KARYA ILMIAH - Tristan, Josia, Yohan Flipbook PDF


51 downloads 108 Views 827KB Size

Story Transcript

MENGANALISIS FALSAFAH COKRO MANGGILINGAN DALAM PENDIDIKAN KARAKTER DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA MAKALAH Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Wajib Siswa Kelas XI SMA Kolese De Britto Tahun Ajaran 2022/2023

oleh: Alexander Tristan Ardi Wiratarman XI MIPA-3/04 Josia Jonathan Adisurya XI MIPA-1/17 Yohan Christian saputra XI MIPA-3/29

SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA 2022

1

MENGANALISIS FALSAFAH COKRO MANGGILINGAN DALAM PENDIDIKAN KARAKTER DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA MAKALAH Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Wajib Siswa Kelas XI SMA Kolese De Britto Tahun Ajaran 2022/2023

oleh: Alexander Tristan Ardi Wiratarman XI MIPA-3/04 Josia Jonathan Adisurya XI MIPA 1/17 Yohan Christian saputra XI MIPA 3/29

SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA 2022

PERNYATAAN PERSETUJUAN Makalah dengan judul “MENGANALISIS FALSAFAH COKRO MANGGILINGAN DALAM PENDIDIKAN KARAKTER DI SMA KOLESE DE BRITTO” ini telah diterima dan disetujui sebagai salah satu tugas wajib siswa kelas XI SMA Kolese De Britto pada tanggal …..

Mengetahui,

Kepala SMA Kolese De Britto

Pembimbing,

F.X. Catur Supatmono, M.pd

Fr. L. Rony Andriyanto SJ

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa makalah dengan judul “MENGANALISIS FALSAFAH COKRO MANGGILINGAN MENURUT KI AGENG SURYOMENTARAM DALAM PENDIDIKAN DI SMA KOLESE DE BRITTO” ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, … Bulan 2022

Yohan Christian S.

Alexander Tristan W.

Josia Jonathan A

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas wajib di SMA Kolese De Britto yaitu karangan

ilmiah

dengan

judul

“MENGANALISIS

FALSAFAH

COKRO

MANGGILINGAN DALAM PENDIDIKAN DI SMA KOLESE DE BRITTO”. Penelitian ini menyajikan mengenai …. .

Dengan ini, penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak F.X. Catur Supatmono, M.Pd. selaku Kepala Sekolah SMA Kolese De Britto yang telah memberikan kesempatan kepada para siswa untuk memiliki pengalaman membuat karya ilmiah. 2. Tim Koordinasi Karya Ilmiah SMA Kolese De Britto: Bapak F.X. Agus Hariyanto, S.Pd., S.E., M.Pd., Bapak Prima Ibnu Wijaya, S.Pd., Ibu Bintari Daman Insani, S.Pd., dan Bapak Alloysius Prima Adhi Putra, S.Pd.Bapak D. Sanusi S.H. Murti, M.Pd. selaku pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah. 3. Seluruh keluarga besar SMA Kolese De Britto yang telah bersedia membantu dengan menjadi responden dalam penelitian ini 4. Orang tua yang telah yang telah memberi dukungan kepada putra walinya agar dapat mengerjakan karya ilmiah

5. Bapak ….. selaku pembimbing yang selalu mengingatkan dan mendorong menyelesaikan karya ilmiah tepat waktu. 6. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan selama proses penulisan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, diharapkan kritikan dan saran dari para pembaca, demi lebih baiknya karya ilmiah ini. Semoga penelitian ini bisa memberikan inspirasi bagi penelitian selanjutnya dan pengembangan di masa yang akan datang.

DAFTAR ISI

1.1 1.2 1.4

ABSTRACT

ABSTRAK

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter adalah proses membentuk kepribadian seseorang yang bertujuan untuk mengembangkan sikap dan perilaku positif. Pendidikan karakter dianggap penting karena dapat membantu seseorang menjadi individu yang bertanggung jawab, jujur, dan memiliki sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Pendidikan karakter juga dapat membantu siswa mengembangkan kompetensi

sosial dan emosional, serta mempengaruhi perilaku siswa dan meningkatkan hasil belajar. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan pendidikan karakter di sekolah. Pertama, sekolah dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar, dengan memberikan arahan yang jelas tentang perilaku yang diharapkan dari siswa. Kedua, sekolah dapat mengajarkan nilai-nilai yang dianggap penting, seperti kejujuran, hormat, tanggung jawab, dan keadilan melalui kegiatan kelas dan kegiatan ekstrakurikuler. Ketiga, sekolah dapat menyediakan program-program yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi sosial dan emosional siswa, seperti pembentukan kelompok belajar, program mentoring, dan kegiatan-kegiatan konseling. Pendidikan karakter juga dapat dilakukan oleh orang tua dan guru di rumah dan di kelas. Orang tua dapat membantu anak-anak mereka mengembangkan karakter positif dengan memberikan contoh yang baik, membantu anak-anak menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat, dan memberikan pujian atas perilaku yang baik. Guru juga dapat membantu siswa mengembangkan karakter positif dengan memberikan arahan yang jelas tentang perilaku yang diharapkan, memberikan contoh yang baik, dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Dalam kebudayaan jawa terdapat falsafah yang mewakili pendidikan karakter yang baik. Falsafah Jawa Cokro Manggilingan merupakan salah satu prinsip dasar dari kebudayaan Jawa yang memiliki arti bahwa semua hal di dunia ini saling terkait dan saling mempengaruhi. Prinsip ini menekankan bahwa setiap individu harus bertanggung jawab atas tindakan dan pilihan yang diambil, karena hal tersebut akan

mempengaruhi keberlangsungan hidup dan kebahagiaan orang lain serta lingkungan sekitarnya. Prinsip Cokro Manggilingan terkait dengan pendidikan karakter karena kedua hal tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu mengembangkan sikap dan perilaku positif pada individu. Pendidikan karakter menekankan pentingnya mengembangkan karakter yang baik, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan empati, yang juga merupakan prinsip-prinsip dasar dari prinsip Cokro Manggilingan. Seperti yang disebutkan dalam prinsip Cokro Manggilingan, setiap individu harus bertanggung jawab atas tindakan dan pilihan yang diambil, karena hal tersebut akan mempengaruhi keberlangsungan hidup dan kebahagiaan orang lain serta lingkungan sekitarnya. Cokro Manggilingan yang menekankan pentingnya karakter yang baik dan tindakan yang adil dalam kehidupan seseorang. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung dalam falsafah Cokro Manggilingan, seseorang dapat membangun karakter yang positif dan memperlakukan orang lain dengan adil, sehingga dapat membantu dalam mencapai keberhasilan dan kebahagiaan dalam kehidupan.Prinsipprinsip karakter tersebut diterapkan pada SMA Kolese De Britto Yogyakarta, yang memfokuskan pada pendidikan karakternya. SMA Kolese De Britto Yogyakarta merupakan sekolah yang mengedepankan pendidikan karakter sebagai salah satu bagian penting dari proses pendidikan. Pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto Yogyakarta difokuskan pada pengembangan sikap dan perilaku positif siswa, seperti kejujuran, tanggung jawab, empati, dan kepedulian terhadap sesama. Pendidikan karakter di SMA Kolese De

Britto Yogyakarta juga diimplementasikan melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler, seperti kegiatan-kegiatan keagamaan, kegiatan sosial, dan kegiatan olahraga. Pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto Yogyakarta juga terkait dengan prinsip Cokro Manggilingan, yaitu prinsip dasar dari kebudayaan Jawa yang menekankan bahwa setiap individu harus bertanggung jawab atas tindakan dan pilihan yang diambil, karena hal tersebut akan mempengaruhi keberlangsungan hidup dan kebahagiaan orang lain serta lingkungan sekitarnya. Dengan mengimplementasikan prinsip Cokro Manggilingan dalam pendidikan karakter, SMA Kolese De Britto Yogyakarta ingin membantu siswa menjadi individu yang bertanggung jawab, jujur, dan memiliki sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain, serta memahami bahwa tindakan dan pilihan yang diambil akan mempengaruhi keberlangsungan hidup dan kebahagiaan orang lain serta lingkungan sekitarnya. Pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto Yogyakarta merupakan bagian penting dari proses pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan sikap dan perilaku positif siswa, serta membantu siswa menjadi individu yang berkontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto Yogyakarta juga terkait dengan prinsip Cokro Manggilingan yang menekankan bahwa setiap individu harus bertanggung jawab atas tindakan dan pilihan yang diambil. Oleh karena itu, penulis merumuskan gagasan untuk meneliti Cokro Manggilingan dalam pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto di tahun ajaran 2022/2023. Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan penulis informasi mengenai

relevansi Cokro Manggilingan dengan pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto. Berdasarkan informasi yang telah didapat, penulis berharap dapat menemukan signifikansi falsafah Cokro Manggilingan dengan pendidikan karakter yang terjadi dalam SMA Kolese De Britto. Berdasarkan uraian di atas, penulis memilih judul “Menganalisis Falsafah Cokro Manggilingan dalam Pendidikan Karakter di SMA Kolese De Britto Yogyakarta” 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Cokro Manggilingan? 1.2.2 Bagaimana memahami signifikansi konsep Cokro Manggilingan dalam konteks pendidikan karakter? 1.2.3 Bagaimana menyikapi Cokro Manggilingan sebagai bagian dari pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto Yogyakarta? 1.3 Tujuan Pengembangan 1.3.1 Menjelaskan konsep Cokro Manggilingan. 1.3.2 Menemukan konsep Cokro Manggilingan dalam konteks pendidikan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta 1.3.3 Menjelaskan cara menyikapi Cokro Manggilingan sebagai bagian dari pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto Yogyakarta

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Karya tulis ini dapat memberikan pemahaman tentang kekayaan falsafah atau kebijaksanaan alam pikir ilmu jawa. Ada istiadat dan kebiasaan membawa cara berpikir orang jawa pada umumnya, yang berbeda dengan konsep budaya barat atau bahkan di daerah sekitarnya, kendati cara berpikir ini juga dipengaruhi oleh budaya lain. 1.4.2 Karya tulis ini memberikan pemaparan tentang ilmu jawa Cokro Mangggilingan dengan sudut pandang pendidikan, khususnya dalam pembentukan karakter siswa atau anak muda. Terutama lagi, penulis hendak mengaitkan konsep Cokro Manggilingan dalam sistem pendidikan di SMA Kolese de Britto. Dengan kata lain, sekalipun SMA Kolese de Britto tidak secara eksplisit menunjukkan bahwa proses formasinya didasarkan Cokro Manggilingan, tampak ada kesamaan esensi atau cara pandang di antara keduanya. 1.4.3 Karya tulis ini juga memberikan cara untuk menyikapi Cokro Manggilingan dalam menjalankan pendidikan karakter.. Pendidikan tidak hanya didasarkan pada nilai akademik, tetapi juga formasi kepribadian siswa atau “formandi”. Secara khusus, konsep pendidikan karakter yang dibahas ini didasarkan pada konsep Cokro Manggilingan. 1.4.4 Memenuhi tugas di dalam penilaian di SMA Kolese de Britto

1.5. Sistematika Penyajian Sistematika Penyajian karya ilmiah ini disajikan dalam lima bab. Bab I adalah Pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan landasan teori yang menjelaskan Cokro Manggilingan dan kesesuaiannya dengan sistem pendidikan di SMA Kolese De Britto Bab III merupakan metodologi penelitian yang memaparkan mengenai jenis penelitian, objek dan subjek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis dan prosedur penelitian. Bab IV adalah pembahasan yang menjelaskan permasalahan-permasalahan yang terdapat di dalam rumusan masalah secara rinci, bab IV juga mendeskripsikan data hasil penelitian. Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran untuk penelitian berikutnya. BAB 2

LANDASAN TEORI 2.1. SMA Kolese De Britto SMA Kolese De Britto adalah sebuah Sekolah Menengah Atas Katolik yang menerapkan sistem homogen, yaitu semua siswanya adalah laki-laki. Kolese De Britto dikelola oleh pastor dan frater dari Serikat Jesuit.Terletak di Jl. Laksda Adisucipto 161 (Jalan Solo Km 4,9). Berada di dekat perbatasan Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Sleman.

2.1.1.

