KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA_NOVEMBER 2017_BI Flipbook PDF

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA_NOVEMBER 2017_BI

24 downloads 109 Views 33MB Size

Story Transcript

NOVEMBER 2017 Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN 2460-490691 e-ISSN 2460-598694


KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA NOVEMBER 2017 Vol. 3 No. 3 Triwulanan Juli - September 2017 (terbit November 2017) Triwulan III 2017 ISSN 2460-490691 e-ISSN 2460-598694


VISI Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU 1. 2. 3. 4. DASAR HUKUM Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang. ~UUD 1945 Pasal 23 D~ Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~ Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-undang ini. ~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 2~ DEWAN REDAKSI KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA Penanggung Jawab : Joko Supratikto (Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua) Pemimpin Redaksi : Fauzan (Deputi Kepala Perwakilan/Kepala Tim Ekonomi dan Keuangan) Mitra Bestari : Evy Marya Deswita Siburian (Peneliti Ekonomi Departemen Regional III Kantor Pusat BI) Adela Putri Rizkia (Analis Ekonomi / Departemen Regional III Kantor Pusat BI) Andree Breitner Makahinda (Analis Ekonomi / Departemen Regional III Kantor Pusat BI) Penyunting : Arya Jodilistyo (Analis / Manajer Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans) Penulis : Arya Jodilistyo (Analis / Manajer Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans) Widi Januar Pratama Analis Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans) Kontributor : Yudi Prasetiyo Analis / Manajer Fungsi >[email protected] dengan subyek “Publikasi KEKR Papua” serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan. v Jayapura, November 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI PAPUA, Joko Supratikto ttd iv Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab atas rahmat dan berkat-Nya, Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua Periode November 2017 ini dapat terbit tepat waktu. Di tengah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, kajian yang meliputi analisis makroekonomi daerah, perbankan, sistem pembayaran, ketenagakerjaan dan keuangan daerah menjadi penting terutama bagi pemerintah, dunia usaha, dan kalangan akademisi, maupun masyarakat luas. Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu melalui Kata Pengantar ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya Kajian ini. Semoga kerja sama yang telah terjalin baik tersebut tetap dapat terpelihara di masa men >[email protected] dengan subyek “Publikasi KEKR Papua” serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan. v Jayapura, November 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI PAPUA, Joko Supratikto ttd iv Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab atas rahmat dan berkat-Nya, Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua Periode November 2017 ini dapat terbit tepat waktu. Di tengah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, kajian yang meliputi analisis makroekonomi daerah, perbankan, sistem pembayaran, ketenagakerjaan dan keuangan daerah menjadi penting terutama bagi pemerintah, dunia usaha, dan kalangan akademisi, maupun masyarakat luas. Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu melalui Kata Pengantar ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya Kajian ini. Semoga kerja sama yang telah terjalin baik tersebut tetap dapat terpelihara di masa mendatang. Akhirnya, besar harapan kami agar Kajian pada triwulan ini bermanfaat bagi semua pihak dalam memahami kondisi perekonomian Papua. KATA PENGANTAR


KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK TABEL INDIKATOR MAKRO EKONOMI PROVINSI PAPUA RINGKASAN EKSEKUTIF PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI DAERAH 1.1 Kondisi Umum 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan 1.2.1. Konsumsi 1.2.2. Investasi 1.2.3. Ekspor Netto 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha 1.3.1 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian 1.3.2 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 1.3.3 Lapangan Usaha Konstruksi 1.3.4 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1.3.5 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib Boks Peningkatan Akses Keuangan Pada Lapangan Usaha Perikanan dan Pengaruhnya Dalam Perekonomian Papua KEUANGAN PEMERINTAH 2.1 Realisasi APBN Provinsi Papua 2.1.1 Realisasi Pendapatan APBN 2.1.2 Realisasi Belanja APBN 2.2 Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Papua 2.2.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Papua 2.2.2 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Papua INFLASI 3.1 Inflasi Umum 3.2 Disagregasi Inflasi 3.3 Peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Papua STABILITAS SISTEM KEUANGAN 4.1 Asesmen Sektor Korporasi 4.1.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi 4.1.2. Kinerja Korporasi 4.1.3. Eksposure Perbankan Dalam Korporasi 4.2. Asesmen Sektor Rumah Tangga 4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Rumah Tangga 4.2.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga 4.2.3. Eksposure Perbankan dalam Rumah Tangga PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 5.1 Sistem Pembayaran 5.1.1 Transaksi SKNBI 5.1.2 Transaksi BI-RTGS 5.2 Pengelolaan Uang Rupiah 5.2.1 Penyediaan Uang Layak Edar 5.2.2 Temuan Uang Tidak Asli KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1 Ketenagakerjaan 6.1.1 Tenaga Kerja 6.1.1 Pengangguran 6.2 Kesejahteraan 6.2.1 Kemiskinan dan Kesenjangan 6.2.2 Kesejahteraan Petani PROSPEK EKONOMI DAERAH 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi 7.2. Prospek Inflasi LAMPIRAN TABEL-TABEL DAFTAR ISTILAH vii DAFTAR ISI v vii viii ix xii xv 1 2 3 4 7 8 10 12 13 14 15 16 17 23 24 24 24 25 16 27 29 30 32 33 35 36 36 37 38 40 40 41 41 43 44 44 44 44 44 46 47 48 48 49 49 50 52 53 54 55 58 63


KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK TABEL INDIKATOR MAKRO EKONOMI PROVINSI PAPUA RINGKASAN EKSEKUTIF PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI DAERAH 1.1 Kondisi Umum 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan 1.2.1. Konsumsi 1.2.2. Investasi 1.2.3. Ekspor Netto 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha 1.3.1 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian 1.3.2 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 1.3.3 Lapangan Usaha Konstruksi 1.3.4 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1.3.5 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib Boks Peningkatan Akses Keuangan Pada Lapangan Usaha Perikanan dan Pengaruhnya Dalam Perekonomian Papua KEUANGAN PEMERINTAH 2.1 Realisasi APBN Provinsi Papua 2.1.1 Realisasi Pendapatan APBN 2.1.2 Realisasi Belanja APBN 2.2 Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Papua 2.2.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Papua 2.2.2 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Papua INFLASI 3.1 Inflasi Umum 3.2 Disagregasi Inflasi 3.3 Peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Papua STABILITAS SISTEM KEUANGAN 4.1 Asesmen Sektor Korporasi 4.1.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi 4.1.2. Kinerja Korporasi 4.1.3. Eksposure Perbankan Dalam Korporasi 4.2. Asesmen Sektor Rumah Tangga 4.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Rumah Tangga 4.2.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga 4.2.3. Eksposure Perbankan dalam Rumah Tangga PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 5.1 Sistem Pembayaran 5.1.1 Transaksi SKNBI 5.1.2 Transaksi BI-RTGS 5.2 Pengelolaan Uang Rupiah 5.2.1 Penyediaan Uang Layak Edar 5.2.2 Temuan Uang Tidak Asli KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1 Ketenagakerjaan 6.1.1 Tenaga Kerja 6.1.1 Pengangguran 6.2 Kesejahteraan 6.2.1 Kemiskinan dan Kesenjangan 6.2.2 Kesejahteraan Petani PROSPEK EKONOMI DAERAH 7.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi 7.2. Prospek Inflasi LAMPIRAN TABEL-TABEL DAFTAR ISTILAH vii DAFTAR ISI v vii viii ix xii xv 1 2 3 4 7 8 10 12 13 14 15 16 17 23 24 24 24 25 16 27 29 30 32 33 35 36 36 37 38 40 40 41 41 43 44 44 44 44 44 46 47 48 48 49 49 50 52 53 54 55 58 63


Tabel 1.1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Sisi Penggunaan Provinsi Papua (%yoy) Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Komponen Penyusun Konsumsi RT Provinsi Papua (% yoy) Tabel 1.3 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Lapangan Usaha Dominan Provinsi Papua (%yoy) Tabel B.1 Karakteristik variabel dalam model GWR Tabel B.2 Random Effect Kabupaten/Kota Tabel B.3 Ringkasan Model Tabel B.4 Hasil Pengujian Signifikansi Parameter Model GWR dengan Kernel Fixed BI-square (distance) terhadap PDRB Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN Papua Triwulan III 2017 Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan APBD Papua Triwulan III 2017 Tabel 2.3 Realisasi Belanja APBD Papua Triwulan III 2017 Tabel 3.1 Disagregasi Inflasi Papua (%yoy) Tabel 4.1 Alokasi Utang dan Tabungan Masyarakat Tabel 5.1 Frekuensi Pelaksanaan Kas Keliling Dalam dan Luar Kota Papua Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama Tabel 7.2 Ekonomi Negara mitra DAFTAR TABEL viii Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Papua & Nasional Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Dengan Tambang dan Tanpa Tambang Grafik 1.3 Pertumbuhan & Nominal PDRB Papua Grafik 1.4 Perkembangan IKK dan Penghasilan Saat Ini Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen Papua Grafik 1.6 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi di Papua Grafik 1.8 Ekspektasi Konsumen Grafik 1.9 Perkiraan ITK Triwulan IV 2017 Grafik 1.10 Realisasi Belanja selain Belanja Modal Grafik 1.12 Penyaluran Kredit Investasi Grafik 1.13 Impor Barang Modal Grafik 1.11 Perkembangan PMTB Berdasarkan Jenisnya Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor Grafik 1.15 Pangsa Ekspor Triwulan III 2017 Grafik 1.17 Pangsa Impor Triwulan III 2017 10 Grafik 1.16 Perkembangan Impor Grafik 1.18 Bongkar Muat Barang Papua Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Grafik 1.20 Pertumbuhan Ekonomi Lapangan Usaha Provinsi Papua Grafik 1.21 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas Grafik 1.22 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas Grafik 1.23 Realisasi Usaha Pertanian Papua Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.25 Belanja Modal dan Pertumbuhan Konstruksi Grafik 1.26 Penjualan Semen di Provinsi Papua Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Konstruksi Grafik 1.28 Perkembangan SKDU Perdagangan Grafik 1.29 Indeks Pembelian Durable Goods Grafik B.1 Pangsa Penggunaan Kapal Nelayan di Papua Grafik B.2 Rantai Tata Niaga Pemasaran Ikan Tangkap Grafik B.3 Rantai Tata Niaga Pemasaran Ikan Budidaya Grafik B.4 Prioritas Peningkatan Akses Keuangan Lapangan Usaha Perikanan Grafik 2.1 Struktur Realisasi Belanja APBN Papua DAFTAR GRAFIK ix 3 4 11 17 18 18 20 24 25 27 31 41 45 48 54 2 2 3 5 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 9 9 10 10 11 12 12 13 13 14 14 14 15 15 17 18 18 19 24


Tabel 1.1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Sisi Penggunaan Provinsi Papua (%yoy) Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Komponen Penyusun Konsumsi RT Provinsi Papua (% yoy) Tabel 1.3 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Lapangan Usaha Dominan Provinsi Papua (%yoy) Tabel B.1 Karakteristik variabel dalam model GWR Tabel B.2 Random Effect Kabupaten/Kota Tabel B.3 Ringkasan Model Tabel B.4 Hasil Pengujian Signifikansi Parameter Model GWR dengan Kernel Fixed BI-square (distance) terhadap PDRB Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN Papua Triwulan III 2017 Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan APBD Papua Triwulan III 2017 Tabel 2.3 Realisasi Belanja APBD Papua Triwulan III 2017 Tabel 3.1 Disagregasi Inflasi Papua (%yoy) Tabel 4.1 Alokasi Utang dan Tabungan Masyarakat Tabel 5.1 Frekuensi Pelaksanaan Kas Keliling Dalam dan Luar Kota Papua Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama Tabel 7.2 Ekonomi Negara mitra DAFTAR TABEL viii Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Papua & Nasional Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Dengan Tambang dan Tanpa Tambang Grafik 1.3 Pertumbuhan & Nominal PDRB Papua Grafik 1.4 Perkembangan IKK dan Penghasilan Saat Ini Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen Papua Grafik 1.6 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi di Papua Grafik 1.8 Ekspektasi Konsumen Grafik 1.9 Perkiraan ITK Triwulan IV 2017 Grafik 1.10 Realisasi Belanja selain Belanja Modal Grafik 1.12 Penyaluran Kredit Investasi Grafik 1.13 Impor Barang Modal Grafik 1.11 Perkembangan PMTB Berdasarkan Jenisnya Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor Grafik 1.15 Pangsa Ekspor Triwulan III 2017 Grafik 1.17 Pangsa Impor Triwulan III 2017 10 Grafik 1.16 Perkembangan Impor Grafik 1.18 Bongkar Muat Barang Papua Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Grafik 1.20 Pertumbuhan Ekonomi Lapangan Usaha Provinsi Papua Grafik 1.21 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas Grafik 1.22 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas Grafik 1.23 Realisasi Usaha Pertanian Papua Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Pertanian Grafik 1.25 Belanja Modal dan Pertumbuhan Konstruksi Grafik 1.26 Penjualan Semen di Provinsi Papua Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Konstruksi Grafik 1.28 Perkembangan SKDU Perdagangan Grafik 1.29 Indeks Pembelian Durable Goods Grafik B.1 Pangsa Penggunaan Kapal Nelayan di Papua Grafik B.2 Rantai Tata Niaga Pemasaran Ikan Tangkap Grafik B.3 Rantai Tata Niaga Pemasaran Ikan Budidaya Grafik B.4 Prioritas Peningkatan Akses Keuangan Lapangan Usaha Perikanan Grafik 2.1 Struktur Realisasi Belanja APBN Papua DAFTAR GRAFIK ix 3 4 11 17 18 18 20 24 25 27 31 41 45 48 54 2 2 3 5 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 9 9 10 10 11 12 12 13 13 14 14 14 15 15 17 18 18 19 24


Grafik 6.1 Komposisi pekerja berdasarkan lapangan usaha Grafik 6.2 Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Grafik 6.3 Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Grafik 6.4 Aliran Uang Kartal Melalui KPw BI Papua Grafik 6.5 Jumlah Penduduk Miskin Papua Grafik 6.6 Indeks Gini Papua Grafik 6.7 Perkembangan Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Papua Grafik 6.8 Perkembangan Garis Kemiskinan di Papua Grafik 6.9 Perbandingan NTP Papua dengan NTP Nasional Grafik 6.10 Perkembangan Nilai Tukar Petani Papua Grafik 7.1 Ekspektasi Kegiatan Usaha Grafik 7.2 Harga komoditas global Grafik 7.3 Target Produksi Tambang Papua Grafik 7.4 Prakiraan Sifat Hujan 2017/2018 Grafik 2.2 Realisasi APBN menurut Pos Belanja Grafik 2.3 Struktur Realisasi Pendapatan APBD Papua Grafik 2.4 Perkembangan Realisasi Pendapatan Lain Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi PAD Grafik 2.7 Struktur Realisasi Belanja APBD Grafik 2.8 Realisasi Belanja per Pos APBD Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi Papua dan Nasional Grafik 3.2 Realisasi Inflasi Aktual dan Historis Grafik 3.3 Ekspektasi Inflasi Jangka Pendek Papua Grafik 3.4 Disagregasi Inflasi Inti Pangan dan Nonpangan Grafik 3.5 Perkembangan Harga Komoditas VF Utama Grafik 4.1 Kinerja Korporasi Berdasarkan Liaison Grafik 4.2 Perkembangan Akses Kredit, Likuiditas dan Rentabilitas Grafik 4.3 % Korporasi Berdasar Likuiditas per Sektor Grafik 4.4 % Korporasi Berdasar Rentabilitas per Sektor Grafik 4.5 Pertumbuhan Kredit Korporasi per Sektor Grafik 4.6 Perkembangan NPL per Sektor Grafik 4.7 Perkembangan DPK, Kredit dan NPL Grafik 4.8 % Proporsi Kredit per Sektor Grafik 4.9 Perkembangan DPK, Kredit dan NPL Grafik 4.10 Perkembangan DPK, Kredit dan NPL Grafik 4.11 % Proporsi Kredit per Sektor Grafik 4.12 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 4.13 Perkembangan Indikator SK Lainnya Grafik 4.14 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 4.15 Pertumbuhan DPK, Kredit dan NPL Rumah Tangga Grafik 4.16 % Kredit Rumah Tangga Grafik 4.17 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.18 Pertumbuhan NPL Rumah Tangga Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI Papua Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi RTGS Papua Grafik 5.3 Aliran Uang Kartal Melalui KPw BI Papua Grafik 5.4 Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di Papua DAFTAR GRAFIK DAFTAR GRAFIK 24 26 26 27 27 28 28 30 30 31 31 32 36 36 37 37 38 38 39 39 39 39 40 40 40 41 42 42 42 42 44 44 45 45 48 49 49 49 49 49 50 50 50 50 54 54 55 55 x xiii


Grafik 6.1 Komposisi pekerja berdasarkan lapangan usaha Grafik 6.2 Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Grafik 6.3 Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Grafik 6.4 Aliran Uang Kartal Melalui KPw BI Papua Grafik 6.5 Jumlah Penduduk Miskin Papua Grafik 6.6 Indeks Gini Papua Grafik 6.7 Perkembangan Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Papua Grafik 6.8 Perkembangan Garis Kemiskinan di Papua Grafik 6.9 Perbandingan NTP Papua dengan NTP Nasional Grafik 6.10 Perkembangan Nilai Tukar Petani Papua Grafik 7.1 Ekspektasi Kegiatan Usaha Grafik 7.2 Harga komoditas global Grafik 7.3 Target Produksi Tambang Papua Grafik 7.4 Prakiraan Sifat Hujan 2017/2018 Grafik 2.2 Realisasi APBN menurut Pos Belanja Grafik 2.3 Struktur Realisasi Pendapatan APBD Papua Grafik 2.4 Perkembangan Realisasi Pendapatan Lain Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi PAD Grafik 2.7 Struktur Realisasi Belanja APBD Grafik 2.8 Realisasi Belanja per Pos APBD Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi Papua dan Nasional Grafik 3.2 Realisasi Inflasi Aktual dan Historis Grafik 3.3 Ekspektasi Inflasi Jangka Pendek Papua Grafik 3.4 Disagregasi Inflasi Inti Pangan dan Nonpangan Grafik 3.5 Perkembangan Harga Komoditas VF Utama Grafik 4.1 Kinerja Korporasi Berdasarkan Liaison Grafik 4.2 Perkembangan Akses Kredit, Likuiditas dan Rentabilitas Grafik 4.3 % Korporasi Berdasar Likuiditas per Sektor Grafik 4.4 % Korporasi Berdasar Rentabilitas per Sektor Grafik 4.5 Pertumbuhan Kredit Korporasi per Sektor Grafik 4.6 Perkembangan NPL per Sektor Grafik 4.7 Perkembangan DPK, Kredit dan NPL Grafik 4.8 % Proporsi Kredit per Sektor Grafik 4.9 Perkembangan DPK, Kredit dan NPL Grafik 4.10 Perkembangan DPK, Kredit dan NPL Grafik 4.11 % Proporsi Kredit per Sektor Grafik 4.12 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 4.13 Perkembangan Indikator SK Lainnya Grafik 4.14 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 4.15 Pertumbuhan DPK, Kredit dan NPL Rumah Tangga Grafik 4.16 % Kredit Rumah Tangga Grafik 4.17 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.18 Pertumbuhan NPL Rumah Tangga Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI Papua Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi RTGS Papua Grafik 5.3 Aliran Uang Kartal Melalui KPw BI Papua Grafik 5.4 Perkembangan Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di Papua DAFTAR GRAFIK DAFTAR GRAFIK 24 26 26 27 27 28 28 30 30 31 31 32 36 36 37 37 38 38 39 39 39 39 40 40 40 41 42 42 42 42 44 44 45 45 48 49 49 49 49 49 50 50 50 50 54 54 55 55 x xiii


xii TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI PAPUA xiii A. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI INDIKATOR % (yoy) PERTUMBUHAN EKONOMI (%, YOY) MENURUT PENGGUNAAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO PERUBAHAN INVENTORI EKSPOR LUAR NEGERI IMPOR LUAR NEGERI NET EKSPOR ANTAR DAERAH MENURUT KATEGORI LAPANGAN USAHA PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PENGADAAN LISTRIK, GAS PENGADAAN AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, DAN REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM INFORMASI DAN KOMUNIKASI JASA KEUANGAN REAL ESTATE JASA PERUSAHAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB JASA PENDIDIKAN JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL JASA LAINNYA PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL (% YOY) INFLASI PAPUA (% YOY) KOTA JAYAPURA MERAUKE DISAGREGASI KOMPONEN INFLASI INTI (CORE INFLATION) HARGA PANGAN BERGEJOLAK (VOLATILE FOOD) HARGA YANG DIATUR PEMERINTAH (ADMINISTERED PRICES) KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA 2016 2015 TOTAL I II III IV TOTAL TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN (5,91) 6,54 5,55 5,31 6,78 5,11 (39,56) 32,57 (49,88) 5,17 (22,18) 1,31 13,61 3,77 6,33 6,66 7,28 7,70 1,57 16,22 7,19 6,20 10,44 11,45 11,80 6,86 5,18 5,23 5,24 5,19 3,24 8,49 8,07 8,36 4,35 1,67 3,14 3,29 2,62 8,66 (1,18) 5,56 8,23 2,61 6,75 89,81 (2,27) (3,97) (268,47) 4,13 (11,65) 7,18 25,43 3,70 4,06 2,32 4,03 4,71 5,43 3,53 7,31 5,80 13,51 6,30 5,91 5,19 4,49 3,76 3,81 3,62 3,24 4,98 4,59 4,78 4,62 2,53 2,43 4,19 2,63 4,20 7,97 6,11 5,87 5,14 7,11 (172,26) 38,88 (20,08) (103,17) 6,73 7,77 3,77 (4,15) 3,99 10,70 8,25 9,53 7,52 5,19 2,63 5,86 3,97 11,03 7,24 8,36 7,04 4,88 3,57 2,79 5,76 3,64 3,26 3,27 4,34 5,26 3,16 3,91 5,93 3,29 0,50 20,65 6,17 5,39 0,92 5,37 84,62 (3,05) (13,14) (209,56) 0,03 42,25 5,07 8,58 2,59 10,69 9,26 8,23 6,03 2,16 (0,18) 8,30 5,42 8,51 10,26 10,35 5,04 5,01 4,72 4,21 6,14 5,70 11,60 11,60 6,84 6,74 2,80 3,05 3,06 0,78 5,73 21,41 5,14 6,93 0,05 7,01 448,18 96,07 3,16 167,61 2,05 44,50 5,15 1,86 3,45 10,93 8,39 10,08 6,09 0,64 6,03 8,35 5,37 4,98 5,20 3,60 3,83 4,94 3,26 4,13 0,83 4,00 8,13 5,76 2,68 7,10 2,26 1,03 2,29 0,59 6,67 9,21 5,84 6,52 2,08 6,47 23,51 6,74 4,64 (488,92) 2,21 13,15 4,51 11,86 3,37 8,81 6,91 8,13 6,54 3,42 6,08 7,02 5,68 9,64 7,83 8,08 6,43 5,02 3,26 4,13 0,83 3,50 1,86 6,24 2,68 7,10 2,26 1,03 2,29 0,59 6,67 I 3,36 5,16 7,07 0,13 6,78 (408,68) (8,78) (26,48) 78,35 1,35 0,36 4,56 1,21 4,96 9,42 5,32 4,97 5,35 6,59 2,79 3,83 5,43 4,42 4,93 4,64 4,30 5,01 3,89 3,16 5,93 3,11 5,92 3,69 6,58 6,47 3,18 1,86 1,41 1,64 1,72 2017 II 4,91 6,55 9,17 1,37 5,78 (643,38) 50,78 (41,30) (675,39) 1,83 6,75 6,55 0,94 5,13 3,84 5,46 5,32 5,91 5,32 5,00 4,41 5,39 1,86 5,01 4,73 5,22 5,01 3,10 2,58 4,58 2,76 (1,68) 10,46 (0,41) 6,17 4,35 0,95 1,32 1,81 6,11 III 3,40 7,53 9,69 7,70 4,69 4.913,50 (44,45) (32,84) (10,23) 2,93 2,67 6,07 8,14 6,77 2,99 5,69 5,52 6,20 6,92 0,89 6,06 5,56 1,82 5,01 4,15 6,38 5,06 1,43 1,73 0,57 2,12 (1,70) 3,86 (1,16) 3,75 3,49 0,60 0,67 2,48 1,07 INDIKATOR PERBANKAN Total Asset (Rp miliar) DPK (Rp miliar) Giro (Rp miliar) Tabungan (Rp miliar) Deposito (Rp miliar) Penyaluran Kredit oleh Kantor Bank di Papua (Rp miliar) Lokasi Proyek di Prov. Papua Lokasi Proyek Luar Prov. Papua Penyaluran Kredit di Provinsi Papua (Rp miliar) Oleh Kantor Bank di Prov. Papua Oleh Kantor Bank Luar Prov. Papua Kredit Penggunaan (Rp miliar) Modal Kerja Investasi Konsumsi Kredit Sektoral (Rp miliar) 1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Pengadaan Listrik dan Gas 5. Pengadaan Air 6. Konstruksi 7. Perdagangan Besar dan Eceran 8. Transportasi dan Pergudangan 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 10. Informasi dan Komunikasi 11. Perantara Keuangan 12. Real Estate dan Usaha Persewaan 13. Jasa Perusahaan 14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 15. Jasa Pendidikan 16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 17. Sektor Lainnya dan Bukan Lapangan Usaha Kredit UMKM Kredit Rumah Tangga KPR/KPA Kredit Ruko/Rukan KKB Multiguna Lainnya Non Performing Loan (Rp miliar) NPL Ratio (%) LDR Suku Bunga Simpanan Tertimbang (% per tahun) Kantor Bank di Provinsi Papua Nasional Suku Bunga Kredit Tertimbang (% per tahun) Kantor Bank di Provinsi Papua Nasional Jumlah Kantor Bank Jumlah Bank Papua Nasional Jumlah Kantor Bank Papua Nasional Jumlah Rekening (dalam ribu) Rekening Dana Pihak Ketiga Papua Nasional Rekening Kredit Papua Nasional I 2016 47.139 35.919 12.015 15.705 8.200 21.441 20.511 930 22.432 20.511 1.921 21.441 8.822 2.352 10.268 21.441 696 61 316 33 5 1.156 6.122 589 672 9 94 232 172 17 12 33 11.221 8.051 10.753 1.527 384 185 6.984 1.673 1.142 5,33 59,69 3,31 4,21 12,76 11,48 26 1.753 329 38.931 1.835 178.087 223 41.440 II 52.589 39.108 13.781 16.309 9.018 22.712 21.695 1.017 23.705 21.695 2.010 22.712 9.480 2.535 10.697 22.712 718 59 333 34 5 1.534 6.487 615 694 9 84 275 171 1 10 38 11.645 8.558 10.828 1.683 375 191 6.939 1.640 1.260 5,55 58,08 3,16 3,93 12,65 11,24 26 1.753 329 38.885 1.898 183.459 227 41.454 III 53.135 39.199 13.246 16.538 9.415 23.282 22.199 23.935 22.199 1.737 23.282 8.952 3.344 10.985 23.282 691 41 334 35 8 1.687 6.571 646 706 9 77 282 183 38 11 38 11.926 8.481 11.465 1.777 371 200 7.409 1.709 1.283 5,51 59,39 3,30 3,97 12,52 11,11 26 1.747 329 38.836 2.008 194.287 228 41.290 B. PERBANKAN IV 47.785 37.817 9.329 20.266 8.223 23.991 22.855 24.617 22.855 1.762 23.991 9.016 3.348 11.627 23.991 709 39 387 24 5 1.539 6.631 609 719 2 76 287 189 82 6 39 12.648 10.367 12.100 1.938 342 196 5.090 4.534 1.087 4,53 63,44 2,67 3,64 12,33 10,9 2.071 199.403 231 41.862 I 47.791 35.925 10.864 16.884 8.177 23.504 22.427 na 24.366 22.427 1.939 23.504 8.639 3.299 11.566 23.504 709 31 391 19 6 1.258 6.627 627 716 2 65 289 186 62 6 35 12.474 9.928 6.794 2.036 345 196 75 4.142 1.373 5,84 65,43 2,88 3,69 12,28 10,84 2.189 212.484 238 42.294 II 2017 55.057 39.608 13.782 17.094 8.732 23.785 22.642 na 24.883 22.642 2.242 23.785 8.907 3.134 11.744 23.785 580 34 405 39 4 1.391 6.778 633 715 14 94 285 170 41 7 33 12.561 9.851 6.615 2.140 349 200 83 3.844 1.304 5,48 60,05 2,89 3,62 12,32 10,71 2.326 228.977 237 42.954 III 40.173 14.334 17.194 8.645 24.605 23.399 na 25.912 23.399 2.513 24.605 9.119 3.195 12.290 24.605 538 30 406 39 6 1.512 6.868 761 708 108 80 302 155 20 7 36 13.029 10.024 6.440 2.227 341 215 93 3.566 1.354 5,50 61,25 2,86 3,65 12,24 10,6 2.404 240.871 237 42.893


