia riwayatkan juga datang dari arah lain, kita ketahui bahwa itu termasuk yang dia hapal dan dhâbit; juga jika ke-dha’îf-annya dari sisi irsâl hilang dengan hal demikian, seperti mursal yang dilakukan oleh seorang imam hâfizh—jika di dalamnya ada kelemahan yang sedikit—maka ke-dha’îf-annya hilang karena adanya riwayat dari arah lain. Di antara ke-dha’îf-an itu ada yang tidak bisa dihilangkan dengan semacam itu karena sangat dha’îf. Misalnya, ke-dha’îf-an yang muncul karena perawinya dituduh dusta atau karena hadisnya merupakan hadis
43
syadz.1 Dengan demikian sebuah hadis dha’îf tidak otomatis bisa dinaikkan menjadi hadis hasan dengan adanya tawâbi’ dan syawâhid. Penyebabnya di antaranya karena perawinya dusta (al-kadzib), dituduh dusta (muttaham bi al-kadzib), tampak kefasikannya (zhuhûr al-fisq), parah kerancuan hafalannya (fahsyu al-ghalath), pelupa (fahsyu al-ghaflah) dan semacamnya yang menyebabkan hadisnya sangat dha’îf. Contohnya:
ِ حدَّثَنَا أَبو ََيي إِ ْْساع:ال ِ َحدَّثَنَا َعلِ ُّي بْ ُن اْلَس ِن ال ُك َع ْن يَِزي َد بْ ِن أَِِب،يل بْ ُن إِبْ َر ِاه َيم الت َّْي ِم ُّي ق وف َ َ ُّ َ ْ ُ َ َ َ ُ َِّ ول اَّللُ َعلَْي ِه ُ ال َر ُس َ َ ق:ال َ َ ق،الِب ِاء بْ ِن َعا ِز ٍب َّ صلَّى َّ َع ْن َعْب ِد،ِزََي ٍد َ اَّلل ََ َع ْن،الر ْمحَ ِن بْ ِن أَِِب لَْي لَى 1
Ibnu ash-Shalah (w. 463 H), Ma’rifat Anwa’ Ulum al-Hadis, h. 20
44
ِِ ِ َح ُد ُه ْم ِم ْن ِط فَإِ ْن َلْ ََِي ْد،يب أ َْهلِ ِه َّ َولْيَ َم،ْي أَ ْن يَ ْغتَ ِسلُوا يَ ْوَم اجلُ ُم َع ِة َ « َحق َعلَى املُ ْسلم:َو َسلَّ َم َسأ ٍِ ِ ِ فَاملاء لَهُ ِطيب» وِف الب )407 /2 ، (سنن الرتمذي.،صا ِر َ ْاب َع ْن أَِِب َسعيد َو َشْي ٍخ م َن األَن َ َ ٌ َُ Dari Isma`il at-Taimy dari Yazid bin Aby Ziyad, dari Abd ar-Rahman bin Aby Laila, dari al-Barra` ibn Azib, “Adalah hak bagi seorang muslim mandi di hari Jumat, hendaklah mengusap salah seorang mereka dari wangiwangian keluarganya, jika ia tidak peroleh, airpun cukup menjadi wangiwangian. Hadis di atas diriwayatkan oleh at-Tirmizy dan Ahmad. Jika kita ambil hadis at-Tirmizi yang bersanad Abu Yahya Isma`il bin Ibrahim at-Taimy, Yazid bin Aby Ziyad, Abd ar-Rahman bin Aby Lalila dan alBarra` bin Azib, maka hadis tersebut adalah hadis da`if. Karena Isma`il bin Ibrahim at-Taimy itu dida`ifkan oleh para ahli hadis.
45
Namun di samping sanad sebagaimana tertera di atas, at-Tirmizi juga mengemukakan sanad yang lain, yakni Ahmad bin Mani`, Husyaim, Yazid bin aby Ziyad an seterusnya. Abd ar-Rahman bin Aby Lalila dan al-Barra` bin Azib. Imam at-Tirmizi melanjutkan:
ُُُ« َح ِديث:،ُ َع ُْنُيَ ِزيدَُُ ْب ُِنُ َأ ِ ُبُ ِز َايدُُِبِ َ َذاُال ْس َنا ُِدُ َ ْحن َوه،ُ َح َّدثَ َناُه َش ْ ٌمي:َح َّدثَ َناُ َأ ْ َْحدُُ ْبنُُ َم ِنيعُُقَا َُل ِ ُُُ َوا ْ َمسا ِعيل،ُُ َو ِر َوايَةُُه َش ُْميُ َأ ْح َسنُُ ِم ُْنُ ِر َواي َ ُِةُا ْ َمسا ِعي َُلُ ْب ُِنُا ْب َرا ِه َُميُالتَّ ْي ِم ّ ِي،يثُ َح َس ٌن ٌُ الَبا ُِءُ َح ِد ََ ِ ِ ِ ِ ْبنُُا ْب َرا ِه َُميُالتَّ ْي ِميُُيضَ َّعفُُ ِ ُيفُاحلَ ِد ُ»يث ِ Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani’, dari Husyaim, dari Yazin bin Abi Ziyad dengan sanad ini seperti itu. Hadis al-Barra’ ini hadis hasan. Riwayat Husyaim lebih hasan dari riwayat Ismail bin Ibrahim atTaimi, Ismail ini dhaif hadisnya.
46
Imam Ahmad juga meriwayatkan hadis tersebut dengan melalui sanad Abd as-Samad, Abd al-Aziz bin Muslim, Yazid bin Ziyad dan seterusnya seperti sanad at-Tirmizi. Hadis at-Tirmizi yang bersanadkan Ahmad bin Mani`, Husyaim dan Yazid bin Ziyad dan hadis Ahmad yang bersanadkan Abd as-Samad, Abd al-Aziz dan Yazid bin Ziyad adalah menjadi muttabi` bagi hadis at-Tirmizi yang bersanad Abu Yahya Isma`il bin Ibrahim at-Taimy. Dengan demikian hadis tersebut di atas naik menjadi hadis hasan ligairihi, karena hadis da`if tersebut didukung dengan hadis yang lain. Disisi lain juga ada riwayat dari Imam Ahmad yang isinya sama sama dengan hadis at-Tirmizy yang sanadnya juga berjumpa di jalur Yazid bin Ziyad.
47