Sejarah Singkat

Berdirinya sekolah menengah atas katolik ini bermula dari kebutuhan mendesak waktu itu. Sesaat setelah pencabutan peraturan pelarangan pembangunan sekolah swasta oleh pendudukan pemerintahan Jepang, para Bruder CCI bersama dengan para suster Carolus Borromeus dan Fransiskanes mendirikan sebuah sekolah menengah katolik untuk menampung lulusan SMP. Pada tanggal 19 Agustus 1948, atas persetujuan Yayasan Kanisius bersama dengan pimpinan Romo Djojoseputro dengan para Romo Jesuit dan para Suster Carolus Borromeus, didirikanlah secara resmi Sekolah Menengah Atas Kanisius. Sekolah yang waktu itu masih menumpang di ruang atas SMP Bruderan Kidul Loji. Selang beberapa waktu setelah diresmikan, jabatan yang semula dipegang Romo B. Sumarno, S.J diserahkan pada Romo R. van Thiel, S.J. Bersamaan dengan itu, pada tanggal 18 Desember 1948, sekolah yang baru berjalan selama lima bulan itu terpaksa ditutup karena adanya masalah sosial dan situasi politik. Sekitar akhir tahun 1949, setelah sekolah dibuka kembali. Bagian putra dan putri mulai dipisahkan. Bagian putra menempati gedung di Jalan Bintaran Kulon 5 dibawah asuhan para romo Jesuit dan memaknai nama SMA Santo Johanes De Britto. Bagian putri menempati gedung di Jalan Sumbing 1 (sekarang dikenal dengan Jalan Sabirin), diasuh para suster Carolus Borromeus dan memaknai nam SMA Stella Duce berarti Bintang Penuntun. Secara singkat, Pada bulan Mei 1958 SMA Kolese De Britto dipindahkan ke Demangan. Sekolah menempati kompleks gedung yang luas dan dilengkapi dengan

fasilitias yang cukup lengkap (lapangan olahraga,aula, laboratorium, dan lain - lain). Lokasi ini sekarang lebih dikenal dengan alamat Jalan Laksda Adisucipto 161 Yogyakarta. Pada tahun 1960, Romo Teeuwisse, S.J digantikan oleh direktur baru yaitu Romo Th. Koendjono, S.J.dikarenakan pelarangan orang berkewarganegaraan asing untuk mengajar di instansi pendidikan. Dua tahun kemudian tepatnya pada 1 Agustus 1962 kepengurusan SMA Stella Duce diserahkan kepada Yayasan Tarakanita sedangkan SMA Kolese De Britto tetap diasuh oleh Yayasan Debritto dibawah pimpinan Romo Jesuit sebagai rektor kolese1.

2.1.2.

Visi, Misi, dan Nilai - Nilai yang Mendasari SMA Kolese De Britto 1. Visi SMA Kolese De Britto sebagai komunitas pendidikan memiliki visi

yaitu menjalankan pendidikan swasta katolik yesuit berkarakteristik unggul dalam mendidik siswa menjadi pemimpin pengabdi yang cakap, berhati nurani benar, dan berbela rasa2.

1

SMA Kolese De Britto Yogyakarta : “sejarah sekolah” https://debritto.sch.id/sejarah/ diakses tanggal : 21 Oktober 2022. 2 SMA Kolese De Britto Yogyakarta : “visi misi” https://debritto.sch.id/sejarah/ diakses tanggal : 21 Oktober 2022.

2. Misi Dilandasi semangat kristiani dan spiritualitas Ignatian, komunitas Kolese de Britto bertekad untuk: 1. Menjalankan pendidikan bermutu, utuh, dan autentik berlandaskan pedagogi Ignatian. 2. Mendidik siswa menjadi pemimpin pengabdi yang: 1.

cakap, berhati nurani benar, berbela rasa dan berkomitmen, serta

konsisten. 2. interkulturatif, kolaboratif, inovatif melalui kegiatan-kegiatan formatif. 3. Mengembangkan komunitas pendidikan yang Pancasilais, kredibel, melestarikan lingkungan, memanfaatkan teknologi informasi, berwawasan universal, serta menjadi penggerak peningkatan kualitas sekolah lain dan masyarakat3.

Nilai-nilai yang mendasari SMA Kolese De Britto Nilai - nilai yang mendasari SMA Kolese De Britto terdiri dari : A. Kasih Nilai kristiani yang paling mendasar adalah kasih. “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh.15:12), dan St. Ignatius menegaskan bahwa 3

SMA Kolese De Britto Yogyakarta : “visi misi” https://debritto.sch.id/sejarah/ diakses tanggal : 21 Oktober 2022.

kasih itu harus lebih diwujudkan dalam perbuatan daripada dengan kata-kata. Atas dasar kasih itulah pendidikan Kolese de Britto membentuk para siswanya menjadi manusia yang bersedia untuk melayani dan berjuang bagi sesamanya demi kebenaran dan keadilan.

B. Kebebasan Pendidikan Kolese de Britto sangat menekankan nilai kebebasan yang merupakan perwujudan konkret dari kebebasan anak-anak Allah (Rom. 8:21). Para siswa dididik dalam suasana kebebasan menjadi manusia yang bebas, yaitu yang mampu mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan hati nuraninya yang benar, tidak terbelenggu oleh gengsi, materi, atau kecenderungan untuk ikut-ikutan saja. Manusia yang bebas adalah manusia yang mandiri dan bertanggung jawab atas pilihan dan tindakannya. C. Keterbukaan dan Keanekaragaman Pendidikan Kolese de Britto dilaksanakan dalam suatu komunitas yang terdiri dari beraneka ragam suku, budaya, agama, dan latar belakang sosial-ekonomi. Dalam komunitas inilah para siswa dibantu untuk berkembang menjadi manusia dewasa yang terbuka dan menghargai keanekaragaman sebagai bagian dari persiapannya untuk kelak menjadi pemimpin yang melayani dalam masyarakat.

2.2. Pendidikan Karakter 2.2.1.

Pengertian Manusia Unggul

Menurut Abdurahman Baharudin Wahid (2014:1), pendidikan karakter memiliki tujuan untuk membentuk manusia unggul Indonesia. Di abad 21 ini, memiliki kesamaan dengan negara lain saja belumlah cukup, namun harus bisa unggul, lebih dari negara lain. Unggul dalam semua bidang, baik itu pendidikan, teknologi, industri, pariwisata, dan lain-lain. Demikian pula semua lini masyarakat juga harus bisa menunjukkan keunggulannya, menjadi pemimpin yang unggul dan menjadi masyarakat yang unggul. Meraih predikat manusia unggul harus dapat diusahakan dan dipersiapkan sejak dini mulai dari hal-hal kecil. Pembentukan manusia unggul pula perlu proses dan tahapan agar dapat mencapai manusia unggul yang diinginkan. Menurut Jassin H. Tuloli (2011: 11), manusia unggul adalah manusia yang memiliki kesadaran tinggi mengenai kemampuan dan kelemahan dirinya. Kelebihan dirinya dikembangkan semaksimal mungkin untuk menentukan nasib diri sendiri. Manusia unggul tentu memiliki kemampuan untuk mempersiapkan diri dengan tujuan mempersiapkan masa yang akan datang. Masa depan yang ingin dicapai sudah direncanakan lebih dahulu, sangat percaya atas kemampuan diri sendiri. Tidak ada rasa pesimis, malu, ragu-ragu, apa lagi takut. Manusia unggul memiliki kriteria internal motivation yang cukup tinggi. Artinya dorongan untuk maju atau sukses bukan karena dimotivasi orang lain dari luar seperti dari teman atau atasan atau pula dari mereka

yang sukses, serta menggunakan pertimbangan hati nurani yang baik dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan dan kemaslahatan orang lain. Dari penjelasan diatas bisa dikatakan bahwa manusia dikatakan unggul jika manusia tersebut menyadari kelebihan dan kelemahan nya. Manusia yang bisa mengembangkan potensi dengan maksimal dan merencanakan masa depan dengan akurat serta penuh perhitungan, tidak malu untuk meningkatkan motivasi dan dorongan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Disisi lain, Ari Kurniawan (2013:1) menyatakan bahwa manusia unggul adalah manusia yang mempunyai berbagai kelebihan. Keunggulannya tidak hanya memiliki satu kelebihan. Melainkan memiliki berbagai skill yang dibutuhkan. Manusia unggul ini selalu berorientasi menjadi yang terdepan. Dan, Manusia unggul pastinya berbeda dengan manusia pada umumnya. Perbedaan manusia unggul umumnya terletak pada kemampuan yang dimiliki baik keahlian dan keunggulan secara moral atau pun akhlak yang baik, keunggulan dalam kompetensinya dan memiliki budi pekerti yang luhur dan akhlak yang mulia dan sesuai norma-norma atau kaidah yang berlaku dalam kehidupan terkecil yaitu keluarga, masyarakat maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai cara dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mengembangkan keunggulan kualitas pribadi. Menciptakan pemikiran yang selalu berorientasi pada inovasi dan menjadi inovator bagi manusia lainnya. Manusia unggul merupakan manusia yang memiliki kualitas yang tentunya tidak dimiliki manusia pada umumnya.

Mereka selalu berusaha dan bekerja keras untuk menjadi yang terbaik. Disamping itu, manusia unggul tentunya memiliki ilmu pengetahuan yang luar biasa. Manusia unggul yang memiliki kemampuan atau kompetensi di bidangnya sehingga apa yang dilakukannya sesuai dengan norma atau kaidah yang berlaku di masyarakat. Manusia unggul dapat mengembangkan ide maupun bakat sehingga mereka mampu menjadi inspirator dan inovator dan memberikan kontribusi yang besar bagi negara kita. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa manusia unggul yaitu manusia unggul memiliki kualitas yang tentunya tidak dimiliki manusia pada umumnya. Mereka selalu berusaha dan bekerja keras untuk menjadi yang terbaik. Disamping itu, manusia unggul tentunya memiliki ilmu pengetahuan yang luar biasa. Manusia unggul yang memiliki kemampuan atau kompetensi di bidangnya sehingga apa yang dilakukannya sesuai dengan norma atau kaidah yang berlaku di masyarakat. Disisi lain, manusia unggul berupaya untuk menjadi versi pribadi yang terbaik, namun tetap memberi ruang untuk pribadi lain tetap berkembang dan menyampingkan sikap egois.

2.2.2.

Pengertian Pendidikan Karakter

Istilah karakter sama sekali bukanlah hal baru yang didengar bagi kita. Ir. Soekarno salah seorang pendiri Republik Indonesia, pernah menyatakan tentang pentingnya “Nation And Character Building” bagi negara yang baru merdeka. Konsep membangun karakter juga kembali digaungkan oleh Ir. Soekarno era 1960-an dengan istilah “Berdiri Diatas Kaki Sendiri” (berdikari).

Karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu Kharakter yang berakar dari diksi “Kharassein” yang berarti memahat atau mengukir, sedangkan dalam bahasa latin karakter bermakna membedakan tanda. Dalam Bahasa Indonesia, “karakter” dapat diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan atau watak. Karakter juga sering dikaitkan dengan akhlak. Menurut Thomas Lickona dalam (Likona,1992), karakter diartikan sebagai sifat alami seseorang dalam menanggapi moral. Sifat tersebut ditunjukan dalam tingkah laku, pikiran, perilaku baik, perilaku jujur, tanggung jawab, dan karakter mulia yang tercermin secara nyata Sedangkan, menurut Mendiknas (Heri Gunawan, 2012: 32), menyatakan terdapat sembilan pilar karakter yaitu: a. Karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya. b. Kemandirian dan tanggung jawab. c. Kejujuran/amanah dan diplomatis. d. Hormat dan santun. e. Dermawan dan suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama. f. Percaya diri dan pekerja keras. g. Kepemimpinan dan keadilan. h. Baik dan rendah hati. i.