xii TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI PAPUA xiii A. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI INDIKATOR % (yoy) PERTUMBUHAN EKONOMI (%, YOY) MENURUT PENGGUNAAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO PERUBAHAN INVENTORI EKSPOR LUAR NEGERI IMPOR LUAR NEGERI NET EKSPOR ANTAR DAERAH MENURUT KATEGORI LAPANGAN USAHA PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PENGADAAN LISTRIK, GAS PENGADAAN AIR KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, DAN REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUM INFORMASI DAN KOMUNIKASI JASA KEUANGAN REAL ESTATE JASA PERUSAHAAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN JAMINAN SOSIAL WAJIB JASA PENDIDIKAN JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL JASA LAINNYA PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL (% YOY) INFLASI PAPUA (% YOY) KOTA JAYAPURA MERAUKE DISAGREGASI KOMPONEN INFLASI INTI (CORE INFLATION) HARGA PANGAN BERGEJOLAK (VOLATILE FOOD) HARGA YANG DIATUR PEMERINTAH (ADMINISTERED PRICES) KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA 2016 2015 TOTAL I II III IV TOTAL TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN (5,91) 6,54 5,55 5,31 6,78 5,11 (39,56) 32,57 (49,88) 5,17 (22,18) 1,31 13,61 3,77 6,33 6,66 7,28 7,70 1,57 16,22 7,19 6,20 10,44 11,45 11,80 6,86 5,18 5,23 5,24 5,19 3,24 8,49 8,07 8,36 4,35 1,67 3,14 3,29 2,62 8,66 (1,18) 5,56 8,23 2,61 6,75 89,81 (2,27) (3,97) (268,47) 4,13 (11,65) 7,18 25,43 3,70 4,06 2,32 4,03 4,71 5,43 3,53 7,31 5,80 13,51 6,30 5,91 5,19 4,49 3,76 3,81 3,62 3,24 4,98 4,59 4,78 4,62 2,53 2,43 4,19 2,63 4,20 7,97 6,11 5,87 5,14 7,11 (172,26) 38,88 (20,08) (103,17) 6,73 7,77 3,77 (4,15) 3,99 10,70 8,25 9,53 7,52 5,19 2,63 5,86 3,97 11,03 7,24 8,36 7,04 4,88 3,57 2,79 5,76 3,64 3,26 3,27 4,34 5,26 3,16 3,91 5,93 3,29 0,50 20,65 6,17 5,39 0,92 5,37 84,62 (3,05) (13,14) (209,56) 0,03 42,25 5,07 8,58 2,59 10,69 9,26 8,23 6,03 2,16 (0,18) 8,30 5,42 8,51 10,26 10,35 5,04 5,01 4,72 4,21 6,14 5,70 11,60 11,60 6,84 6,74 2,80 3,05 3,06 0,78 5,73 21,41 5,14 6,93 0,05 7,01 448,18 96,07 3,16 167,61 2,05 44,50 5,15 1,86 3,45 10,93 8,39 10,08 6,09 0,64 6,03 8,35 5,37 4,98 5,20 3,60 3,83 4,94 3,26 4,13 0,83 4,00 8,13 5,76 2,68 7,10 2,26 1,03 2,29 0,59 6,67 9,21 5,84 6,52 2,08 6,47 23,51 6,74 4,64 (488,92) 2,21 13,15 4,51 11,86 3,37 8,81 6,91 8,13 6,54 3,42 6,08 7,02 5,68 9,64 7,83 8,08 6,43 5,02 3,26 4,13 0,83 3,50 1,86 6,24 2,68 7,10 2,26 1,03 2,29 0,59 6,67 I 3,36 5,16 7,07 0,13 6,78 (408,68) (8,78) (26,48) 78,35 1,35 0,36 4,56 1,21 4,96 9,42 5,32 4,97 5,35 6,59 2,79 3,83 5,43 4,42 4,93 4,64 4,30 5,01 3,89 3,16 5,93 3,11 5,92 3,69 6,58 6,47 3,18 1,86 1,41 1,64 1,72 2017 II 4,91 6,55 9,17 1,37 5,78 (643,38) 50,78 (41,30) (675,39) 1,83 6,75 6,55 0,94 5,13 3,84 5,46 5,32 5,91 5,32 5,00 4,41 5,39 1,86 5,01 4,73 5,22 5,01 3,10 2,58 4,58 2,76 (1,68) 10,46 (0,41) 6,17 4,35 0,95 1,32 1,81 6,11 III 3,40 7,53 9,69 7,70 4,69 4.913,50 (44,45) (32,84) (10,23) 2,93 2,67 6,07 8,14 6,77 2,99 5,69 5,52 6,20 6,92 0,89 6,06 5,56 1,82 5,01 4,15 6,38 5,06 1,43 1,73 0,57 2,12 (1,70) 3,86 (1,16) 3,75 3,49 0,60 0,67 2,48 1,07 INDIKATOR PERBANKAN Total Asset (Rp miliar) DPK (Rp miliar) Giro (Rp miliar) Tabungan (Rp miliar) Deposito (Rp miliar) Penyaluran Kredit oleh Kantor Bank di Papua (Rp miliar) Lokasi Proyek di Prov. Papua Lokasi Proyek Luar Prov. Papua Penyaluran Kredit di Provinsi Papua (Rp miliar) Oleh Kantor Bank di Prov. Papua Oleh Kantor Bank Luar Prov. Papua Kredit Penggunaan (Rp miliar) Modal Kerja Investasi Konsumsi Kredit Sektoral (Rp miliar) 1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Pengadaan Listrik dan Gas 5. Pengadaan Air 6. Konstruksi 7. Perdagangan Besar dan Eceran 8. Transportasi dan Pergudangan 9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 10. Informasi dan Komunikasi 11. Perantara Keuangan 12. Real Estate dan Usaha Persewaan 13. Jasa Perusahaan 14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 15. Jasa Pendidikan 16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 17. Sektor Lainnya dan Bukan Lapangan Usaha Kredit UMKM Kredit Rumah Tangga KPR/KPA Kredit Ruko/Rukan KKB Multiguna Lainnya Non Performing Loan (Rp miliar) NPL Ratio (%) LDR Suku Bunga Simpanan Tertimbang (% per tahun) Kantor Bank di Provinsi Papua Nasional Suku Bunga Kredit Tertimbang (% per tahun) Kantor Bank di Provinsi Papua Nasional Jumlah Kantor Bank Jumlah Bank Papua Nasional Jumlah Kantor Bank Papua Nasional Jumlah Rekening (dalam ribu) Rekening Dana Pihak Ketiga Papua Nasional Rekening Kredit Papua Nasional I 2016 47.139 35.919 12.015 15.705 8.200 21.441 20.511 930 22.432 20.511 1.921 21.441 8.822 2.352 10.268 21.441 696 61 316 33 5 1.156 6.122 589 672 9 94 232 172 17 12 33 11.221 8.051 10.753 1.527 384 185 6.984 1.673 1.142 5,33 59,69 3,31 4,21 12,76 11,48 26 1.753 329 38.931 1.835 178.087 223 41.440 II 52.589 39.108 13.781 16.309 9.018 22.712 21.695 1.017 23.705 21.695 2.010 22.712 9.480 2.535 10.697 22.712 718 59 333 34 5 1.534 6.487 615 694 9 84 275 171 1 10 38 11.645 8.558 10.828 1.683 375 191 6.939 1.640 1.260 5,55 58,08 3,16 3,93 12,65 11,24 26 1.753 329 38.885 1.898 183.459 227 41.454 III 53.135 39.199 13.246 16.538 9.415 23.282 22.199 23.935 22.199 1.737 23.282 8.952 3.344 10.985 23.282 691 41 334 35 8 1.687 6.571 646 706 9 77 282 183 38 11 38 11.926 8.481 11.465 1.777 371 200 7.409 1.709 1.283 5,51 59,39 3,30 3,97 12,52 11,11 26 1.747 329 38.836 2.008 194.287 228 41.290 B. PERBANKAN IV 47.785 37.817 9.329 20.266 8.223 23.991 22.855 24.617 22.855 1.762 23.991 9.016 3.348 11.627 23.991 709 39 387 24 5 1.539 6.631 609 719 2 76 287 189 82 6 39 12.648 10.367 12.100 1.938 342 196 5.090 4.534 1.087 4,53 63,44 2,67 3,64 12,33 10,9 2.071 199.403 231 41.862 I 47.791 35.925 10.864 16.884 8.177 23.504 22.427 na 24.366 22.427 1.939 23.504 8.639 3.299 11.566 23.504 709 31 391 19 6 1.258 6.627 627 716 2 65 289 186 62 6 35 12.474 9.928 6.794 2.036 345 196 75 4.142 1.373 5,84 65,43 2,88 3,69 12,28 10,84 2.189 212.484 238 42.294 II 2017 55.057 39.608 13.782 17.094 8.732 23.785 22.642 na 24.883 22.642 2.242 23.785 8.907 3.134 11.744 23.785 580 34 405 39 4 1.391 6.778 633 715 14 94 285 170 41 7 33 12.561 9.851 6.615 2.140 349 200 83 3.844 1.304 5,48 60,05 2,89 3,62 12,32 10,71 2.326 228.977 237 42.954 III 40.173 14.334 17.194 8.645 24.605 23.399 na 25.912 23.399 2.513 24.605 9.119 3.195 12.290 24.605 538 30 406 39 6 1.512 6.868 761 708 108 80 302 155 20 7 36 13.029 10.024 6.440 2.227 341 215 93 3.566 1.354 5,50 61,25 2,86 3,65 12,24 10,6 2.404 240.871 237 42.893


xiv RINGKASAN EKSEKUTIF Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua triwulan III 2017 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat pertumbuhan perekonomian Provinsi Papua pada triwulan laporan mencapai 3,40% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,88% (yoy). Kontraksi ekspor luar negeri menjadi penyebab penurunan pertumbuhan Papua pada triwulan laporan seiring perlambatan kinerja lapangan usaha pertambangan. Perlambatan kinerja juga terjadi pada lapangan usaha konstruksi dan administrasi pemerintahan. Penyerapan belanja pemerintah yang kurang optimal menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perlambatan kinerja di kedua lapangan usaha tersebut. Sementara, kinerja lapangan usaha pertanian dan perdagangan pada triwulan laporan terpantau mengalami kenaikan, demikian juga dengan kinerja konsumsi rumah tangga sehingga menjadi penopang perekonomian Papua pada triwulan III 2017. Memasuki triwulan IV 2017, kinerja perekonomian Papua diperkirakan mengalami peningkatan dibanding triwulan III 2017. Optimalisasi kinerja pertambangan dan ekspor diperkirakan menjadi faktor utama pendorong perekonomian Papua. Sementara untuk keseluruhan tahun 2017, regulasi izin ekspor mineral masih menjadi faktor utama penahan kinerja lapangan usaha pertambangan yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja perekonomian Papua secara keseluruhan. utama menurunnya penerimaan pajak terutama Pajak Perdagangan Internasional. Dampak penyesuaian organisasi atas pelaksanaan Pilkada pada 11 kabupaten di Papua masih berlanjut. Hal ini menyebabkan realisasi anggaran belanja yang dikelola pemerintah Provinsi Papua secara keseluruhan belum optimal terutama tercermin dari Belanja Modal yang masih rendah. Sebaliknya realisasi APBD pemerintah Provinsi Papua pada periode tersebut menunjukkan kinerja yang lebih tinggi. Meningkatnya realisasi APBD di Papua dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pencairan dana desa tahap 3 dan mulai berjalannya proyek pembangunan infrastruktur. Ke depan realisasi APBN dan APBD Papua pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat sesuai dengan pola historisnya. xv PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI DAERAH Perkembangan realisasi pendapatan dan belanja APBN di Papua pada triwulan III 2017 menunjukan penurunan dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2016. Penurunan ekspor konsentrat di triwulan ini menjadi faktor Keuangan Pemerintah Tekanan inflasi agregat di Papua triwulan III 2017 tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dan inflasi nasional. Inflasi pada triwulan ini juga berada di bawah target inflasi Nasional 2017 yaitu sebesar 4%±1% (yoy). Secara umum, berlalunya perayaan puasa dan lebaran menjadi salah satu faktor penyebab terkendalinya inflasi Papua selama triwulan III 2017. Berdasarkan asesemen Bank Indonesia, inflasi triwulan IV 2017 secara umum diperkirakan lebih tinggi dibanding triwulan III 2017. Tekanan inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan berasal dari perayaan natal dan tahun baru yang berpotensi mendorong permintaan terhadap angkutan udara, komoditas bahan makanan dan makanan jadi. Secara kumulatif, inflasi Papua pada 2017 diperkirakan lebih rendah dibanding inflasi 2016. Terjaganya pasokan bahan pangan dan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang terkelola dengan baik menjadi salah satu faktor peredam tekanan inflasi Papua pada 2017. Inflasi INDIKATOR SISTEM PEMBAYARAN PENGELOLAAN UANG (KARTAL) RUPIAH INFLOW (RP MILIAR) OUTFLOW (RP MILIAR) PEMUSNAHAN UTLE (RP MILIAR) KLIRING TOTAL NOMINAL (RP JUTA) VOLUME (LEMBAR) 1. KLIRING KREDIT NOMINAL (RP JUTA) VOLUME (LEMBAR) 2. KLIRING DEBIT NOMINAL (RP JUTA) VOLUME (LEMBAR) 2.1 KLIRING DEBIT PENYERAHAN NOMINAL (RP JUTA) VOLUME (LEMBAR) 2.2 KLIRING DEBIT PENGEMBALIAN NOMINAL (RP JUTA) VOLUME (LEMBAR) BANK INDONESIA - REAL TIME GROSS SETTLEMENT OUTFLOW (FROM) NOMINAL (RP MILIAR) VOLUME (LEMBAR) INFLOW (TO) NOMINAL (RP MILIAR) VOLUME (LEMBAR) INTRA-PAPUA NOMINAL (RP MILIAR) VOLUME (LEMBAR) I 2016 2.417 513 537 3.988.679 72.319 2.700.541 47.396 1.288.139 24.923 1.326.098 25.336 37.959 413 1.094 584 II 813 2.995 249 4.501.125 83.853 3.292.808 59.053 1.208.317 24.800 1.233.455 25.288 25.139 488 1.121 568 III 1.566 2.015 142 3.405.812 78.073 2.102.334 53.400 1.303.478 24.673 1.339.871 25.069 36.393 396 1.141 1.349 C. SISTEM PEMBAYARAN IV 918,21 4.373,26 104,26 3.871.349 86.988 2.237.577 61.479 1.633.772 25.509 1.709.380 25.783 75.608 274 2.152 1.906 I 2.394 562 366 3.050 79.942 1.803 55.447 1.246 24.495 1.298 24.865 52 370 1.278 1.574 II 2017 1.298 3.213 64 2.562 75.560 1.729 54.769 833 20.791 859 21.388 26 597 1.251 1.713 III 1.520,42 1.936,11 234,12 2.718 81.443 1.810 59.438 907 22.005 927 22.423 20 418 1.736 1.931


xiv RINGKASAN EKSEKUTIF Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua triwulan III 2017 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat pertumbuhan perekonomian Provinsi Papua pada triwulan laporan mencapai 3,40% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,88% (yoy). Kontraksi ekspor luar negeri menjadi penyebab penurunan pertumbuhan Papua pada triwulan laporan seiring perlambatan kinerja lapangan usaha pertambangan. Perlambatan kinerja juga terjadi pada lapangan usaha konstruksi dan administrasi pemerintahan. Penyerapan belanja pemerintah yang kurang optimal menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perlambatan kinerja di kedua lapangan usaha tersebut. Sementara, kinerja lapangan usaha pertanian dan perdagangan pada triwulan laporan terpantau mengalami kenaikan, demikian juga dengan kinerja konsumsi rumah tangga sehingga menjadi penopang perekonomian Papua pada triwulan III 2017. Memasuki triwulan IV 2017, kinerja perekonomian Papua diperkirakan mengalami peningkatan dibanding triwulan III 2017. Optimalisasi kinerja pertambangan dan ekspor diperkirakan menjadi faktor utama pendorong perekonomian Papua. Sementara untuk keseluruhan tahun 2017, regulasi izin ekspor mineral masih menjadi faktor utama penahan kinerja lapangan usaha pertambangan yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja perekonomian Papua secara keseluruhan. utama menurunnya penerimaan pajak terutama Pajak Perdagangan Internasional. Dampak penyesuaian organisasi atas pelaksanaan Pilkada pada 11 kabupaten di Papua masih berlanjut. Hal ini menyebabkan realisasi anggaran belanja yang dikelola pemerintah Provinsi Papua secara keseluruhan belum optimal terutama tercermin dari Belanja Modal yang masih rendah. Sebaliknya realisasi APBD pemerintah Provinsi Papua pada periode tersebut menunjukkan kinerja yang lebih tinggi. Meningkatnya realisasi APBD di Papua dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pencairan dana desa tahap 3 dan mulai berjalannya proyek pembangunan infrastruktur. Ke depan realisasi APBN dan APBD Papua pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat sesuai dengan pola historisnya. xv PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI DAERAH Perkembangan realisasi pendapatan dan belanja APBN di Papua pada triwulan III 2017 menunjukan penurunan dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2016. Penurunan ekspor konsentrat di triwulan ini menjadi faktor Keuangan Pemerintah Tekanan inflasi agregat di Papua triwulan III 2017 tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dan inflasi nasional. Inflasi pada triwulan ini juga berada di bawah target inflasi Nasional 2017 yaitu sebesar 4%±1% (yoy). Secara umum, berlalunya perayaan puasa dan lebaran menjadi salah satu faktor penyebab terkendalinya inflasi Papua selama triwulan III 2017. Berdasarkan asesemen Bank Indonesia, inflasi triwulan IV 2017 secara umum diperkirakan lebih tinggi dibanding triwulan III 2017. Tekanan inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan berasal dari perayaan natal dan tahun baru yang berpotensi mendorong permintaan terhadap angkutan udara, komoditas bahan makanan dan makanan jadi. Secara kumulatif, inflasi Papua pada 2017 diperkirakan lebih rendah dibanding inflasi 2016. Terjaganya pasokan bahan pangan dan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang terkelola dengan baik menjadi salah satu faktor peredam tekanan inflasi Papua pada 2017. Inflasi INDIKATOR SISTEM PEMBAYARAN PENGELOLAAN UANG (KARTAL) RUPIAH INFLOW (RP MILIAR) OUTFLOW (RP MILIAR) PEMUSNAHAN UTLE (RP MILIAR) KLIRING TOTAL NOMINAL (RP JUTA) VOLUME (LEMBAR) 1. KLIRING KREDIT NOMINAL (RP JUTA) VOLUME (LEMBAR) 2. KLIRING DEBIT NOMINAL (RP JUTA) VOLUME (LEMBAR) 2.1 KLIRING DEBIT PENYERAHAN NOMINAL (RP JUTA) VOLUME (LEMBAR) 2.2 KLIRING DEBIT PENGEMBALIAN NOMINAL (RP JUTA) VOLUME (LEMBAR) BANK INDONESIA - REAL TIME GROSS SETTLEMENT OUTFLOW (FROM) NOMINAL (RP MILIAR) VOLUME (LEMBAR) INFLOW (TO) NOMINAL (RP MILIAR) VOLUME (LEMBAR) INTRA-PAPUA NOMINAL (RP MILIAR) VOLUME (LEMBAR) I 2016 2.417 513 537 3.988.679 72.319 2.700.541 47.396 1.288.139 24.923 1.326.098 25.336 37.959 413 1.094 584 II 813 2.995 249 4.501.125 83.853 3.292.808 59.053 1.208.317 24.800 1.233.455 25.288 25.139 488 1.121 568 III 1.566 2.015 142 3.405.812 78.073 2.102.334 53.400 1.303.478 24.673 1.339.871 25.069 36.393 396 1.141 1.349 C. SISTEM PEMBAYARAN IV 918,21 4.373,26 104,26 3.871.349 86.988 2.237.577 61.479 1.633.772 25.509 1.709.380 25.783 75.608 274 2.152 1.906 I 2.394 562 366 3.050 79.942 1.803 55.447 1.246 24.495 1.298 24.865 52 370 1.278 1.574 II 2017 1.298 3.213 64 2.562 75.560 1.729 54.769 833 20.791 859 21.388 26 597 1.251 1.713 III 1.520,42 1.936,11 234,12 2.718 81.443 1.810 59.438 907 22.005 927 22.423 20 418 1.736 1.931


Kinerja sektor rumah tangga menjadi penopang stabilitas sistem keuangan di Papua ditengah perlambatan kinerja sektor korporasi. Kinerja sektor korporasi di Papua pada triwulan III 2017 relatif mengalami penurunan dibanding triwulan II 2017. Terdapat dua faktor yang masih mempengaruhi kerentanan korporasi Papua pada triwulan III 2017, yaitu (i) belum optimalnya kinerja lapangan usaha tambang, dan (ii) rendahnya realisasi belanja pemerintah. Kinerja perbankan di sektor Korporasi Papua pada triwulan III 2017 masih relatif terjaga, terutama Dana Pihak Ketiga (DPK). Sementara kredit masih tumbuh meski lebih lambat dari triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kualitas kredit mengalami penurunan, tercermin dari Non Performing Loans (NPL) yang meningkat dan masih berada diatas ketentuan Bank Indonesia sebesar 5%. Sementara kinerja sektor Rumah Tangga pada triwulan III 2017 masih terjaga dengan positif, tercermin dari kondisi dan risiko keuangan di sektor Rumah Tangga yang relatif terjaga. Perkembangan indikator perbankan di sektor rumah tangga pada triwulan III 2017 menunjukkan peningkatan, khususnya DPK dan penyaluran kredit. Sementara, kualitas kredit NPL mengalami penurunan, tercermin dari kenaikan NPL. Stabilitas Sistem Keuangan Perkembangan transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Papua pada triwulan III 2017 meningkat secara nominal maupun volume dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan laporan juga tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Papua menunjukan posisi net outflow pada triwulan III 2017 sebesar Rp416 miliar. Pada triwulan ini posisi net outflow dan meningkatnya transaksi SKNBI dan RTGS disebabkan oleh mulai masuknya Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah ajaran baru sekolah sehingga masyarakat cenderung menarik uang kartal untuk keperluan perlengkapansekolah anak. Meningkatnya realisasi pembayaran proyek pemerintah dan pembangunan infrastruktur menambah peningkatan aliran uang rupiah di Papua. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Papua tercatat mengalami peningkatan pada triwulan III 2017. Hal tersebut ditunjukkan dengan naiknya TPT dari 3,35% pada Agustus 2016 menjadi 3,62% pada Agustus 2017. Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) Papua masih mencatatkan angka defisit sampai akhir triwulan III 2017 dengan kecenderungan menurun sepanjang triwulan laporan. Di sisi lain, angka kemiskinan di Papua pada Maret 2017 mengalami sedikit penurunan dibandingkan periode yang sama tahun 2016. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Perekonomian Papua pada triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran 5,3% - 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2017. Dari sisi lapangan usaha, kinerja tambang pada triwulan I 2018 diperkirakan masih tumbuh positif dan menjadi motor penggerak perekonomian Papua. Sementara sejalan dengan kinerja lapangan usaha pertambangan, kinerja ekspor diperkirakan berpotensi tumbuh tinggi. Secara agregat, pertumbuhan ekonomi Papua pada 2018 berpotensi berada di kisaran 5,0% - 5,4% (yoy) lebih tinggi dibanding 2017 yang berkisar 4,0% - 4,4% (yoy). Dari sisi lapangan usaha, kenaikan target penjualan hasil tambang pada 2018 menjadi salah satu indikator optimisme pelaku usaha tambang dominan di Papua terhadap kondisi usaha pada 2018. Tekanan inflasi Papua pada triwulan I 2018 diperkirakan berkisar 2,3% - 2,7% (yoy) mengalami kenaikan dibanding triwulan IV 2017. Kenaikan UMP 2018 sebesar 8,71% (yoy) dan kenaikan cukai rokok sebesar 10%, menjadi salah satu Prospek Ekonomi Daerah faktor pemicu tekanan inflasi pada triwulan I 2018. Selain itu, kenaikan harga bahan bakar kapal (marine fuel oil), menambah tekanan inflasi pada triwulan I 2018. Untuk keseluruhan tahun 2018, inflasi Papua diperkirakan mengalami kenaikan dibanding 2017, dari kisaran 2,1% - 2,5% (yoy) menjadi 4,6% - 5,0% (yoy). Pelaksanaan pilkada pada tahun 2018 yang berpotensi mempengaruhi stabilitas sosial-ekonomi di Papua menjadi salah satu faktor pemicu tekanan inflasi Papua pada tahun 2018. xvi xvii


Kinerja sektor rumah tangga menjadi penopang stabilitas sistem keuangan di Papua ditengah perlambatan kinerja sektor korporasi. Kinerja sektor korporasi di Papua pada triwulan III 2017 relatif mengalami penurunan dibanding triwulan II 2017. Terdapat dua faktor yang masih mempengaruhi kerentanan korporasi Papua pada triwulan III 2017, yaitu (i) belum optimalnya kinerja lapangan usaha tambang, dan (ii) rendahnya realisasi belanja pemerintah. Kinerja perbankan di sektor Korporasi Papua pada triwulan III 2017 masih relatif terjaga, terutama Dana Pihak Ketiga (DPK). Sementara kredit masih tumbuh meski lebih lambat dari triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kualitas kredit mengalami penurunan, tercermin dari Non Performing Loans (NPL) yang meningkat dan masih berada diatas ketentuan Bank Indonesia sebesar 5%. Sementara kinerja sektor Rumah Tangga pada triwulan III 2017 masih terjaga dengan positif, tercermin dari kondisi dan risiko keuangan di sektor Rumah Tangga yang relatif terjaga. Perkembangan indikator perbankan di sektor rumah tangga pada triwulan III 2017 menunjukkan peningkatan, khususnya DPK dan penyaluran kredit. Sementara, kualitas kredit NPL mengalami penurunan, tercermin dari kenaikan NPL. Stabilitas Sistem Keuangan Perkembangan transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di Papua pada triwulan III 2017 meningkat secara nominal maupun volume dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan laporan juga tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, aliran uang kartal melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Papua menunjukan posisi net outflow pada triwulan III 2017 sebesar Rp416 miliar. Pada triwulan ini posisi net outflow dan meningkatnya transaksi SKNBI dan RTGS disebabkan oleh mulai masuknya Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah ajaran baru sekolah sehingga masyarakat cenderung menarik uang kartal untuk keperluan perlengkapansekolah anak. Meningkatnya realisasi pembayaran proyek pemerintah dan pembangunan infrastruktur menambah peningkatan aliran uang rupiah di Papua. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Papua tercatat mengalami peningkatan pada triwulan III 2017. Hal tersebut ditunjukkan dengan naiknya TPT dari 3,35% pada Agustus 2016 menjadi 3,62% pada Agustus 2017. Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) Papua masih mencatatkan angka defisit sampai akhir triwulan III 2017 dengan kecenderungan menurun sepanjang triwulan laporan. Di sisi lain, angka kemiskinan di Papua pada Maret 2017 mengalami sedikit penurunan dibandingkan periode yang sama tahun 2016. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Perekonomian Papua pada triwulan I 2018 diperkirakan berada pada kisaran 5,3% - 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2017. Dari sisi lapangan usaha, kinerja tambang pada triwulan I 2018 diperkirakan masih tumbuh positif dan menjadi motor penggerak perekonomian Papua. Sementara sejalan dengan kinerja lapangan usaha pertambangan, kinerja ekspor diperkirakan berpotensi tumbuh tinggi. Secara agregat, pertumbuhan ekonomi Papua pada 2018 berpotensi berada di kisaran 5,0% - 5,4% (yoy) lebih tinggi dibanding 2017 yang berkisar 4,0% - 4,4% (yoy). Dari sisi lapangan usaha, kenaikan target penjualan hasil tambang pada 2018 menjadi salah satu indikator optimisme pelaku usaha tambang dominan di Papua terhadap kondisi usaha pada 2018. Tekanan inflasi Papua pada triwulan I 2018 diperkirakan berkisar 2,3% - 2,7% (yoy) mengalami kenaikan dibanding triwulan IV 2017. Kenaikan UMP 2018 sebesar 8,71% (yoy) dan kenaikan cukai rokok sebesar 10%, menjadi salah satu Prospek Ekonomi Daerah faktor pemicu tekanan inflasi pada triwulan I 2018. Selain itu, kenaikan harga bahan bakar kapal (marine fuel oil), menambah tekanan inflasi pada triwulan I 2018. Untuk keseluruhan tahun 2018, inflasi Papua diperkirakan mengalami kenaikan dibanding 2017, dari kisaran 2,1% - 2,5% (yoy) menjadi 4,6% - 5,0% (yoy). Pelaksanaan pilkada pada tahun 2018 yang berpotensi mempengaruhi stabilitas sosial-ekonomi di Papua menjadi salah satu faktor pemicu tekanan inflasi Papua pada tahun 2018. xvi xvii


PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI DAERAH Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua triwulan III 2017 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat pertumbuhan perekonomian Provinsi Papua pada triwulan laporan mencapai 3,40% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,88% (yoy). Kontraksi ekspor luar negeri menjadi penyebab penurunan pertumbuhan Papua pada triwulan laporan seiring perlambatan kinerja lapangan usaha pertambangan. Perlambatan kinerja juga terjadi pada lapangan usaha konstruksi dan administrasi pemerintahan. Penyerapan belanja pemerintah yang kurang optimal menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perlambatan kinerja di kedua lapangan usaha tersebut. Sementara, kinerja lapangan usaha pertanian dan perdagangan pada triwulan laporan terpantau mengalami kenaikan, demikian juga dengan kinerja konsumsi rumah tangga sehingga menjadi penopang perekonomian Papua pada triwulan III 2017. Memasuki triwulan IV 2017, kinerja perekonomian Papua diperkirakan mengalami peningkatan dibanding triwulan III 2017. Optimalisasi kinerja pertambangan dan ekspor diperkirakan menjadi faktor utama pendorong perekonomian Papua. Sementara untuk keseluruhan tahun 2017, regulasi izin ekspor mineral masih menjadi faktor utama penahan kinerja lapangan usaha pertambangan yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja perekonomian Papua secara keseluruhan.


PERKEMBANGAN MAKRO EKONOMI DAERAH Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua triwulan III 2017 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat pertumbuhan perekonomian Provinsi Papua pada triwulan laporan mencapai 3,40% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,88% (yoy). Kontraksi ekspor luar negeri menjadi penyebab penurunan pertumbuhan Papua pada triwulan laporan seiring perlambatan kinerja lapangan usaha pertambangan. Perlambatan kinerja juga terjadi pada lapangan usaha konstruksi dan administrasi pemerintahan. Penyerapan belanja pemerintah yang kurang optimal menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perlambatan kinerja di kedua lapangan usaha tersebut. Sementara, kinerja lapangan usaha pertanian dan perdagangan pada triwulan laporan terpantau mengalami kenaikan, demikian juga dengan kinerja konsumsi rumah tangga sehingga menjadi penopang perekonomian Papua pada triwulan III 2017. Memasuki triwulan IV 2017, kinerja perekonomian Papua diperkirakan mengalami peningkatan dibanding triwulan III 2017. Optimalisasi kinerja pertambangan dan ekspor diperkirakan menjadi faktor utama pendorong perekonomian Papua. Sementara untuk keseluruhan tahun 2017, regulasi izin ekspor mineral masih menjadi faktor utama penahan kinerja lapangan usaha pertambangan yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja perekonomian Papua secara keseluruhan.