Karakter toleransi, kedamaian dan kesatuan. Pendidikan karakter secara nyata memiliki esensi dan makna yang sama dengan

pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah untuk membentuk individu

yang bermartabat pada masyarakat, keluarga dan lingkungan dan tentu dapat bersikap menjadi manusia yang seutuhnya. Menurut Masnur Muslich (2013: 5) dalam bukunya “Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional” dapat dirangkum sebagai berikut: Pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga institusi, pendidikan karakter mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian dan simbol-simbol yang dipraktekan oleh warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah, budaya sekolah merupakan ciri khas karakter atau watak. Eksistensi pendidikan karakter sejalan dengan proses pengembangan karakter. Menurut Heri Gunawan dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi” menerangkan beberapa tahapan pengembangan karakter yaitu : a. Moral knowing (Pengetahuan Moral), berhubungan dengan bagaimana seorang mengetahui sesuatu nilai yang pendidikan karakter yang dijabarkan dalam 6 sub komponen, yaitu: (a) moral awareness (kesadaran moral), (b) knowing moral values (pengetahuan nilai moral), (c) perspective-taking (memahami sudut pandang

lain), (d) moral reasoning (penalaran moral), (e) decision-making (membuat keputusan), (f) self-knowledge (pengetahuan diri). b. Moral feeling (sikap moral), yang menjadi tahapan selanjutnya pada komponen karakter yang dijabarkan menjadi 6 sub yaitu: (a) Conscience (nurani), (b) Selfesteem (harga diri), (c) Empathy (empati), (d) Loving the good (cinta kebaikan), (e) Self-control (kontrol diri) dan (f) Humility (rendah hati). c. Moral action (perilaku moral), dibangun atas 3 tahapan yang dijabarkan sebagai berikut: (a) Competence (kompetensi), (b) Will (keinginan) dan (c) Habit (kebiasaan). (Gunawan, Jadi manusia unggul yang berkarakter adalah manusia yang mempunyai integritas untuk menjadi contoh oleh orang lain. Manusia unggul adalah manusia yang mempunyai berbagai keunggulan. Keunggulannya yang dimaksud adalah memiliki kemampuan dalam berbagai kelebihan, bukan hanya satu kelebihan. Melainkan memiliki berbagai skill yang dibutuhkan. Manusia unggul mempunyai potensi yang sesuai dengan peraturan, norma yang sesuai dengan karakter yang baik dan selalu berorientasi menjadi yang terdepan, karena manusia unggul pastinya berbeda dengan manusia pada umumnya wawasan. Manusia yang mempunyai sikap, perilaku, motivasi dan kecakapan dengan mengaplikasikan nilai kebaikan pada dirinya, pada sesama, lingkungannya, bangsa dan negara. Mengoptimalkan potensi yang dimiliki disertai dengan kesadaran (awareness) pada penanaman nilai-nilai karakter pada dirinya.

Pendidikan karakter merupakan sebuah sistem pemaknaan nilai-nilai karakter yang berdasar pada akhlak dan nurani manusia dalam kehidupan. Komponen utama dalam pendidikan karakter adalah karakter itu sendiri. Karakter merupakan sifat, watak, atau perihal - perihal lain yang berkaitan dengan seorang pribadi. Karakter dapat meliputi beberapa komponen yaitu pengetahuan, kesadaran, komitmen, tindakan serta tanggung jawab untuk melakukan nilai - nilai tersebut kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, lingkungan dan masyarakat. Menurut Ersis Warmansyah Abbas dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Karakter” (2014) menjelaskan bahwa pendidikan karakter memiliki makna yang lebih tinggi dari sekedar pendidikan moral. Pendidikan karakter bukan hanya sekedar masalah benar dan salah melainkan bagaimana menanamkan habit hal-hal baik dalam kehidupan sehari-hari. Karakter juga dapat diartikan sebagai respons natural pribadi (seseorang) dalam menanggapi situasi dengan moral yang ditunjukkan dalam tindakan nyata (real). Tindakan yang dimaksud adalah perilaku baik, jujur, sikap hormat terhadap orang lain, sopan, dan tindakan mulia yang merujuk pada hal baik lainnya. Dalam konteks masa kini, pendidikan karakter merupakan kunci utama yang diperlukan para generasi muda untuk menghadapi gempuran globalisasi pada masa yang akan datang. Pendidikan karakter merupakan modal sosial untuk menghadapi berbagai tantangan globalisasi. Pendidikan karakter merupakan penting untuk dimaknai dan dilakukan, hadirnya pendidikan karakter dapat digunakan untuk

menguatkan indetitas dari seorang individu dan mengembangkan karakteristik hidup seorang individu dalam aspek sifat, watak, dan mentalitas. Pendidikan karakter merupakan sebuah urgensi yang dibutuhkan para peserta didik untuk dapat terus mengaktualisasi diri. Pendidikan karakter ditujukan sebagai usaha yang bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan potensi, sifat, sikap, dan mentalitas seorang individu (peserta didik) serta mengembangkan nilai - nilai karakter. Adanya pendidikan karakter merupakan sebuah bentuk proses menghedaki pengembangan nilai hidup yang berkelanjutan. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara pendidikan karakter dapat bertujuan untuk membentuk bangsa, hal ini juga berdasar pada nilai - nilai pancasila. Adapun tujuan pendidikan karakter meliputi: 1. mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik. 2. membangun bangsa yang 17 berkarakter Pancasila 3. mengembangkan potensi warga negara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. Pendidikan karakter juga memiliki fungsi: 1. membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural. 2. membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan umat manusia

3. mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik. 4. membangun sikap warga negara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni (Kemendiknas, 2011). Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa pendidikan karakter pada intinya bertujuan dan berfungsi untuk mengembangkan potensi dasar manusia, membentuk bangsa yang tangguh, berakhlak mulia, bermoral, toleran, gotong royong, berkompeten, adaptif dan berkembang dinamis, berorientasi pada perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Semua hal itu berdasar penuh dalam iman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan karakter pada akhirnya memiliki tujuan akhir yaitu menghasilkan peserta didik yang dapat memaknai, menghidupi, dan dapat bertindak dengan akhlak dan moral yang sepenuhnya berdasar pada Tuhan Yang Maha Esa dan pancasila. Peserta didik yang telah mendapatkan pendidikan karakter tentu diharapkan dapat menghasilkan manfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, lingkungan, dan negara. 2.3. Pendidikan Karakter SMA Kolese De Britto Sebagai bagian dari kolese Jesuit, SMA Kolese De Britto memiliki dasar proses pendidikan kepada kaum muda dengan asas nilai-nilai Spiritualitas Ignatian, yang diwariskan oleh St. Ignatius dari Loyola dan dirumuskan dalam buku “Latihan Rohani”. Pendidikan di SMA Kolese De Britto bertujuan untuk mengarahkan dan

mendidik para siswa menjadi pribadi yang utuh dan seimbang. Dengan artian, SMA Kolese De Britto mengembangkan setiap siswanya dalam aspek manusia yang utuh. Manusia yang utuh dalam jiwa, fisik, akal budi, dan hati nurani. Satu hal yang tidak lebih penting dari yang lain adalah semuanya itu membentuk keseluruhan pribadi yang utuh dan seimbang. Secara lebih konkret, seluruh proses pendidikan di SMA Kolese De Britto diarahkan pada nilai 1L dan 5C : Leadership (kepemimpinan), Competence (kecakapan), Conscience (hati nurani yang benar), Compassion (bela rasa), Commitment (komitmen), dan Consistency (konsistensi).

Dengan kata lain, SMA

Kolese De Britto mendidik kaum muda terutama para siswa untuk menjadi pemimpin yang memiliki kecakapan, hati nurani yang benar, bela rasa, komitmen yang kuat, dan konsistensi antara apa yang dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat. Maka, sebagai lembaga pendidikan Jesuit, SMA Kolese De Britto mempunyai semboyan yang mencerminkan ciri-ciri berikut: 1. Magis, secara harfiah berarti lebih. Siswa didorong untuk terus-menerus meningkatkan kualitas diri dan menjadi pembelajar sepanjang hayat. 2. Man for and with others, bermakna manusia untuk dan bersama sesama. Siswa diajari untuk selalu mempunyai kesadaran bahwa mereka hidup bersama yang lain, dan oleh karena itu didorong untuk menaruh kepedulian dan mempunyai kehendak untuk mengulurkan tangan bagi sesamanya, lebih-lebih yang miskin dan tersingkir, tanpa memandang latar belakang yang melekat pada masing-masing pribadi.

3. Cura personalis, bermakna perhatian pada masing-masing pribadi siswa. Sekolah memandang setiap siswanya sebagai pribadi yang unik dengan misinya masing-masing. 4. Unity of Heart, Mind, and Soul, bermakna kesatuan hati, akal budi, dan jiwa. Pendidikan di SMA Kolese De Britto diselenggarakan untuk mengembangkan setiap aspek pribadi manusia tersebut secara optimal, utuh, dan seimbang. 5. Ad Maiorem Dei Gloriam (AMDG) , bermakna Demi Kemuliaan Allah Yang Lebih Besar. Siswa diajari untuk membangun sikap bahwa pilihanpilihan tindakan yang mereka buat adalah demi kemuliaan Allah dan bukan demi kemuliaan diri. 6. Forming and Educating Agents of Change, bermakna mendidik agen perubahan. Siswa diarahkan untuk menjadi agen perubahan dan menjadikan dunia tempat yang lebih baik. 7. Finding God in All Things, berarti menemukan Tuhan dalam setiap hal. Hal ini dimaknai bahwa siswa diarahkan untuk dapat menyadari keberadaan Tuhan dalam diri, lingkungan, dan pengalaman yang mereka dapatkan sebagai ciptaan Tuhan.

2.3.1.

Nilai 1L + 5C Nilai 1L + 5C merupakan nilai yang kami rasa sudah familiar untuk didengar

kalangan guru, karyawan dan para siswa di SMA Kolese De Britto. Nilai 1L + 5C

Commented [s1]: Jangan ada kata “kami rasa”. Terlalu subjektif

merupakan singkatan dari kepanjangan Leadership, Competence, Conscience, Compassion, Commitment, dan Consistency. Nilai inilah yang merupakan tujuan utama dan tujuan jangka panjang para siswa sebagai bentuk mewujudkan Profil utama Kolese De Britto. 2.3.1.1.

Leadership

Kolese De Britto berniat untuk menjadikan siswanya sebagai kader pemimpin pengabdi yang Pancasilais, cakap, berhati nurani benar, dan berbela rasa (Buku Panduan Siswa, 2022:...). Nilai Leadership juga berarti sebagai sebuah bentuk kesadaran diri untuk memiliki jiwa besar, rela berkorban, menyebarkan cinta kasih bagi sesama, adaptif, inovatif, bersikap tegar dan optimis dalam menghadapi masa depan. 2.3.1.2.

Competence

Siswa diharapkan dapat menjadi manusia yang unggul di bidang akademik dan terbuka terhadap pengalaman baru. Siswa diharapkan juga untuk dapat berkembang menjadi pribadi yang tekun, gigih, sehat jasmani , berpikiran kritis, dan dapat menggunakan waktu, tenaga, pikiran seoptimal mungkin. 2.3.1.3.

Conscience

Siswa diharapkan dapat berkarakter dan berkembang menjadi pribadi yang etis dan berhati nurani benar. Siswa diarahkan untuk dapat mengambil nilai dan keputusan yang benar berdasar pada suara hati. Menurut Ditha Resky Handayani (2019), suara hati adalah keputusan praktis akal budi yang

membantu seseorang dalam menjalankan atau membatalkan sebuah tindakan.

Commented [s2]: Nggak penting. Lihat lagi arah dasar sekolah Yesuit

Hal ini juga dapat diartikan bahwa suara hati dan hati nurani berperan penting dalam pengambilan keputusan dan mengembangkan seorang manusia menjadi pribadi yang lebih bermartabat. 2.3.1.4.

Compassion

Compassion berarti rela dan siap hidup bersama dengan yang menderita. Compassion membimbing orang untuk mengalami penderitaan sesama seakan - akan menjadi penderitaan sendiri(B.Rahmanto, 2017: 7). Siswa diarahkan untuk menjadi agen - agen perdamaian, mencintai sesama dan alam ciptaan secara total. Compassion mengembangkan para siswa untuk menghidupi unsur empati, membantu sesama, murah hati, dan keprihatinan. 2.3.1.5.

Commitment

Siswa dituntun untuk menjadi pribadi yang berkomitmen kuat sebagai pejuang keadilan. Selain dituntun siswa juga dilatih untuk menjadi pribadi yang setia dalam pekerjaan, gigih dalam menghadapi tantangan, dan menghayati iman dalam tindakan nyata sebagai wujud tanggung jawab. 2.3.1.6.

Consistency

Siswa dilatih untuk menjadi pribadi yang konsisten akan perkataaan dan perbuatan. Siswa dibimbing untuk menjadi pribadi yang setia dalam bertindak seturut pikiran dan tindakan. Siswa diharapkan dapat secara konstan dan konsisten menjunjung tinggi rasa tanggung jawab, kemanusian, sikap adil, dan kejujuran(B.Rahmanto, 2017:10).

Commented [s3]: Cari saja bahannya dari buku panduan sekolah kolese

2.3.2.

Formasi - formasi di SMA Kolese De Britto

2.3.2.1. Formasi Akademik a. Pelajaran Tambahan Pelajaran tambahan merupakan pembelajaran bersifat khusus yang diberikan kepada siswa yang masih kurang dalam memenuhi standar nilai pada pelajaran tertentu. Pembelajaran tambahan juga diberikan kepada siswa yang telah mencapai batas standar. Hal ini digunakan sebagai bentuk pengayaan. Pelajaran tambahan dilaksanakan diberikan kepada siswa diluar jam pelajaran sekolah biasanya dilaksanakan sesuai dengan arahan guru mata pelajaran terkait. b. Penulisan Karya Ilmiah Penulisan karya ilmiah merupakan salah satu tugas wajib yang harus dilaksanakan oleh siswa kelas XI SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Penulisan karya ilmiah bertujuan untuk melatih siswa dapat terbiasa d alam berpikir ilmiah. Siswa mengolah ide-ide dan wawasan yang diketahui dan dituangkan dalam bentuk tulisan ilmiah. Karya tulis ilmiah juga bertujuan untuk menumbuhkan budaya literasi pada siswa. c. Forum Olah Pikir (FOP)

SMA

Kolese

De

Britto

memberikan

pembinaan

pendidikan yang mengedepankan budaya literasi. Forum Olah Pikir (FOP) merupakan wadah bagi siswa untuk menumbuhkan kebiasaan literatur meliputi membaca dan menulis. Siswa diajak untuk memahami, membaca, dan menginterpretasikan buku bacaan dalam bentuk resensi yang dipresentasikan di depan forum siswa. Objek resensi bagi siswa kelas X dan XII adalah bacaan umum, sedangkan terkhusus untuk kelas XI adalah karya tulis ilmiah. d. Ekstrakurikuler SMA Kolese De Britto mendukung para siswa secara akademis

melalui

kegiatan

non

pelajaran.

Kegiatan

ekstrakurikuler bertujuan sebagai wadah para siswa untuk mengembangkan bakat, keterampilan, dan minat. Siswa dapat memilih kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan peminatan masing-masing individu. Siswa kelas X dan kelas XI SMA Kolese

De

Britto

diwajibkan

memilih

satu

kegiatan

ekstrakurikuler sesuai dengan minat. Siswa juga diperbolehkan memilih 2 kegiatan ekstrakurikuler dengan syarat siswa dapat mempertanggungjawabkan pilihan yang telah dipilih dan mengembangkan minat dengan maksimal.

2.3.2.2. Formasi Non Akademik a. Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (Inisiasi) Masa pengenalan lingkungan sekolah atau dikenal dengan Inisiasi adalah langkah awal para siswa dalam menempuh dinamika pendidikan di SMA Kolese De Britto. Siswa dikenalkan akan nilai-nilai luhur St. Johannes De Britto sebagai santo pelindung sekolah ini, siswa dibimbing untuk memaknai dan menerapkan sikap luhur St. Johannes De Britto dalam proses kehidupan mereka. Tujuan adanya kegiatan insiasi adalah: 1. Mengenalkan kepada siswa baru nilai-nilai dasar yang diperjuangkan dalam SMA Kolese De Britto. Nilai yang menjadi perjuangan berupa kasih, keadilan, perdamaian, dan kebenaran. 2. Membantu para siswa baru untuk mampu menghayati

nilai-nilai

tersebut

dengan

komitmen, kompetensi, hati nurani benar, dan konsinten demi memuliakan nama Tuhan lebih besar 3. Mendorong siswa memiliki keteguhan hati dan ketangguhan mental dalam menjalani

sesuatu hal yang telah menjadi pilihan dengan penuh kejujuran, mandiri, tanggung jawab, kreatif, dan kebebasan 4. Membangun sikap terhadap budaya yang menjadi ciri khas SMA Kolese De Britto b. Selamat Pagi De Britto/SPJB Selamat Pagi De Britto (SPJB) merupakan formasi sekaligus forum penyampaian informasi mingguan yang dilaksanakan setiap hari senin pada pukul 07.00-07.20 oleh para guru, siswa, dan karyawan SMA Kolese De Britto. Selamat Pagi De Britto diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan penghormatan pada bendera Merah Putih. Selanjutnya, dilanjutkan dengan sesi penyampaian tiga hal pokok pada seluruh civitas academica SMA Kolese De Britto. Pertama, yaitu apresasi atas prestasi siswa, guru, karyawan, serta yayasan. Setelah apresiasi dilanjutkan dengan evaluasi terhadap kehadiran dan keterlambatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau kegiatan ekstrakulikuler selama satu minggu sebelumnya. Kedua, yaitu penyampaian agenda dan informasi untuk satu bulan atau seminggu kedepan. Ketiga, yaitu penyampaian nilai (value) yang ingin dihayati selama satu minggu kedepan. Value yang disampaikan ini akan digunakan

dalam refleksi Examen Conscientiae pada setiap akhir pelajaran sekolah. Selamat Pagi De Britto ditutup dengan refleksi nilai (value) yang disampaikan satu minggu sebelumnya. Refleksi disampaikan oleh perwakilan kelas yang ditunjuk pada satu minggu sebelumnya dan ditutup dengan doa bersama. Setelah refleksi dan doa, Selamat Pagi De Britto diakhiri dengan menyanyikan lagu Mars SMA Kolese De Britto. c. Malam Keakraban Siswa kelas X SMA Kolese De Britto memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Mulai dari asal sekolah (SMP), suku, budaya, dan keluarga. Dengan fakta demikian, hal ini sudah menjadi tanggung jawab SMA Kolese De Britto untuk mendidik para siswa menjadi pemimpin yang komunikatif dan dapat menjadi akrab antar sesama selayaknya visi dan misi SMA Kolese De Britto. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk dapat membentuk karakter siswa tersebut adalah dengan mengadakan malam keakraban. Kegiatan ini biasanya di secara mandiri oleh setiap kelas. Adapun tujuan dari kegiatan formasi ini adalah: 1. Siswa

mampu

sekelasnya

mengenal

dirinya

dan

teman

2. Menyadarkan siswa akan tanggung jawab sebagai seorang pribadi dalam kelasnya. Perlu kesadaran diri dan kemampuan untuk membangun komunitas kelas yang baik, maka itu diperlukan tanggung jawab masing-masing anggota kelas. 3. Mengikat tali persaudaraan antar teman dan relasi dengan guru (wali kelas) 4. Mengajak siswa untuk menciptakan suasana kondusif dalam proses KBM agar dapat optimal. d. Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD) Latihan Kepmimpinan Tingkat Dasar merupakan salah satu kegiatan wajib yang diikuti oleh seluruh siswa kelas X SMA Kolese De Britto. Kegiatan ini sejalan dengan visi SMA Kolese De Britto yang ingin menjadikan siswanya sebagai pemimpin pengabdi. Secara jelas dinyatakan bahwa sekolah ingin mendidik siswanya menjadi pemimpin pengabdi yang cakap, berhati nurani benar, dan berbela rasa. Sebagai kolese yang berdasar pada ajaran Yesuit, SMA Kolese De Britto memiliki prinsip dan bercita-cita untuk mendidik siswanya memiliki daya ubah. Daya ubah yang dimaksud adalah keinginan untuk memiliki perubahan kearah yang lebih baik. SMA Kolese De Britto mempercayai bahwa perubahan dapat

terjadi ketika seseorang memiliki karakter pemimpin terlebih memiliki daya pimpin terhadap diri sendiri. Dalam konteks inilah, siswa kelas X SMA Kolese De Britto diarahkan untuk menemukan butir-butir kepemimpinan sebagai bekal untuk menjalani proses studi di SMA Kolese De Britto dan bekal untuk mempersiapkan kehidupan pada masa yang akan datang kelak. e. Studi Ekskursi Para siswa SMA Kolese De Britto diajarkan untuk menghormati dan memuliakan ciptaan Tuhan. Jika siswa kelas XII diajak untuk mengolah hidup dalam pertemuan dengan Tuhan dalam retret atau geladi rohani, siswa kelas XI diajak melihat kehidupan melalui pertemuan dengan sesama lewat livein

sosial/Toleransi,

siswa-siswa

kelas

X

diajak

untuk

merefleksikan karya agung Tuhan Yang Maha Esa dalam ciptaan-ciptaan tangan manusia melalui pemuliaan terhadap benda-benda ciptaan Tuhan yang dapat dikreasikan sehinga menjadi lebih bermakna/mulia. Tujuan dari adanya studi ekskursi ini kepada siswa kelas X adalah: 1. Memberikan pengalaman belajar dan mengembangkan sikap kreatif, afektif, apresiatif, dan empati dalam rangka proses bermasyarakat.

2. Melatih siswa untuk belajar bersosialisasi, menempatkan diri (empan papan) di lingkungan masyarakat. 3. Melatih

siswa

mencari

informasi

langsung

dan

mengembangkan kreativitas dari objek yang ditekuni dan menghasilkan sesuatu produk sebagai bentuk pemuliaan benda-benda ciptaan Tuhan yang dapat dipamerkan. f. Live-in Toleransi SMA Kolese De Britto sebagai bagian dari kolese Yesuit ingin berpartisipasi dalam menanggulangi paham radikalisme dan sikap intoleransi yang marak dalam bangsa ini. Kegiatan ini mengajak siswa untuk hidup berdampingan dengan komunitas agama yang berbeda, seperti pondok pesantren dan komunitas kepercayaan tertentu. Diadakan nya live-in toleransi ini bertujuan

untuk

menumbuhkan

rasa

keterbukaan

dan

penerimaan terhadap perbedaan yang ada dalam dinamika masyarakat. Tujuan dari live-in toleransi ini terbagi menjadi tiga. Pertama, siswa diajak untuk mampu bergaul dengan saudara yang memiliki perbedaan dalam keyakinan, agama, suku, bahasa dan budaya tanpa sikap prasangka dan perasaan curiga. Kedua, siswa dapat menemukan makna hidup selama perjumpaan dengan mereka yang berbeda suku, agama, keyakinan, budaya, ataupun bahasa. Ketiga, siswa mampu menjalin relasi positif,

bijaksana dan dewasa kepada mereka yang berbeda agama, keyakinan, budaya, suku ataupun bahasa dengan penuh rasa man for and with others. Tentunya hal ini juga berguna untuk membuka pikiran setiap siswa agar terbuka akan keberagaman yang ada dalam masyarakat di negeri ini. g. Live-in Sosial Masyarakat Indonesia sangatlah kental akan kesan pluralisme, karena keberagaman yang ada mulai dari suku, ras, agama dll. Tentunya membutuhkan kemampuan beradaptasi dan keterbukaan untuk bisa berada di lingkungan masyarakat seperti itu. Maka dari itu kegiatan formasi ini merupakan sarana untuk mengembangkan

kepedulian

terhadap

sesama

dengan

menghidupi nilai man for and with others, juga memberikan pengalaman bertemu dengan kehidupan yang berbeda sehingga siswa mampu memunculkan kepedulian dan keterbukaan terhadap kehidupan di luarnya.Formasi ini bersifat wajib bagi siswa kelas XI yang belum melakukannya. h. Orientasi Profesi Kesulitan untuk memilih tujuan pekerjaan merupakan salah satu masalah yang dijalani oleh siswa di masa mendekati kelulusannya.Jurusan yang banyak dan juga pertimbangan yang sulit dialami oleh siswa, menyadari kemampuan juga dibutuhkan

dalam menentukan tujuan.Salah satu sarana untuk menentukan arah dari siswa adalah Orientasi Profesi yang merupakan formasi yang dilakukan di kelas XI.Siswa bisa langsung berinteraksi dengan para narasumber untuk membahas segala macam hal dan pergulatan

selama

menjalani

profesi

yang

mereka

lakukan.Harapannya siswa setelah kegiatan ini bisa menentukan jurusan perguruan tinggi serta tujuan profesi yang mereka impikan. i. Serba-serbi input Serba-serbi Input adalah kegiatan formasi kepribadian yang dilakukan pada saat akhir semester 1. Kegiatan ini bertujuan

memberikan

informasi

sekaligus

melakukan

pembentukan bagi para siswa seputar diri dan masyarakat. Dalam Serba-serbi Input ini, para siswa diajak untuk mengikut serangkaian kegiatan. Pertama adalah kunjungan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Kunjungan ini bertujuan supaya para siswa sadar akan hukum dengan melihat dan mendengar mereka yang punya pengalaman di dalam lapas. Kedua adalah informasi seputar tata tertib lalu lintas. Para siswa diajak untuk memperhatikan setiap aturan mengenai lalu lintas. Ketiga adalah pengembangan kepribadian. Kegiatan yang ketiga ini bisa bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan siswa. Ada kegiatan

yang berisi seputar informasi mengenai etika bermedia atau hukum kaitannya dengan sosialisasi di media. Ada juga kegiatan seputar kesehatan pribadi. Serba-serbi input ini pada dasarnya mengajak para siswa untuk mengenali dirinya sekaligus menempatkan diri dalam masyarakat.

j. Wadah-wadah pengembangan lain Organisasi tentunya adalah wadah yang baik untuk menyalurkan kemauan siswa.Dalam Sma Kolese De Britto tentunya banyak kemampuan

dan

bakat

yang

dimiliki

oleh

siswa-

siswa.Kemampuan

seperti

public

speaking,design

grafis,

pendataan, dan mengatur kelompok dibutuhkan dalam sebuah organisasi. 1.