Sumber: BPS, diolah KOMPONEN KONSUMSI KONSUMSI RT KONSUMSI LNPRT KONSUMSI PEMERINTAH INVESTASI PMTB PERUBAHAN INVENTORI EKSPOR NETTO PDRB Tabel 1.1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Sisi Penggunaan Provinsi Papua (%yoy) 2016 4,74 5,56 8,24 2,61 6,36 6,75 89,81 -71,59 (0,72) 6,15 6,54 5,56 5,31 6,75 6,78 5,11 -65,84 (5,17) 4,55 6,17 5,39 0,92 5,14 5,37 84,62 176,11 20,44 3,48 5,14 6,93 0,05 7,83 7,01 448,18 182,73 21,41 I II III IV 5,80 6,11 5,89 5,14 8,10 7,11 -172,26 16,45 7,47 2015 4,69 5,84 6,52 2,08 6,54 6,47 23,51 42,46 9,21 2016 3,75 5,16 7,07 0,22 10,22 6,76 408,68 -118,22 2,99 I 5,07 6,55 9,17 1,37 -7,71 5,21 -643,38 67,74 4,88 II 2017 4,17 2,79 0,14 1,24 7,08 1,15 5,93 -7,85 3,40 SoG 7,64 7,53 9,69 7,70 28,98 4,69 4.913,50 -37,36 3,40 III Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua triwulan III 2017 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat pertumbuhan perekonomian Provinsi Papua pada triwulan laporan mencapai 3,40% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,88% (yoy). Realisasi pertumbuhan ekonomi Papua pada periode laporan juga lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,06% (yoy) pada triwulan III 2017. Dari sisi permintaan, kontraksi ekspor luar negeri menjadi penyebab penurunan pertumbuhan Papua pada triwulan laporan. Sementara, kinerja konsumsi rumah tangga mengalami kenaikan, sehingga dapat menjadi penopang perekonomian Papua pada triwulan III 2017. Dari sisi lapangan usaha, kinerja pertambangan pada triwulan III 2017 lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya sehingga menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Papua secara agregat, seiring dominasi pangsa pertambangan dalam perekonomian Papua. Namun demikian, lapangan usaha utama lainnya, yaitu pertanian dan perdagangan masih mengalami peningkatan kinerja lebih tinggi dibanding periode sebelumnya, sehingga menjadi penopang pertumbuhan perekonomian Papua pada triwulan III 2017. Apabila tanpa lapangan usaha pertambangan, perekonomian Papua pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 4,02% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,73% (yoy). 1.1 KONDISI UMUM 2 3 PDRB PAPUA PDB INDONESIA - SB KANAN Sumber: BPS, diolah Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Papua & Nasional %YOY %YOY I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5 -10 0 10 20 30 PERTUMBUHAN PDRB NONTAMBANG PERTUMBUHAN PDRB Sumber: BPS, diolah Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Dengan Tambang dan Tanpa Tambang %YOY I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III -10 -5 0 5 10 15 20 25 Memasuki triwulan IV 2017, kinerja perekonomian Papua diperkirakan mencapai kisaran 5,2% - 5,6% (yoy), mengalami peningkatan dibanding triwulan III 2017. Optimalisasi kinerja pertambangan dan ekspor konsentrat tembaga diperkirakan menjadi faktor utama pendorong perekonomian Papua pada triwulan IV 2017, seiring peningkatan penjualan konsentrat tembaga menjelang berakhirnya batas izin ekspor mineral di akhir tahun 2017. Selain itu, perayaan natal dan tahun baru juga menjadi faktor yang memperkuat kenaikan kinerja perekonomian Papua pada triwulan IV 2017. Namun demikian, kondisi keamanan di daerah lokasi tambang yang kurang kondusif pada pertengahan triwulan IV 2017 berpotensi menjadi faktor penahan kinerja perekonomian Papua pada periode tersebut. Tracking Triwulan IV 2017 Berkaca pada dinamika perekonomian yang telah terjadi sepanjang 2017 dan mempertimbangkan beberapa faktor yang potensi memberikan pengaruh pada perekonomian Papua, pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4,0% - 4,4% (yoy) lebih rendah dibanding 2016 yang tumbuh sebesar 9,2% (yoy). Regulasi izin ekspor mineral masih menjadi faktor utama penahan kinerja lapangan usaha pertambangan yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja perekonomian Papua selama 2017. Tracking Kumulatif 2017 Selain itu, juga terdapat beberapa faktor lain yang menahan kinerja pertambangan selama 2017. Dari sisi internal, aksi demonstrasi karyawan, kondisi keamanan yang kurang kondusif dan tingginya curah hujan membuat produksi tambang kurang optimal. Selain itu, kualitas hasil tambang (ore) yang rendah mempengaruhi kinerja penjualan. Sementara itu, tekanan dari sisi eksternal diperkirakan relatif terkendali seiring harga komoditas di pasar global yang terjaga. Namun demikian, ketidakpastian kondisi perekonomian negara mitra dagang berpotensi mempengaruhi permintaan ekspor. Selain kinerja tambang yang kurang optimal, perkembangan lapangan usaha konstruksi pada 2017 juga lebih rendah dibanding 2016. Rendahnya realisasi belanja pemerintah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja konstruksi. Di sisi lain, perkembangan kinerja konsumsi rumah tangga yang masih terjaga pada 2017 menjadi salah satu faktor penopang perekonomian Papua. Inflasi yang terkelola dengan baik selama 2017 membuat daya beli masyarakat terjaga. Struktur perekonomian Provinsi Papua dari sisi penggunaan masih didominasi oleh konsumsi swasta. Tercatat pangsa komponen konsumsi swasta terhadap perekonomian Provinsi Papua pada triwulan III 2017 mencapai 38,53%. Sementara pangsa terbesar kedua adalah komponen investasi yang sebesar 30,48% serta disusul oleh komponen konsumsi pemerintah dan ekspor dengan pangsa masing – masing sebesar 16,71% dan 10,93%. Pada triwulan laporan, tercatat pertumbuhan konsumsi swasta mencapai 7,64% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,07% (yoy). Sementara investasi pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 28,98%, naik signifikan dibanding triwulan II 2017 yang mengalami kontraksi sebesar 7,71% (yoy). Peningkatan pertumbuhan juga terlihat pada komponen konsumsi pemerintah dari 1,37% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 7,70% (yoy) di triwulan III 2017. Di sisi lain, ekspor netto pada triwulan laporan mengalami kontraksi sebesar 37,36% (yoy) jauh lebih rendah dari triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 67,74% (yoy). Berdasarkan sumbangan terhadap perekonomian, komponen sisi penggunaan yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua pada triwulan III 2017 adalah investasi dan konsumsi. Tercatat sumbangan pertumbuhan kedua komponen ini pada triwulan laporan masing-masing mencapai 7,08% (yoy) dan 4,17% (yoy). Grafik 1.3 Pertumbuhan & Nominal PDRB Papua Sumber: BPS, diolah PDRB (TRILIUN RP) - SK. KANAN PDRB (% YOY) - 5 10 15 20 25 30 35 40 TRILIUN RP %YOY 45 -10 -5 0 5 10 15 20 25 30 I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III 1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN Realisasi Triwulan III 2017 Realisasi Triwulan III 2017


Sumber: BPS, diolah KOMPONEN KONSUMSI KONSUMSI RT KONSUMSI LNPRT KONSUMSI PEMERINTAH INVESTASI PMTB PERUBAHAN INVENTORI EKSPOR NETTO PDRB Tabel 1.1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Sisi Penggunaan Provinsi Papua (%yoy) 2016 4,74 5,56 8,24 2,61 6,36 6,75 89,81 -71,59 (0,72) 6,15 6,54 5,56 5,31 6,75 6,78 5,11 -65,84 (5,17) 4,55 6,17 5,39 0,92 5,14 5,37 84,62 176,11 20,44 3,48 5,14 6,93 0,05 7,83 7,01 448,18 182,73 21,41 I II III IV 5,80 6,11 5,89 5,14 8,10 7,11 -172,26 16,45 7,47 2015 4,69 5,84 6,52 2,08 6,54 6,47 23,51 42,46 9,21 2016 3,75 5,16 7,07 0,22 10,22 6,76 408,68 -118,22 2,99 I 5,07 6,55 9,17 1,37 -7,71 5,21 -643,38 67,74 4,88 II 2017 4,17 2,79 0,14 1,24 7,08 1,15 5,93 -7,85 3,40 SoG 7,64 7,53 9,69 7,70 28,98 4,69 4.913,50 -37,36 3,40 III Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua triwulan III 2017 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Tercatat pertumbuhan perekonomian Provinsi Papua pada triwulan laporan mencapai 3,40% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,88% (yoy). Realisasi pertumbuhan ekonomi Papua pada periode laporan juga lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,06% (yoy) pada triwulan III 2017. Dari sisi permintaan, kontraksi ekspor luar negeri menjadi penyebab penurunan pertumbuhan Papua pada triwulan laporan. Sementara, kinerja konsumsi rumah tangga mengalami kenaikan, sehingga dapat menjadi penopang perekonomian Papua pada triwulan III 2017. Dari sisi lapangan usaha, kinerja pertambangan pada triwulan III 2017 lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya sehingga menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi Papua secara agregat, seiring dominasi pangsa pertambangan dalam perekonomian Papua. Namun demikian, lapangan usaha utama lainnya, yaitu pertanian dan perdagangan masih mengalami peningkatan kinerja lebih tinggi dibanding periode sebelumnya, sehingga menjadi penopang pertumbuhan perekonomian Papua pada triwulan III 2017. Apabila tanpa lapangan usaha pertambangan, perekonomian Papua pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 4,02% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,73% (yoy). 1.1 KONDISI UMUM 2 3 PDRB PAPUA PDB INDONESIA - SB KANAN Sumber: BPS, diolah Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Papua & Nasional %YOY %YOY I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,5 -10 0 10 20 30 PERTUMBUHAN PDRB NONTAMBANG PERTUMBUHAN PDRB Sumber: BPS, diolah Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Dengan Tambang dan Tanpa Tambang %YOY I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III -10 -5 0 5 10 15 20 25 Memasuki triwulan IV 2017, kinerja perekonomian Papua diperkirakan mencapai kisaran 5,2% - 5,6% (yoy), mengalami peningkatan dibanding triwulan III 2017. Optimalisasi kinerja pertambangan dan ekspor konsentrat tembaga diperkirakan menjadi faktor utama pendorong perekonomian Papua pada triwulan IV 2017, seiring peningkatan penjualan konsentrat tembaga menjelang berakhirnya batas izin ekspor mineral di akhir tahun 2017. Selain itu, perayaan natal dan tahun baru juga menjadi faktor yang memperkuat kenaikan kinerja perekonomian Papua pada triwulan IV 2017. Namun demikian, kondisi keamanan di daerah lokasi tambang yang kurang kondusif pada pertengahan triwulan IV 2017 berpotensi menjadi faktor penahan kinerja perekonomian Papua pada periode tersebut. Tracking Triwulan IV 2017 Berkaca pada dinamika perekonomian yang telah terjadi sepanjang 2017 dan mempertimbangkan beberapa faktor yang potensi memberikan pengaruh pada perekonomian Papua, pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4,0% - 4,4% (yoy) lebih rendah dibanding 2016 yang tumbuh sebesar 9,2% (yoy). Regulasi izin ekspor mineral masih menjadi faktor utama penahan kinerja lapangan usaha pertambangan yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja perekonomian Papua selama 2017. Tracking Kumulatif 2017 Selain itu, juga terdapat beberapa faktor lain yang menahan kinerja pertambangan selama 2017. Dari sisi internal, aksi demonstrasi karyawan, kondisi keamanan yang kurang kondusif dan tingginya curah hujan membuat produksi tambang kurang optimal. Selain itu, kualitas hasil tambang (ore) yang rendah mempengaruhi kinerja penjualan. Sementara itu, tekanan dari sisi eksternal diperkirakan relatif terkendali seiring harga komoditas di pasar global yang terjaga. Namun demikian, ketidakpastian kondisi perekonomian negara mitra dagang berpotensi mempengaruhi permintaan ekspor. Selain kinerja tambang yang kurang optimal, perkembangan lapangan usaha konstruksi pada 2017 juga lebih rendah dibanding 2016. Rendahnya realisasi belanja pemerintah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja konstruksi. Di sisi lain, perkembangan kinerja konsumsi rumah tangga yang masih terjaga pada 2017 menjadi salah satu faktor penopang perekonomian Papua. Inflasi yang terkelola dengan baik selama 2017 membuat daya beli masyarakat terjaga. Struktur perekonomian Provinsi Papua dari sisi penggunaan masih didominasi oleh konsumsi swasta. Tercatat pangsa komponen konsumsi swasta terhadap perekonomian Provinsi Papua pada triwulan III 2017 mencapai 38,53%. Sementara pangsa terbesar kedua adalah komponen investasi yang sebesar 30,48% serta disusul oleh komponen konsumsi pemerintah dan ekspor dengan pangsa masing – masing sebesar 16,71% dan 10,93%. Pada triwulan laporan, tercatat pertumbuhan konsumsi swasta mencapai 7,64% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,07% (yoy). Sementara investasi pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 28,98%, naik signifikan dibanding triwulan II 2017 yang mengalami kontraksi sebesar 7,71% (yoy). Peningkatan pertumbuhan juga terlihat pada komponen konsumsi pemerintah dari 1,37% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 7,70% (yoy) di triwulan III 2017. Di sisi lain, ekspor netto pada triwulan laporan mengalami kontraksi sebesar 37,36% (yoy) jauh lebih rendah dari triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 67,74% (yoy). Berdasarkan sumbangan terhadap perekonomian, komponen sisi penggunaan yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua pada triwulan III 2017 adalah investasi dan konsumsi. Tercatat sumbangan pertumbuhan kedua komponen ini pada triwulan laporan masing-masing mencapai 7,08% (yoy) dan 4,17% (yoy). Grafik 1.3 Pertumbuhan & Nominal PDRB Papua Sumber: BPS, diolah PDRB (TRILIUN RP) - SK. KANAN PDRB (% YOY) - 5 10 15 20 25 30 35 40 TRILIUN RP %YOY 45 -10 -5 0 5 10 15 20 25 30 I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III 1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN Realisasi Triwulan III 2017 Realisasi Triwulan III 2017


Grafik 1.6 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi Sumber: Laporan Bank Umum, diolah KREDIT KONSUMSI PERTUMBUHAN [SK. KANAN] I II 2016 III IV I II 2017 III 4 6 8 10 12 14 16 9.000 9.500 10.000 10.500 11.000 11.500 12.000 12.500 RP MILIAR %YOY Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi di Papua Sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah NILAI IMPOR KONSUMSI PERTUMBUHAN [SK. KANAN] JUTA USD % YOY I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 1.4 Perkembangan IKK dan Penghasilan Saat Ini 80 100 120 140 160 INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) PENGHASILAN SAAT INI GARIS 100 Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen Papua Sumber: BPS, diolah I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III 60 70 80 90 100 110 120 130 ITK PENDAPATAN RT PENGARUH INFLASI THDP. KONSUMSI GARIS 100 OPTIMIS PESIMIS 1 2 3 4 5 6 2016 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2017 7 8 9 Sumber: BPS, diolah KOMPONEN KONSUMSI RT Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Komponen Penyusun PDRB Sisi Penggunaan Provinsi Papua (%yoy) MAKANAN DAN MINUMAN SELAIN RESTORAN PAKAIAN DAN ALAS KAKI PERUMAHAN DAN PERLENGKAPAN RT KESEHATAN DAN PENDIDIKAN TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI RESTORAN DAN HOTEL LAINNYA 2016 6,18 5,92 6,01 3,71 3,97 5,46 5,78 7,21 6,55 6,91 4,24 5,02 6,12 7,38 7,10 5,94 5,75 3,57 4,86 4,74 7,60 5,75 5,15 4,73 3,26 4,04 3,95 7,66 I II III IV 6,82 6,37 6,26 3,90 4,47 5,89 6,95 2015 6,55 5,88 5,83 3,69 4,47 5,04 7,12 2016 5,86 5,17 4,79 3,27 4,08 4,02 6,58 I 2017 7,20 6,56 6,93 4,26 5,03 6,14 7,39 II 8,05 6,60 7,77 3,91 8,12 4,36 8,67 III Tingginya sumbangan investasi pada tiwulan III 2017 salah satunya didorong oleh kenaikan stok hasil produksi tambang seiring pembatasan ekspor mineral ditengah produksi yang masih berjalan. Sementara itu, pencairan gaji ke-13 menjadi salah satu faktor pendorong kinerja konsumsi, khususnya rumah tangga dan pemerintah. Di sisi lain, komponen ekspor netto memberikan sumbangan negatif dalam pertumbuhan ekonomi sebesar - 7,85% (yoy). Terdapat korelasi negatif yang kuat dengan kondisi stok, khususnya pada komoditas hasil tambang. Tracking Triwulan IV 2017 Memasuki triwulan IV 2017, kinerja komponen sisi penggunaan yang dominan dalam perekonomian Papua diperkirakan mengalami peningkatan. Konsumsi diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibanding triwulan III 2017. Perayaan natal dan tahun baru menjadi pendorong kinerja konsumsi rumah tangga. Selain itu, percepatan penyerapan anggaran pemerintah di akhir tahun juga memperkuat indikasi kenaikan konsumsi, khususnya pada konsumsi pemerintah. Kenaikan konsumsi pemerintah selanjutnya diperkirakan menjadi salah satu faktor pendorong kinerja investasi seiring penyelesaian proyek pemerintah maupun swasta. Kinerja ekspor juga diperkirakan lebih baik dari triwulan III 2017. Batas izin ekspor yang berakhir pada akhir tahun 2017 menjadi faktor p e n d o ro n g u t a m a b a g i p e l a k u u s a h a u n t u k mengoptimalikan penjualan konsentrat tembaga. Namun di sisi lain, pada pertengahan triwulan IV 2017 kondisi keamanan di daerah produksi tambang Papua kurang kondusif. Hal ini perlu mendapat perhatian karena dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja produksi tambang. Tracking Kumulatif 2017 Secara agregat selama 2017, konsumsi dan investasi menjadi penopang utama perekonomian dari sisi penggunaan. Inflasi yang terkendali selama 2017 menjadi salah satu faktor pendukung terjaganya daya beli masyarakat. Sementara itu, tingginya hasil produksi tambang yang tersimpan menjadi faktor utama yang mendorong kinerja investasi secara agregat pada 2017. Selain itu, kenaikan jumlah dan nilai proyek baik penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) memperkuat kenaikan kinerja investasi Papua selama 2017. Di sisi lain, kinerja ekspor Papua untuk keseluruhan tahun 2017 diperkirakan lebih rendah dari 2016. Hingga triwulan III 2017, kinerja penjualan konsentrat tembaga masih terbentur regulasi izin ekspor. Di sisi lain, pada semester II 2016, terdapat relaksasi izin ekspor sehingga mendorong tingginya kinerja ekspor hingga akhir 2016. Kondisi tersebut membuat ekspor Papua secara agregat pada 2017 berpotensi mengalami kontraksi. 1.2.1. Konsumsi Konsumsi pada triwulan III 2017 tumbuh 7,64% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,07% (yoy). Seluruh komponen konsumsi pada triwulan laporan mengalami kenaikan dan memberikan sumbangan positif dalam perekonomian Papua. Konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 7,53% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,55% (yoy). Dilihat dari komponennya, kenaikan tertinggi terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi, yang diikuti oleh kelompok Realisasi Konsumsi Rumah Tangga Triwulan III 2017 makanan dan minuman. Pelaksanaan even hari besar keagamaan nasional (idul adha), perayaan HUT RI dan periode libur di akhir triwulan menjadi salah satu faktor pendorong konsumsi pada kedua kelompok tersebut. Kenaikan konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen yang masih mencatatkan angka indeks jauh di atas batas optimisme (garis 100). Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) meningkat signifikan pada Agustus 2017. Di sisi lain, pasca perayaan lebaran, indeks penghasilan masyarakat selama triwulan III 2017 cenderung lebih rendah dibanding triwulan II 2017, namun masih berada di level yang tinggi. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) di triwulan III 2017 turut mengkonfirmasi terjaganya kinerja konsumsi. Tercatat ITK Provinsi Papua triwulan III 2017 mencapai 107,72 sedikit menurun dari sebelumnya sebesar 108,83. Sementara indeks pendapatan rumah tangga pada triwulan laporan mencapai 108,67 lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 105,83. Indikator lain yang memperkuat perkembangan konsumsi rumah tangga adalah penyaluran kredit konsumsi. Realisasi kredit konsumsi pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Tercatat penyaluran kredit konsumsi secara nominal pada triwulan laporan mencapai Rp12,85 triliun lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp11,7 triliun. Kinerja konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2017 diperkirakan semakin meningkat dibanding triwulan laporan, seiring berlangsungnya perayaan natal dan tahun baru. Hasil survei konsumen memperkuat kondisi tersebut, dimana indeks ekspektasi konsumen pada Oktober 2017 masih berada di level optimis mencapai 133,9. Berdasarkan komponennya, terdapat kenaikan optimisme masyarakat terhadap penghasilan ke depan. Selain itu, ITK pada triwulan IV juga diperkirakan mengalami kenaikan dan berada di level 109,01. Angka perkiraan ITK tersebut juga lebih tinggi dari perkiraan ITK nasional yang mencapai 105,49. Berdasarkan komponennya, masyarakat mempersepsikan terdapat kenaikan pendapatan rumah tangga ke depan dengan angka indeks mencapai 109,22. Selain pengaruh even Tracking Konsumsi Rumah Tangga Triwulan IV 2017 4 5


Grafik 1.6 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi Sumber: Laporan Bank Umum, diolah KREDIT KONSUMSI PERTUMBUHAN [SK. KANAN] I II 2016 III IV I II 2017 III 4 6 8 10 12 14 16 9.000 9.500 10.000 10.500 11.000 11.500 12.000 12.500 RP MILIAR %YOY Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi di Papua Sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah NILAI IMPOR KONSUMSI PERTUMBUHAN [SK. KANAN] JUTA USD % YOY I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Sumber: Survei Konsumen, diolah Grafik 1.4 Perkembangan IKK dan Penghasilan Saat Ini 80 100 120 140 160 INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) PENGHASILAN SAAT INI GARIS 100 Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen Papua Sumber: BPS, diolah I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III 60 70 80 90 100 110 120 130 ITK PENDAPATAN RT PENGARUH INFLASI THDP. KONSUMSI GARIS 100 OPTIMIS PESIMIS 1 2 3 4 5 6 2016 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2017 7 8 9 Sumber: BPS, diolah KOMPONEN KONSUMSI RT Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Komponen Penyusun PDRB Sisi Penggunaan Provinsi Papua (%yoy) MAKANAN DAN MINUMAN SELAIN RESTORAN PAKAIAN DAN ALAS KAKI PERUMAHAN DAN PERLENGKAPAN RT KESEHATAN DAN PENDIDIKAN TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI RESTORAN DAN HOTEL LAINNYA 2016 6,18 5,92 6,01 3,71 3,97 5,46 5,78 7,21 6,55 6,91 4,24 5,02 6,12 7,38 7,10 5,94 5,75 3,57 4,86 4,74 7,60 5,75 5,15 4,73 3,26 4,04 3,95 7,66 I II III IV 6,82 6,37 6,26 3,90 4,47 5,89 6,95 2015 6,55 5,88 5,83 3,69 4,47 5,04 7,12 2016 5,86 5,17 4,79 3,27 4,08 4,02 6,58 I 2017 7,20 6,56 6,93 4,26 5,03 6,14 7,39 II 8,05 6,60 7,77 3,91 8,12 4,36 8,67 III Tingginya sumbangan investasi pada tiwulan III 2017 salah satunya didorong oleh kenaikan stok hasil produksi tambang seiring pembatasan ekspor mineral ditengah produksi yang masih berjalan. Sementara itu, pencairan gaji ke-13 menjadi salah satu faktor pendorong kinerja konsumsi, khususnya rumah tangga dan pemerintah. Di sisi lain, komponen ekspor netto memberikan sumbangan negatif dalam pertumbuhan ekonomi sebesar - 7,85% (yoy). Terdapat korelasi negatif yang kuat dengan kondisi stok, khususnya pada komoditas hasil tambang. Tracking Triwulan IV 2017 Memasuki triwulan IV 2017, kinerja komponen sisi penggunaan yang dominan dalam perekonomian Papua diperkirakan mengalami peningkatan. Konsumsi diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibanding triwulan III 2017. Perayaan natal dan tahun baru menjadi pendorong kinerja konsumsi rumah tangga. Selain itu, percepatan penyerapan anggaran pemerintah di akhir tahun juga memperkuat indikasi kenaikan konsumsi, khususnya pada konsumsi pemerintah. Kenaikan konsumsi pemerintah selanjutnya diperkirakan menjadi salah satu faktor pendorong kinerja investasi seiring penyelesaian proyek pemerintah maupun swasta. Kinerja ekspor juga diperkirakan lebih baik dari triwulan III 2017. Batas izin ekspor yang berakhir pada akhir tahun 2017 menjadi faktor p e n d o ro n g u t a m a b a g i p e l a k u u s a h a u n t u k mengoptimalikan penjualan konsentrat tembaga. Namun di sisi lain, pada pertengahan triwulan IV 2017 kondisi keamanan di daerah produksi tambang Papua kurang kondusif. Hal ini perlu mendapat perhatian karena dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja produksi tambang. Tracking Kumulatif 2017 Secara agregat selama 2017, konsumsi dan investasi menjadi penopang utama perekonomian dari sisi penggunaan. Inflasi yang terkendali selama 2017 menjadi salah satu faktor pendukung terjaganya daya beli masyarakat. Sementara itu, tingginya hasil produksi tambang yang tersimpan menjadi faktor utama yang mendorong kinerja investasi secara agregat pada 2017. Selain itu, kenaikan jumlah dan nilai proyek baik penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) memperkuat kenaikan kinerja investasi Papua selama 2017. Di sisi lain, kinerja ekspor Papua untuk keseluruhan tahun 2017 diperkirakan lebih rendah dari 2016. Hingga triwulan III 2017, kinerja penjualan konsentrat tembaga masih terbentur regulasi izin ekspor. Di sisi lain, pada semester II 2016, terdapat relaksasi izin ekspor sehingga mendorong tingginya kinerja ekspor hingga akhir 2016. Kondisi tersebut membuat ekspor Papua secara agregat pada 2017 berpotensi mengalami kontraksi. 1.2.1. Konsumsi Konsumsi pada triwulan III 2017 tumbuh 7,64% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,07% (yoy). Seluruh komponen konsumsi pada triwulan laporan mengalami kenaikan dan memberikan sumbangan positif dalam perekonomian Papua. Konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 7,53% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,55% (yoy). Dilihat dari komponennya, kenaikan tertinggi terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi, yang diikuti oleh kelompok Realisasi Konsumsi Rumah Tangga Triwulan III 2017 makanan dan minuman. Pelaksanaan even hari besar keagamaan nasional (idul adha), perayaan HUT RI dan periode libur di akhir triwulan menjadi salah satu faktor pendorong konsumsi pada kedua kelompok tersebut. Kenaikan konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi oleh hasil Survei Konsumen yang masih mencatatkan angka indeks jauh di atas batas optimisme (garis 100). Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) meningkat signifikan pada Agustus 2017. Di sisi lain, pasca perayaan lebaran, indeks penghasilan masyarakat selama triwulan III 2017 cenderung lebih rendah dibanding triwulan II 2017, namun masih berada di level yang tinggi. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) di triwulan III 2017 turut mengkonfirmasi terjaganya kinerja konsumsi. Tercatat ITK Provinsi Papua triwulan III 2017 mencapai 107,72 sedikit menurun dari sebelumnya sebesar 108,83. Sementara indeks pendapatan rumah tangga pada triwulan laporan mencapai 108,67 lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 105,83. Indikator lain yang memperkuat perkembangan konsumsi rumah tangga adalah penyaluran kredit konsumsi. Realisasi kredit konsumsi pada triwulan III 2017 mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Tercatat penyaluran kredit konsumsi secara nominal pada triwulan laporan mencapai Rp12,85 triliun lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai Rp11,7 triliun. Kinerja konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2017 diperkirakan semakin meningkat dibanding triwulan laporan, seiring berlangsungnya perayaan natal dan tahun baru. Hasil survei konsumen memperkuat kondisi tersebut, dimana indeks ekspektasi konsumen pada Oktober 2017 masih berada di level optimis mencapai 133,9. Berdasarkan komponennya, terdapat kenaikan optimisme masyarakat terhadap penghasilan ke depan. Selain itu, ITK pada triwulan IV juga diperkirakan mengalami kenaikan dan berada di level 109,01. Angka perkiraan ITK tersebut juga lebih tinggi dari perkiraan ITK nasional yang mencapai 105,49. Berdasarkan komponennya, masyarakat mempersepsikan terdapat kenaikan pendapatan rumah tangga ke depan dengan angka indeks mencapai 109,22. Selain pengaruh even Tracking Konsumsi Rumah Tangga Triwulan IV 2017 4 5


Grafik 1.12 Penyaluran Kredit Investasi Sumber: Laporan Bank Umum, diolah KREDIT INVESTASI PERTUMBUHAN [SK. KANAN] I II 2016 III IV I II 2017 III RP MILIAR %YOY -60 -40 -20 0 20 40 60 80 - 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 Grafik 1.12 Penyaluran Kredit Investasi Sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah NILAI IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN [SK. KANAN] I II 2016 III IV I II 2017 III USD JUTA %YOY -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Grafik 1.11 Perkembangan PMTB Berdasarkan Jenisnya Sumber: BPS, diolah I II 2016 III IV I II 2017 III RP MILIAR %YOY 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 PMTB BANGUNAN PERTUMBUHAN BANGUNAN (SK. KANAN) PMTB NONBANGUNAN PERTUMBUHAN NONBANGUNAN (SK. KANAN) Grafik 1.10Realisasi Belanja selain Belanja Modal Sumber: BPKAD Prov. Papua, diolah TOTAL BELANJA SELAIN BELANJA MODAL PERTUMBUHAN [SK. KANAN] I II 2016 III IV I II 2017 III -10 0 10 20 30 40 50 - 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 RP MILIAR %YOY Grafik 1.8 Ekspektasi Konsumen Sumber: Survei Konsumen, diolah I II 2016 III IV I II 2017 III OKT 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 OPTIMIS PESIMIS INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN ( IEK ) INDEKS PENGHASILAN KONSUMEN INDEKS KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA INDEKS KEGIATAN USAHA Grafik 1.9 Perkiraan ITK Triwulan IV 2017 Sumber: BPS, diolah ITK PENDAPATAN RT PENGARUH INFLASI THDP. KONSUMSI GARIS 100 I II 2016 III IV I II 2017 III IVP 80 85 90 95 100 105 110 115 120 musiman akhir tahun, peningkatan realisasi penyerapan anggaran pemerintah terutama terkait dengan pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) natal juga menjadi salah satu faktor yang mendorong kenaikan pendapatan masyarakat. Tracking Konsumsi Rumah Tangga Kumulatif 2017 Untuk keseluruhan tahun 2017, konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibanding tahun 2016. Setidaknya terdapat dua faktor utama yang menjadi pendorong peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga secara agregat di 2017, yaitu (1) Upah minimum provinsi (UMP) tahun 2017 yang mengalami kenaikan sebesar 9,39% (yoy) dibanding 2016, dan (2) tekanan inflasi selama 2017 yang cenderung lebih terjaga dibanding 2016. Hingga posisi Oktober 2017, inflasi kumulatif Papua mencapai 0,16% (ytd) jauh lebih rendah dibanding inflasi kumulatif pada Oktober 2016 yang mencapai 1,80% (ytd). Realisasi Konsumsi Pemerintah Triwulan III 2017 Sementara itu, komponen konsumsi pemerintah pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 7,7% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 1,37% (yoy). Sesuai dengan pola historisnya, Tracking Konsumsi Rumah Tangga Kumulatif 2017 Pada triwulan IV 2017, penyerapan realisasi belanja pemerintah diperkirakan mengalami kenaikan signifikan seiring penyelesaian proyek pemerintah. Selain itu, pencairan THR natal dan penyaluran dana hibah keagamaan pada akhir tahun diperkirakan mengalami kenaikan yang terutama dialokasikan untuk perayaan natal dan tahun baru. realisasi belanja pemerintah yang cenderung mengalami kenaikan di akhir tahun menjadi faktor pendorong kinerja konsumsi pemerintah. Realisasi belanja selain modal pada triwulan III 2017 secara nominal tercatat mencapai Rp2,7 triliun mengalami peningkatan dibanding triwulan II 2017 yang mencapai Rp2,3 triliun. Tracking Konsumsi Pemerintah Kumulatif 2017 Secara agregat selama 2017, kinerja konsumsi pemerintah berpotensi tumbuh jauh lebih tinggi dibanding 2016. Percepatan pembangunan berbagai infrastruktur di Papua menjadi salah satu faktor pendorong kenaikan kinerja konsumsi pemerintah pada 2017. Selain itu, pelaksanaan pilkada serentak di 10 kabupaten dan 1 kota di Papua pada Juli 2017 juga menjadi salah satu faktor yang memperkuat kenaikan kinerja konsumsi pemerintah selama 2017. 1.2.2. Investasi Realisasi Investasi Triwulan III 2017 Pertumbuhan komponen investasi Papua pada triwulan III 2017 tumbuh signifikan mencapai 28,98% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 7,71% (yoy). Berdasarkan komponennya, perubahan inventori mengalami pertumbuhan signifikan. Sementara, kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami perlambatan. Perubahan inventori memiliki pertumbuhan yang signifikan mencapai 4.913,5% (yoy). Angka pertumbuhan pada komponen perubahan inventori tersebut juga menjadi yang tertinggi dalam dua tahun terakhir. Tingginya angka pertumbuhan pada komponen ini terutama disebabkan oleh kenaikan hasil produksi tambang yang tidak dapat di ekspor akibat pemberlakuan regulasi pembatasan izin ekspor mineral. Sementara, komponen PMTB pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 4,69% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,21% (yoy). Melambatnya PMTB, terjadi pada bangunan dan nonbangunan. Pertumbuhan kedua jenis PMTB tersebut pada triwulan III 2017 masing-masing mencapai 5,36% dan 3,21% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,80% dan 5,73% (yoy). Melambatnya kinerja PMTB terkait dengan kinerja investasi pemerintah dan swasta, dimana realisasi belanja pemerintah pada triwulan laporan relatif kurang optimal. Sementara itu, melambatnya investasi swasta tercermin dari melambatnya pertumbuhan realisasi kredit investasi dan kontraksi impor barang modal. Pertumbuhan realisasi penyaluran kredit investasi melambat dari 23,63% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 16,48% (yoy) pada triwulan laporan. Nilai impor barang modal sepanjang triwulan III 2017 mencapai USD26,35 juta terkontraksi sebesar 12,25% (yoy). Terkait kondisi perlambatan kredit investasi, terdapat kecenderungan bahwa pembiayaan untuk investasi yang dilakukan di Papua lebih banyak menggunakan biaya yang berasal dari internal perusahaan. Tendensi tersebut diperkuat oleh data BKPM. Pada triwulan laporan, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang masuk ke Papua secara nominal mencapai Rp730,6 miliar jauh lebih tinggi dari triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yang masing-masing mencapai Rp31,8 miliar dan Rp21,8 miliar. Lebih dari 95% dari investasi PMDN yang masuk pada triwulan laporan dialokasikan pada sektor tersier, khususnya listrik. Kondisi serupa juga terlihat pada Penanaman Modal Asing (PMA), dimana nilai PMA yang 6 7


Grafik 1.12 Penyaluran Kredit Investasi Sumber: Laporan Bank Umum, diolah KREDIT INVESTASI PERTUMBUHAN [SK. KANAN] I II 2016 III IV I II 2017 III RP MILIAR %YOY -60 -40 -20 0 20 40 60 80 - 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 Grafik 1.12 Penyaluran Kredit Investasi Sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah NILAI IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN [SK. KANAN] I II 2016 III IV I II 2017 III USD JUTA %YOY -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Grafik 1.11 Perkembangan PMTB Berdasarkan Jenisnya Sumber: BPS, diolah I II 2016 III IV I II 2017 III RP MILIAR %YOY 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 PMTB BANGUNAN PERTUMBUHAN BANGUNAN (SK. KANAN) PMTB NONBANGUNAN PERTUMBUHAN NONBANGUNAN (SK. KANAN) Grafik 1.10Realisasi Belanja selain Belanja Modal Sumber: BPKAD Prov. Papua, diolah TOTAL BELANJA SELAIN BELANJA MODAL PERTUMBUHAN [SK. KANAN] I II 2016 III IV I II 2017 III -10 0 10 20 30 40 50 - 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 RP MILIAR %YOY Grafik 1.8 Ekspektasi Konsumen Sumber: Survei Konsumen, diolah I II 2016 III IV I II 2017 III OKT 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 OPTIMIS PESIMIS INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN ( IEK ) INDEKS PENGHASILAN KONSUMEN INDEKS KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA INDEKS KEGIATAN USAHA Grafik 1.9 Perkiraan ITK Triwulan IV 2017 Sumber: BPS, diolah ITK PENDAPATAN RT PENGARUH INFLASI THDP. KONSUMSI GARIS 100 I II 2016 III IV I II 2017 III IVP 80 85 90 95 100 105 110 115 120 musiman akhir tahun, peningkatan realisasi penyerapan anggaran pemerintah terutama terkait dengan pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) natal juga menjadi salah satu faktor yang mendorong kenaikan pendapatan masyarakat. Tracking Konsumsi Rumah Tangga Kumulatif 2017 Untuk keseluruhan tahun 2017, konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibanding tahun 2016. Setidaknya terdapat dua faktor utama yang menjadi pendorong peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga secara agregat di 2017, yaitu (1) Upah minimum provinsi (UMP) tahun 2017 yang mengalami kenaikan sebesar 9,39% (yoy) dibanding 2016, dan (2) tekanan inflasi selama 2017 yang cenderung lebih terjaga dibanding 2016. Hingga posisi Oktober 2017, inflasi kumulatif Papua mencapai 0,16% (ytd) jauh lebih rendah dibanding inflasi kumulatif pada Oktober 2016 yang mencapai 1,80% (ytd). Realisasi Konsumsi Pemerintah Triwulan III 2017 Sementara itu, komponen konsumsi pemerintah pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 7,7% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 1,37% (yoy). Sesuai dengan pola historisnya, Tracking Konsumsi Rumah Tangga Kumulatif 2017 Pada triwulan IV 2017, penyerapan realisasi belanja pemerintah diperkirakan mengalami kenaikan signifikan seiring penyelesaian proyek pemerintah. Selain itu, pencairan THR natal dan penyaluran dana hibah keagamaan pada akhir tahun diperkirakan mengalami kenaikan yang terutama dialokasikan untuk perayaan natal dan tahun baru. realisasi belanja pemerintah yang cenderung mengalami kenaikan di akhir tahun menjadi faktor pendorong kinerja konsumsi pemerintah. Realisasi belanja selain modal pada triwulan III 2017 secara nominal tercatat mencapai Rp2,7 triliun mengalami peningkatan dibanding triwulan II 2017 yang mencapai Rp2,3 triliun. Tracking Konsumsi Pemerintah Kumulatif 2017 Secara agregat selama 2017, kinerja konsumsi pemerintah berpotensi tumbuh jauh lebih tinggi dibanding 2016. Percepatan pembangunan berbagai infrastruktur di Papua menjadi salah satu faktor pendorong kenaikan kinerja konsumsi pemerintah pada 2017. Selain itu, pelaksanaan pilkada serentak di 10 kabupaten dan 1 kota di Papua pada Juli 2017 juga menjadi salah satu faktor yang memperkuat kenaikan kinerja konsumsi pemerintah selama 2017. 1.2.2. Investasi Realisasi Investasi Triwulan III 2017 Pertumbuhan komponen investasi Papua pada triwulan III 2017 tumbuh signifikan mencapai 28,98% (yoy), jauh lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 7,71% (yoy). Berdasarkan komponennya, perubahan inventori mengalami pertumbuhan signifikan. Sementara, kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) mengalami perlambatan. Perubahan inventori memiliki pertumbuhan yang signifikan mencapai 4.913,5% (yoy). Angka pertumbuhan pada komponen perubahan inventori tersebut juga menjadi yang tertinggi dalam dua tahun terakhir. Tingginya angka pertumbuhan pada komponen ini terutama disebabkan oleh kenaikan hasil produksi tambang yang tidak dapat di ekspor akibat pemberlakuan regulasi pembatasan izin ekspor mineral. Sementara, komponen PMTB pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 4,69% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,21% (yoy). Melambatnya PMTB, terjadi pada bangunan dan nonbangunan. Pertumbuhan kedua jenis PMTB tersebut pada triwulan III 2017 masing-masing mencapai 5,36% dan 3,21% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,80% dan 5,73% (yoy). Melambatnya kinerja PMTB terkait dengan kinerja investasi pemerintah dan swasta, dimana realisasi belanja pemerintah pada triwulan laporan relatif kurang optimal. Sementara itu, melambatnya investasi swasta tercermin dari melambatnya pertumbuhan realisasi kredit investasi dan kontraksi impor barang modal. Pertumbuhan realisasi penyaluran kredit investasi melambat dari 23,63% (yoy) pada triwulan II 2017 menjadi 16,48% (yoy) pada triwulan laporan. Nilai impor barang modal sepanjang triwulan III 2017 mencapai USD26,35 juta terkontraksi sebesar 12,25% (yoy). Terkait kondisi perlambatan kredit investasi, terdapat kecenderungan bahwa pembiayaan untuk investasi yang dilakukan di Papua lebih banyak menggunakan biaya yang berasal dari internal perusahaan. Tendensi tersebut diperkuat oleh data BKPM. Pada triwulan laporan, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang masuk ke Papua secara nominal mencapai Rp730,6 miliar jauh lebih tinggi dari triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yang masing-masing mencapai Rp31,8 miliar dan Rp21,8 miliar. Lebih dari 95% dari investasi PMDN yang masuk pada triwulan laporan dialokasikan pada sektor tersier, khususnya listrik. Kondisi serupa juga terlihat pada Penanaman Modal Asing (PMA), dimana nilai PMA yang 6 7


Grafik 1.16 Perkembangan Impor Sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah I II 2016 III IV I II 2017 III USD JUTA %YOY NILAI EKSPOR PERTAMBANGAN NILAI EKSPOR NONTAMBANG PERTUMBUHAN EKSPOR TAMBANG [SK. KANAN] Grafik 1.17 Pangsa Impor Triwulan III 2017 Sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah AUSTRALIA FINLANDIA JEPANG AMERIKA SERIKAT LAINNYA 60% 23% 4% 2% 11% -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor Sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah I II 2016 III IV I II 2017 III USD JUTA %YOY -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 0 100 200 300 400 500 600 700 800 NILAI EKSPOR PERTAMBANGAN NILAI EKSPOR NONTAMBANG PERTUMBUHAN EKSPOR TAMBANG [SK. KANAN] Grafik 1.15 Pangsa Ekspor Triwulan III 2017 Sumber: Ditjen Bea dan Cukai FILIPINA INDIA JEPANG TIONGKOK KOREA SELATAN 28% 22% 34% 10% 6% masuk Papua pada triwulan laporan mencapai USD562,2 juta jauh lebih tinggi dari triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yang masing-masing mencapai USD274,1 juta dan USD58,1 juta. Sektor primer, khususnya tambang mendominasi nilai PMA di Papua dengan pangsa lebih dari 95% terhadap total nilai PMA pada triwulan III 2017. Tracking Investasi Triwulan IV 2017 Pertumbuhan investasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan masih dapat terjaga positif, namun lebih rendah dibandingkan triwulan laporan. Salah satu faktor utama yang menjadi penopang pertumbuhan adalah peningkatan realisasi belanja modal seiring penyelesaian berbagai proyek pemerintah. Data perkembangan proyek dari BCI memperkuat hal tersebut, dimana pada triwulan IV 2017 terdapat 231 proyek baik pemerintah maupun swasta yang akan selesai dengan nilai mencapai Rp4,6 triliun. Selain itu, hasil liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua pada triwulan laporan juga semakin memperkuat tendensi peningkatan kinerja investasi pada triwulan IV 2017. Mayoritas perusahaan contact liaison yang bergerak di bidang perhotelan menyatakan bahwa aktivitas investasi ke depan diperkirakan mengalami kenaikan yang utamanya untuk mendukung kebutuhan operasional. Tracking Investasi Kumulatif 2017 Kinerja investasi secara kumulatif pada 2017 diperkirakan lebih tinggi dibanding 2016 yang terutama ditopang oleh kinerja inventori. Perkembangan komponen perubahan inventori selama 2017 berpotensi jauh lebih tinggi dibanding 2016. Minimalnya kendala produksi tambang ditengah pemberlakuan regulasi pembatasan izin ekspor menjadi faktor utama tingginya pertumbuhan inventori. Di sisi lain, kinerja PMTB selama 2017 diperkirakan lebih lambat dibanding 2016. Kurang optimalnya realisasi penyerapan anggaran pemerintah menjadi penyebab kondisi tersebut. 1.2.3. Ekspor Netto Ekspor netto pada triwulan III 2017 mengalami kontraksi sebesar -37,36% (yoy) jauh lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 67,74% (yoy). Berdasarkan komponennya, ekspor dan impor luar negeri mengalami kontraksi masing-masing sebesar 44,45% dan 32,84% (yoy). Sementara ekspor dan impor antardaerah tumbuh positif pada triwulan laporan mencapai 72,55% dan 99,38% (yoy). Berdasarkan komoditasnya, bijih tembaga dan kayu olahan menjadi komoditas ekspor utama Papua dengan pangsa ekspor masing-masing komoditas pada triwulan III 2017 mencapai 93% dan 7%. Kontraksi ekspor luar negeri terutama disebabkan oleh penurunan kinerja penjualan hasil tambang seiring regulasi pembatasan izin ekspor mineral. Tercatat nilai ekspor pertambangan pada triwulan laporan mencapai USD393,93 juta jauh lebih rendah dari triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yang mencapai USD583,19 juta dan USD613,36 juta. Realisasi Ekspor Netto Triwulan III 2017 Sementara kinerja ekspor komoditas nontambang pada triwulan laporan tumbuh sebesar 0,06% (yoy) lebih lambat dibanding triwulan II 2017 yang mencapai 0,25% (yoy). Rendahnya produksi kayu dan frekuensi pengiriman kayu yang tidak stabil menjadi faktor penahan pertumbuhan ekspor nontambang. Berdasarkan tujuan ekspor, negara tujuan terbesar untuk bijih tembaga adalah Jepang (34%), Filipina (28%) dan India (22%), Sementara itu tujuan ekspor komoditas kayu olahan terbesar pada triwulan laporan adalah Arab Saudi dan AS, sebesar 49% dan 32%. Penentuan negara tujuan ekspor ekspor tersebut salah satunya adalah teknologi smelter dan kapasitas pengolahan yang memadai. Dari sisi impor luar negeri, penurunan kinerja terjadi pada seluruh komponen impor, terutama impor bahan baku penolong dan barang modal yang memiliki pangsa terbesar mencapai 63% dan 35%, dalam keranjang impor luar negeri. Impor bahan baku penolong pada triwulan III 2017 mengalami kontraksi sebesar 57% (yoy). Kondisi tersebut relatif sejalan dengan penurunan kinerja lapangan usaha pertambangan mengingat impor bahan baku penolong sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional produksi perusahaan utama pertambangan. Sementara itu, impor barang modal terkontraksi sebesar 12,25% (yoy) pada triwulan ini. Penyerapan anggaran belanja pemerintah yang kurang optimal menjadi salah satu faktor penurunan kinerja impor barang modal. Berdasarkan negara asalnya, Kebutuhan impor pada triwulan III 2017 sebagian besar berasal dari Australia (60%) dengan jenis produk berupa logam hasil industri. Finlandia pada triwulan III 2017 masih menjadi salah satu negara pemasok komoditas, khususnya peralatan kelistrikan ke Papua dengan pangsa mencapai 23%. Penurunan kinerja ekspor impor juga tercermin dari arus bongkar muat barang yang melalui pelabuhan Jayapura dan Merauke. Volume bongkar dan muat di akhir triwulan III 2017 mencapai 87,6 ribu ton dan 13,4 ribu ton, lebih rendah dibanding akhir triwulan III 2016 yang mencapai 100,2 ribu ton dan 18,9 ribu ton. Pada triwulan IV 2017, ekspor netto diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2017. Kenaikan komponen ekspor luar negeri berpotensi terjadi seiring tendensi pelaku usaha tambang dalam mengoptimalkan penjualan hasil produksi tambang sebelum berakhirnya izin ekspor mineral di akhir triwulan IV 2017. Selain itu, tingginya pasokan (stok) hasil produksi tambang pada triwulan III 2017 yang tercermin dari tingginya pertumbuhan komponen perubahan inventori yang mencapai 4.913,5% (yoy) memperkuat tendensi peningkatan penjualan hasil tambang. Kinerja impor pada triwulan IV 2017 diperkirakan juga mengalami kenaikan dibanding triwulan laporan. Peningkatan ini sejalan dengan optimisme mayoritas pelaku usaha dan penyelesaian proyek pemerintah daerah pada triwulan IV 2017. Hasil liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua terkait perkembangan investasi pelaku usaha turut memperkuat hal tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut, kebutuhan Tracking Ekspor Netto Triwulan IV 2017 8 9


Grafik 1.16 Perkembangan Impor Sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah I II 2016 III IV I II 2017 III USD JUTA %YOY NILAI EKSPOR PERTAMBANGAN NILAI EKSPOR NONTAMBANG PERTUMBUHAN EKSPOR TAMBANG [SK. KANAN] Grafik 1.17 Pangsa Impor Triwulan III 2017 Sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah AUSTRALIA FINLANDIA JEPANG AMERIKA SERIKAT LAINNYA 60% 23% 4% 2% 11% -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor Sumber: Ditjen Bea Cukai, diolah I II 2016 III IV I II 2017 III USD JUTA %YOY -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 0 100 200 300 400 500 600 700 800 NILAI EKSPOR PERTAMBANGAN NILAI EKSPOR NONTAMBANG PERTUMBUHAN EKSPOR TAMBANG [SK. KANAN] Grafik 1.15 Pangsa Ekspor Triwulan III 2017 Sumber: Ditjen Bea dan Cukai FILIPINA INDIA JEPANG TIONGKOK KOREA SELATAN 28% 22% 34% 10% 6% masuk Papua pada triwulan laporan mencapai USD562,2 juta jauh lebih tinggi dari triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yang masing-masing mencapai USD274,1 juta dan USD58,1 juta. Sektor primer, khususnya tambang mendominasi nilai PMA di Papua dengan pangsa lebih dari 95% terhadap total nilai PMA pada triwulan III 2017. Tracking Investasi Triwulan IV 2017 Pertumbuhan investasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan masih dapat terjaga positif, namun lebih rendah dibandingkan triwulan laporan. Salah satu faktor utama yang menjadi penopang pertumbuhan adalah peningkatan realisasi belanja modal seiring penyelesaian berbagai proyek pemerintah. Data perkembangan proyek dari BCI memperkuat hal tersebut, dimana pada triwulan IV 2017 terdapat 231 proyek baik pemerintah maupun swasta yang akan selesai dengan nilai mencapai Rp4,6 triliun. Selain itu, hasil liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua pada triwulan laporan juga semakin memperkuat tendensi peningkatan kinerja investasi pada triwulan IV 2017. Mayoritas perusahaan contact liaison yang bergerak di bidang perhotelan menyatakan bahwa aktivitas investasi ke depan diperkirakan mengalami kenaikan yang utamanya untuk mendukung kebutuhan operasional. Tracking Investasi Kumulatif 2017 Kinerja investasi secara kumulatif pada 2017 diperkirakan lebih tinggi dibanding 2016 yang terutama ditopang oleh kinerja inventori. Perkembangan komponen perubahan inventori selama 2017 berpotensi jauh lebih tinggi dibanding 2016. Minimalnya kendala produksi tambang ditengah pemberlakuan regulasi pembatasan izin ekspor menjadi faktor utama tingginya pertumbuhan inventori. Di sisi lain, kinerja PMTB selama 2017 diperkirakan lebih lambat dibanding 2016. Kurang optimalnya realisasi penyerapan anggaran pemerintah menjadi penyebab kondisi tersebut. 1.2.3. Ekspor Netto Ekspor netto pada triwulan III 2017 mengalami kontraksi sebesar -37,36% (yoy) jauh lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 67,74% (yoy). Berdasarkan komponennya, ekspor dan impor luar negeri mengalami kontraksi masing-masing sebesar 44,45% dan 32,84% (yoy). Sementara ekspor dan impor antardaerah tumbuh positif pada triwulan laporan mencapai 72,55% dan 99,38% (yoy). Berdasarkan komoditasnya, bijih tembaga dan kayu olahan menjadi komoditas ekspor utama Papua dengan pangsa ekspor masing-masing komoditas pada triwulan III 2017 mencapai 93% dan 7%. Kontraksi ekspor luar negeri terutama disebabkan oleh penurunan kinerja penjualan hasil tambang seiring regulasi pembatasan izin ekspor mineral. Tercatat nilai ekspor pertambangan pada triwulan laporan mencapai USD393,93 juta jauh lebih rendah dari triwulan II 2017 dan triwulan III 2016 yang mencapai USD583,19 juta dan USD613,36 juta. Realisasi Ekspor Netto Triwulan III 2017 Sementara kinerja ekspor komoditas nontambang pada triwulan laporan tumbuh sebesar 0,06% (yoy) lebih lambat dibanding triwulan II 2017 yang mencapai 0,25% (yoy). Rendahnya produksi kayu dan frekuensi pengiriman kayu yang tidak stabil menjadi faktor penahan pertumbuhan ekspor nontambang. Berdasarkan tujuan ekspor, negara tujuan terbesar untuk bijih tembaga adalah Jepang (34%), Filipina (28%) dan India (22%), Sementara itu tujuan ekspor komoditas kayu olahan terbesar pada triwulan laporan adalah Arab Saudi dan AS, sebesar 49% dan 32%. Penentuan negara tujuan ekspor ekspor tersebut salah satunya adalah teknologi smelter dan kapasitas pengolahan yang memadai. Dari sisi impor luar negeri, penurunan kinerja terjadi pada seluruh komponen impor, terutama impor bahan baku penolong dan barang modal yang memiliki pangsa terbesar mencapai 63% dan 35%, dalam keranjang impor luar negeri. Impor bahan baku penolong pada triwulan III 2017 mengalami kontraksi sebesar 57% (yoy). Kondisi tersebut relatif sejalan dengan penurunan kinerja lapangan usaha pertambangan mengingat impor bahan baku penolong sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional produksi perusahaan utama pertambangan. Sementara itu, impor barang modal terkontraksi sebesar 12,25% (yoy) pada triwulan ini. Penyerapan anggaran belanja pemerintah yang kurang optimal menjadi salah satu faktor penurunan kinerja impor barang modal. Berdasarkan negara asalnya, Kebutuhan impor pada triwulan III 2017 sebagian besar berasal dari Australia (60%) dengan jenis produk berupa logam hasil industri. Finlandia pada triwulan III 2017 masih menjadi salah satu negara pemasok komoditas, khususnya peralatan kelistrikan ke Papua dengan pangsa mencapai 23%. Penurunan kinerja ekspor impor juga tercermin dari arus bongkar muat barang yang melalui pelabuhan Jayapura dan Merauke. Volume bongkar dan muat di akhir triwulan III 2017 mencapai 87,6 ribu ton dan 13,4 ribu ton, lebih rendah dibanding akhir triwulan III 2016 yang mencapai 100,2 ribu ton dan 18,9 ribu ton. Pada triwulan IV 2017, ekspor netto diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2017. Kenaikan komponen ekspor luar negeri berpotensi terjadi seiring tendensi pelaku usaha tambang dalam mengoptimalkan penjualan hasil produksi tambang sebelum berakhirnya izin ekspor mineral di akhir triwulan IV 2017. Selain itu, tingginya pasokan (stok) hasil produksi tambang pada triwulan III 2017 yang tercermin dari tingginya pertumbuhan komponen perubahan inventori yang mencapai 4.913,5% (yoy) memperkuat tendensi peningkatan penjualan hasil tambang. Kinerja impor pada triwulan IV 2017 diperkirakan juga mengalami kenaikan dibanding triwulan laporan. Peningkatan ini sejalan dengan optimisme mayoritas pelaku usaha dan penyelesaian proyek pemerintah daerah pada triwulan IV 2017. Hasil liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua terkait perkembangan investasi pelaku usaha turut memperkuat hal tersebut. Berdasarkan kondisi tersebut, kebutuhan Tracking Ekspor Netto Triwulan IV 2017 8 9


Grafik 1.20 Pertumbuhan Ekonomi Lapangan Usaha Provinsi Papua Sumber: BPS RP MILIAR % YOY LAINNYA ADM. PEMERINTAHAN DAN JAMINAN SOSIAL TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN PERDAGANGAN DAN REPARASI KONSTRUKSI PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN PERTUMBUHAN EKONOMI [SK. KANAN] I II 2014 III IV I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III -10 -5 0 5 10 15 20 25 - 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 Sumber : Bank Indonesia, diolah Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 03-JAN-17 03-FEB-17 03-MAR-17 03-APR-17 03-MEI-17 03-JUN-17 03-JUL-17 03-AGU-17 03-SEP-17 03-OKT-17 03-NOV-17 13,2 13,3 13,4 13,5 13,6 13,7 13,8 9,7 9,9 10,1 10,3 10,5 10,7 10,9 AUD/IDR USD/IDR [SK. KANAN] RIBU RUPIAH RIBU RUPIAH Grafik 1.18 Bongkar Muat Barang Papua Sumber: BPS, diolah TOTAL BONGKAR BARANG TOTAL MUAT BARANG JAN FEB MAR APR MEI JUN 2017 JUL AGS SEP - 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 140,000 160,000 180,000 bahan baku dan penolong diperkirakan meningkat sehingga mendorong impor komoditas ke Papua. Selain itu, terdapat lonjakan pelemahan nilai tukar rupiah yang relatif tinggi terhadap Australian Dollar (AUD) dan US Dollar (USD) yang digunakan untuk transaksi ekspor/impor selama 2017. Pada akhir Juli 2017, nilai tukar rupiah terhadap AUD mengalami pelemahan secara signifikan mencapai kisaran level Rp10.500/AUD. Kemudian disusul pelemahan rupiah terhadap USD pada akhir September 2017 hingga mencapai kisaran level Rp13.500/USD. Kondisi tersebut tentunya akan mempengaruhi keputusan pelaku usaha khususnya lapangan usaha perdagangan, konstruksi dan kayu dalam melakukan kegiatan ekspor impor, mengingat komoditas kayu olahan dan beberapa komoditas bahan baku penolong memiliki nilai dan frekuensi ekspor impor yang relatif tinggi. Tracking Ekspor Netto Kumulatif 2017 Sepanjang 2017, ekspor netto Papua diperkirakan lebih rendah dibanding kinerja 2016. Pembatasan izin ekspor mineral memberikan pengaruh lebih besar terhadap kinerja ekspor luar negeri Papua selama 2017 dibandingkan 2016. Pada triwulan I 2017, kegiatan ekspor konsentrat tembaga dapat dilakukan hingga 18 Februari 2017. Kemudian pada triwulan II 2017, izin ekspor kembali dibuka pada April 2017 hingga Desember 2017. Namun, pada Mei 2017 terjadi demonstasi karyawan sehingga aktivitas produksi, termasuk ekspor, terganggu. Selain itu, berdasarkan hasil evaluasi perkembangan proyek smelter setiap semester yang dilakukan pada triwulan III 2017, proyek smelter dinilai belum sesuai target perkembangan 20% per tahun, sehingga optimal kegiatan ekspor tidak dapat dilakukan pada triwulan III 2017. Dinamika yang terjadi selama 2017 tersebut mempengaruhi kinerja ekspor Papua selama 2017. Kondisi tersebut tercermin dari akumulasi volume penjualan konsentrat tembaga dari perusahaan tambang dominan hingga triwulan III 2017 mencapai 630 juta pound, lebih rendah dari akumulasi volume penjualan pada triwulan III 2016 yang mencapai 702 juta pound. Selain itu, kurang optimalnya kinerja belanja pemerintah dan penyelesaian berbagai proyek pembangunan menjadi salah satu penyebab penurunan kinerja impor Papua selama 2017. 1.3. PERTUMBUHAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA Realisasi Lapangan Usaha Triwulan III 2017 Secara umum perekonomian Papua pada triwulan laporan masih didominasi oleh lapangan usaha pertambangan dan penggalian dengan pangsa mencapai 45,67%. Lapangan usaha pertambangan dan penggalian juga menjadi lapangan usaha yang menyumbangkan sumber pertumbuhan ekonomi terbesar mencapai 1,23% (yoy). Melihat besarnya pangsa dan sumbangan dari lapangan usaha pertambangan maka kinerja perekonomian Papua sangat dipengaruhi oleh kinerja lapangan usaha tersebut. Pada triwulan III 2017, kinerja lapangan usaha pertambangan mengalami perlambatan dibanding triwulan II 2017 yang terutama dipengaruhi oleh pembatasan izin ekspor. Selain lapangan usaha pertambangan, perlambatan kinerja juga terjadi pada lapangan usaha konstruksi dan administrasi pemerintahan. Penyerapan belanja pemerintah yang kurang optimal menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perlambatan kinerja di kedua lapangan usaha tersebut. Sementara itu, kinerja lapangan usaha pertanian dan perdagangan pada triwulan laporan terpantau mengalami kenaikan. Panen yang terjadi pada triwulan III 2017 di sejumlah daerah sentra produksi pertanian di Papua menjadi salah satu faktor pendorong kinerja lapangan usaha pertanian. Sedangkan pelaksanaan even hari besar keagamaan nasional (idul adha), perayaan HUT RI dan periode libur di akhir triwulan menjadi faktor pendorong kinerja lapangan usaha perdagangan. Tracking Lapangan Usaha Triwulan IV 2017 Pada triwulan IV 2017, kinerja perekonomian Papua diperkirakan mengalami peningkatan dibanding triwulan III 2017. Optimalisasi kinerja lapangan usaha pertambangan diperkirakan menjadi faktor utama pendorong perekonomian Papua, seiring berakhirnya batas izin ekspor mineral di akhir 2017. Namun demikian, kondisi keamanan di daerah lokasi tambang yang kurang kondusif pada Tracking Lapangan Usaha Kumulatif 2017 Secara agregat selama 2017, kinerja lapangan usaha yang dominan dalam perekonomian Papua diperkirakan tumbuh lebih rendah dibanding 2016. Lapangan usaha pertambangan masih memberikan pengaruh dominan dalam perekonomian Papua. Namun demikian, pertumbuhan lapangan usaha pertambangan pada 2017 diperkirakan relatif kurang optimal dibandingkan 2016. Regulasi izin ekspor mineral menjadi faktor utama penahan kinerja lapangan usaha pertambangan. Selain itu, aksi demonstrasi karyawan, kondisi keamanan yang kurang kondusif dan tingginya curah hujan serta kualitas hasil tambang (ore) yang rendah merupakan faktor internal yang mempengaruhi kinerja lapangan usaha pertambangan selama 2017. Sementara fluktuasi harga komoditas dan permintaan negara mitra dagang menjadi faktor eksternal yang berpotensi mempengaruhi kinerja penjualan hasil tambang. Potensi pelemahan penjualan hasil tambang di keseluruhan tahun 2017, juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja lapangan usaha perdagangan selama 2017 yang diperkirakan lebih rendah dari 2016. Perlambatan pertumbuhan juga berpotensi terjadi pada lapangan usaha konstruksi dan administrasi pemerintah untuk keseluruhan tahun 2017. Rendahnya realisasi belanja pemerintah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja kedua lapangan usaha ini. pertengahan triwulan IV 2017 berpotensi menjadi faktor penahan kinerja lapangan usaha pertambangan pada periode tersebut. Selain itu, perayaan natal dan tahun baru juga menjadi faktor yang memperkuat kenaikan kinerja lapangan usaha perdagangan pada triwulan IV 2017. Sumber: BPS, diolah KOMPONEN KONSUMSI RT Tabel 1.3 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Lapangan Usaha Dominan Provinsi Papua (%yoy) PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PDRB 2016 3,18 -10,50 4,71 2,54 13,91 (0,72) 3,69 -20,80 7,00 6,96 10,86 (5,17) 0,02 40,77 12,13 9,51 9,88 20,44 2,05 44,50 10,93 8,39 4,98 21,41 I II III IV 6,03 6,79 10,70 8,13 10,89 7,47 2015 2,21 13,15 8,81 6,91 9,64 9,21 2016 1,48 0,40 6,27 5,61 3,54 2,99 I 2017 1,78 6,88 3,10 5,46 2,02 4,88 II 2,93 2,67 2,99 5,69 1,82 3,40 III 0,29 1,23 0,31 0,42 0,15 3,40 SOG 10 11