Presidium Dalam menjalani dinamika di Sma Kolese De

Britto ada banyak keragaman di kalangan siswa.Dimana banyak yang punya kesulitan dan punya keinginan sendiri-sendiri.Presidium disini hadir mewakili siswa De Britto untuk merealisasikan keinginan dan mimpi dari siswa-siswa.Tidak memiliki ketua dan memiliki anggota yang ganjil, bertujuan untuk menyetarakan anggota dan ketika melakukan diskusi tidak terjadi jalan buntu(karena

tidak

bisa 50/50

perbandingannya)saat

melakukan

pemilihan keputusan. 2.

Campus Ministry Dalam Sma Kolese De Britto tentunya ada

berbagai

macam

ministry

memenuhi

memfasilitasi

agama

dan

kepercayaan.Campus

kebutuhan

tersebut

pengembangan

dengan

spiritualitas

ignasian.Campus Ministry menjadi jembatan antara Manusia dengan Tuhan sehingga manusia sadar akan pentingnya

dimensi

rohani

dalam

hidupnya.Pengembangannya akan selalu mengarah ke pengembangan jasmani serta rohani.

2.3.3.

Pedagogi Ignasian

Pedagogi Ignasian merupakan salah satu bentuk kekhasan pendidikan Yesuit dan karya Serikat Yesus. Pada awalnya, St. Ignatius membentuk kolese yang bermula hanya ditujukan untuk mendidik para calon yesuit. Pada perkembangannya. tidak semua dapat diterima dalam Serikat Yesus, walaupun pendidikan Ignatian memiliki hasil keunggulan yang khas dalam karakter nya. Maka demikian dalam

perkembanganya, Serikat Yesuit tetap mempertahankan pedagogi ignasian sebagai misi pendidikan dan ditujukan lebih dalam mendidik kaum muda. SMA Kolese De Britto sebagai wadah pendidikan untuk komunitas kaum muda juga menerapkan Pedagogi Ignasian. Pedagogi ini digunakan dalam mendidik siswa untuk mengembangkan cara belajar yang mandiri dan mempersiapkan siswa dalam menjalani pengalaman hidup sebagai proses belajar seumur hidup. Pedagogi Ignasian merupakan

cara yang

digunakan pengajar dalam

mendampingi untuk membentuk siswa menjadi tumbuh dan berkembang, hal ini berpusat pada landasan spiritualitas Santo Ignatius. Pedagogi meliputi pandangan hidup dan visi dari berbagai ideal manusia untuk dididik. Pedagogi memberikan kriteria pilihan sarana untuk dipakai dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, pedagogi ini tidak boleh dianggap hanya sebagai metodologi semata. Dalam artian yang sempit, paradigma ini merupakan sebuah media yang praktis dan sebuah alat yang berdaya guna untuk meningkatkan kinerja guru dan siswa dalam proses kegiatan belajar-mengajar. Jika dilihat dalam artian luas, paradigma ini adalah upaya tindakan yang membantu siswa untuk berkembang menjadi manusia dengan kompetensi, tanggung jawab, dan belas kasih. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Paradigma Pedagogi Ignatian merupakan bentuk dinamika pengajaran. Paradigma Ignasian yang diterapkan dalam SMA Kolese De Britto diharapkan dapat mencapai pendidikan yang semakin

berkualitas seturut dengan visi. Paradigma ini meliputi corak dan proses tertentu dalam mengajar, yang berarti pendekatan terhadap nilai belajar dan pertumbuhan dalam kurikulum yang berlaku. Dalam proses pengajaran, dinamika paradigma ini mencakup lima langkah pokok, yaitu: 1. Konteks Proses pendidikan tidak pernah bergerak dalam ruang hampa. Oleh karena itu, dibutuhkan pengalaman manusiawi sebagai titik tolaknya. Pemahaman konteks merupakan bentuk konkret perhatian dan kepedulian terhadap siswa. Perhatian dan kepedulian ini merupakan dua hal pokok sebagai awal untuk melangkah. (https://book161.id/kurikulum-sma-kolese-de-britto/) Beberapa konteks yang perlu dipertimbangkan guru: a.

Konteks kehidupan siswa yang meliputi cara menempatkan diri dan

kehidupan dalam keluarga, masyarakat, teman-teman, kesenangan, atau hal lain yang berkaitan dengan timbal balik, menguntungkan dan merugikan siswa. b.

Konteks sosio-ekonomi, politik, kebudayaan, kebiasaan kaum muda,

agama, media massa, dan lain-lain yang merupakan lingkungan hidup siswa yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa dalam hubungannya dengan orang lain. c.

Situasi sekolah tempat proses belajar-mengajar terjadi.

d.

Pengertian-pengertian yang dibawa siswa ketika memulai proses

belajar. Pemahaman konteks itu sangat membantu para guru dalam menciptakan hubungan yang dicirikan oleh autentisitas dan kebenaran. Kalau suasana saling mempercayai dan saling menghargai terjadi, siswa akan mengalami bahwa orang lain merupakan teman sejati dalam proses belajar. Dalam suasana seperti itulah proses belajar mengajar akan berjalan lancar dan berkualitas. 2. Pengalaman Pengalaman mempunyai arti mengenyam sesuatu dalam hati atau batin. Ini mengandaikan adanya fakta dan pengertian-pengertian. Ini juga menuntut seseorang menduga kejadian-kejadian, menganalisis, dan menilai ide-ide. Hanya dengan pemahaman yang tepat terhadap apa yang dipertimbangkan, orang dapat maju sampai menghargai arti pengalaman. Pemahaman tidak hanya dibataskan dalam aspek intelektualitas. Pemahaman mencakup keseluruhan pribadi, budi, perasaan, dan kemauan masuk ke pengalaman belajar. Dalam pengalaman itu mencakup ranah kognitif dan afektif. (debritto.sch.id/content.php?id=26) Terdapat dua jenis pengalaman menurut pedagogi ignasian yaitu pengalaman bersifat langsung dan tidak langsung. Pengalaman kognitif saja dalam dinamika pendidikan dapat dirasa kurang optimal untuk menanamkan rasa belas kasih dan kepekaan terhadap sesama. Lain halnya dengan pengalaman langsung, karena didalamnya orang dapat terlibat secara langsung keseluruhan dengan pikiran serta perasaan. Pengalaman langsung dalam dinamika pendidikan dapat terjadi melalui

proses belajar melalui diskusi, percobaan, penelitian, proyek, pelayanan, dan lain sebagainya. Sementara itu, pengalaman tidak langsung dapat terjadi melalui proses mendengar, melihat, dan membaca. Agar proses pengalaman tersebut dapat tercipta dengan efektif diperlukan usaha. Usaha yang dimaksud dapat ditempuh melalui pemakaian audio-visual, literasi buku, dan sebagainya. 3. Refleksi Refleksi adalah proses berpikir kembali tentang suatu pengalaman atau kejadian yang telah terjadi di masa lalu, dengan tujuan untuk mengevaluasi, memahami, dan mencari tahu apa yang terjadi dan mengapa hal tersebut terjadi. Refleksi dapat dilakukan secara individu atau kelompok, dan dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti menulis, berdiskusi, atau melakukan tindakan nyata. Refleksi dapat membantu kita untuk meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri

dan

orang

lain,

serta

membantu

kita

untuk

memperbaiki

dan

mengembangkan diri. Refleksi juga dapat membantu kita untuk menghargai dan menghayati pengalaman yang telah kita jalani, serta membantu kita untuk lebih mengerti dan memahami dunia di sekitar kita. Refleksi dapat dilakukan terhadap berbagai macam pengalaman, seperti pengalaman belajar, bekerja, atau bahkan pengalaman sosial. Refleksi juga dapat dilakukan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh kelompok, seperti kegiatan organisasi, kegiatan pendidikan, atau kegiatan lainnya. Refleksi yang dilakukan secara teratur dan tepat dapat membantu kita untuk lebih memahami diri sendiri dan

orang lain, serta membantu kita untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kualitas hidup kita. 4. Aksi Refleksi dan aksi merupakan dua proses yang saling terkait dan memiliki relevansi yang tinggi. Refleksi merupakan proses berpikir kembali tentang suatu pengalaman atau kejadian yang telah terjadi di masa lalu, dengan tujuan untuk mengevaluasi, memahami, dan mencari tahu apa yang terjadi dan mengapa hal tersebut terjadi. Aksi adalah tindakan yang diambil berdasarkan hasil dari refleksi yang telah dilakukan. Refleksi dan aksi saling terkait karena refleksi membantu kita untuk memahami dan mengevaluasi pengalaman yang telah kita jalani, serta membantu kita untuk menemukan solusi atau rencana tindakan yang akan kita lakukan. Aksi yang diambil berdasarkan hasil refleksi tersebut merupakan tindak lanjut yang akan membantu kita untuk mewujudkan tujuan yang telah kita tetapkan. Aksi adalah tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan atau solusi yang telah ditentukan. Aksi dapat berupa tindakan nyata, seperti melakukan suatu kegiatan atau proyek, atau dapat juga berupa perubahan sikap atau cara pandang terhadap suatu masalah. Aksi yang diambil harus sesuai dengan hasil refleksi yang telah dilakukan, agar dapat membantu kita untuk mencapai tujuan yang telah kita tetapkan. 5. Evaluasi

Refleksi, evaluasi, dan aksi merupakan proses yang saling terkait dan memiliki relevansi yang tinggi. Refleksi adalah proses berpikir kembali tentang suatu pengalaman atau kejadian yang telah terjadi di masa lalu, dengan tujuan untuk mengevaluasi, memahami, dan mencari tahu apa yang terjadi dan mengapa hal tersebut terjadi. Evaluasi adalah proses mengukur dan mengevaluasi kinerja atau hasil suatu kegiatan atau proyek. Aksi adalah tindakan yang diambil berdasarkan hasil dari refleksi dan evaluasi yang telah dilakukan. Refleksi dan evaluasi saling terkait karena keduanya merupakan proses yang bertujuan untuk mengevaluasi dan memahami suatu kejadian atau pengalaman. Refleksi membantu kita untuk memahami dan mengevaluasi pengalaman yang telah kita jalani, sementara evaluasi membantu kita untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja atau hasil suatu kegiatan atau proyek. Keduanya dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, dan dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti menulis, berdiskusi, atau melakukan tindakan nyata. Evaluasi merupakan proses yang penting karena dapat membantu kita untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja atau hasil suatu kegiatan atau proyek. Evaluasi juga dapat membantu kita untuk menemukan kelemahan atau masalah yang terjadi selama proses kegiatan atau proyek, serta memberikan peluang untuk memperbaiki dan mengembangkan kegiatan atau proyek tersebut. Evaluasi juga dapat membantu kita untuk menentukan apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum.

2.4. Cokro Manggilingan Pengertian Falsafah Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008:203) falsafah berarti anggapan, gagasan, dan sikap batin yang paling dasar yang dimiliki oleh orang atau masyarakat; pandangan hidup. Dengan demikian suatu falsafah selalu berkaitan erat dengan kehidupan setiap individu maupun masyarakat. Seperti yang kita ketahui, setiap individu memiliki sikap batin dan pandangan hidup yang berbeda-beda. Perbedaan sikap batin dan pandangan hidup yang berbeda disebabkan oleh perbedaan olah pikir setiap manusia terhadap realitas kehidupan. Ketika olah pikir setiap manusia diolah secara mendalam, terciptalah sikap batin dasar dan pandangan hidup pribadi manusia. Sikap batin dasar dan pandangan hidup inilah yang kemudian mempengaruhi pengambilan keputusan setiap pribadi. Dalam perkembangannya, sikap batin dan pandangan hidup setiap individu akan mempengaruhi sikap dan perilaku lingkungan sekitar secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh ini dimulai dari unit yang paling kecil yaitu keluarga, kelompok masyarakat yang bersifat kedaerahan, negara hingga yang paling besar akan berpengaruh terhadap kehidupan di dunia. Dalam berfalsafah atau menentukan pandangan hidup tidak dapat dipisahkan dari kegiatan berfilsafat. Menurut Endraswara (2003: 46), filsafat adalah cara pikir. Sejak manusia sadar akan keberadaannya di dunia, sejak saat itu pula ia mulai memikirkan akan tujuan hidupnya, kebenaran kebaikan dan Tuhan. Menurut Endraswara, kesadaran eksistensi diri setiap pribadi mendorong manusia untuk berpikir

tentang realitas di luar dirinya. Dalam konteks ini, realitas di luar diri manusia adalah tujuan hidup, kebenaran dan Ketuhanan. Senada dengan pendapat tersebut Hasbullah Bakry mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu (Tafsir 1990: 10). Dari segi bahasa, filsafat adalah keinginan yang mendalam untuk mendapat kebijakan, atau keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak (Tafsir 2004: 10). Berdasarkan beberapa pendapat beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan upaya berpikir secara mendalam untuk menyelidiki kebenaran akan Tuhan, manusia dan alam semesta. Hakikat pengetahuan yang telah dicapai dari proses penyelidikan menumbuhkan sikap bijaksana dalam diri manusia yang kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari–hari menjadi sikap batin dan pandangan hidup terhadap pengambilan keputusan dalam setiap langkah hidupnya.

Falsafah Hidup Orang Jawa Wong Jawa nggoning rasa, padha gulenge ing kalbu, ing sasmita amrih lantip, kumawa nahan hawa nafsu kinemot manoting driya adalah sebuah ungkapan yang

sangat popular dalam budaya Jawa. Bukan hanya sekedar ungkapan yang tidak ada artinya, ungkapan tersebut memiliki makna yang mendalam bagi orang-orang yang memahaminya. Makna dari ungkapan tersebut adalah orang Jawa bertempat di perasaan, mereka selalu bergulat dengan kalbu atau suara hati agar pintar dalam menangkap maksud yang tersembunyi dengan jalan menahan hawa nafsu sehingga akal dapat menangkap maksud yang sebenarnya. Kehidupan orang Jawa tidak selalu tergantung pada semat (harta), kramat (kekuasaan) dan hormat yang melekat pada dirinya. Mereka selalu menekankan diri pada budi luhur dan mulat sarira angrasa wani (berani mengoreksi diri sendiri). Setiap perilaku diyakini dengan prinsip deduga (mempertimbangkan segala sesuatu sebelum bertindak), prayoga (mempertimbangkan hal-hal yang baik terhadap segala sesuatu yang akan dikerjakan), watara (memikirmikir apa yang akan dikerjakan/tidak ceroboh) dan reringa (berhati-hati dalam menghadapi segala sesuatu yang belum meyakinkan). Berbicara tentang prinsip, orang jawa selalu mendasari segala sesuatu dengan dasar-dasar yang luhur. Dasar-dasar yang selalu terkontrol ini melahirkan sifat sopan halus yang dominan dengan paduan nilai kebijaksanaan yang luhur dalam setiap pesan moral, perkataan dan perbuatan dan penyampaian pujian dan kritik. Maka dari itu, bahasa simbol yang direfleksikan dalam pergaulan menjadi sangat penting dalam budaya Jawa. Ketika setiap dasar diabaikan, seseorang disebut dengan istilah durung Jawa (Belum Jawa). Sebenarnya, dasar-dasar inilah yang menciptakan sebuah sebutan bagi komunitas klasik orang-orang Jawa, yaitu kejawen.

Naskah-naskah klasik di era renaissance of modern Javanese Letters, yaitu masa kebangkitan kepustakaan Jawa baru yang diutarakan dalam pendapat Drewes dan De Jong adalah sebuah mutiara yang terpendam untuk dikaji sebagai modal memahami konstruksi budaya Jawa. Naskah-naskah klasik yang dimaksud contohnya seperti Serat Wulangreh, Serat suluk Cipta Waskitha, Suluk Haspiya, Serat Wedhatama, Serat Centhini, dan Serat Wirid Hidayat Jati dan lain sebagainya. Teks klasik bukanlah sebuah narasi tanpa makna yang tercipta begitu saja di kalangan masyarakat. Terdapat maksud dan pesan moral yang mendalam di setiap Naskahnya. Naskah-naskah klasik yang tercipta sebenarnya terbentuk melalui kiblat dari falsafah hidup orang Jawa. Falsafah hidup ini terbentuk sejak ratusan tahun yang lalu dan telah melalui berbagai macam pengaruh mulai dari era prasejarah, masa kerajaan Budha, Hindu, Islam, hingga masa kolonialisme. Berdasarkan hal tersebut falsafah Jawa yang dimaksud dalam karya ilmiah ini adalah falsafah Jawa yang tumbuh dan berkembang hingga saat ini. Pada hakikatnya, falsafah Jawa yang berkembang pada saat ini merupakan hasil akulturasi kearifan budaya yang berkembang pada era HinduBudha dan Islam. Pengaruh agama Islam dalam pembentukkan falsafah Jawa sangatlah besar. Fenomena ini wajar adanya, mengingat masih adanya dua kiblat utama budaya Jawa yang sama-sama menganut faham Islam yakni Kesultanan Yogyakarta dan Surakarta. Menurut Endraswara (2012: 45) falsafah hidup orang Jawa dapat berupa apa saja yang mampu memberikan alur-alur pandangan jagad, yaitu sebuah keyakinan yang

dihayati sebagai nilai yang memotivasi kehidupan Orang Jawa. Di sisi lain, pendapat tersebut dikuatkan oleh pendapat Petrus Josephus Zoetmulder tentang cara berpikir orang Jawa. Beliau berpendapat bahwa cara berpikir orang Jawa merupakan suatu perbuatan mental yang menertibkan gejala-gejala dan pengalaman agar menjadi jelas (Endraswara 2012: 45). Kedua pendapat ini senada dengan pengertian falsafah sebagai sebuah pandangan hidup. Menurut orang Jawa, istilah “jagad” dibagi menjadi dua kategori yaitu “jagad gumelar” dan “jagad gemulung”. Jagad gumelar yang berkaitan dengan alam makrokosmos. Alam makrokosmos yang dimaksud mencakupi unsurunsur dunia dan alam semesta yang ada. Sedangkan jagad gemulung berkaitan dengan alam mikrokosmos yang terdiri dari alam dalam diri setiap manusia. Dengan melihat karakteristik sikap batin orang Jawa yang selalu memaknai segala hal yang terjadi di jagad, benang merah dari kedua pendapat diatas dapat terlihat dengan jelas. Dalam buku “Filsafat Jawa”, Ciptoprawiro mengungkapkan gagasan yang cukup menarik. Beliau melihat adanya perbedaan yang membedakan makna filsafat dari sudut pandang ketimuran (Jawa) dan filsafat menurut pandangan Barat. Dari sudut pandang Jawa filsafat berarti ngudi kasampurnaan (berusaha mencari kesempurnaan), sedangkan istilah kata philosophia dari filsafat Barat yang berpedoman pada konsep Yunani, diartikan sebagai ngudi kawicaksanan yang dalam Bahasa Indonesia berarti mencari kebijaksanaan (Cipto Prawiro nd:14). Pencarian kebijaksanaan yang dimaksudkan dapat dicari melalui pencarian ilmu pengetahuan yang merupakan buah dari kegiatan berpikir kritis, menalar segala sesuatu melalui diskusi, kontemplasi dan

kegiatan lainya yang menggunakan logika dalam berpikir. Hal ini berbeda dengan filsafat bersudut pandang Jawa. Dalam pandangan Jawa ngudi kasampurnaan atau pencarian kesempurnaan tidak akan bisa diperoleh melalui kegiatan berfikir saja. Dalam ngudi kasampurnaan orang Jawa akan senantiasa berusaha untuk mencapai kesempurnaan. Dalam pandangannya, orang Jawa percaya bahwa pada dasarnya kesempurnaan hanyalah milik Sang Pencipta. Maka tugas dari manusia bukanlah mendapatkan sebuah kesempurnaan. Melainkan ngudi atau senantiasa mencari kesempurnaan. Kata “Ngudi” menjadi semacam pengingat bahwa manusia itu tidak sempurna dan semasa hidupnya harus berusaha mencari kesempurnaan dengan jalan ngudi kasampurnaan. Bagi para penghayat ilmu tasawuf, yaitu ilmu yang tumbuh dari pengalaman spiritual. Kesempurnaan akan tercapai ketika cita-cita orang Jawa untuk Manunggaling Kawula Gusti telah tercapai. Dalam perspektif Katolik pun juga demikian. Alkitab mengatakan bahwa manusia merupakan “Citra Allah.” Maka pada hakikatnya, sifat dan perbuatan setiap manusia harus mencerminkan sifat ke-Allah an di kehidupannya karena manusia adalah Citra Allah. Artinya, sifat Allah yang maha sempurna juga menitis kepada manusia. Bila dilihat dari perspektif filsafat orang Jawa, perbedaanya adalah Allah memiliki “maha” sebelum kata “sempurna.” Sedangkan manusia hanya berdasar pada kata “sempurna.” Tidak ada kata “maha” sebelum kata “sempurna.” Pemaknaan yang similar mengenai filsafat Jawa juga dituliskan oleh Kusbandriyo. Menurut Kusbandriyo dalam tulisannya (2007:13), Pokok-pokok Filsafat Jawa dimaknai sebagai filsafat yang menekankan pentingnya kesempurnaan hidup.

Aktivitas berpikir yang kemudian disempurnakan oleh perenungan adalah sebuah usaha manusia untuk mencari jati dirinya. Tidak hanya otak yang mendominasi usaha manusia, namun suara kalbu merupakan inti dari semua perenungan setiap manusia. Analogi raja dan panglima mungkin dapat memudahkan pemahaman akan alasan bahwa hati merupakan inti dari perenungan setiap manusia. Dalam hal perenungan, hati diibaratkan sebagai raja yang mengontrol pikiran selaku panglimanya. Hati yang dalam kepercayaan Islam merupakan tempat persemayaman Allah menjadi raja sehingga apa yang mendasari akal adalah Tuhan itu sendiri. Setelah didasari oleh dimensi Ketuhanan, akal sebagai panglima menjadi kunci terciptanya tindakantindakan luhur. Oleh karena itu, pemikiran-pemikiran Jawa tentang usaha untuk mencapai kesempurnaan hidup membutuhkan kemampuan intuisi yang kuat. Seperti gagasan diatas, berfilsafat dalam kebudayaan Jawa berarti ngudi kasampurnan. Tentunya dalam melaksanakan ngudi kesempurnaan, ketotalitasan dimensi jasmani maupun rohani sangat mempengaruhi kualitas olahan setiap pribadinya. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa gerak usaha manusia dalam berfilsafat Jawa tidak mempertanyakan apakah manusia dan apakah Tuhan. Namun berfilsafat jawa mengarah kepada asumsi keberadaan manusia sebagai kenyataan yang kemudian dipertanyakan dari mana asalnya dan kemana tujuannya. Bila falsafah kehidupan yang berkembang di negara-negara Eropa mengacu pada paham idealisme yang menekankan bahwa rahasia-rahasia di dunia fisik akan terbuka dengan menyentuh dimensi dalam jiwa dan ruh dan paham positivisme yang

meletakkan dasar kebenaran berasal dari pembuktian ilmiah secara nyata dan pasti, maka falsafah kehidupan di Jawa adalah hasil kombinasi antara kedua unsur tersebut. Dengan demikian falsafah hidup orang Jawa tidak sekedar pengembangan logika saja, namun juga melibatkan kedalaman batin guna menyentuh jiwa dan ruh yang tak dapat dicapai oleh logika. Pendapat diatas dipertegas oleh pernyataan Zoetmulder dalam majalah Jawa tahun 1940 yang mengatakan bahwa berpikir secara filosofis di Jawa dapat dilihat dari pemaknaan dibalik suluk yang beredar di masyarakat Jawa. Dalam pernyataannya di majalah Jawa tersebut, Zoetmulder menemukan kesimpulan bahwa pemaknaan dibalik suluk yang beredar di masyarakat Jawa yaitu selalu mencari arti kehidupan manusia, asal-usulnya, dan tujuan akhir yang berhubungan dengan Tuhan dan dunia. Menurut beliau sifat tersebut berada di antara ketidak-adaan dan ke-adaan mutlak yang benar yaitu Tuhan yang terletak dalam diri setiap pribadi dan diri sendiri. Selain ngudi kasampurnaan, terdapat filsafat Jawa yang berupa ajaran hidup berselaras. Ajaran ini dikemukakan oleh seorang pujangga bernama Sosrokartono. Inti dari paparan pengajaran Sosrokartono adalah sinergi antara interaksi vertikal dan interaksi horizontal. Interaksi vertikal yang dimaksud adalah interaksi antar pribadi dengan Tuhan, sedangkan interaksi horizontal yang dimaksud adalah interaksi antar pribadi dengan sekitarnya. Bukan hanya mengabdi kepada Tuhan saja, namun pengabdian kepada Tuhan adalah hal yang mendasari aksi pengabdian terhadap sekitar. Dengan begitu, kehidupan yang selaras antara batin dan rasa pun tercipta.