Grafik 1.20 Pertumbuhan Ekonomi Lapangan Usaha Provinsi Papua Sumber: BPS RP MILIAR % YOY LAINNYA ADM. PEMERINTAHAN DAN JAMINAN SOSIAL TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN PERDAGANGAN DAN REPARASI KONSTRUKSI PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN PERTUMBUHAN EKONOMI [SK. KANAN] I II 2014 III IV I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III -10 -5 0 5 10 15 20 25 - 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 40.000 Sumber : Bank Indonesia, diolah Grafik 1.19 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 03-JAN-17 03-FEB-17 03-MAR-17 03-APR-17 03-MEI-17 03-JUN-17 03-JUL-17 03-AGU-17 03-SEP-17 03-OKT-17 03-NOV-17 13,2 13,3 13,4 13,5 13,6 13,7 13,8 9,7 9,9 10,1 10,3 10,5 10,7 10,9 AUD/IDR USD/IDR [SK. KANAN] RIBU RUPIAH RIBU RUPIAH Grafik 1.18 Bongkar Muat Barang Papua Sumber: BPS, diolah TOTAL BONGKAR BARANG TOTAL MUAT BARANG JAN FEB MAR APR MEI JUN 2017 JUL AGS SEP - 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 140,000 160,000 180,000 bahan baku dan penolong diperkirakan meningkat sehingga mendorong impor komoditas ke Papua. Selain itu, terdapat lonjakan pelemahan nilai tukar rupiah yang relatif tinggi terhadap Australian Dollar (AUD) dan US Dollar (USD) yang digunakan untuk transaksi ekspor/impor selama 2017. Pada akhir Juli 2017, nilai tukar rupiah terhadap AUD mengalami pelemahan secara signifikan mencapai kisaran level Rp10.500/AUD. Kemudian disusul pelemahan rupiah terhadap USD pada akhir September 2017 hingga mencapai kisaran level Rp13.500/USD. Kondisi tersebut tentunya akan mempengaruhi keputusan pelaku usaha khususnya lapangan usaha perdagangan, konstruksi dan kayu dalam melakukan kegiatan ekspor impor, mengingat komoditas kayu olahan dan beberapa komoditas bahan baku penolong memiliki nilai dan frekuensi ekspor impor yang relatif tinggi. Tracking Ekspor Netto Kumulatif 2017 Sepanjang 2017, ekspor netto Papua diperkirakan lebih rendah dibanding kinerja 2016. Pembatasan izin ekspor mineral memberikan pengaruh lebih besar terhadap kinerja ekspor luar negeri Papua selama 2017 dibandingkan 2016. Pada triwulan I 2017, kegiatan ekspor konsentrat tembaga dapat dilakukan hingga 18 Februari 2017. Kemudian pada triwulan II 2017, izin ekspor kembali dibuka pada April 2017 hingga Desember 2017. Namun, pada Mei 2017 terjadi demonstasi karyawan sehingga aktivitas produksi, termasuk ekspor, terganggu. Selain itu, berdasarkan hasil evaluasi perkembangan proyek smelter setiap semester yang dilakukan pada triwulan III 2017, proyek smelter dinilai belum sesuai target perkembangan 20% per tahun, sehingga optimal kegiatan ekspor tidak dapat dilakukan pada triwulan III 2017. Dinamika yang terjadi selama 2017 tersebut mempengaruhi kinerja ekspor Papua selama 2017. Kondisi tersebut tercermin dari akumulasi volume penjualan konsentrat tembaga dari perusahaan tambang dominan hingga triwulan III 2017 mencapai 630 juta pound, lebih rendah dari akumulasi volume penjualan pada triwulan III 2016 yang mencapai 702 juta pound. Selain itu, kurang optimalnya kinerja belanja pemerintah dan penyelesaian berbagai proyek pembangunan menjadi salah satu penyebab penurunan kinerja impor Papua selama 2017. 1.3. PERTUMBUHAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA Realisasi Lapangan Usaha Triwulan III 2017 Secara umum perekonomian Papua pada triwulan laporan masih didominasi oleh lapangan usaha pertambangan dan penggalian dengan pangsa mencapai 45,67%. Lapangan usaha pertambangan dan penggalian juga menjadi lapangan usaha yang menyumbangkan sumber pertumbuhan ekonomi terbesar mencapai 1,23% (yoy). Melihat besarnya pangsa dan sumbangan dari lapangan usaha pertambangan maka kinerja perekonomian Papua sangat dipengaruhi oleh kinerja lapangan usaha tersebut. Pada triwulan III 2017, kinerja lapangan usaha pertambangan mengalami perlambatan dibanding triwulan II 2017 yang terutama dipengaruhi oleh pembatasan izin ekspor. Selain lapangan usaha pertambangan, perlambatan kinerja juga terjadi pada lapangan usaha konstruksi dan administrasi pemerintahan. Penyerapan belanja pemerintah yang kurang optimal menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perlambatan kinerja di kedua lapangan usaha tersebut. Sementara itu, kinerja lapangan usaha pertanian dan perdagangan pada triwulan laporan terpantau mengalami kenaikan. Panen yang terjadi pada triwulan III 2017 di sejumlah daerah sentra produksi pertanian di Papua menjadi salah satu faktor pendorong kinerja lapangan usaha pertanian. Sedangkan pelaksanaan even hari besar keagamaan nasional (idul adha), perayaan HUT RI dan periode libur di akhir triwulan menjadi faktor pendorong kinerja lapangan usaha perdagangan. Tracking Lapangan Usaha Triwulan IV 2017 Pada triwulan IV 2017, kinerja perekonomian Papua diperkirakan mengalami peningkatan dibanding triwulan III 2017. Optimalisasi kinerja lapangan usaha pertambangan diperkirakan menjadi faktor utama pendorong perekonomian Papua, seiring berakhirnya batas izin ekspor mineral di akhir 2017. Namun demikian, kondisi keamanan di daerah lokasi tambang yang kurang kondusif pada Tracking Lapangan Usaha Kumulatif 2017 Secara agregat selama 2017, kinerja lapangan usaha yang dominan dalam perekonomian Papua diperkirakan tumbuh lebih rendah dibanding 2016. Lapangan usaha pertambangan masih memberikan pengaruh dominan dalam perekonomian Papua. Namun demikian, pertumbuhan lapangan usaha pertambangan pada 2017 diperkirakan relatif kurang optimal dibandingkan 2016. Regulasi izin ekspor mineral menjadi faktor utama penahan kinerja lapangan usaha pertambangan. Selain itu, aksi demonstrasi karyawan, kondisi keamanan yang kurang kondusif dan tingginya curah hujan serta kualitas hasil tambang (ore) yang rendah merupakan faktor internal yang mempengaruhi kinerja lapangan usaha pertambangan selama 2017. Sementara fluktuasi harga komoditas dan permintaan negara mitra dagang menjadi faktor eksternal yang berpotensi mempengaruhi kinerja penjualan hasil tambang. Potensi pelemahan penjualan hasil tambang di keseluruhan tahun 2017, juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja lapangan usaha perdagangan selama 2017 yang diperkirakan lebih rendah dari 2016. Perlambatan pertumbuhan juga berpotensi terjadi pada lapangan usaha konstruksi dan administrasi pemerintah untuk keseluruhan tahun 2017. Rendahnya realisasi belanja pemerintah menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja kedua lapangan usaha ini. pertengahan triwulan IV 2017 berpotensi menjadi faktor penahan kinerja lapangan usaha pertambangan pada periode tersebut. Selain itu, perayaan natal dan tahun baru juga menjadi faktor yang memperkuat kenaikan kinerja lapangan usaha perdagangan pada triwulan IV 2017. Sumber: BPS, diolah KOMPONEN KONSUMSI RT Tabel 1.3 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Lapangan Usaha Dominan Provinsi Papua (%yoy) PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PDRB 2016 3,18 -10,50 4,71 2,54 13,91 (0,72) 3,69 -20,80 7,00 6,96 10,86 (5,17) 0,02 40,77 12,13 9,51 9,88 20,44 2,05 44,50 10,93 8,39 4,98 21,41 I II III IV 6,03 6,79 10,70 8,13 10,89 7,47 2015 2,21 13,15 8,81 6,91 9,64 9,21 2016 1,48 0,40 6,27 5,61 3,54 2,99 I 2017 1,78 6,88 3,10 5,46 2,02 4,88 II 2,93 2,67 2,99 5,69 1,82 3,40 III 0,29 1,23 0,31 0,42 0,15 3,40 SOG 10 11


Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Pertanian Sumber: Laporan Bank Umum, diolah RP MILIAR KREDIT SEKTOR PERTANIAN PERTUMBUHAN (SK-KANAN) % YOY 0 -20 -40 -60 20 40 60 80 100 Grafik 1.23 Realisasi Usaha Pertanian Papua TOTAL PERTANIAN, PERKEBUNAN, PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN % QTQ 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III -5 0 5 10 15 I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, diolah Grafik 1.22 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas Sumber: FCX Quarterly Reports, diolah PENJUALAN KONSENTRAT TEMBAGA (Cu) PERTUMBUHAN Cu [SKALA KANAN] PENJUALAN KONSENTRAT EMAS (Au) PERTUMBUHAN Au [SKALA KANAN] PRODUKSI KONSENTRAR TEMBAGA (Cu) PERTUMBUHAN TEMBAGA [SKALA KANAN] PRODUKSI KONSENTRAT EMAS (Au) PERTUMBUHAN EMAS [SKALA KANAN] Grafik 1.21 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas Sumber: FCX Quarterly Reports, diolah Cu: juta pound Au: ribu ounce % YOY -100 -50 0 50 100 150 200 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 I II 2014 III IV I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III I II 2014 III IV I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III -100 -50 0 50 100 150 200 0 100 200 300 400 500 600 % YOY Cu: juta pound Au: ribu ounce Di sisi lain, lapangan usaha pertanian berpotensi mengalami kenaikan kinerja yang terutama didorong oleh perkiraan produksi tanaman pangan, khususnya padi selama 2017 yang lebih tinggi dibanding 2016. produksi konsentrat tembaga dan emas tersebut dipengaruhi oleh kualitas hasil tambang. Dari sisi penjualan, konsentrat tembaga mengalami kontraksi penjualan sebesar 22,29% (yoy), jauh lebih rendah dibanding triwulan II 2017 tumbuh sebesar 26,02% (yoy). Sementara itu, penjualan konsentrat emas masih terjaga positif dengan angka pertumbuhan sebesar 14,66%. Informasi resmi dari perusahaan tambang dominan di Papua, hal tersebut salah satunya dikarenakan adanya penyesuaian waktu pengiriman hasil tambang sebagai bentuk dari regulasi izin ekspor mineral. 1.3.1 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Realisasi Lapangan Usaha Pertambangan Triwulan III 2017 Pertumbuhan lapangan usaha pertambangan pada triwulan III 2017 tercatat sebesar 2,67% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 yang mencapai 6,88% (yoy). Penurunan kinerja tersebut, terutama disebabkan kurang optimalnya produksi dan penjualan konsentrat tembaga yang merupakan hasil utama produk tambang Papua. Selain itu, penjualan konsentrat emas juga mengalami perlambatan pada triwulan III 2017. Dari sisi produksi, volume produksi konsentrat tembaga pada triwulan laporan mencapai 293 juta pound, relatif lebih rendah dari triwulan III 2016 yang mencapai 321 juta pound, sehingga angka perubahan produksi tembaga secara tahunan mengalami kontraksi sebesar 8,72% (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan triwulan II 2017 yang mengalami kontraksi sebesar 4,33% (yoy). Sementara di sisi lain, produksi konsentrat emas pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 36,88% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan II 2017 yang mencapai 120,25% (yoy). Tercatat volume produksi emasi pada triwulan III 2017 mencapai 412 ribu ounce, lebih tinggi dari triwulan III 2016 yang mencapai 301 ribu ounce. Berdasarkan informasi dari rilis resmi perusahaan tambang dominan di Papua, kinerja Tracking Lapangan Usaha Pertambangan Triwulan IV 2017 Memasuki triwulan IV 2017, kinerja lapangan usaha pertambangan diperkirakan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan III 2017. Dari sisi produksi, setidaknya terdapat dua faktor yang berpotensi menjadi faktor penghambat kinerja produksi pada triwulan IV 2017, yaitu curah hujan yang relatif tinggi, dan kondisi keamanan yang kurang kondusif di daerah sentra produksi tambang di Papua. Selain itu, rilis resmi perusahaan tambang dominan di Papua memperkuat indikasi perlambatan penjualan, dimana diperkirakan target pertumbuhan penjualan hasil tambang pada triwulan IV 2017 berkisar 5% (yoy) dalam kondisi normal. Sementara dari sisi penjualan, beberapa faktor seperti kualitas hasil tambang yang diperkirakan lebih baik, harga komoditas tambang di pasar global yang cenderung Tracking Lapangan Usaha Pertambangan Kumulatif 2017 Secara agregat, kinerja lapangan usaha pertambangan pada 2017 diperkirakan lebih rendah dari 2016. Regulasi izin ekspor mineral menjadi faktor utama kurang optimalnya kinerja lapangan usaha pertambangan selama 2017. Selain itu, permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi pada pertengahan 2017 juga memberikan pengaruh pada kinerja produksi tambang. Rilis resmi dari perusahaan tambang dominan di Papua memperkuat adanya indikasi penurunan kinerja penjualan hasil tambang selama 2017, khususnya konsentrat tembaga. Penjualan konsentrat tembaga untuk keseluruhan 2017 diperkirakan berkisar 1 juta pound, lebih rendah dari 2016 yang mencapai 1,1 juta pound. Sementara penjualan konsentrat emas diperkirakan menjadi penahan tekanan penurunan kinerja penjualan. Pada 2017, diperkirakan penjualan konsentrat emas dapat mencapai 1,6 ribu ounce, lebih tinggi dari 2016 yang mencapai 1,1 ribu ounce. meningkat dan regulasi izin ekspor mineral menjadi faktor yang diperkirakan mendorong kinerja lapangan usaha pertambangan pada triwulan IV 2017. 1.3.2 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Realisasi Lapangan Usaha Pertanian Triwulan III 2017 Lapangan usaha pertanian pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 2,93% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan II 2017 yang mencapai 1,78% (yoy). Kenaikan kinerja lapangan usaha pertanian, salah satunya didorong oleh kenaikan penjualan kayu. Pada triwulan III 2017, ekspor kayu olahan tumbuh sebesar 45,1% (yoy) lebih tinggi dari triwulan II 2017 yang tumbuh mencapai 30,2% (yoy). Berdasarkan hasil liaison, hal tersebut salah satunya disebabkan adanya penambahan tujuan ekspor plywood ke Korea Selatan. Kenaikan kinerja lapangan usaha pertanian, sejalan dengan penyaluran kredit ke lapangan usaha pertanian yang tumbuh sebesar 60,2% (yoy). Perkebunan kelapa sawit masih menjadi komoditas utama dalam penyaluran kredit pada triwulan laporan. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada triwulan III 2017 juga masih berada di level yang positif sebesar 3,68% (qtq) meski lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 4,52% (qtq). Tracking Lapangan Usaha Pertanian Triwulan IV 2017 Kinerja lapangan usaha Pertanian pada triwulan IV 2017 diperkirakan naik signifikan. Periode panen rendengan yang diperkirakan berlangsung pada triwulan IV 2017 menjadi salah satu faktor pendorong kinerja pertanian. Selain itu, tendensi peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian juga diperkuat oleh kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) di beberapa kelompok komoditas pertanian. Pada Oktober 2017 NTP tanaman pangan, tanaman perkebunan rakyat dan perikanan mengalami kenaikan dibandingkan September 2017, masing-masing sebesar 0,76%, 0,40% dan 0,27% (mtm). 12 13


Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Pertanian Sumber: Laporan Bank Umum, diolah RP MILIAR KREDIT SEKTOR PERTANIAN PERTUMBUHAN (SK-KANAN) % YOY 0 -20 -40 -60 20 40 60 80 100 Grafik 1.23 Realisasi Usaha Pertanian Papua TOTAL PERTANIAN, PERKEBUNAN, PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN % QTQ 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III -5 0 5 10 15 I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, diolah Grafik 1.22 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas Sumber: FCX Quarterly Reports, diolah PENJUALAN KONSENTRAT TEMBAGA (Cu) PERTUMBUHAN Cu [SKALA KANAN] PENJUALAN KONSENTRAT EMAS (Au) PERTUMBUHAN Au [SKALA KANAN] PRODUKSI KONSENTRAR TEMBAGA (Cu) PERTUMBUHAN TEMBAGA [SKALA KANAN] PRODUKSI KONSENTRAT EMAS (Au) PERTUMBUHAN EMAS [SKALA KANAN] Grafik 1.21 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas Sumber: FCX Quarterly Reports, diolah Cu: juta pound Au: ribu ounce % YOY -100 -50 0 50 100 150 200 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 I II 2014 III IV I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III I II 2014 III IV I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III -100 -50 0 50 100 150 200 0 100 200 300 400 500 600 % YOY Cu: juta pound Au: ribu ounce Di sisi lain, lapangan usaha pertanian berpotensi mengalami kenaikan kinerja yang terutama didorong oleh perkiraan produksi tanaman pangan, khususnya padi selama 2017 yang lebih tinggi dibanding 2016. produksi konsentrat tembaga dan emas tersebut dipengaruhi oleh kualitas hasil tambang. Dari sisi penjualan, konsentrat tembaga mengalami kontraksi penjualan sebesar 22,29% (yoy), jauh lebih rendah dibanding triwulan II 2017 tumbuh sebesar 26,02% (yoy). Sementara itu, penjualan konsentrat emas masih terjaga positif dengan angka pertumbuhan sebesar 14,66%. Informasi resmi dari perusahaan tambang dominan di Papua, hal tersebut salah satunya dikarenakan adanya penyesuaian waktu pengiriman hasil tambang sebagai bentuk dari regulasi izin ekspor mineral. 1.3.1 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Realisasi Lapangan Usaha Pertambangan Triwulan III 2017 Pertumbuhan lapangan usaha pertambangan pada triwulan III 2017 tercatat sebesar 2,67% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II 2017 yang mencapai 6,88% (yoy). Penurunan kinerja tersebut, terutama disebabkan kurang optimalnya produksi dan penjualan konsentrat tembaga yang merupakan hasil utama produk tambang Papua. Selain itu, penjualan konsentrat emas juga mengalami perlambatan pada triwulan III 2017. Dari sisi produksi, volume produksi konsentrat tembaga pada triwulan laporan mencapai 293 juta pound, relatif lebih rendah dari triwulan III 2016 yang mencapai 321 juta pound, sehingga angka perubahan produksi tembaga secara tahunan mengalami kontraksi sebesar 8,72% (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan triwulan II 2017 yang mengalami kontraksi sebesar 4,33% (yoy). Sementara di sisi lain, produksi konsentrat emas pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 36,88% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan II 2017 yang mencapai 120,25% (yoy). Tercatat volume produksi emasi pada triwulan III 2017 mencapai 412 ribu ounce, lebih tinggi dari triwulan III 2016 yang mencapai 301 ribu ounce. Berdasarkan informasi dari rilis resmi perusahaan tambang dominan di Papua, kinerja Tracking Lapangan Usaha Pertambangan Triwulan IV 2017 Memasuki triwulan IV 2017, kinerja lapangan usaha pertambangan diperkirakan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan III 2017. Dari sisi produksi, setidaknya terdapat dua faktor yang berpotensi menjadi faktor penghambat kinerja produksi pada triwulan IV 2017, yaitu curah hujan yang relatif tinggi, dan kondisi keamanan yang kurang kondusif di daerah sentra produksi tambang di Papua. Selain itu, rilis resmi perusahaan tambang dominan di Papua memperkuat indikasi perlambatan penjualan, dimana diperkirakan target pertumbuhan penjualan hasil tambang pada triwulan IV 2017 berkisar 5% (yoy) dalam kondisi normal. Sementara dari sisi penjualan, beberapa faktor seperti kualitas hasil tambang yang diperkirakan lebih baik, harga komoditas tambang di pasar global yang cenderung Tracking Lapangan Usaha Pertambangan Kumulatif 2017 Secara agregat, kinerja lapangan usaha pertambangan pada 2017 diperkirakan lebih rendah dari 2016. Regulasi izin ekspor mineral menjadi faktor utama kurang optimalnya kinerja lapangan usaha pertambangan selama 2017. Selain itu, permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi pada pertengahan 2017 juga memberikan pengaruh pada kinerja produksi tambang. Rilis resmi dari perusahaan tambang dominan di Papua memperkuat adanya indikasi penurunan kinerja penjualan hasil tambang selama 2017, khususnya konsentrat tembaga. Penjualan konsentrat tembaga untuk keseluruhan 2017 diperkirakan berkisar 1 juta pound, lebih rendah dari 2016 yang mencapai 1,1 juta pound. Sementara penjualan konsentrat emas diperkirakan menjadi penahan tekanan penurunan kinerja penjualan. Pada 2017, diperkirakan penjualan konsentrat emas dapat mencapai 1,6 ribu ounce, lebih tinggi dari 2016 yang mencapai 1,1 ribu ounce. meningkat dan regulasi izin ekspor mineral menjadi faktor yang diperkirakan mendorong kinerja lapangan usaha pertambangan pada triwulan IV 2017. 1.3.2 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Realisasi Lapangan Usaha Pertanian Triwulan III 2017 Lapangan usaha pertanian pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 2,93% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan II 2017 yang mencapai 1,78% (yoy). Kenaikan kinerja lapangan usaha pertanian, salah satunya didorong oleh kenaikan penjualan kayu. Pada triwulan III 2017, ekspor kayu olahan tumbuh sebesar 45,1% (yoy) lebih tinggi dari triwulan II 2017 yang tumbuh mencapai 30,2% (yoy). Berdasarkan hasil liaison, hal tersebut salah satunya disebabkan adanya penambahan tujuan ekspor plywood ke Korea Selatan. Kenaikan kinerja lapangan usaha pertanian, sejalan dengan penyaluran kredit ke lapangan usaha pertanian yang tumbuh sebesar 60,2% (yoy). Perkebunan kelapa sawit masih menjadi komoditas utama dalam penyaluran kredit pada triwulan laporan. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada triwulan III 2017 juga masih berada di level yang positif sebesar 3,68% (qtq) meski lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai 4,52% (qtq). Tracking Lapangan Usaha Pertanian Triwulan IV 2017 Kinerja lapangan usaha Pertanian pada triwulan IV 2017 diperkirakan naik signifikan. Periode panen rendengan yang diperkirakan berlangsung pada triwulan IV 2017 menjadi salah satu faktor pendorong kinerja pertanian. Selain itu, tendensi peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian juga diperkuat oleh kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) di beberapa kelompok komoditas pertanian. Pada Oktober 2017 NTP tanaman pangan, tanaman perkebunan rakyat dan perikanan mengalami kenaikan dibandingkan September 2017, masing-masing sebesar 0,76%, 0,40% dan 0,27% (mtm). 12 13


TOTAL (QTQ) PERDAGANGAN - SK. KANAN Grafik 1.28 Perkembangan SKDU Perdagangan Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, diolah I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III -4% -3% -2% -1% 0% 1% 2% 3% 4% -10% -5% 0% 5% 10% 15% Grafik 1.29 Indeks Pembelian Durable Goods Sumber: Survei Konsumen, diolah 1 2 3 4 5 6 2016 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2016 7 8 9 70 80 90 100 110 120 130 Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Konstruksi PENJUALAN SEMEN PERTUMBUHAN [SKALA KANAN] Grafik 1.26 Penjualan Semen di Provinsi Papua Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah RIBU TON %, YOY KREDIT KONSTRUKSI PERTUMBUHAN [SKALA KANAN] Sumber: Laporan Bank Umum, diolah RP MILIAR % YOY -30 -20 -10 0 10 20 30 40 - 20 40 60 80 100 120 140 160 180 I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 0 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 BELANJA MODAL PERTUMBUHAN KONSTRUKSI (SB. KANAN) Grafik 1.25 Belanja Modal dan Pertumbuhan Konstruksi Sumber: BPKAD dan BPS, diolah RP TRILIUN %, YOY I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III 0 2 4 6 8 10 12 14 16 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 Tracking Lapangan Usaha Pertanian Kumulatif 2017 Selama 2017, kinerja lapangan usaha pertanian diperkirakan lebih tinggi dari 2016. Peningkatan realisasi ekspor kayu menjadi salah satu pendorong kinerja lapangan usaha pertanian. Secara kumulatif, nilai ekspor kayu olahan hingga triwulan III 2017 mencapai USD59,88 juta lebih tinggi dibanding total nilai ekspor kayu olahan selama 2016 yang mencapai USD57,36 juta. Selain itu, data Angka Ramalan (ARAM) II turut memperkuat kondisi tersebut, dimana produksi padi Papua pada 2017 diperkirakan mencapai 264,6 ribu ton, lebih tinggi dari 2016 yang mencapai 233,6 ribu ton atau meningkat 13,26% (yoy). 1.3.3 Lapangan Usaha Konstruksi Realisasi Lapangan Usaha Konstruksi Triwulan III 2017 Pertumbuhan lapangan usaha konstruksi pada triwulan III 2017 tercatat mencapai 2,99% (yoy) lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,10% (yoy). Perlambatan ini utamanya dari sisi pemerintah. Terkonfirmasi dari rendahnya realisasi belanja modal APBD Provinsi Papua. Hingga triwulan III 2017 realisasi belanja modal hanya mencapai Rp547 miliar, mengalami kontraksi sebesar 32,10% (yoy). Proses pengadaan proyek pemerintah yang mengalami kemunduran akibat pelantikan pejabat baru menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi realisasi belanja pemerintah. Berdasarkan data Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Papua, lebih dari 90% penandatanganan kontrak proyek dilakukan selama periode Juli – Agustus 2017, sehingga pekerjaan konstruksi efektif baru dikerjakan pada akhir triwulan III 2017. Kenaikan penjualan semen yang terjadi pada triwulan III 2017 memperkuat tendensi pelaksanaan proyek yang baru dimulai pada periode laporan. Tercatat penjualan semen meningkat sebesar 9,21% (yoy) jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 yang mengalami kontraksi sebesar 25% (yoy). Hasil liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua memperkuat kondisi terbut, dimana mayoritas pelaku usaha perhotelan melakukan realisasi pembangunan bangunan untuk mendukung kebutuhan operasional ke depan. Perkembangan penyaluran kredit konstruksi masih mengalami peningkatan pada triwulan III 2017 mencapai 38,37% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan II 2017 yang mencapai 34,53% (yoy). Penyaluran kredit konstruksi sebagian besar digunakan untuk pembangunan jalan raya, irigasi dan bangunan sipil lainnya. Tracking Lapangan Usaha Konstruksi Triwulan IV 2017 Pada triwulan IV 2017, kinerja lapangan usaha konstruksi diperkirakan masih tumbuh positif, namun dalam level yang lebih rendah dibanding triwulan III 2017. Penyelesaian sejumlah proyek infrastruktur menjadi salah satu faktor penyebab penurunan kinerja lapangan usaha konstruksi. Data BCI menunjukkan setidaknya terdapat 26 proyek pembangunan yang akan selesai pada triwulan IV 2017 dengan nilai mencapai Rp453 miliar. Tracking Lapangan Usaha Konstruksi Kumulatif 2017 Secara kumulatif, kinerja lapangan usaha konstruksi pada 2017 diperkirakan lebih rendah dibanding 2016. Kurang optimalnya realisasi penyerapan anggaran pemerintah menjadi salah satu penyebab kondisi tersebut. Selain itu, indeks kemahalan konstruksi di Papua pada 2017 berada di level yang tinggi mencapai 229,82. Secara spasial, lima daerah di wilayah pegunungan Papua memiliki nilai indeks kemahalan konstruksi tertinggi di Indonesia, kelima daerah tersebut adalah Puncak (469,96), Puncak Jaya (436,94), Intan Jaya (412,52), Memberamo Tengah (403,74) dan Pegunungan Bintang (391,44). 1.3.4 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor Realisasi Lapangan Usaha Perdagangan Triwulan III 2017 Kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan tumbuh sebesar 5,69% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,46% (yoy). Pelaksanaan even hari besar keagamaan nasional (idul adha), perayaan HUT RI dan periode libur di akhir triwulan menjadi salah satu faktor pendorong kinerja lapangan usaha ini. Kondisi peningkatan kinerja lapangan usaha perdagangan tercermin dari arus bongkar muat barang pelabuhan di Jayapura dan Merauke yang relatif tinggi. Volume bongkar secara kumulatif di kedua kota tersebut pada akhir triwulan III 2017 mencapai 85,6 ribu ton, sementara volume muat mencapai 13,4 ribu ton. Peningkatan kinerja lapangan usaha perdagangan juga tercermin dari hasil survei konsumen, dimana fluktuasi indeks penghasilan masyarakat selama triwulan III 2017 relatif terkendali dan berada di level yang tinggi. Selain itu, data BPS menunjukkan indeks pendapatan rumah tangga pada triwulan laporan yang lebih tinggi lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Namun demikian, hasil SKDU menunjukkan bahwa realisasi usaha perdagangan pada triwulan III 2017 lebih lambat dibanding triwulan II 2017. Demikian juga dengan indeks pembelian barang tahan lama yang mengalami penurunan di akhir triwulan III 2017. Kondisi tersebut seiring berlalunya perayaan puasa dan lebaran. Tracking Lapangan Usaha Perdagangan Triwulan IV 2017 Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan kinerja lapangan usaha perdagangan meningkat dibanding triwulan III 2017. 14 15


TOTAL (QTQ) PERDAGANGAN - SK. KANAN Grafik 1.28 Perkembangan SKDU Perdagangan Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha, diolah I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III -4% -3% -2% -1% 0% 1% 2% 3% 4% -10% -5% 0% 5% 10% 15% Grafik 1.29 Indeks Pembelian Durable Goods Sumber: Survei Konsumen, diolah 1 2 3 4 5 6 2016 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2016 7 8 9 70 80 90 100 110 120 130 Grafik 1.27 Perkembangan Kredit Konstruksi PENJUALAN SEMEN PERTUMBUHAN [SKALA KANAN] Grafik 1.26 Penjualan Semen di Provinsi Papua Sumber: Asosiasi Semen Indonesia, diolah RIBU TON %, YOY KREDIT KONSTRUKSI PERTUMBUHAN [SKALA KANAN] Sumber: Laporan Bank Umum, diolah RP MILIAR % YOY -30 -20 -10 0 10 20 30 40 - 20 40 60 80 100 120 140 160 180 I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50 0 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 BELANJA MODAL PERTUMBUHAN KONSTRUKSI (SB. KANAN) Grafik 1.25 Belanja Modal dan Pertumbuhan Konstruksi Sumber: BPKAD dan BPS, diolah RP TRILIUN %, YOY I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III 0 2 4 6 8 10 12 14 16 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 Tracking Lapangan Usaha Pertanian Kumulatif 2017 Selama 2017, kinerja lapangan usaha pertanian diperkirakan lebih tinggi dari 2016. Peningkatan realisasi ekspor kayu menjadi salah satu pendorong kinerja lapangan usaha pertanian. Secara kumulatif, nilai ekspor kayu olahan hingga triwulan III 2017 mencapai USD59,88 juta lebih tinggi dibanding total nilai ekspor kayu olahan selama 2016 yang mencapai USD57,36 juta. Selain itu, data Angka Ramalan (ARAM) II turut memperkuat kondisi tersebut, dimana produksi padi Papua pada 2017 diperkirakan mencapai 264,6 ribu ton, lebih tinggi dari 2016 yang mencapai 233,6 ribu ton atau meningkat 13,26% (yoy). 1.3.3 Lapangan Usaha Konstruksi Realisasi Lapangan Usaha Konstruksi Triwulan III 2017 Pertumbuhan lapangan usaha konstruksi pada triwulan III 2017 tercatat mencapai 2,99% (yoy) lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,10% (yoy). Perlambatan ini utamanya dari sisi pemerintah. Terkonfirmasi dari rendahnya realisasi belanja modal APBD Provinsi Papua. Hingga triwulan III 2017 realisasi belanja modal hanya mencapai Rp547 miliar, mengalami kontraksi sebesar 32,10% (yoy). Proses pengadaan proyek pemerintah yang mengalami kemunduran akibat pelantikan pejabat baru menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi realisasi belanja pemerintah. Berdasarkan data Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Papua, lebih dari 90% penandatanganan kontrak proyek dilakukan selama periode Juli – Agustus 2017, sehingga pekerjaan konstruksi efektif baru dikerjakan pada akhir triwulan III 2017. Kenaikan penjualan semen yang terjadi pada triwulan III 2017 memperkuat tendensi pelaksanaan proyek yang baru dimulai pada periode laporan. Tercatat penjualan semen meningkat sebesar 9,21% (yoy) jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2017 yang mengalami kontraksi sebesar 25% (yoy). Hasil liaison yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua memperkuat kondisi terbut, dimana mayoritas pelaku usaha perhotelan melakukan realisasi pembangunan bangunan untuk mendukung kebutuhan operasional ke depan. Perkembangan penyaluran kredit konstruksi masih mengalami peningkatan pada triwulan III 2017 mencapai 38,37% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan II 2017 yang mencapai 34,53% (yoy). Penyaluran kredit konstruksi sebagian besar digunakan untuk pembangunan jalan raya, irigasi dan bangunan sipil lainnya. Tracking Lapangan Usaha Konstruksi Triwulan IV 2017 Pada triwulan IV 2017, kinerja lapangan usaha konstruksi diperkirakan masih tumbuh positif, namun dalam level yang lebih rendah dibanding triwulan III 2017. Penyelesaian sejumlah proyek infrastruktur menjadi salah satu faktor penyebab penurunan kinerja lapangan usaha konstruksi. Data BCI menunjukkan setidaknya terdapat 26 proyek pembangunan yang akan selesai pada triwulan IV 2017 dengan nilai mencapai Rp453 miliar. Tracking Lapangan Usaha Konstruksi Kumulatif 2017 Secara kumulatif, kinerja lapangan usaha konstruksi pada 2017 diperkirakan lebih rendah dibanding 2016. Kurang optimalnya realisasi penyerapan anggaran pemerintah menjadi salah satu penyebab kondisi tersebut. Selain itu, indeks kemahalan konstruksi di Papua pada 2017 berada di level yang tinggi mencapai 229,82. Secara spasial, lima daerah di wilayah pegunungan Papua memiliki nilai indeks kemahalan konstruksi tertinggi di Indonesia, kelima daerah tersebut adalah Puncak (469,96), Puncak Jaya (436,94), Intan Jaya (412,52), Memberamo Tengah (403,74) dan Pegunungan Bintang (391,44). 1.3.4 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor Realisasi Lapangan Usaha Perdagangan Triwulan III 2017 Kinerja lapangan usaha perdagangan besar dan eceran pada triwulan laporan tumbuh sebesar 5,69% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 5,46% (yoy). Pelaksanaan even hari besar keagamaan nasional (idul adha), perayaan HUT RI dan periode libur di akhir triwulan menjadi salah satu faktor pendorong kinerja lapangan usaha ini. Kondisi peningkatan kinerja lapangan usaha perdagangan tercermin dari arus bongkar muat barang pelabuhan di Jayapura dan Merauke yang relatif tinggi. Volume bongkar secara kumulatif di kedua kota tersebut pada akhir triwulan III 2017 mencapai 85,6 ribu ton, sementara volume muat mencapai 13,4 ribu ton. Peningkatan kinerja lapangan usaha perdagangan juga tercermin dari hasil survei konsumen, dimana fluktuasi indeks penghasilan masyarakat selama triwulan III 2017 relatif terkendali dan berada di level yang tinggi. Selain itu, data BPS menunjukkan indeks pendapatan rumah tangga pada triwulan laporan yang lebih tinggi lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Namun demikian, hasil SKDU menunjukkan bahwa realisasi usaha perdagangan pada triwulan III 2017 lebih lambat dibanding triwulan II 2017. Demikian juga dengan indeks pembelian barang tahan lama yang mengalami penurunan di akhir triwulan III 2017. Kondisi tersebut seiring berlalunya perayaan puasa dan lebaran. Tracking Lapangan Usaha Perdagangan Triwulan IV 2017 Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan kinerja lapangan usaha perdagangan meningkat dibanding triwulan III 2017. 14 15


VARIABEL Tabel B.1 Karakteristik variabel dalam model GWR KOORDINAT KARTESIUS DEPENDEN INDEPENDEN (X,Y) PDRB PRODUKSI RTP KREDIT SIMBOL Koordinat Langitude (X) dan Lattitude (Y) yang merupakan variabel lokasi yang menandai posisi kabupaten atau kota dalam peta yang diambil dari Google Earth. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Harga Berlaku (rupiah). Produksi Perikanan (jutaan ton). Rumah Tangga Perikanan (RTP) (ribu orang) Kredit Perikanan (miliar rupiah) MAKNA 8 = X = 8 8 = Y = 8 PDRB > 0 PRODUKSI > 0 RTP KREDIT VALUE RASIO RASIO RASIO RASIO RASIO SKALA Kinerja ekspor yang diperkirakan lebih tinggi dari triwulan III 2017 menjadi salah satu faktor pendorong kinerja lapangan usaha perdagangan. Selain itu, perayaan natal dan tahun baru yang berpotensi mendorong permintaan dan konsumsi masyarakat memperkuat tendensi peningkatan kinerja lapangan usaha perdagangan pada triwulan IV 2017. Tracking Lapangan Usaha Perdagangan Kumulatif 2017 Secara kumulatif, kinerja lapangan usaha perdagangan selama 2017 diperkirakan lebih rendah dibanding 2016. Pembatasan izin ekspor mineral memberikan pengaruh terhadap kinerja lapangan usaha perdagangan seiring penurunan ekspor luar negeri Papua selama 2017. Namun demikian, terjaganya konsumsi dan inflasi yang terkendali menjadi faktor peredam penurunan kinerja lapangan usaha perdagangan selama 2017. 1.3.5 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Realisasi Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan Triwulan III 2017 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 1,82% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 2,02% (yoy). Realisasi belanja pemerintah yang kurang optimal menjadi salah satu faktor penurunan kinerja lapangan usaha administrasi pemerintahan. Hal ini terlihat dari realisasi belanja APBD Provinsi Papua sampai triwulan III 2017 baru mencapai 41,16% terpaut cukup rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016 yang mencapai 49,06%. Tracking Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan Kumulatif 2017 Secara keseluruhan 2017, kinerja lapangan usaha administrasi pemerintah diperkirakan tumbuh lebih lambat dibanding 2016. Pengadaan lelang yang terlambat akibat Pilkada 2017, keterlambatan pengesahan APBD dan adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) menjadi faktor penghambat kinerja lapangan usaha administrasi pemerintahan selama 2017. Namun demikian, percepatan pembangunan proyek pemerintah pada 2017, diperkirakan menjadi faktor peredam penurunan kinerja pada lapangan usaha ini. Tracking Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan Triwulan IV 2017 Pada triwulan IV 2017, kinerja lapangan usaha administrasi pemerintahan diperkirakan tumbuh signifikan. Hal tersebut sejalan dengan pola historis penyerapan anggaran pemerintah, dimana realisasi pada akhir tahun cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu, nilai proyek yang akan selesai pada akhir tahun tahun 2017 relatif tinggi mencapai kisaran Rp5,1 triliun. Boks 1 : ANALISIS KUADRAN INFLASI PROVINSI PAPUA PENINGKATAN AKSES KEUANGAN PADA LAPANGAN USAHA PERIKANAN DAN PENGARUHNYA DALAM PEREKONOMIAN PAPUA Boks 1 : LATAR BELAKANG Peranan sektor kelautan dan perikanan dalam penciptaan PDB nasional pada tahun 2010 adalah sebesar 2,90%. Pada tahun 2013 dan 2014, kontribusi sektor kelautan dan perikanan mengalami peningkatan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yakni menjadi 3,06% dan 3,25% (BPS, 2015). Kondisi tersebut juga relatif searah dengan kondisi di Papua, dimana tren produksi perikanan di wilayah Papua dari 2011-2016 cenderung mengalami peningkatan dan mencapai angka 44,7 juta ton pada 2016. Dengan melihat potensi sumberdaya perikanan tersebut dan produksi yang dihasilkannya menunjukkan bahwa sektor kelautan dan perikanan memiliki potensi yang baik untuk berkontribusi di dalam pertumbuhan perekonomian. Kegiatan perikanan di Papua, hingga saat ini masih didominasi oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Karakteristik tersebut dapat dilihat dari statistik perikanan pada 2016 yang menunjukkan bahwa 58% nelayan menggunakan perahu papan (tanpa motor). Kondisi ini merupakan salah satu penyebab kurang optimalnya dukungan lapangan usaha kelautan dan perikanan terhadap perekonomian. Permasalahan utama yang dihadapi UMKM di lapangan usaha perikanan salah satunya adalah keterbatasan modal dalam menjalankan usaha. Akibatnya, usaha yang dijalankan oleh nelayan masih sangat bergantung pada tengkulak atau rentenir. Terkait hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua melakukan kajian yang bertujuan untuk identifikasi kebutuhan layanan keuangan dan pengembangan usaha di lapangan usaha perikanan dan menganalisis pengaruh faktor keuangan di lapangan usaha perikanan terhadap perekonomian terutama di daerah sentra perikanan Papua. RUANG LINGKUP dan METODE ANALISIS Kajian dilaksanakan di kabupaten/Kota yang terdapat di wilayah pesisir Papua, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Merauke, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Nabire dan Kabupaten Mimika. Kelima daerah ini dipilih karena merupakan lokasi yang padat kegiatan perikanan sehingga cukup mewakili usaha perikanan yang ada di Papua. Pemilihan responden ditetapkan dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan jenis usaha dengan total jumlah responden sebanyak 200 orang. Data responden selanjutnya diolah dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Grafik B.1 Pangsa Penggunaan Kapal Nelayan di Papua TANPA PERAHU PERAHU PAPAN MOTOR TEMPEL KAPAL MOTOR 1% 58% 37% 4% 16 17


VARIABEL Tabel B.1 Karakteristik variabel dalam model GWR KOORDINAT KARTESIUS DEPENDEN INDEPENDEN (X,Y) PDRB PRODUKSI RTP KREDIT SIMBOL Koordinat Langitude (X) dan Lattitude (Y) yang merupakan variabel lokasi yang menandai posisi kabupaten atau kota dalam peta yang diambil dari Google Earth. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Harga Berlaku (rupiah). Produksi Perikanan (jutaan ton). Rumah Tangga Perikanan (RTP) (ribu orang) Kredit Perikanan (miliar rupiah) MAKNA 8 = X = 8 8 = Y = 8 PDRB > 0 PRODUKSI > 0 RTP KREDIT VALUE RASIO RASIO RASIO RASIO RASIO SKALA Kinerja ekspor yang diperkirakan lebih tinggi dari triwulan III 2017 menjadi salah satu faktor pendorong kinerja lapangan usaha perdagangan. Selain itu, perayaan natal dan tahun baru yang berpotensi mendorong permintaan dan konsumsi masyarakat memperkuat tendensi peningkatan kinerja lapangan usaha perdagangan pada triwulan IV 2017. Tracking Lapangan Usaha Perdagangan Kumulatif 2017 Secara kumulatif, kinerja lapangan usaha perdagangan selama 2017 diperkirakan lebih rendah dibanding 2016. Pembatasan izin ekspor mineral memberikan pengaruh terhadap kinerja lapangan usaha perdagangan seiring penurunan ekspor luar negeri Papua selama 2017. Namun demikian, terjaganya konsumsi dan inflasi yang terkendali menjadi faktor peredam penurunan kinerja lapangan usaha perdagangan selama 2017. 1.3.5 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Realisasi Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan Triwulan III 2017 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 1,82% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 2,02% (yoy). Realisasi belanja pemerintah yang kurang optimal menjadi salah satu faktor penurunan kinerja lapangan usaha administrasi pemerintahan. Hal ini terlihat dari realisasi belanja APBD Provinsi Papua sampai triwulan III 2017 baru mencapai 41,16% terpaut cukup rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016 yang mencapai 49,06%. Tracking Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan Kumulatif 2017 Secara keseluruhan 2017, kinerja lapangan usaha administrasi pemerintah diperkirakan tumbuh lebih lambat dibanding 2016. Pengadaan lelang yang terlambat akibat Pilkada 2017, keterlambatan pengesahan APBD dan adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) menjadi faktor penghambat kinerja lapangan usaha administrasi pemerintahan selama 2017. Namun demikian, percepatan pembangunan proyek pemerintah pada 2017, diperkirakan menjadi faktor peredam penurunan kinerja pada lapangan usaha ini. Tracking Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan Triwulan IV 2017 Pada triwulan IV 2017, kinerja lapangan usaha administrasi pemerintahan diperkirakan tumbuh signifikan. Hal tersebut sejalan dengan pola historis penyerapan anggaran pemerintah, dimana realisasi pada akhir tahun cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu, nilai proyek yang akan selesai pada akhir tahun tahun 2017 relatif tinggi mencapai kisaran Rp5,1 triliun. Boks 1 : ANALISIS KUADRAN INFLASI PROVINSI PAPUA PENINGKATAN AKSES KEUANGAN PADA LAPANGAN USAHA PERIKANAN DAN PENGARUHNYA DALAM PEREKONOMIAN PAPUA Boks 1 : LATAR BELAKANG Peranan sektor kelautan dan perikanan dalam penciptaan PDB nasional pada tahun 2010 adalah sebesar 2,90%. Pada tahun 2013 dan 2014, kontribusi sektor kelautan dan perikanan mengalami peningkatan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yakni menjadi 3,06% dan 3,25% (BPS, 2015). Kondisi tersebut juga relatif searah dengan kondisi di Papua, dimana tren produksi perikanan di wilayah Papua dari 2011-2016 cenderung mengalami peningkatan dan mencapai angka 44,7 juta ton pada 2016. Dengan melihat potensi sumberdaya perikanan tersebut dan produksi yang dihasilkannya menunjukkan bahwa sektor kelautan dan perikanan memiliki potensi yang baik untuk berkontribusi di dalam pertumbuhan perekonomian. Kegiatan perikanan di Papua, hingga saat ini masih didominasi oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Karakteristik tersebut dapat dilihat dari statistik perikanan pada 2016 yang menunjukkan bahwa 58% nelayan menggunakan perahu papan (tanpa motor). Kondisi ini merupakan salah satu penyebab kurang optimalnya dukungan lapangan usaha kelautan dan perikanan terhadap perekonomian. Permasalahan utama yang dihadapi UMKM di lapangan usaha perikanan salah satunya adalah keterbatasan modal dalam menjalankan usaha. Akibatnya, usaha yang dijalankan oleh nelayan masih sangat bergantung pada tengkulak atau rentenir. Terkait hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua melakukan kajian yang bertujuan untuk identifikasi kebutuhan layanan keuangan dan pengembangan usaha di lapangan usaha perikanan dan menganalisis pengaruh faktor keuangan di lapangan usaha perikanan terhadap perekonomian terutama di daerah sentra perikanan Papua. RUANG LINGKUP dan METODE ANALISIS Kajian dilaksanakan di kabupaten/Kota yang terdapat di wilayah pesisir Papua, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Merauke, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Nabire dan Kabupaten Mimika. Kelima daerah ini dipilih karena merupakan lokasi yang padat kegiatan perikanan sehingga cukup mewakili usaha perikanan yang ada di Papua. Pemilihan responden ditetapkan dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan jenis usaha dengan total jumlah responden sebanyak 200 orang. Data responden selanjutnya diolah dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Grafik B.1 Pangsa Penggunaan Kapal Nelayan di Papua TANPA PERAHU PERAHU PAPAN MOTOR TEMPEL KAPAL MOTOR 1% 58% 37% 4% 16 17


Tabel B.3 Ringkasan Model MODEL OLS GWR GWR GWR GWR TIPE KERNEL - Fixed Gaussian (distance) Fixed bi-square (distance)* Adaptive bi-square (NN) Adaptive Gaussian (NN) BANDWIDTH (H) - 2,424 6,309 - 15,000 CV 0,109501 0,018030 0.017853 - 0,043815 R-SQUARE 0,329360 0,916776 0,920374 - 0,754500 242274.80 471520.31 -30687.40 229759.00 1158007.20 EFFECT Tabel B.2 Random Effect Kabupaten/Kota KAS KELILING JAYAPURA BIAK/NUMFOR NABIRE MIMIKA MERAUKE 1 2 3 4 5 Boks 1 : mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi pembiayaan dan regresi panel data untuk melihat dampak pembiayaan terhadap perekonomian. Selain itu, juga dilakukan analisis Geographically Weighted Regression (GWR) yang menggunakan unsur matriks pembobot W(i) yang besarnya tergantung pada jarak antar lokasi. Semakin dekat suatu lokasi, bobot pengaruhnya akan semakin besar. PDRB Kabupaten Nabire merupakan yang terendah. Untuk menaikan PDRB Kabupaten Nabire, maka variabel independent di Kabupaten Nabire harus lebih tinggi dari 4 daerah lain. Adapun variabel independent yang dimaksud adalah tingkat produksi, nilai penyaluran kredit dan jumlah rumah tangga perikanan (RTP). PENGOLAHAN DATA dan ANALISIS Berdasarkan hasil survei, secara umum dapat diketahui bahwa terdapat empat pola penjualan yang berlaku dalam pemasaran perikanan tangkap dan budidaya di kelima daerah cakupan analisis. Rantai tata niaga yang relatif panjang tersebut akan berpengaruh terhadap tingginya harga jual produk ikan di tingkat konsumen akhir. Berdasarkan hasil AHP, dapat diketahui bahwa prioritas untuk peningkatan akses keuangan di lapangan usaha perikanan perlu memperhatikan beberapa hal, terutama jaminan pembiayaan (0,22) dengan alternatif pilihan dimensi nilai jaminan. Kemudian diikuti oleh profil debitur (0,20) dengan alteratif pilihan karakter debitur. Di posisi ketiga adalah pendampingan teknis (0,17) dengan alternatif pilihan permodalan. Berdasarkan hasil pengolahan random effect setiap daerah cakupan kajian diketahui bahwa setiap daerah memiliki nilai PDRB positif, kecuali untuk Kabupaten Nabire yang negatif. Hal tersebut mengindikasikan apabila variabel independent bersifat konstan untuk semua daerah, maka Grafik B.3 Rantai Tata Niaga Pemasaran Ikan Budidaya NELAYAN PEMBENIH PEMBUDIDAYA NELAYAN WARUNG KONSUMEN TYPE 2 TYPE 3 TYPE 4 TYPE 1 Grafik B.2 Rantai Tata Niaga Pemasaran Ikan Tangkap NELAYAN PEDAGANG PENGUMPUL NELAYAN NELAYAN PEDAGANG PENGECER KONSUMEN TYPE 1 TYPE 2 TYPE 3 TYPE 4 Grafik B.4 Prioritas Peningkatan Akses Keuangan Lapangan Usaha Perikanan KELEMBAGAAN (0,14) - 5 INFRASTUKTUR (0,12) - 6 PENDAMPINGAN TEKNIS (0,17) - 3 SKEMA PEMBIAYAAN (0,15) - 4 JAMINAN PEMBIAYAAN (0,22) - 1 PROFIL DEBITUR (0,20) - 2 KEPASTIAN HUKUM (0,497) - 2 INFRASTUKTUR FISIK KANTOR (0,12) - 3 EDUKASI PERIJINAN (0,25) - 3 JENIS PRODUK PEMBIAYAAN (0,22) - 2 DIMENSI JENIS JAMINAN (0,42) - 2 INGKAT PENDIDIKAN (0,07) - 5 KEMITRAAN (0,502) - 1 SDM (0,46)- 1 AKSES PEMBIAYAAN (0,36) - 2 MEKANISME PENYALURAN (0,78) - 1 DIMENSI NILAI JAMINAN (0,58) - 1 KINERJA DEBITUR (0,24) - 2 AKSES INFORMASI (0,42) - 2 PERMODALAN (0,39) - 1 TINGKA PEMAHAMAN (0,20) - 4 TINGKAAT KESDARAN (0,24) - 3 KARAKTER DEBITUR (0,25) - 1 AKSES KEUANGAN Consistency ratio = 0,37 Hasil pengujian untuk setiap daerah mengenai pengaruh variabel produksi, RTP, dan kredit terhadap PDRB menunjukkan bahwa model GWR dengan kernel Fixed Gaussian (distance) merupakan model terbaik yang ditunjukkan dengan nilai Coefficient Validation (CV) minimum dan R-Square mendekati 1. Berdasarkan pemilihan model tersebut, RTP memberikan pengaruh di seluruh daerah. Sementara, hanya kabupaten Merauke yang tidak terpengaruh oleh variabel kredit dan sebaliknya, produksi hanya memberikan pengaruh negatif di kabupaten Merauke. Adapun rincian hasil pengujian sebagai berikut: 1. 2. 3. Di kota Jayapura pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,080185. Hal tersebut mengindikasikan jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan meningkat sebesar Rp0,080185 juta (80.185 rupiah). Pada kondisi yang sama, terdapat pengaruh kredit terhadap PDRB sebesar 0,002115, artinya jika terjadi peningkatan kredit Perikanan sebesar Rp1 miliar, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,002115 juta (Rp2.115). Di Kabupaten Biak Numfor terdapat pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,082103, artinya jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,082103 juta (Rp82.103). Pada kondisi yang sama, terdapat pengaruh kredit terhadap PDRB sebesar 0,002228, artinya jika terjadi peningkatan kredit perikanan sebesar Rp1 miliar, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,002228 juta (Rp2.228). Pada Kabupaten Nabire pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,098042, artinya jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,098042 juta (Rp98.042). Pada kondisi yang sama, pengaruh kredit terhadap PDRB sebesar 0,00254, artinya jika terjadi peningkatan kredit Adapun rincian hasil pengujian sebagai berikut: 4. 5. perikanan sebesar Rp1 miliar, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,00254 juta (Rp2.540). Pada Kabupaten Mimika pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,090513, artinya jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,090513 juta (Rp90.513). Pengaruh kredit terhadap PDRB sebesar 0,002294, artinya jika terjadi peningkatan kredit perikanan sebesar Rp1 miliar, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,002294 juta (Rp2.294) Pengaruh produksi terhadap PDRB Kabupaten Merauke sebesar -0,10102, artinya jika terjadi peningkatan Produksi Perikanan sebesar 1 juta ton, maka PDRB akan mengalami penurunan sebesar Rp0,10102 juta (Rp101.020). Di sisi lain, pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,418853, artinya jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,418853 juta (Rp418.853). Boks 1 : 18 19


Tabel B.3 Ringkasan Model MODEL OLS GWR GWR GWR GWR TIPE KERNEL - Fixed Gaussian (distance) Fixed bi-square (distance)* Adaptive bi-square (NN) Adaptive Gaussian (NN) BANDWIDTH (H) - 2,424 6,309 - 15,000 CV 0,109501 0,018030 0.017853 - 0,043815 R-SQUARE 0,329360 0,916776 0,920374 - 0,754500 242274.80 471520.31 -30687.40 229759.00 1158007.20 EFFECT Tabel B.2 Random Effect Kabupaten/Kota KAS KELILING JAYAPURA BIAK/NUMFOR NABIRE MIMIKA MERAUKE 1 2 3 4 5 Boks 1 : mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi pembiayaan dan regresi panel data untuk melihat dampak pembiayaan terhadap perekonomian. Selain itu, juga dilakukan analisis Geographically Weighted Regression (GWR) yang menggunakan unsur matriks pembobot W(i) yang besarnya tergantung pada jarak antar lokasi. Semakin dekat suatu lokasi, bobot pengaruhnya akan semakin besar. PDRB Kabupaten Nabire merupakan yang terendah. Untuk menaikan PDRB Kabupaten Nabire, maka variabel independent di Kabupaten Nabire harus lebih tinggi dari 4 daerah lain. Adapun variabel independent yang dimaksud adalah tingkat produksi, nilai penyaluran kredit dan jumlah rumah tangga perikanan (RTP). PENGOLAHAN DATA dan ANALISIS Berdasarkan hasil survei, secara umum dapat diketahui bahwa terdapat empat pola penjualan yang berlaku dalam pemasaran perikanan tangkap dan budidaya di kelima daerah cakupan analisis. Rantai tata niaga yang relatif panjang tersebut akan berpengaruh terhadap tingginya harga jual produk ikan di tingkat konsumen akhir. Berdasarkan hasil AHP, dapat diketahui bahwa prioritas untuk peningkatan akses keuangan di lapangan usaha perikanan perlu memperhatikan beberapa hal, terutama jaminan pembiayaan (0,22) dengan alternatif pilihan dimensi nilai jaminan. Kemudian diikuti oleh profil debitur (0,20) dengan alteratif pilihan karakter debitur. Di posisi ketiga adalah pendampingan teknis (0,17) dengan alternatif pilihan permodalan. Berdasarkan hasil pengolahan random effect setiap daerah cakupan kajian diketahui bahwa setiap daerah memiliki nilai PDRB positif, kecuali untuk Kabupaten Nabire yang negatif. Hal tersebut mengindikasikan apabila variabel independent bersifat konstan untuk semua daerah, maka Grafik B.3 Rantai Tata Niaga Pemasaran Ikan Budidaya NELAYAN PEMBENIH PEMBUDIDAYA NELAYAN WARUNG KONSUMEN TYPE 2 TYPE 3 TYPE 4 TYPE 1 Grafik B.2 Rantai Tata Niaga Pemasaran Ikan Tangkap NELAYAN PEDAGANG PENGUMPUL NELAYAN NELAYAN PEDAGANG PENGECER KONSUMEN TYPE 1 TYPE 2 TYPE 3 TYPE 4 Grafik B.4 Prioritas Peningkatan Akses Keuangan Lapangan Usaha Perikanan KELEMBAGAAN (0,14) - 5 INFRASTUKTUR (0,12) - 6 PENDAMPINGAN TEKNIS (0,17) - 3 SKEMA PEMBIAYAAN (0,15) - 4 JAMINAN PEMBIAYAAN (0,22) - 1 PROFIL DEBITUR (0,20) - 2 KEPASTIAN HUKUM (0,497) - 2 INFRASTUKTUR FISIK KANTOR (0,12) - 3 EDUKASI PERIJINAN (0,25) - 3 JENIS PRODUK PEMBIAYAAN (0,22) - 2 DIMENSI JENIS JAMINAN (0,42) - 2 INGKAT PENDIDIKAN (0,07) - 5 KEMITRAAN (0,502) - 1 SDM (0,46)- 1 AKSES PEMBIAYAAN (0,36) - 2 MEKANISME PENYALURAN (0,78) - 1 DIMENSI NILAI JAMINAN (0,58) - 1 KINERJA DEBITUR (0,24) - 2 AKSES INFORMASI (0,42) - 2 PERMODALAN (0,39) - 1 TINGKA PEMAHAMAN (0,20) - 4 TINGKAAT KESDARAN (0,24) - 3 KARAKTER DEBITUR (0,25) - 1 AKSES KEUANGAN Consistency ratio = 0,37 Hasil pengujian untuk setiap daerah mengenai pengaruh variabel produksi, RTP, dan kredit terhadap PDRB menunjukkan bahwa model GWR dengan kernel Fixed Gaussian (distance) merupakan model terbaik yang ditunjukkan dengan nilai Coefficient Validation (CV) minimum dan R-Square mendekati 1. Berdasarkan pemilihan model tersebut, RTP memberikan pengaruh di seluruh daerah. Sementara, hanya kabupaten Merauke yang tidak terpengaruh oleh variabel kredit dan sebaliknya, produksi hanya memberikan pengaruh negatif di kabupaten Merauke. Adapun rincian hasil pengujian sebagai berikut: 1. 2. 3. Di kota Jayapura pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,080185. Hal tersebut mengindikasikan jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan meningkat sebesar Rp0,080185 juta (80.185 rupiah). Pada kondisi yang sama, terdapat pengaruh kredit terhadap PDRB sebesar 0,002115, artinya jika terjadi peningkatan kredit Perikanan sebesar Rp1 miliar, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,002115 juta (Rp2.115). Di Kabupaten Biak Numfor terdapat pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,082103, artinya jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,082103 juta (Rp82.103). Pada kondisi yang sama, terdapat pengaruh kredit terhadap PDRB sebesar 0,002228, artinya jika terjadi peningkatan kredit perikanan sebesar Rp1 miliar, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,002228 juta (Rp2.228). Pada Kabupaten Nabire pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,098042, artinya jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,098042 juta (Rp98.042). Pada kondisi yang sama, pengaruh kredit terhadap PDRB sebesar 0,00254, artinya jika terjadi peningkatan kredit Adapun rincian hasil pengujian sebagai berikut: 4. 5. perikanan sebesar Rp1 miliar, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,00254 juta (Rp2.540). Pada Kabupaten Mimika pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,090513, artinya jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,090513 juta (Rp90.513). Pengaruh kredit terhadap PDRB sebesar 0,002294, artinya jika terjadi peningkatan kredit perikanan sebesar Rp1 miliar, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,002294 juta (Rp2.294) Pengaruh produksi terhadap PDRB Kabupaten Merauke sebesar -0,10102, artinya jika terjadi peningkatan Produksi Perikanan sebesar 1 juta ton, maka PDRB akan mengalami penurunan sebesar Rp0,10102 juta (Rp101.020). Di sisi lain, pengaruh RTP terhadap PDRB sebesar 0,418853, artinya jika terjadi peningkatan RTP sebesar 1.000 orang, maka PDRB akan mengalami peningkatan sebesar Rp0,418853 juta (Rp418.853). Boks 1 : 18 19