Ajaran Sosrokartono bertujuan untuk menyadarkan masyarakat bahwa manusia hidup di dunia berpusat kepada Dia (Gusthi). Ia adalah pusat dari seluruh kehidupan di semesta. Maka kehidupan semesta dengan segala isi dan fenomenanya tercipta menurut skenario yang Ia buat. Maka kamu tidak boleh meninggalkan pedoman yang ada pada diri aku. Ialah alam semesta. Alam semesta dan segala isinua merupakan kesatuan utuh yang terdiri atas berjuta-juta Dia yang menghuni permukaan bumi. Dia yang ada pada setiap makhluk memiliki sifat dan ketugasan yang berbeda-beda. Maka dari itu, setiap makhluk memiliki kewenangan dan peranan masing-masing terhadap kehidupan semesta yang utuh. Dari ringkasan inti ajaran diatas, dapat disimpulkan bahwa ajaran hidup berselaras mengandung makna yang mengingatkan manusia agar menghormati kepentingan sesama hidup serta lingkungannya yang didasari dengan pengakuan terhadap adanya Tuhan yang merupakan sumber dari segala sumber kehidupan semesta. Payung kula Gusti kula, tameng kula inggih Gusti kula (Soenarto Timur, 1996:40-42) Perlu ditekankan bahwa falsafah hidup orang Jawa dalam karya ilmiah ini bukanlah seluruh anggapan, gagasan, dan sikap batin yang paling dasar yang dimiliki oleh setiap masyarakat yang beretnis Jawa. Falsafah Hidup Orang Jawa di sini hanya berupa konstruksi teoritis penulis berdasarkan beberapa referensi baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang dalam konteksnya memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai dan kearifan

masyarakat Jawa. Konstruksi teoritis dalam teori ilmu pengetahuan

modern disebut sebagai suatu skema, struktur ataupun gambar yang bukan merupakan

kesimpulan induktif dari data tertentu serta bukan merupakan hasil dari suatu deduksi, melainkan di bangun atas dasar kepastian intuitif dengan tujuan untuk mencapai kejelasan logis yang akan membantu para pembaca dalam memahami sesuatu dengan lebih baik (Suseno 1991). Berdasarkan beberapa hal tadi, dapat ditarik kesimpulan yang dimaksud sebagai falsafah hidup orang Jawa adalah suatu keyakinan yang dihayati sebagai nilai yang memotivasi kehidupan Orang Jawa yang terjalin dalam berbagai sumber yang disampaikan dalam bentuk kesusasteraan. Dapat berupa dongeng, tembang, kata mutiara, tuturan lisan, suluk, serat dan lain sebagainya. Sikap Hidup Orang Jawa Sikap hidup orang Jawa merupakan tingkah laku, dan watak terpuji yang harus dimiliki oleh setiap orang Jawa dalam kehidupannya. Ternyata sikap hidup ini dapat ditemukan dalam salah satu kesusastraan Jawa, yaitu Serat Sasangka Djati (Tujuan Yang Sejati). Dari Serat Sasangka Djati, terciptalah sebuah disertasi dengan judul “Een Indonesisch Mensbeeld” (Sebuah Gambaran Indonesia tentang Manusia) pada tahun 1956. Disertasi ini ditulis oleh Dr. Soemantri Hardjoprakoso. Dari disertasi tersebut, intisari Serat Sasangka Djati dinyatakan terdiri dari dua masalah, yakni sikap hidup orang Jawa dan pandangan hidup orang Jawa. A. Pertama: Sikap Hidup Orang Jawa

Sikap hidup orang Jawa merupakan tingkah laku, dan watak terpuji yang harus dimiliki oleh setiap orang Jawa dalam kehidupannya. Ternyata sikap hidup ini dapat ditemukan dalam salah satu kesusastraan Jawa, yaitu Serat Sasangka Djati (Tujuan Yang Sejati). Dari Serat Sasangka Djati, terciptalah sebuah disertasi dengan judul “Een Indonesisch Mensbeeld” (Sebuah Gambaran Indonesia tentang Manusia) pada tahun 1956. Disertasi ini ditulis oleh Dr. Soemantri Hardjoprakoso. Dari disertasi tersebut, intisari Serat Sasangka Djati dinyatakan terdiri dari dua masalah, yakni sikap hidup orang Jawa dan pandangan hidup orang Jawa. Sikap hidup orang Jawa dicatat dalam pedoman Hasta Sila yang berarti delapan sikap dasar. Hasta Sila dipecah lagi menjadi dua pedoman yang lebih kecil yang Trisila dan Pancasila. Pengertian mengenai Trisila adalah hal yang mendasari setiap perilaku manusia di keseharian. Tidak hanya itu, Trisila juga merupakan tiga hal yang harus dituju oleh akal budi dan cipta rasa manusia dalam menyembah Tuhannya. Trisila terdiri dari value eling, Pracaya dan Mituhu. Istilah Eling dapat dipahami sebagai kesadaran dalam Bahasa Indonesia. Namun dalam konteks Tri Sila, kesadaran yang dimaksud adalah kesadaran yang mengarah kepada sikap selalu berbakti kepada Tuhan Yang Maha Tunggal. Kata Tunggal disini memiliki makna kesatuan dari tiga komponen mikrokosmos dari alam manusia, yaitu Sukma Kawekas (Allah), Sukma Sejati (Jiwa kesejatian manusia) dan Roh Suci.

Kesadaran luhur antara manusia dan Tuhannya menjadi dasar yang pokok dalam setiap perilaku yang dilakukan orang Jawa terhadap sekitarnya. Olahan mengenai kesadaran luhur juga menjadi pilar kuat bagi para pujangga Jawa dalam menghasilkan ajaranajaran yang erat kaitannya dengan filsafat Jawa. Hal ini dapat dilihat dari ajaran wali sanga dimana aliran tasawuf yang dikembangkan oleh para sufi diperkuat dengan dasar-dasar kebudayaan Jawa. Selain itu, para pujangga Jawa seperti Sosrokartono yang merupakan kakak dari Kartini, Ranggawarsita dan Ki Ageng Suryomentaram juga menerapkan value eling dalam setiap olahan batinnya. Salah satu contoh yang dapat menjadi bukti terhadap pernyataan tersebut adalah makna dari sebuah kajian sastra milik Sosrokartono. M. Agus Wahyudi dan Syamsul Bakri yang merupakan guru besar di UIN Raden Mas Said Surakarta dalam jurnalnya yang berjudul Javanese Religious Humanism (Critical Study of R.M.P. Sosrokartono) mengatakan bahwa arti dari kajian sastra Mandor Klungsu adalah pengawas biji asam. Biji asam memiliki bentuk yang kecil tapi kuat. Kelak, biji asam akan menjadi pohon yang besar dan kokoh bila ditanam dan dirawat. Klungsu dan pohon asam yang sudah besar memiliki manfaat dari pohon hingga benih. Sosrokartono menggunakan analogi yang sangat menarik untuk menggambarkan manusia dan Tuhan dengan menggunakan istilah klungsu dan pohon asam. Trisila juga memuat value Pracaya yang dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai percaya. Orang Jawa selalu percaya terhadap Sukma sejatinya. Sukma sejati yang dimaksudkan disini adalah utusan Tuhan yang abadi. Utusan yang abadi ini

terletak di jiwa manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jiwa diartikan sebagai seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan sebagainya). Artinya alam mikrokosmos manusia terletak pada Jiwa. Maka dalam konteks value Pracaya ini, masyarakat Jawa mempercayai bahwa setiap perasaan, pikiran, angan-angan dan segala yang menyangkut batinnya adalah utusan yang diberikan oleh Sang Pencipta. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat Jawa sangat berkaitan erat dengan istilah wahyu yang berarti tuntunan langsung oleh Tuhan Yang Maha Tunggal. Value terakhir dalam Trisila adalah Mituhu. Mituhu berarti kesetiaan kepada Sang Pencipta untuk melaksanakan perintah-Nya yang disampaikan melalui utusanNya. Ketika manusia sudah menyadari akan keberadaan dirinya yang berdasar kepada Tuhan dengan cara mengolah batin dengan kepercayaan bahwa Tuhan membimbing setiap dimensi mikrokosmosnya, maka mituhu adalah langkah eksekusi untuk menyempurnakan Trisila. Jika dikaitkan dengan konteks Alkitab, value mituhu similar dengan injil Yakobus bab 2 ayat 17 yang berbunyi “Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” Dengan kata lain, langkah terakhir dari menjalankan dasar Trisila adalah aksi. Ketika aksi yang dilakukan berdasar pada kesadaran luhur kepada Tuhan yang didukung dengan rasa percaya yang kuat pada Tuhan, maka orang tersebut berhasil melaksanakan apa yang disebut dengan Trisila.

Rila memiliki makna keikhlasan hati. Orang yang rila adalah orang yang memiliki keikhlasan sewaktu menyerahkan segala miliknya, keikhlasan sewaktu menyerahkan kekuasaannya dan keikhlasan sewaktu menyerahkan seluruh hasil karyanya kepada Tuhan. Istilah rila merupakan istilah yang jauh dari kata “sesal.” Ketika seseorang memiliki sikap rila, segala sesuatunya berjalan begitu saja tanpa ada rasa ingin memperoleh hasil dari apa yang telah diperbuatnya. Memberi tanpa ingin dibalas adalah sebuah kalimat sederhana yang dapat digunakan dalam mendeskripsikan rila. Sebelum manusia dapat melaksanakan Tri Sila, maka ia harus berusaha dahulu untuk memiliki watak dan tingkah laku yang terpuji yang disebut Pancasila. Pancasila terdiri dari Rila (Rela), Narima (Menerima Nasib yang diterimanya), Temen (Setia pada Janji), Sabar (Lapang Dada) dan Budiluhur (memiliki Budi yang baik). Rila memiliki makna keikhlasan hati. Orang yang rila adalah orang yang memiliki keikhlasan sewaktu menyerahkan segala miliknya, keikhlasan sewaktu menyerahkan kekuasaannya dan keikhlasan sewaktu menyerahkan seluruh hasil karyanya kepada Tuhan. Istilah rila merupakan istilah yang jauh dari kata “sesal.” Ketika seseorang memiliki sikap rila, segala sesuatunya berjalan begitu saja tanpa ada rasa ingin memperoleh hasil dari apa yang telah diperbuatnya. Memberi tanpa ingin dibalas adalah sebuah kalimat sederhana yang dapat digunakan dalam mendeskripsikan rila. Narimo berarti tidak menginginkan milik orang lain. Dalam kehidupannya, manusia tidak hidup sendiri. Terdapat lingkungan sekitar yang hidup berdampingan dengannya.