REKOMENDASI ASPEK Peralatan dan Teknologi Pengelolaan Pasca Produksi dan Pemasaran Penguatan Kelompok Usaha Perikanan Permodalan Kelembagaan PRIORITAS PROGRAM DAN KEBIJAKAN Ketersediaan bahan baku dan Bahan Bakar Minyak (BBM) Melibatkan kelompok usaha perikanan lokal dalam menentukan desain dan teknologi kapal Dukungan teknologi dan pengawasan Penyediaan infrastruktur di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Pemilihan tempat sentra pasar ikan dengan melibatkan berbagai pihak Melibatkan pelaku usaha perikanan dalam even pameran Pelatihan produk olahan Pembentukan kelompok pelaku usaha Pemberdayaan SDM melalui penguatan IPTEK Menciptakan mata pencaharian alternatif Pemberian modal kredit melalui Perbankan Penguatan peraturan daerah Melibatkan kelompok pelaku usaha perikanan dalam proses pengawasan dan penyelesaian konflik Bimbingan teknis, penyuluhan dan pendampingan Pembuatan zona rencana tata ruang wilayah (RTRW) perikanan STRATEGI DAN SASARAN PENCAPAIAN Meningkatkan produksi pelaku usaha perikanan lokal Kapasitas kapal dan alat tangkap yang memadai Penguatan kualitas dan hasil perikanan Fasilitas prasarana dan sarana penanganan hasil perikanan Meningkatkan promosi dan saluran pemasaran produk hasil perikanan Meningkatkan kerjasama pemasaran Pengembangan produk perikanan Penguatan peran kelompok melalui koperasi. Penguatan manajerial kelompok usaha Meningkatkan inovasi dan penguasaan teknologi tepat guna Mengembangkan unit usaha Pemberian fasilitas kredit sesuai kemampuan pelaku usaha Penyaluran kredit melalui koperasi Menciptakan persaingan usaha yang sehat, kepastian dalam investasi dan jaminan keamanan Mempermudah perizinan usaha perikanan Meningkatnya kesadaran terhadap penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Meningkatnya peran kelembagaan nelayan dalam penyelesaian konflik antar pelaku usaha Penguatan IPTEK bagi dalam meningkatkan produksi Pengaturan area wilayah penangkapan ikan sesuai dengan kapasitas kapal dan kesesuaian lokasi budidaya Menghindari konflik antar nelayan yang biasanya dipicu akibat perebutan wilayah tangkapan dan penggunaan kapal serta alat tangkap Tabel B.4 Hasil Pengujian Signifikansi Parameter Model GWR dengan Kernel Fixed bi-square (distance) terhadap PDRB *Signifikan untuk tingkat signifikan ( ) sebesar 5%. (Statistik uji |t| t-tabel = 2,0930) Kondisi yang relatif berbeda di kabupaten Merauke tersebut salah satunya disebabkan pada periode pengolahan data belum dilakukan moratorium perikanan, dimana terdapat beberapa perusahaan perikanan asing yang melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Merauke. Hal tersebut membuat nelayan lokal tidak mampu bersaing sehingga kinerjanya relatif kurang optimal. KESIMPULAN 1. 2. 3. 4. Potensi perikanan Papua belum diimbangi dengan kualitas SDM untuk mengembangkan usaha. Dari hasil survey, keterbatasan kualitas SDM tercermin dari manajerial yang belum professional, mekanisme pemasaran dan lemahnya inovasi. Agunan menjadi pertimbangan utama dalam penyaluran kredit. Di sisi lain, kepemilikan agunan juga menjadi salah satu kendala nelayan dalam memperoleh kredit. Rantai tata niaga perikanan relatif panjang yang berdampak pada tingginya harga komoditas perikanan. Pendampingan dan bantuan teknis yang masih terbatas membuat pengembangan usaha perikanan kurang optimal. Boks 1 : Boks 1 : 20 21 JAYAPURA BIAK NUMFOR NABIRE MIMIKA MERAUKE KABUPATEN/ KOTA 140.669 1.359.801 1.357.521 1.371.362 140.405 -25.916 -10.381 -350.955 -445.532 -849.911 0,1437 0,07562 -0,06412 0,090319 -1.278 0,204424 0,213007 0,212549 0,18253 0,969171 0,702948 0,355012 -0,30167 0,494814 -131.866 -0,00098 0,001276 0,0066 -0,00397 -0,10102 0,007134 0,007749 0,007706 0,006818 0,00997 -0,13671 0,164713 0,856568 -0,58237 -10,1326* 0,080185 0,082103 0,098042 0,090513 0,418853 0,02651 0,027801 0,027706 0,024787 0,139662 3,024711* 2,953181* 3,538666* 3,65169* 2,999059* 0,002115 0,002228 0,00254 0,002294 0,004279 0,000507 0,000532 0,000523 0,000458 0,00222 4,169398* 4,18685* 4,853634* 5,008488* 1.927.879 est_ Intercept se_ Intercept t_ Intercept est_ PRODUKSI se_ PRODUKSI t_ PRODUKSI est_ RTP se_ RTP t_ RTP est_ KREDIT se_ KREDIT t_ KREDIT x y


REKOMENDASI ASPEK Peralatan dan Teknologi Pengelolaan Pasca Produksi dan Pemasaran Penguatan Kelompok Usaha Perikanan Permodalan Kelembagaan PRIORITAS PROGRAM DAN KEBIJAKAN Ketersediaan bahan baku dan Bahan Bakar Minyak (BBM) Melibatkan kelompok usaha perikanan lokal dalam menentukan desain dan teknologi kapal Dukungan teknologi dan pengawasan Penyediaan infrastruktur di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Pemilihan tempat sentra pasar ikan dengan melibatkan berbagai pihak Melibatkan pelaku usaha perikanan dalam even pameran Pelatihan produk olahan Pembentukan kelompok pelaku usaha Pemberdayaan SDM melalui penguatan IPTEK Menciptakan mata pencaharian alternatif Pemberian modal kredit melalui Perbankan Penguatan peraturan daerah Melibatkan kelompok pelaku usaha perikanan dalam proses pengawasan dan penyelesaian konflik Bimbingan teknis, penyuluhan dan pendampingan Pembuatan zona rencana tata ruang wilayah (RTRW) perikanan STRATEGI DAN SASARAN PENCAPAIAN Meningkatkan produksi pelaku usaha perikanan lokal Kapasitas kapal dan alat tangkap yang memadai Penguatan kualitas dan hasil perikanan Fasilitas prasarana dan sarana penanganan hasil perikanan Meningkatkan promosi dan saluran pemasaran produk hasil perikanan Meningkatkan kerjasama pemasaran Pengembangan produk perikanan Penguatan peran kelompok melalui koperasi. Penguatan manajerial kelompok usaha Meningkatkan inovasi dan penguasaan teknologi tepat guna Mengembangkan unit usaha Pemberian fasilitas kredit sesuai kemampuan pelaku usaha Penyaluran kredit melalui koperasi Menciptakan persaingan usaha yang sehat, kepastian dalam investasi dan jaminan keamanan Mempermudah perizinan usaha perikanan Meningkatnya kesadaran terhadap penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Meningkatnya peran kelembagaan nelayan dalam penyelesaian konflik antar pelaku usaha Penguatan IPTEK bagi dalam meningkatkan produksi Pengaturan area wilayah penangkapan ikan sesuai dengan kapasitas kapal dan kesesuaian lokasi budidaya Menghindari konflik antar nelayan yang biasanya dipicu akibat perebutan wilayah tangkapan dan penggunaan kapal serta alat tangkap Tabel B.4 Hasil Pengujian Signifikansi Parameter Model GWR dengan Kernel Fixed bi-square (distance) terhadap PDRB *Signifikan untuk tingkat signifikan ( ) sebesar 5%. (Statistik uji |t| t-tabel = 2,0930) Kondisi yang relatif berbeda di kabupaten Merauke tersebut salah satunya disebabkan pada periode pengolahan data belum dilakukan moratorium perikanan, dimana terdapat beberapa perusahaan perikanan asing yang melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Merauke. Hal tersebut membuat nelayan lokal tidak mampu bersaing sehingga kinerjanya relatif kurang optimal. KESIMPULAN 1. 2. 3. 4. Potensi perikanan Papua belum diimbangi dengan kualitas SDM untuk mengembangkan usaha. Dari hasil survey, keterbatasan kualitas SDM tercermin dari manajerial yang belum professional, mekanisme pemasaran dan lemahnya inovasi. Agunan menjadi pertimbangan utama dalam penyaluran kredit. Di sisi lain, kepemilikan agunan juga menjadi salah satu kendala nelayan dalam memperoleh kredit. Rantai tata niaga perikanan relatif panjang yang berdampak pada tingginya harga komoditas perikanan. Pendampingan dan bantuan teknis yang masih terbatas membuat pengembangan usaha perikanan kurang optimal. Boks 1 : Boks 1 : 20 21 JAYAPURA BIAK NUMFOR NABIRE MIMIKA MERAUKE KABUPATEN/ KOTA 140.669 1.359.801 1.357.521 1.371.362 140.405 -25.916 -10.381 -350.955 -445.532 -849.911 0,1437 0,07562 -0,06412 0,090319 -1.278 0,204424 0,213007 0,212549 0,18253 0,969171 0,702948 0,355012 -0,30167 0,494814 -131.866 -0,00098 0,001276 0,0066 -0,00397 -0,10102 0,007134 0,007749 0,007706 0,006818 0,00997 -0,13671 0,164713 0,856568 -0,58237 -10,1326* 0,080185 0,082103 0,098042 0,090513 0,418853 0,02651 0,027801 0,027706 0,024787 0,139662 3,024711* 2,953181* 3,538666* 3,65169* 2,999059* 0,002115 0,002228 0,00254 0,002294 0,004279 0,000507 0,000532 0,000523 0,000458 0,00222 4,169398* 4,18685* 4,853634* 5,008488* 1.927.879 est_ Intercept se_ Intercept t_ Intercept est_ PRODUKSI se_ PRODUKSI t_ PRODUKSI est_ RTP se_ RTP t_ RTP est_ KREDIT se_ KREDIT t_ KREDIT x y


KEUANGAN PEMERINTAH Perkembangan realisasi pendapatan dan belanja APBN di Papua pada triwulan III 2017 menunjukan penurunan dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2016. Penurunan ekspor konsentrat di triwulan ini menjadi faktor utama menurunnya penerimaan pajak terutama Pajak Perdagangan Internasional. Dampak penyesuaian organisasi atas pelaksanaan Pilkada pada 11 kabupaten di Papua masih berlanjut. Hal ini menyebabkan realisasi anggaran belanja yang dikelola pemerintah Provinsi Papua secara keseluruhan belum optimal terutama tercermin dari Belanja Modal yang masih rendah. Sebaliknya realisasi APBD pemerintah Provinsi Papua pada periode tersebut menunjukkan kinerja yang lebih tinggi. Meningkatnya realisasi APBD di Papua dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pencairan dana desa tahap 3 dan mulai berjalannya proyek pembangunan infrastruktur. Ke depan realisasi APBN dan APBD Papua pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat sesuai dengan pola historisnya.


KEUANGAN PEMERINTAH Perkembangan realisasi pendapatan dan belanja APBN di Papua pada triwulan III 2017 menunjukan penurunan dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2016. Penurunan ekspor konsentrat di triwulan ini menjadi faktor utama menurunnya penerimaan pajak terutama Pajak Perdagangan Internasional. Dampak penyesuaian organisasi atas pelaksanaan Pilkada pada 11 kabupaten di Papua masih berlanjut. Hal ini menyebabkan realisasi anggaran belanja yang dikelola pemerintah Provinsi Papua secara keseluruhan belum optimal terutama tercermin dari Belanja Modal yang masih rendah. Sebaliknya realisasi APBD pemerintah Provinsi Papua pada periode tersebut menunjukkan kinerja yang lebih tinggi. Meningkatnya realisasi APBD di Papua dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pencairan dana desa tahap 3 dan mulai berjalannya proyek pembangunan infrastruktur. Ke depan realisasi APBN dan APBD Papua pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat sesuai dengan pola historisnya.


sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD) KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH Tabel 2.2 Perkembangan Sisi Pendapatan APBD Provinsi Papua PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH PAJAK DAERAH RETRIBUSI DAERAH HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN LAIN-LAIN PAD YANG SAH DANA PERIMBANGAN BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS LAIN - LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH PENDAPATAN HIBAH DANA OTONOMI KHUSUS DANA TAMBAHAN INFRASTRUKTUR LAIN - LAIN PENDAPATAN DAERAH LAINNYA PAGU (RP MILIAR) 13.065,98 1.161,42 879,02 83,19 52,81 146,40 3.949,27 921,39 2.502,45 525,43 7.955,29 7,50 5.395,05 1.987,50 432,57 14.116,82 1.367,16 1.045,48 82,93 52,81 185,94 4.543,83 606,16 2.570,12 1.367,55 8.205,83 0,68 5.580,15 2.625,00 - 8.912,52 528,01 338,63 39,81 52,56 97,01 2.872,60 609,98 2.085,37 177,00 5.511,90 - 4.046,29 900,00 - 9.873,00 684,26 490,95 56,12 0,72 136,48 3.004,72 406,92 2.029,36 568,44 6.184,02 0,60 4.211,86 1.968,75 - II 2016 II 2017 REALISASI KUMULATIF PAGU (%YOY) 69,94% 50,05% 46,96% 67,67% 1,36% 73,40% 66,13% 67,13% 78,96% 41,57% 75,36% 88,28% 75,48% 75,00% - REALISASI KUMULATIF (RP MILIAR) II 2016 II 2017 REALISASI (RP MILIAR) 4.104,92 170,36 114,33 14,39 - 41,63 686,58 7,65 656,89 22,04 3.247,98 0,09 2.427,77 540,00 - 4.651,68 275,80 182,93 29,48 0,71 62,68 665,86 67,30 572,96 25,61 3.710,02 0,14 2.527,12 1.181,25 1,51 II 2016 II 2017 sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan DETAIL PENDAPATAN APBN Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN Papua Triwulan III 2017 PAJAK DALAM NEGERI PAJAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK TOTAL REALISASI (RP MILIAR) 3.860,80 1.219,89 226,36 5.307,06 3.574,07 1.073,34 401,26 5.048,67 -7,43 -12,01 77,26 -4,87 70,79% 21,26% 7,95% 100,00% III 2016 III 2017 PERUBAHAN PAGU (%YOY) Struktur III 2017 Realisasi Pendapatan dan Belanja APBN Provinsi Papua secara umum lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya di periode yang sama. 2.1 REALISASI APBN PROVINSI PAPUA 2.1.1 Realisasi Pendapatan APBN Secara nominal realisasi triwulan III 2017 turun -4,87% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016. Berdasarkan struktur penyumbang realisasi pendapatan APBN Provinsi Papua triwulan III 2017 masih didominasi oleh pendapatan dari Pajak Dalam Negeri dengan pangsa sebesar 70,79%. Selanjutnya Pajak Perdagangan Internasional menyumbangkan 21,26% dan Penerimaan Negara Bukan Pajak menyumbangkan 7,95% terhadap seluruh realisasi pendapatan APBN Provinsi Papua triwulan III 2017. Tingginya kontribusi Pajak Dalam Negeri menyebabkan fluktuasi pos pendapatan ini dapat mempengaruhi realisasi pendapatan APBN Provinsi Papua secara keseluruhan. Tercatat salah satu penyebab turunnya realisasi pendapatan APBN Provinsi Papua hingga triwulan III 2017 disebabkan oleh realisasi Pajak Dalam Negeri yang turun -7,43% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Menurunnya ekspor konsentrat di triwulan ini menjadi faktor utama menurunnya penerimaan pajak terutama Pajak Perdagangan Internasional. 2.1.2 Realisasi Belanja APBN Selanjutnya dari sisi pagu belanja APBN menunjukkan belanja APBN di lingkup pemerintahan Provinsi Papua per triwulan III 2017 secara keseluruhan mengalami peningkatan 5,67% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016. Berdasarkan jenis pos belanja, Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Belanja Modal mengalami kenaikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dengan peningkatan masing-masing sebesar 4,76% (yoy), 9,15% (yoy) dan 4,51% (yoy). Di sisi lain terdapat penurunan pada pos belanja Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Lainnya dengan penurunan masingmasing sebesar -3,18% (yoy) dan -19,13% (yoy). Selanjutnya dari sisi realisasi belanja APBN di lingkup pemerintahan Provinsi Papua per triwulan III 2017 secara keseluruhan mengalami peningkatan 9,62% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016. Hingga triwulan III tahun 2017 realisasi belanja APBN di lingkup pemerintah Provinsi Papua mencapai 50,56% (yoy). Berdasarkan jenis realisasi pos belanja, Belanja Pegawai dan Belanja Barang yang mengalami kenaikan relatif tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dengan peningkatan masing-masing sebesar 10,62% (yoy) dan 29,25% (yoy). Sementara pos belanja Belanja modal hanya Grafik 2.1 Struktur Realisasi Belanja APBN Papua BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BANSOS BELANJA LAINNYA Grafik 2.2 Realisasi APBN Menurut Pos Belanja TW-III 2016 TW-III 2017 TOTAL BELANJA BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BANSOS BELANJA LAINNYA 14,00% 14,42% 21,49% 0,00% 0,00% 21,65% 23,82% 19,23% 21,98% 21,86% 16,48% 22,46% 25,15% 22,77% 21,15% 0,53% Sumber: BPKAD, diolah Sumber: BPKAD, diolah tumbuh 0,57% (yoy). Di sisi lain terdapat penurunan yang cukup signifikan pada pos belanja Belanja Bantuan Sosial dengan penurunan sebesar -97,66% (yoy). Dampak penyesuaian organisasi atas pelaksanaan Pilkada pada 11 Kabupaten di Provinsi Papua nampak masih berlanjut. Hal ini menyebabkan realisasi anggaran belanja yang dikelola pemerintah Provinsi Papua secara keseluruhan belum optimal terutama ditunjukkan dari Belanja Modal yang masih rendah. Di sisi lain, penundaan realisasi Dana Desa dan DAK Fisik tahap pertama terpantau telah terealisasi pada triwulan III 2017. Penyaluran Dana Desa hingga triwulan III 2017 telah mencapai Rp2,56 triliun dan DAK Fisik mencapai Rp1,88 triliun. Sehingga total realisasi pos Transfer ke Daerah dan Dana Desa triwulan III 2017 mencapai 53,83% dari total pagu 2017 yang ditetapkan sebesar Rp8,26 triliun. Sepanjang triwulan IV 2017 diperkirakan realisasi pendapatan dan belanja APBN di lingkup pemerintah Provinsi Papua meningkat lebih tinggi dibandingkan triwulan laporan. Meningkatnya aktivitas pembangunan infrastruktur berpengaruh pada peningkatan kebutuhan impor bahan baku dan penolong sehingga mampu meningkatkan pendapatan dari sisi Bea Masuk / Keluar. Dari sisi belanja, seiring dengan penyaluran Dana Desa tahap ketiga bulan Oktober 2017, diperkirakan realisasi belanja mampu terdongkrak lebih tinggi. Sementara meningkatnya aktivitas konstruksi pada triwulan IV 2017 juga dinilai mampu mendorong pos Belanja Modal untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan laporan. Realisasi Pendapatan dan Belanja APBN Provinsi Papua secara umum lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya di periode yang sama. Hingga triwulan III 2017 kinerja realisasi pendapatan dan belanja APBD Pemerintah Provinsi Papua mengalami kenaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan komponen penyusun pos pendapatan, terpantau kenaikan tertinggi terjadi pada pos Dana Otonomi Khusus dan Dana Tambahan Infrastruktur. Sementara dari sisi realisasi belanja, tercatat tingginya realisasi Belanja Modal dan Belanja Barang dan Jasa menjadi faktor utama penyumbang pertumbuhan realisasi belanja APBD Pemerintah Provinsi Papua pada triwulan III 2017. Selain itu, mulai terlaksananya proyek pembangunan infrastruktur di Papua juga menjadi pendorong kenaikan realisasi APBD pada triwulan laporan. 2.2 REALISASI APBD PEMERINTAH PROVINSI PAPUA 24 25


sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD) KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH Tabel 2.2 Perkembangan Sisi Pendapatan APBD Provinsi Papua PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH PAJAK DAERAH RETRIBUSI DAERAH HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN LAIN-LAIN PAD YANG SAH DANA PERIMBANGAN BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS LAIN - LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH PENDAPATAN HIBAH DANA OTONOMI KHUSUS DANA TAMBAHAN INFRASTRUKTUR LAIN - LAIN PENDAPATAN DAERAH LAINNYA PAGU (RP MILIAR) 13.065,98 1.161,42 879,02 83,19 52,81 146,40 3.949,27 921,39 2.502,45 525,43 7.955,29 7,50 5.395,05 1.987,50 432,57 14.116,82 1.367,16 1.045,48 82,93 52,81 185,94 4.543,83 606,16 2.570,12 1.367,55 8.205,83 0,68 5.580,15 2.625,00 - 8.912,52 528,01 338,63 39,81 52,56 97,01 2.872,60 609,98 2.085,37 177,00 5.511,90 - 4.046,29 900,00 - 9.873,00 684,26 490,95 56,12 0,72 136,48 3.004,72 406,92 2.029,36 568,44 6.184,02 0,60 4.211,86 1.968,75 - II 2016 II 2017 REALISASI KUMULATIF PAGU (%YOY) 69,94% 50,05% 46,96% 67,67% 1,36% 73,40% 66,13% 67,13% 78,96% 41,57% 75,36% 88,28% 75,48% 75,00% - REALISASI KUMULATIF (RP MILIAR) II 2016 II 2017 REALISASI (RP MILIAR) 4.104,92 170,36 114,33 14,39 - 41,63 686,58 7,65 656,89 22,04 3.247,98 0,09 2.427,77 540,00 - 4.651,68 275,80 182,93 29,48 0,71 62,68 665,86 67,30 572,96 25,61 3.710,02 0,14 2.527,12 1.181,25 1,51 II 2016 II 2017 sumber: Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan DETAIL PENDAPATAN APBN Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN Papua Triwulan III 2017 PAJAK DALAM NEGERI PAJAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK TOTAL REALISASI (RP MILIAR) 3.860,80 1.219,89 226,36 5.307,06 3.574,07 1.073,34 401,26 5.048,67 -7,43 -12,01 77,26 -4,87 70,79% 21,26% 7,95% 100,00% III 2016 III 2017 PERUBAHAN PAGU (%YOY) Struktur III 2017 Realisasi Pendapatan dan Belanja APBN Provinsi Papua secara umum lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya di periode yang sama. 2.1 REALISASI APBN PROVINSI PAPUA 2.1.1 Realisasi Pendapatan APBN Secara nominal realisasi triwulan III 2017 turun -4,87% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016. Berdasarkan struktur penyumbang realisasi pendapatan APBN Provinsi Papua triwulan III 2017 masih didominasi oleh pendapatan dari Pajak Dalam Negeri dengan pangsa sebesar 70,79%. Selanjutnya Pajak Perdagangan Internasional menyumbangkan 21,26% dan Penerimaan Negara Bukan Pajak menyumbangkan 7,95% terhadap seluruh realisasi pendapatan APBN Provinsi Papua triwulan III 2017. Tingginya kontribusi Pajak Dalam Negeri menyebabkan fluktuasi pos pendapatan ini dapat mempengaruhi realisasi pendapatan APBN Provinsi Papua secara keseluruhan. Tercatat salah satu penyebab turunnya realisasi pendapatan APBN Provinsi Papua hingga triwulan III 2017 disebabkan oleh realisasi Pajak Dalam Negeri yang turun -7,43% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Menurunnya ekspor konsentrat di triwulan ini menjadi faktor utama menurunnya penerimaan pajak terutama Pajak Perdagangan Internasional. 2.1.2 Realisasi Belanja APBN Selanjutnya dari sisi pagu belanja APBN menunjukkan belanja APBN di lingkup pemerintahan Provinsi Papua per triwulan III 2017 secara keseluruhan mengalami peningkatan 5,67% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016. Berdasarkan jenis pos belanja, Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Belanja Modal mengalami kenaikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dengan peningkatan masing-masing sebesar 4,76% (yoy), 9,15% (yoy) dan 4,51% (yoy). Di sisi lain terdapat penurunan pada pos belanja Belanja Bantuan Sosial dan Belanja Lainnya dengan penurunan masingmasing sebesar -3,18% (yoy) dan -19,13% (yoy). Selanjutnya dari sisi realisasi belanja APBN di lingkup pemerintahan Provinsi Papua per triwulan III 2017 secara keseluruhan mengalami peningkatan 9,62% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016. Hingga triwulan III tahun 2017 realisasi belanja APBN di lingkup pemerintah Provinsi Papua mencapai 50,56% (yoy). Berdasarkan jenis realisasi pos belanja, Belanja Pegawai dan Belanja Barang yang mengalami kenaikan relatif tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dengan peningkatan masing-masing sebesar 10,62% (yoy) dan 29,25% (yoy). Sementara pos belanja Belanja modal hanya Grafik 2.1 Struktur Realisasi Belanja APBN Papua BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BANSOS BELANJA LAINNYA Grafik 2.2 Realisasi APBN Menurut Pos Belanja TW-III 2016 TW-III 2017 TOTAL BELANJA BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG BELANJA MODAL BELANJA BANSOS BELANJA LAINNYA 14,00% 14,42% 21,49% 0,00% 0,00% 21,65% 23,82% 19,23% 21,98% 21,86% 16,48% 22,46% 25,15% 22,77% 21,15% 0,53% Sumber: BPKAD, diolah Sumber: BPKAD, diolah tumbuh 0,57% (yoy). Di sisi lain terdapat penurunan yang cukup signifikan pada pos belanja Belanja Bantuan Sosial dengan penurunan sebesar -97,66% (yoy). Dampak penyesuaian organisasi atas pelaksanaan Pilkada pada 11 Kabupaten di Provinsi Papua nampak masih berlanjut. Hal ini menyebabkan realisasi anggaran belanja yang dikelola pemerintah Provinsi Papua secara keseluruhan belum optimal terutama ditunjukkan dari Belanja Modal yang masih rendah. Di sisi lain, penundaan realisasi Dana Desa dan DAK Fisik tahap pertama terpantau telah terealisasi pada triwulan III 2017. Penyaluran Dana Desa hingga triwulan III 2017 telah mencapai Rp2,56 triliun dan DAK Fisik mencapai Rp1,88 triliun. Sehingga total realisasi pos Transfer ke Daerah dan Dana Desa triwulan III 2017 mencapai 53,83% dari total pagu 2017 yang ditetapkan sebesar Rp8,26 triliun. Sepanjang triwulan IV 2017 diperkirakan realisasi pendapatan dan belanja APBN di lingkup pemerintah Provinsi Papua meningkat lebih tinggi dibandingkan triwulan laporan. Meningkatnya aktivitas pembangunan infrastruktur berpengaruh pada peningkatan kebutuhan impor bahan baku dan penolong sehingga mampu meningkatkan pendapatan dari sisi Bea Masuk / Keluar. Dari sisi belanja, seiring dengan penyaluran Dana Desa tahap ketiga bulan Oktober 2017, diperkirakan realisasi belanja mampu terdongkrak lebih tinggi. Sementara meningkatnya aktivitas konstruksi pada triwulan IV 2017 juga dinilai mampu mendorong pos Belanja Modal untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan laporan. Realisasi Pendapatan dan Belanja APBN Provinsi Papua secara umum lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya di periode yang sama. Hingga triwulan III 2017 kinerja realisasi pendapatan dan belanja APBD Pemerintah Provinsi Papua mengalami kenaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan komponen penyusun pos pendapatan, terpantau kenaikan tertinggi terjadi pada pos Dana Otonomi Khusus dan Dana Tambahan Infrastruktur. Sementara dari sisi realisasi belanja, tercatat tingginya realisasi Belanja Modal dan Belanja Barang dan Jasa menjadi faktor utama penyumbang pertumbuhan realisasi belanja APBD Pemerintah Provinsi Papua pada triwulan III 2017. Selain itu, mulai terlaksananya proyek pembangunan infrastruktur di Papua juga menjadi pendorong kenaikan realisasi APBD pada triwulan laporan. 2.2 REALISASI APBD PEMERINTAH PROVINSI PAPUA 24 25


Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua DANA PERIMBANGAN BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi PAD Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah TOTAL PAD PAJAK DAERAH RETRIBUSI DAERAH HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN LAIN-LAIN PAD YANG SAH TW-III 2016 TW-III 2017 17,38% 0,83% 26,25% 4,19% 14,65% 11,10% 22,29% 1,87% 14,67% 13,01% 17,30% 28,44% 20,17% 17,50% 35,55% 1,35% 33,71% TW-III 2016 TW-III 2017 Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH Tabel 2.3 Realisasi Belanja APBD Papua Triwulan III 2017 BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA PEGAWAI BELANJA SUBSIDI DAN BANTUAN SOSIAL BELANJA HIBAH BELANJA BAGI HASIL PAJAK DAERAH KEPADA KABUPATEN/KOTA BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA/PEMERINTAH KAMPUNG DAN PARTAI POLITIK BELANJA TIDAK TERDUGA BELANJA LANGSUNG BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA MODAL ASET LAINNYA REALISASI (RP MILIAR) 3.173,45 2.496,97 236,29 36,45 385,69 59,51 1.779,04 - 676,48 46,50 351,45 278,54 - 3.307,82 2.189,86 224,97 12,94 102,55 32,99 1.816,41 - 1.117,96 43,54 528,63 545,80 - 13.601,16 7.563,70 1.082,74 153,75 1.167,66 362,83 4.791,21 5,52 6.037,47 260,97 2.838,48 2.938,03 - 15.654,66 8.102,81 1.319,85 141,03 1.038,39 390,16 5.203,38 10,00 7.551,85 274,07 3.821,94 3.455,85 - III 2016 III 2017 PERUBAHAN PAGU (%YOY) 15,10 7,13 21,90 -8,27 -11,07 7,53 8,60 81,29 25,08 5,02 34,65 17,62 0,00 PAGU (RP MILIAR) III 2016 III 2017 2.2.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Papua Pagu pendapatan APBD Pemerintah Provinsi Papua 2017 mencapai Rp 14,11 Triliun. Secara keseluruhan pagu pendapatan ini meningkat sebesar 8,04% (yoy) dibandingkan pagu pada periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan komponennya peningkatan pagu terbesar pada pos Dana Alokasi Khusus yang meningkat 160,27% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ini sejalan dengan rencana pemerintah Provinsi Papua sepanjang Tahun Anggaran 2017 yang semakin memfokuskan program kerja ke bidang kedaulatan pangan dan bidang transportasi. Meningkatnya jumlah rencana proyek pembangunan UPTD Bidang Pertanian dan pengembangan saluran irigasi menjadi dasar kebutuhan peningkatan alokasi DAK pada triwulan berjalan untuk mendukung program kedaulatan pangan. Selain itu, guna mendukung program nasional yaitu penyelesaian jalan trans papua, jumlah proyek khususnya infrastruktur jalan dan jembatan pendukung semakin meningkat pada triwulan laporan. Realisasi pendapatan Pemdaprov Papua pada triwulan III 2017 mencapai 32,95% dari target, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 31,42%. Dilihat dari struktur realisasi pendapatan APBD triwulan III 2017 terpantau pos Lain – Lain Pendapatan Daerah Yang Sah mendominasi dengan pencapaian sebesar 80%. Sementara Dana Perimbangan menjadi pos dengan realisasi terbesar kedua dengan pencapaian sebesar 14% Grafik 2.3 Struktur Realisasi Pendapatan APBD Papua PAD DANA PERIMBANGAN LAIN - LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 6% 14% 80% Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah Grafik 2.4 Perkembangan Realisasi Pendapatan Lain LAIN - LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH PENDAPATAN HIBAH DANA OTONOMI KHUSUS DANA TAMBAHAN INFRASTRUKTUR LAIN - LAIN PENDAPATAN DAERAH LAINNYA Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah TW-III 2016 TW-III 2017 40,83% 1,18% 45,00% 27,17% 0,00% 45,21% 20,71% 45,29% 45,00% 0,00% disusul oleh pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mencapai 6% dari keseluruhan realisasi pendapatan. Realisasi pos Lain – Lain Pendapatan Daerah yang Sah pada triwulan III 2017 mencapai 45,21% lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 40,83%. Peningkatan ini salah satunya disebabkan oleh peningkatan Dana Tambahan Infrastruktur yang mencapai 1.181,25 miliar yang tumbuh sebesar 118,75% (yoy) dibanding triwulan yang sama di tahun sebelumnya. Peningkatan dana tambahan infrastruktur sejalan dengan terus berlanjutnya pembangunan infrastruktur di Papua sesuai dengan program prioritas nasional di Papua. Tercatat terdapat 140 proyek infrastruktur penghubung yang telah direncanakan hingga triwulan III 2017. Pergerakan yang sama juga terjadi pada realisasi pos PAD yang naik sebesar 61,89% (yoy) dibanding realisasi pada triwulan III 2016. Peningkatan pos pendapatan PAD dis ebabk an ol eh na i kny a s e luruh komponen pendapatannya terutama Retribusi Daerah dan Pajak Daerah dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 104,85% (yoy) dan 60,00% (yoy). Sementara itu, terjadi penurunan realisasi pada pos Dana Perimbangan yang mencapai 14,65% lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan III 2016 yang mencapai 17,38%. Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya realisasi Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Ke depan, sejalan dengan pola historisnya realisasi pendapatan APBD akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan laporan. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Papua, realisasi belanja pemerintah Provinsi Papua mencapai 95% di akhir triwulan IV. 2.2.2 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Papua Pagu belanja APBD Pemerintah Provinsi Papua sepanjang tahun 2017 sebesar Rp15,65 triliun atau meningkat 15,1% (yoy) dibandingkan tahun 2016. Berdasarkan struktur belanja APBD Papua pada triwulan III 2017 masih di dominasi pos Belanja Tidak Langsung dengan proporsi 66% berbanding dengan Belanja Langsung sebesar 34%. Apabila dibandingkan dengan tahun 2016, proporsi pagu belanja langsung cenderung meningkat di triwulan laporan. Peningkatan ini terutama didorong oleh meningkatnya nominal pos Belanja Barang dan Jasa serta pos Belanja Modal. Peningkatan pagu pada kedua pos ini sejalan dengan meningkatnya pagu anggaran pendapatan pada pos Dana Tambahan Infrastruktur. Peningkatan pagu pendapatan pos Dana Tambahan Infrastruktur juga ditujukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dermaga, sarana transportasi darat, sungai maupun laut dalam rangka mengatasi keterisolasian dan kesenjangan penyediaan infrastruktur antara Papua dengan daerah lainnya. Dari sisi belanja, realisasi belanja APBD Pemerintah Provinsi Papua triwulan III 2017 berada dalam level yang relatif rendah. Meningkatnya pagu belanja pada tahun 2017 tidak diikuti dengan peningkatan realisasi belanja yang seimbang. Hal ini terlihat dari realisasi belanja APBD Provinsi Papua sampai triwulan III 2017 baru mencapai 41,16% terpaut cukup rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016 yang mencapai 49,06%. 26 27


Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan Sumber: Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua DANA PERIMBANGAN BAGI HASIL PAJAK/BAGI HASIL BUKAN PAJAK DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi PAD Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah TOTAL PAD PAJAK DAERAH RETRIBUSI DAERAH HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN LAIN-LAIN PAD YANG SAH TW-III 2016 TW-III 2017 17,38% 0,83% 26,25% 4,19% 14,65% 11,10% 22,29% 1,87% 14,67% 13,01% 17,30% 28,44% 20,17% 17,50% 35,55% 1,35% 33,71% TW-III 2016 TW-III 2017 Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH Tabel 2.3 Realisasi Belanja APBD Papua Triwulan III 2017 BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA PEGAWAI BELANJA SUBSIDI DAN BANTUAN SOSIAL BELANJA HIBAH BELANJA BAGI HASIL PAJAK DAERAH KEPADA KABUPATEN/KOTA BELANJA BANTUAN KEUANGAN KEPADA PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA/PEMERINTAH KAMPUNG DAN PARTAI POLITIK BELANJA TIDAK TERDUGA BELANJA LANGSUNG BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA MODAL ASET LAINNYA REALISASI (RP MILIAR) 3.173,45 2.496,97 236,29 36,45 385,69 59,51 1.779,04 - 676,48 46,50 351,45 278,54 - 3.307,82 2.189,86 224,97 12,94 102,55 32,99 1.816,41 - 1.117,96 43,54 528,63 545,80 - 13.601,16 7.563,70 1.082,74 153,75 1.167,66 362,83 4.791,21 5,52 6.037,47 260,97 2.838,48 2.938,03 - 15.654,66 8.102,81 1.319,85 141,03 1.038,39 390,16 5.203,38 10,00 7.551,85 274,07 3.821,94 3.455,85 - III 2016 III 2017 PERUBAHAN PAGU (%YOY) 15,10 7,13 21,90 -8,27 -11,07 7,53 8,60 81,29 25,08 5,02 34,65 17,62 0,00 PAGU (RP MILIAR) III 2016 III 2017 2.2.1 Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Papua Pagu pendapatan APBD Pemerintah Provinsi Papua 2017 mencapai Rp 14,11 Triliun. Secara keseluruhan pagu pendapatan ini meningkat sebesar 8,04% (yoy) dibandingkan pagu pada periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan komponennya peningkatan pagu terbesar pada pos Dana Alokasi Khusus yang meningkat 160,27% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ini sejalan dengan rencana pemerintah Provinsi Papua sepanjang Tahun Anggaran 2017 yang semakin memfokuskan program kerja ke bidang kedaulatan pangan dan bidang transportasi. Meningkatnya jumlah rencana proyek pembangunan UPTD Bidang Pertanian dan pengembangan saluran irigasi menjadi dasar kebutuhan peningkatan alokasi DAK pada triwulan berjalan untuk mendukung program kedaulatan pangan. Selain itu, guna mendukung program nasional yaitu penyelesaian jalan trans papua, jumlah proyek khususnya infrastruktur jalan dan jembatan pendukung semakin meningkat pada triwulan laporan. Realisasi pendapatan Pemdaprov Papua pada triwulan III 2017 mencapai 32,95% dari target, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 31,42%. Dilihat dari struktur realisasi pendapatan APBD triwulan III 2017 terpantau pos Lain – Lain Pendapatan Daerah Yang Sah mendominasi dengan pencapaian sebesar 80%. Sementara Dana Perimbangan menjadi pos dengan realisasi terbesar kedua dengan pencapaian sebesar 14% Grafik 2.3 Struktur Realisasi Pendapatan APBD Papua PAD DANA PERIMBANGAN LAIN - LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 6% 14% 80% Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah Grafik 2.4 Perkembangan Realisasi Pendapatan Lain LAIN - LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH PENDAPATAN HIBAH DANA OTONOMI KHUSUS DANA TAMBAHAN INFRASTRUKTUR LAIN - LAIN PENDAPATAN DAERAH LAINNYA Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah TW-III 2016 TW-III 2017 40,83% 1,18% 45,00% 27,17% 0,00% 45,21% 20,71% 45,29% 45,00% 0,00% disusul oleh pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mencapai 6% dari keseluruhan realisasi pendapatan. Realisasi pos Lain – Lain Pendapatan Daerah yang Sah pada triwulan III 2017 mencapai 45,21% lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 40,83%. Peningkatan ini salah satunya disebabkan oleh peningkatan Dana Tambahan Infrastruktur yang mencapai 1.181,25 miliar yang tumbuh sebesar 118,75% (yoy) dibanding triwulan yang sama di tahun sebelumnya. Peningkatan dana tambahan infrastruktur sejalan dengan terus berlanjutnya pembangunan infrastruktur di Papua sesuai dengan program prioritas nasional di Papua. Tercatat terdapat 140 proyek infrastruktur penghubung yang telah direncanakan hingga triwulan III 2017. Pergerakan yang sama juga terjadi pada realisasi pos PAD yang naik sebesar 61,89% (yoy) dibanding realisasi pada triwulan III 2016. Peningkatan pos pendapatan PAD dis ebabk an ol eh na i kny a s e luruh komponen pendapatannya terutama Retribusi Daerah dan Pajak Daerah dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 104,85% (yoy) dan 60,00% (yoy). Sementara itu, terjadi penurunan realisasi pada pos Dana Perimbangan yang mencapai 14,65% lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan III 2016 yang mencapai 17,38%. Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya realisasi Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Ke depan, sejalan dengan pola historisnya realisasi pendapatan APBD akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan laporan. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Papua, realisasi belanja pemerintah Provinsi Papua mencapai 95% di akhir triwulan IV. 2.2.2 Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Papua Pagu belanja APBD Pemerintah Provinsi Papua sepanjang tahun 2017 sebesar Rp15,65 triliun atau meningkat 15,1% (yoy) dibandingkan tahun 2016. Berdasarkan struktur belanja APBD Papua pada triwulan III 2017 masih di dominasi pos Belanja Tidak Langsung dengan proporsi 66% berbanding dengan Belanja Langsung sebesar 34%. Apabila dibandingkan dengan tahun 2016, proporsi pagu belanja langsung cenderung meningkat di triwulan laporan. Peningkatan ini terutama didorong oleh meningkatnya nominal pos Belanja Barang dan Jasa serta pos Belanja Modal. Peningkatan pagu pada kedua pos ini sejalan dengan meningkatnya pagu anggaran pendapatan pada pos Dana Tambahan Infrastruktur. Peningkatan pagu pendapatan pos Dana Tambahan Infrastruktur juga ditujukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dermaga, sarana transportasi darat, sungai maupun laut dalam rangka mengatasi keterisolasian dan kesenjangan penyediaan infrastruktur antara Papua dengan daerah lainnya. Dari sisi belanja, realisasi belanja APBD Pemerintah Provinsi Papua triwulan III 2017 berada dalam level yang relatif rendah. Meningkatnya pagu belanja pada tahun 2017 tidak diikuti dengan peningkatan realisasi belanja yang seimbang. Hal ini terlihat dari realisasi belanja APBD Provinsi Papua sampai triwulan III 2017 baru mencapai 41,16% terpaut cukup rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016 yang mencapai 49,06%. 26 27


Grafik 2.7 Struktur Realisasi Belanja APBD BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA LANGSUNG 66% 34% Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah Grafik 2.8 Realisasi per Pos Belanja APBD BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA LANGSUNG PEGAWAI BARANG DAN JASA MODAL TOTAL BELANJA LANGSUNG Sumber : Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua TW-II 2016 TW-II 2017 23,33% 33,01% 11,20% 17,82% 12,38% 9,48% 21,13% 27,03% 14,80% 15,88% 13,83% 15,79% Berdasarkan struktur penyusun realisasi belanja APBD triwulan III 2017, pos Belanja Tidak Langsung menjadi komponen dengan realisasi tertinggi yaitu sebesar 27,03% dari keseluruhan realisasi belanja. Kondisi ini menunjukkan bahwa hingga triwulan III 2017 realisasi belanja APBD Provinsi Papua masih didominasi dengan pengeluaran rutin. Namun jika dilihat dari nominalnya, realisasi pos Belanja Tidak Langsung mengalami penurunan dibandingkan triwulan III 2016. Hal tersebut disebabkan terjadinya pergeseran hari raya Idul Fitri dari triwulan III 2016 menjadi triwulan II 2017. Sehingga belanja pegawai dalam bentuk penyaluran Tunjangan Hari Raya (THR) pada triwulan III 2016 menjadi lebih besar dari triwulan III 2017. pos Belanja Modal. Peningkatan pagu pada kedua pos ini sejalan dengan meningkatnya pagu anggaran pendapatan pada pos Dana Tambahan Infrastruktur. Peningkatan pagu pendapatan pos Dana Tambahan Infrastruktur juga ditujukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dermaga, sarana transportasi darat, sungai maupun laut dalam rangka mengatasi keterisolasian dan kesenjangan penyediaan infrastruktur antara Papua dengan daerah lainnya. Dari sisi belanja, realisasi belanja APBD Pemerintah Provinsi Papua triwulan III 2017 berada dalam level yang relatif rendah. Meningkatnya pagu belanja pada tahun 2017 tidak diikuti dengan peningkatan realisasi belanja yang seimbang. Hal ini terlihat dari realisasi belanja APBD Provinsi Papua sampai triwulan III 2017 baru mencapai 41,16% terpaut cukup rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016 yang mencapai 49,06%. Berdasarkan struktur penyusun realisasi belanja APBD triwulan III 2017, pos Belanja Tidak Langsung menjadi komponen dengan realisasi tertinggi yaitu sebesar 27,03% dari keseluruhan realisasi belanja. Kondisi ini menunjukkan bahwa hingga triwulan III 2017 realisasi belanja APBD Provinsi Papua masih didominasi dengan pengeluaran rutin. Namun jika dilihat dari nominalnya, realisasi pos Belanja Tidak Langsung mengalami penurunan dibandingkan triwulan III 2016. Hal tersebut disebabkan terjadinya pergeseran hari raya Idul Fitri dari triwulan III 2016 menjadi triwulan II 2017. Sehingga belanja pegawai dalam bentuk penyaluran Tunjangan Hari Raya (THR) pada triwulan III 2016 menjadi lebih besar dari triwulan III 2017. 28 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Tekanan inflasi agregat di Papua triwulan III 2017 tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dan inflasi nasional. Inflasi pada triwulan ini juga berada di bawah target inflasi Nasional 2017 yaitu sebesar 4%±1% (yoy). Secara umum, berlalunya perayaan puasa dan lebaran menjadi salah satu faktor penyebab terkendalinya inflasi Papua selama triwulan III 2017. Berdasarkan asesemen Bank Indonesia, inflasi triwulan IV 2017 secara umum diperkirakan lebih tinggi dibanding triwulan III 2017. Tekanan inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan berasal dari perayaan natal dan tahun baru yang berpotensi mendorong permintaan terhadap angkutan udara, komoditas bahan makanan dan makanan jadi. Secara kumulatif, inflasi Papua pada 2017 diperkirakan lebih rendah dibanding inflasi 2016. Terjaganya pasokan bahan pangan dan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang terkelola dengan baik menjadi salah satu faktor peredam tekanan inflasi Papua pada 2017.


Grafik 2.7 Struktur Realisasi Belanja APBD BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA LANGSUNG 66% 34% Sumber: Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah, diolah Grafik 2.8 Realisasi per Pos Belanja APBD BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG BELANJA LANGSUNG PEGAWAI BARANG DAN JASA MODAL TOTAL BELANJA LANGSUNG Sumber : Dispenda dan BPKAD Provinsi Papua TW-II 2016 TW-II 2017 23,33% 33,01% 11,20% 17,82% 12,38% 9,48% 21,13% 27,03% 14,80% 15,88% 13,83% 15,79% Berdasarkan struktur penyusun realisasi belanja APBD triwulan III 2017, pos Belanja Tidak Langsung menjadi komponen dengan realisasi tertinggi yaitu sebesar 27,03% dari keseluruhan realisasi belanja. Kondisi ini menunjukkan bahwa hingga triwulan III 2017 realisasi belanja APBD Provinsi Papua masih didominasi dengan pengeluaran rutin. Namun jika dilihat dari nominalnya, realisasi pos Belanja Tidak Langsung mengalami penurunan dibandingkan triwulan III 2016. Hal tersebut disebabkan terjadinya pergeseran hari raya Idul Fitri dari triwulan III 2016 menjadi triwulan II 2017. Sehingga belanja pegawai dalam bentuk penyaluran Tunjangan Hari Raya (THR) pada triwulan III 2016 menjadi lebih besar dari triwulan III 2017. pos Belanja Modal. Peningkatan pagu pada kedua pos ini sejalan dengan meningkatnya pagu anggaran pendapatan pada pos Dana Tambahan Infrastruktur. Peningkatan pagu pendapatan pos Dana Tambahan Infrastruktur juga ditujukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dermaga, sarana transportasi darat, sungai maupun laut dalam rangka mengatasi keterisolasian dan kesenjangan penyediaan infrastruktur antara Papua dengan daerah lainnya. Dari sisi belanja, realisasi belanja APBD Pemerintah Provinsi Papua triwulan III 2017 berada dalam level yang relatif rendah. Meningkatnya pagu belanja pada tahun 2017 tidak diikuti dengan peningkatan realisasi belanja yang seimbang. Hal ini terlihat dari realisasi belanja APBD Provinsi Papua sampai triwulan III 2017 baru mencapai 41,16% terpaut cukup rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016 yang mencapai 49,06%. Berdasarkan struktur penyusun realisasi belanja APBD triwulan III 2017, pos Belanja Tidak Langsung menjadi komponen dengan realisasi tertinggi yaitu sebesar 27,03% dari keseluruhan realisasi belanja. Kondisi ini menunjukkan bahwa hingga triwulan III 2017 realisasi belanja APBD Provinsi Papua masih didominasi dengan pengeluaran rutin. Namun jika dilihat dari nominalnya, realisasi pos Belanja Tidak Langsung mengalami penurunan dibandingkan triwulan III 2016. Hal tersebut disebabkan terjadinya pergeseran hari raya Idul Fitri dari triwulan III 2016 menjadi triwulan II 2017. Sehingga belanja pegawai dalam bentuk penyaluran Tunjangan Hari Raya (THR) pada triwulan III 2016 menjadi lebih besar dari triwulan III 2017. 28 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Tekanan inflasi agregat di Papua triwulan III 2017 tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dan inflasi nasional. Inflasi pada triwulan ini juga berada di bawah target inflasi Nasional 2017 yaitu sebesar 4%±1% (yoy). Secara umum, berlalunya perayaan puasa dan lebaran menjadi salah satu faktor penyebab terkendalinya inflasi Papua selama triwulan III 2017. Berdasarkan asesemen Bank Indonesia, inflasi triwulan IV 2017 secara umum diperkirakan lebih tinggi dibanding triwulan III 2017. Tekanan inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan berasal dari perayaan natal dan tahun baru yang berpotensi mendorong permintaan terhadap angkutan udara, komoditas bahan makanan dan makanan jadi. Secara kumulatif, inflasi Papua pada 2017 diperkirakan lebih rendah dibanding inflasi 2016. Terjaganya pasokan bahan pangan dan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang terkelola dengan baik menjadi salah satu faktor peredam tekanan inflasi Papua pada 2017.


Grafik 3.4 Disagregasi Inflasi Inti Pangan dan Nonpangan sumber : BPS, diolah CORE CORE PANGAN CORE NONPANGAN Grafik 3.3 Ekspektasi Inflasi Jangka Pendek Papua Sumber:Survei Konsumen, diolah 1 2 3 4 5 6 2016 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2017 7 8 9 100 110 120 130 140 150 160 170 180 1 2 3 4 5 6 2016 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2017 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 %YOY DISAGREGASI KOMPONEN Tabel 3.1 Disagregasi Inflasi Papua (%yoy) CORE INFLATION VOLATILE FOOD ADMINISTERED PRICES HEADLINE INFLATION 2014 6,01 14,56 15,83 9,58 5,66 9,36 11,25 7,40 4,67 2,82 7,16 4,51 5,10 12,14 18,24 9,12 I II III IV 5,39 5,95 12,82 6,85 5,72 10,45 14,49 8,20 I II 2015 4,60 12,02 9,78 7,07 III IV 3,64 3,26 3,27 3,57 I 3,24 4,98 4,59 3,76 2016 3,24 8,49 8,07 5,23 II 4,00 8,13 5,76 4,72 III IV 3,50 1,86 6,24 3,26 I 3,11 5,92 3,69 3,89 2017 II 2,76 (1,68) 10,46 3,10 2,12 (1,70) 3,86 1,43 III Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi Papua dan Nasional Sumber: BPS, diolah % YOY I II 2014 III IV I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III 0 2 4 6 8 10 12 14 PAPUA NASIONAL JAYAPURA MERAUKE Grafik 3.2 Realisasi Inflasi Aktual dan Historis Sumber: BPS, diolah IHK CORE 2016 VF ADM. PRICE %MTM OKTOBER 2017 RATA-RATA OKTOBER 2 TAHUN -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 3.1 INFLASI UMUM Tekanan inflasi agregat di Papua triwulan III 2017 tercatat sebesar 1,43% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,10% (yoy), bahkan lebih rendah dari inflasi nasional yang sebesar 3,72% (yoy). Inflasi pada triwulan ini juga berada di bawah target inflasi Nasional 2017 yaitu sebesar 4%±1% (yoy). Sepanjang triwulan III 2017, pergerakan inflasi cenderung menurun, dari level 2,69% (yoy) pada Juli 2017, kemudian inflasi mengalami penurunan bertahap pada Agustus 2917 menjadi 2,57% (yoy) hingga mencapai level 1,43% (yoy) pada September 2017. Secara umum, berlalunya perayaan puasa dan lebaran menjadi salah satu faktor penyebab terkendalinya inflasi Papua selama triwulan III 2017. Penurunan tekanan harga terutama terjadi pada kelompok komoditas volatile foods yang mengalami deflasi sebesar 1,70% (yoy). Selain itu, tekanan inflasi inti (core) dan administered price pada triwulan laporan juga relatif terkendali pada level 2,12% dan 3,86% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 2017 yang mencapai 2,76% dan 10,46% (yoy). Secara spasial, dua kota IHK di Papua (Kota Jayapura dan Merauke) menunjukkan penurunan inflasi pada triwulan III 2017. Tercatat inflasi Kota Jayapura pada triwulan III 2017 sebesar 1,74% (yoy). Sebagian besar komoditas volatile food seperti daging sapi, telur ayam ras dan kangkung menjadi penyumbang utama inflasi di Jayapura. Sedangkan ikan ekor kuning, cabai rawit dan tarif angkutan udara yang Realisasi Inflasi Triwulan III 2017 Berdasarkan asesemen Bank Indonesia, Sepanjang triwulan IV 2017 inflasi secara umum diperkirakan mencapai 2,1% - 2,5% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan III 2017. Tekanan inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan berasal dari perayaan natal dan tahun baru yang berpotensi mendorong permintaan terhadap angkutan udara, komoditas bahan makanan dan makanan jadi. Dalam perkembangannya, inflasi Papua pada Oktober 2017 tercatat mencapai 1,57% (yoy) lebih tinggi dari September 2017. Peningkatan kelompok inti dan administered prices menjadi penyebab utama inflasi Papua pada Oktober 2017. Sedangkan penurunan harga kelompok volatile foods menjadi peredam inflasi pada bulan laporan. Stabilnya pasokan barang dan makanan menyebabkan harga barang dan jasa cukup terkendali. Kenaikan harga terjadi pada beras, ekor kuning dan tarif angkutan udara sedangkan cabai merah, bawang merah dan telur ayam ras penurunan. Tracking Inflasi Triwulan IV 2017 mengalami deflasi cukup dalam menjadi peredam inflasi Jayapura secara umum. Kemudian Kabupaten Merauke mengalami inflasi yang jauh lebih rendah dari Jayapura sebesar 0,57% (yoy). Inflasi di Merauke terutama disumbang oleh komoditas rokok kretek filter, paku dan telur ayam ras sedangkan komoditas yang mengalami deflasi cukup dalam adalah kelompok volatile food seperti mujair, bayam dan kacang panjang. Secara kumulatif, inflasi Papua pada 2017 diperkirakan berkisar 2,1% - 2,5% (yoy), lebih rendah dibanding inflasi 2016 yang mencapai 3,48%. Hingga Oktober 2017, inflasi kumulatif Papua mencapai 0,36% (ytd). Jauh lebih rendah dibandingkan posisi Oktober 2016 yang mencapai 2,02% (ytd). Dalam perkembangannya, tingkat inflasi Papua selama semester I 2017 sempat mengalami tekanan yang terutama berasal dari penyesuaian tarif listrik yang diberlakukan secara berkala oleh pemerintah dan faktor musiman perayaan puasa-lebaran. Namun, terjaganya pasokan bahan pangan dan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang terkelola dengan baik menjadi salah satu faktor peredam tekanan inflasi Papua pada 2017. Selain itu, cuaca yang relatif kondusif dan berbagai kebijakan pemerintah dalam penyediaan infrastruktur distribusi, seperti tol laut dan jalan trans Papua, menambah terkendalinya inflasi Papua selama 2017. Tracking Inflasi Kumulatif 2017 3.2 DISAGREGASI INFLASI Tekanan inflasi inti Papua pada triwulan III 2017 mencapai 2,13% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang mencapai 2,76% (yoy). Realisasi Inflasi Inti Triwulan III 2017 Ekspektasi masyarakat yang terkelola dengan baik menjadi salah satu faktor penurunan tekanan inflasi inti pada triwulan III 2017. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen, dimana indeks ekspektasi inflasi jangka pendek pada September 2017 mencapai 156,67 relatif lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 159,33. Selain itu, tingkat fluktuasi indeks ekspektasi inflasi hingga triwulan III 2017 juga relatif rendah (stabil). Jika diuraikan berdasarkan kelompok komoditas pangan dan nonpangan, kelompok inflasi inti pangan pada triwulan III 2017 mencapai level 2,59% (yoy), jauh lebih rendah bila dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 6,18% (yoy). Penurunan tersebut seiring dengan kembali normalnya permintaan masyarakat pasca perayaan lebaran. Sementara itu, komponen inflasi inti komoditas non pangan mengalami kenaikan dibandingkan triwulan II tahun 2017 yaitu dari 1,62% (yoy) menjadi 2,06% (yoy) pada triwulan III 2017. Selain itu penurunan tekanan inflasi pada kelompok inti juga dipengaruhi oleh deflasi yang terjadi pada komoditas semen. Lebih lanjut, penurunan harga semen sejalan dengan realisasi program pemerintah dan sinergi BUMN antara PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), 30 31


Grafik 3.4 Disagregasi Inflasi Inti Pangan dan Nonpangan sumber : BPS, diolah CORE CORE PANGAN CORE NONPANGAN Grafik 3.3 Ekspektasi Inflasi Jangka Pendek Papua Sumber:Survei Konsumen, diolah 1 2 3 4 5 6 2016 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2017 7 8 9 100 110 120 130 140 150 160 170 180 1 2 3 4 5 6 2016 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 2017 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 %YOY DISAGREGASI KOMPONEN Tabel 3.1 Disagregasi Inflasi Papua (%yoy) CORE INFLATION VOLATILE FOOD ADMINISTERED PRICES HEADLINE INFLATION 2014 6,01 14,56 15,83 9,58 5,66 9,36 11,25 7,40 4,67 2,82 7,16 4,51 5,10 12,14 18,24 9,12 I II III IV 5,39 5,95 12,82 6,85 5,72 10,45 14,49 8,20 I II 2015 4,60 12,02 9,78 7,07 III IV 3,64 3,26 3,27 3,57 I 3,24 4,98 4,59 3,76 2016 3,24 8,49 8,07 5,23 II 4,00 8,13 5,76 4,72 III IV 3,50 1,86 6,24 3,26 I 3,11 5,92 3,69 3,89 2017 II 2,76 (1,68) 10,46 3,10 2,12 (1,70) 3,86 1,43 III Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi Papua dan Nasional Sumber: BPS, diolah % YOY I II 2014 III IV I II 2015 III IV I II 2016 III IV I II 2017 III 0 2 4 6 8 10 12 14 PAPUA NASIONAL JAYAPURA MERAUKE Grafik 3.2 Realisasi Inflasi Aktual dan Historis Sumber: BPS, diolah IHK CORE 2016 VF ADM. PRICE %MTM OKTOBER 2017 RATA-RATA OKTOBER 2 TAHUN -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0,0 0,2 0,4 3.1 INFLASI UMUM Tekanan inflasi agregat di Papua triwulan III 2017 tercatat sebesar 1,43% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,10% (yoy), bahkan lebih rendah dari inflasi nasional yang sebesar 3,72% (yoy). Inflasi pada triwulan ini juga berada di bawah target inflasi Nasional 2017 yaitu sebesar 4%±1% (yoy). Sepanjang triwulan III 2017, pergerakan inflasi cenderung menurun, dari level 2,69% (yoy) pada Juli 2017, kemudian inflasi mengalami penurunan bertahap pada Agustus 2917 menjadi 2,57% (yoy) hingga mencapai level 1,43% (yoy) pada September 2017. Secara umum, berlalunya perayaan puasa dan lebaran menjadi salah satu faktor penyebab terkendalinya inflasi Papua selama triwulan III 2017. Penurunan tekanan harga terutama terjadi pada kelompok komoditas volatile foods yang mengalami deflasi sebesar 1,70% (yoy). Selain itu, tekanan inflasi inti (core) dan administered price pada triwulan laporan juga relatif terkendali pada level 2,12% dan 3,86% (yoy), lebih rendah dari triwulan II 2017 yang mencapai 2,76% dan 10,46% (yoy). Secara spasial, dua kota IHK di Papua (Kota Jayapura dan Merauke) menunjukkan penurunan inflasi pada triwulan III 2017. Tercatat inflasi Kota Jayapura pada triwulan III 2017 sebesar 1,74% (yoy). Sebagian besar komoditas volatile food seperti daging sapi, telur ayam ras dan kangkung menjadi penyumbang utama inflasi di Jayapura. Sedangkan ikan ekor kuning, cabai rawit dan tarif angkutan udara yang Realisasi Inflasi Triwulan III 2017 Berdasarkan asesemen Bank Indonesia, Sepanjang triwulan IV 2017 inflasi secara umum diperkirakan mencapai 2,1% - 2,5% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan III 2017. Tekanan inflasi pada triwulan IV 2017 diperkirakan berasal dari perayaan natal dan tahun baru yang berpotensi mendorong permintaan terhadap angkutan udara, komoditas bahan makanan dan makanan jadi. Dalam perkembangannya, inflasi Papua pada Oktober 2017 tercatat mencapai 1,57% (yoy) lebih tinggi dari September 2017. Peningkatan kelompok inti dan administered prices menjadi penyebab utama inflasi Papua pada Oktober 2017. Sedangkan penurunan harga kelompok volatile foods menjadi peredam inflasi pada bulan laporan. Stabilnya pasokan barang dan makanan menyebabkan harga barang dan jasa cukup terkendali. Kenaikan harga terjadi pada beras, ekor kuning dan tarif angkutan udara sedangkan cabai merah, bawang merah dan telur ayam ras penurunan. Tracking Inflasi Triwulan IV 2017 mengalami deflasi cukup dalam menjadi peredam inflasi Jayapura secara umum. Kemudian Kabupaten Merauke mengalami inflasi yang jauh lebih rendah dari Jayapura sebesar 0,57% (yoy). Inflasi di Merauke terutama disumbang oleh komoditas rokok kretek filter, paku dan telur ayam ras sedangkan komoditas yang mengalami deflasi cukup dalam adalah kelompok volatile food seperti mujair, bayam dan kacang panjang. Secara kumulatif, inflasi Papua pada 2017 diperkirakan berkisar 2,1% - 2,5% (yoy), lebih rendah dibanding inflasi 2016 yang mencapai 3,48%. Hingga Oktober 2017, inflasi kumulatif Papua mencapai 0,36% (ytd). Jauh lebih rendah dibandingkan posisi Oktober 2016 yang mencapai 2,02% (ytd). Dalam perkembangannya, tingkat inflasi Papua selama semester I 2017 sempat mengalami tekanan yang terutama berasal dari penyesuaian tarif listrik yang diberlakukan secara berkala oleh pemerintah dan faktor musiman perayaan puasa-lebaran. Namun, terjaganya pasokan bahan pangan dan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi yang terkelola dengan baik menjadi salah satu faktor peredam tekanan inflasi Papua pada 2017. Selain itu, cuaca yang relatif kondusif dan berbagai kebijakan pemerintah dalam penyediaan infrastruktur distribusi, seperti tol laut dan jalan trans Papua, menambah terkendalinya inflasi Papua selama 2017. Tracking Inflasi Kumulatif 2017 3.2 DISAGREGASI INFLASI Tekanan inflasi inti Papua pada triwulan III 2017 mencapai 2,13% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang mencapai 2,76% (yoy). Realisasi Inflasi Inti Triwulan III 2017 Ekspektasi masyarakat yang terkelola dengan baik menjadi salah satu faktor penurunan tekanan inflasi inti pada triwulan III 2017. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen, dimana indeks ekspektasi inflasi jangka pendek pada September 2017 mencapai 156,67 relatif lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 159,33. Selain itu, tingkat fluktuasi indeks ekspektasi inflasi hingga triwulan III 2017 juga relatif rendah (stabil). Jika diuraikan berdasarkan kelompok komoditas pangan dan nonpangan, kelompok inflasi inti pangan pada triwulan III 2017 mencapai level 2,59% (yoy), jauh lebih rendah bila dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 6,18% (yoy). Penurunan tersebut seiring dengan kembali normalnya permintaan masyarakat pasca perayaan lebaran. Sementara itu, komponen inflasi inti komoditas non pangan mengalami kenaikan dibandingkan triwulan II tahun 2017 yaitu dari 1,62% (yoy) menjadi 2,06% (yoy) pada triwulan III 2017. Selain itu penurunan tekanan inflasi pada kelompok inti juga dipengaruhi oleh deflasi yang terjadi pada komoditas semen. Lebih lanjut, penurunan harga semen sejalan dengan realisasi program pemerintah dan sinergi BUMN antara PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), 30 31


Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2025 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.