Antar makhluk satu dengan makhluk lainnya tentu memiliki kelemahan dan kelebihan. Maka dari itu, pluralitas adalah hal yang wajar di kalangan manusia. Namun tidak jarang juga terjadi adanya rasa ingin memiliki kelebihan yang dimiliki oleh pribadi lain ketika seorang manusia tidak memiliki kelebihan tersebut. Hal ini menimbulkan rasa iri hati yang kemudian akan menjauhkan setiap pribadi dengan Tuhannya. Rasa tidak bersyukur akan pemberian Sang Pencipta pun akhirnya tumbuh perlahan-lahan dari sikap iri ini. Oleh karena itu, dalam Pancasila ditekankan value Narimo yang dalam prosesnya menumbuhkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Tunggal. Dengan menjalankan Narimo, ketentraman hati tercipta dalam setiap langkah hidup kita. Temen berarti menepati janji. Menepati janji disini lebih ditekankan pada frasa menepati ucapan diri sendiri baik secara lisan atau dalam hati. Ketika seseorang berjanji, kata hati menjadi dasar dari sebuah janji. Kata hati sendiri merupakan suara yang tertangkap oleh tubuh karena adanya respon atas sesuatu yang jauh dari akal. Kata hati biasanya merujuk pada suara yang datang dari jiwa manusia. Jika akal adalah alat manusia untuk mencapai sesuatu secara logis, hati adalah alat manusia untuk mencapai sesuatu secara irasional. Argumen ini dapat diperkuat dalam filsafat Jawa yang erat kaitannya dengan para pujangga. Ilmu Jiwa Kramadangsa dari Ki Ageng Suryomentaram dapat menjadi salah satu contoh untuk membuktikannya. Dalam Ilmu Jiwa Kramadangsa dari Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan cara menyikapi “Kramadangsa” yang berarti otentisitas. Menyikapi “Kramadangsa” dengan menyentuh dimensi jiwa yang menandakan adanya rasa pada setiap manusia sehingga

dapat mengetahui identitasnya yang sejati merupakan fokus utama dari Ilmu Jiwa Kramadangsa yang diciptakan oleh Ki Ageng Suryomentaram. Maka dalam melaksanakan temen, orang Jawa menyudutkan fokus pada rasa setia dalam melaksanakan setiap janji yang telah dibuatnya. Kata kesetiaan dalam sudut pandang orang Jawa memang sudah menjadi sebuah nilai yang diluhurkan sejak zaman dahulu. Dalam sejarah Candi Prambanan, nilai temen menjadi nilai yang mendasari kesetiaan Bandung Bondowoso dalam membangun seribu candi yang merupakan permintaan dari Roro Jonggrang. Sabar adalah kemampuan untuk bertahan kokoh terhadap segala cobaan. Sabar berarti menahan diri untuk selalu setia pada prinsip di setiap perkara yang terjadi. Dengan kesabaran, setiap orang dapat memiliki iman sekuat batu dan wawasan seluas samudera. Sebuah samudera selalu menerima ketika diisi dengan apa saja dan tidak meluap walaupun semua air sungai mengalir ke sana. Kesabaran juga diibaratkan sebagai jamu yang pahit sekali. Hanya orang yang kuat pribadinya yang dapat meminum jamu penyembuh kesedihan dan penyakit. Dengan menerapkan kesabaran, maka terciptalah suatu falsafah Jawa yang berbunyi “alon-alon waton kelakon.” Alonalon waton kelakon ini bukan bermakna tidak efektif dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Namun, Inti dari alon-alon waton kelakon adalah mau mengikuti prosesnya dengan seksama. Kesabaran menjadi hal yang mendasari terlaksananya falsafah ini. Budiluhur adalah hasil dari upaya mengimplementasikan Rila, Narimo, Temen serta Sabar dalam kehidupan sehari-hari. Secara sederhana, Budiluhur adalah

pencerminan sifat Allah dalam keseharian orang-orang Jawa. kasih sayang terhadap sesamanya, suci, adil dan tidak membeda-bedakan pangkat dan derajat seseorang, besar-kecil, kaya-miskin semua dianggap seperti keluarga sendiri dan segala perbuatan moral yang luhur adalah contoh implementasi nilai Budiluhur dalam masyarakat Jawa. Sikap hidup yang totalitas ini membimbing orang Jawa dalam mencapai Manunggaling Kawula Gusthi (Kesatuan tubuh dengan Allah). Kelima dasar Pancasila merupakan sifat hidup yang harus selalu dipegang oleh seluruh pribadi. Pada kenyataannya, masyarakat Jawa telah banyak melaksanakan sikap hidup demikian. Secara naluri mereka masih memegang teguh kebiasaan dan ajaran-ajaran orang tua serta nenek moyangnya.

B. Kedua: Pandangan Hidup Orang Jawa Dalam pandangan Jawa, kehidupan diibaratkan sebagai cokro manggilingan. Artinya, kehidupan itu bagaikan putaran roda. Bila roda diberikan suatu titik dengan menggunakan spidol, titik tersebut akan berputar dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Itulah kehidupan menurut pandangan Jawa. Ketika sedang dalam situasi penuh kejayaan berarti kita sedang berada di roda bagian atas dari Cokro Manggilingan. Namun manusia bukanlah makhluk yang sempurna melainkan menuju sempurna. Kejatuhan dari berbagai aspek sangat memungkinkan untuk terjadi dalam kehidupan kita. Maka ketika kita sedang dalam situasi terpuruk berarti kita sedang berada di roda

bagian atas dari Cokro Manggilingan. Dengan lebih menghayati Cokro Manggilingan, seseorang dapat memahami bahwa dibalik kesuksesan, kebahagiaan lahir maupun batin, derajat dan pangkat ada pihak-pihak yang terkait di balik kejayaan tersebut terdapat sebuah perancang kisah yang biasa disebut dengan “Gusthi.” Oleh karena itu, penghayatan konsep aja dumeh dalam budaya Jawa sangat relevan untuk mawas diri. Penghayatan konsep aja dumeh dapat dilihat dari ungkapan-ungkapan yang beredar di masyarakat Jawa seperti aja dumeh, kuwasa tumindake daksura lan daksia marang sapada-pada; aja dumeh menang, tumindake sewenang-wenang; aja dumeh pinter, tumindake keblinger yang berarti jangan mentang-mentang berkuasa, sehingga tindak tanduknya pongah, congkak serta sewenang-wenang terhadap sesama manusia; jangan mentang-mentang dapat mengalahkan lawan, sehingga kemudian perbuatannya sewenang-wenang; jangan mentang-mentang pandai, sehingga kebijaksanaannya menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang semestinya. Di samping menghayati konsep aja dumeh, dalam budaya Jawa juga harus menghayati konsep aji mumpung sebagai pandangan hidupnya. Aji mumpung adalah pedoman untuk mengendalikan diri dari sifat tercela, serakah dan angkara murka. Ungkapan aji mumpung berbunyi sebagai berikut : mumpung menang, njur nyawiyah hake liyan; mumpung kuasa sapa sira sapa ingsun; mumpung kuat dan gagah, njur tanpa arah.

Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, ungkapan tersebut berbunyi memanfaatkan kesempatan ketika memperoleh kemenangan, kemudian bertindak merampas hak milik orang lain; selagi berkuasa sehingga tidak ingat lagi kepada teman dan saudara; selagi kuat dan berkuasa, sehingga perbuatannya gegabah dan tidak terarah. Bila dicermati lebih lanjut, terdapat kesamaan antara Falsafah Jawa tentang aji mumpung dengan buah-buah daging menurut kepercayaan Katolik. Jika dikaitkan dengan falsafah Jawa, buah-buah daging adalah lawan dari sukma sejati yang merupakan sumber dari buah-buah roh. Buah-buah daging ini dapat dilihat dari Galatia 5:19-21. Bunyinya adalah sebagai berikut : 5:19 Perbuatan daging telah nyata, yaitu: pencabulan, kecemaran, hawa nafsu, 5:20 penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, 5:21 kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Falsafah Cokro Manggilingan (falsafah hidup tentang waktu) Setiap belahan dunia memiliki olahan unik tentang waktu. Orang Inggris mengatakan bahwa “time is money” (waktu adalah uang). Orang Arab mengatakan bahwa waktu ibarat pedang yang akan membunuhmu jika kau tidak menangkisnya.

Bahkan Samuel Smiles yang merupakan penulis dari Skotlandia menciptakan pemaknaan tentang waktu yang sampai sekarang digunakan sebagai quotes kehidupan di kalangan masyarakat. Dalam olahannya mengenai waktu, Samuel Smiles berkata “Lost wealth may be replaced by industry, lost knowledge by study, lost health by temperance or medicine, but lost time is gone forever.” Dalam bahasa Indonesia, quotes ini dapat diartikan sebagai kerugian materi dapat digantikan dengan industri, kerugian pengetahuan dengan belajar, kehilangan kesehatan dengan kendali diri sendiri atau obat-obatan, namun waktu yang kita lewati akan hilang selamanya. Pemaknaan tentang waktu juga terjadi di kalangan masyarakat India. Di India waktu dipersonifikasikan sebagai Dewa Batara Kala. Arti Batara adalah Dewa, sedangkan kala dalam bahasa Jawa diartikan sebagai waktu. Maka Batara Kala adalah Dewa penguasa waktu. Batara Kala akan melumat apa saja dan siapa saja di semesta ini karena pada kenyataannya, tidak bisa dibantah bahwa segala yang ada di atas dunia pasti melewati waktu. Ketika seseorang telah melewati batas waktu yang diberikan oleh Sang Pencipta, dapat diartikan bahwa seseorang tengah mengalami kematian. Sebaliknya, ketika seseorang masih diberikan waktu oleh Sang Pencipta, dapat diartikan bahwa seseorang masih menjalankan kehidupannya. Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Sang Waktu berkaitan erat dengan dualitas. Maka ketika kita masih diberikan waktu kehidupan, Sang Waktu memberikan kesempatan kepada suatu bangsa untuk menciptakan kesejahteraan maupun kehancuran. Sang Waktu memberikan kesempatan kepada seseorang untuk membuat maha karya yang

dikenang sepanjang masa, pun juga bisa membuat seseorang membiarkan begitu saja berlalu hingga tak berbuat apa-apa. Dibalik semua itu, orang Jawa juga mempunyai perspektif dan filosofi tersendiri tentang waktu. Orang Jawa mengibaratkan waktu dengan filosofi yang bernama Cokro Manggilingan. Dari 3 jenis teori gerak sejarah yaitu linier (maju), regres (mundur) dan siklus (melingkar), filosofi ini memiliki cara pandang sejarah yang bersifat siklus (melingkar). Secara etimologi kata cokro selain berarti “roda” atau “lingkaran” (bahasa Sansekerta) juga antara lain bermakna: sebentuk lempengan bulat bergerigi dan tajam yang menjadi senjata tokoh “Sri Batara Kresna,” sedangkan kata manggilingan berarti menggelinding. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Cokro Manggilingan adalah falsafah hidup tentang siklus kehidupan, perputaran masa dalam skala mikrokosmos yang menyangkut alam dalam diri setiap pribadi maupun makrokosmos yang menyangkut alam luar dari diri setiap pribadi, dan juga pergantian nasib manusia serta dinamika perputaran zaman. Dengan adanya filosofi Cokro Manggilingan, masyarakat Jawa dimudahkan dalam menyikapi perputaran kehidupan yang dinamis karena selalu berputar. Tidak di atas secara terus menerus dan tidak di bawah secara terus menerus. Meskipun pada hakikatnya filosofi Cokro Manggilingan ini memiliki esensi bahwa setiap peristiwanya selalu berulang, tetapi sebenarnya pelajaran berharga yang harus dipetik dan disikapi dengan baik dari filosofi ini adalah “Janganlah jatuh pada lubang yang sama!”

Agar tidak jatuh pada lubang yang sama, dalam Filosofi Cokro Manggilingan ini masyarakat Jawa mempercayai bahwa kehidupan manusia terdiri dari 3 alam dimensi, yaitu Alam Purwa (alam sebelum kelahiran), Alam Madya (alam sesudah lahir di dunia) dan Alam Wusana (alam sesudah kematian/alam keabadian). Namun, filsafatfilsafat yang beredar di negara barat tidak memandang penting alam Purwa dan Wusana sebagai objek analisis karena pada dasarnya filsafat barat merupakan filsafat yang berdasar pada paham positivisme yang menganggap bahwa segala hal yang bersifat metafisik tidak perlu untuk dimaknai secara lebih dalam. Namun bagi Filsafat Jawa, hal metafisik seperti alam purwa dan alam wusana merupakan hal yang penting dan perlu untuk dimaknai lebih dalam. Di Jawa, pandangan mengenai alam purwa dan alam wusana sangat bertolak belakang dengan filsafat barat. Orang jawa menganggap bahwasanya Alam madya adalah alam maya, sedangkan alam yang sejati adalah Alam Purwa dan Alam Wusana yang mendasari value sangkan paraning dumadi Masih dalam kerangka berfikir Cokro Manggilingan, penjabaran mengenai alam madya diteruskan oleh olahan RM Ronggowarsito. Menurut Ronggowarsito dalam serat kalatidha, alam madya terbagi menjadi tiga zaman yang siklusnya selalu berulang yaitu Kalatidha, Kalabendu dan Kalasuba. Kalatidha adalah sebuah zaman dimana setiap orang menjunjung tinggi rasa egois yang besar, setiap orang mengejar kesenangannya sendiri, dan setiap orang meremehkan akal sehat yang tercipta. Perbedaan antara yang benar dan yang salah, adil dan tidak adil, baik dan buruk tidak

lagi digubris. Kata yang cocok untuk merangkum penjelasan mengenai zaman kalatidha adalah “egois.” Ketika sikap egois dari zaman kalatidha menumpuk secara terus menerus dan menjadi budaya masyarakat besar, maka terciptalah zaman kalabendu yang oleh Ronggowarsito disebut juga dengan zaman edan. Karakteristik zaman ini dapat dilihat dengan kondisi yang tampak stabil namun terdapat ketidaksadaran yang merajalela. Ketidaksadaran yang merajalela inilah yang mendasari pendapat Ronggowarsito dalam menyebutkan zaman kalabendu sebagai zaman edan. Ketidakadilan yang terjadi ditengah masyarakat justru dianggap sebagai kebenaran demi kenyamanan sebagian orang sementara jeritan yang lemah dan tertindas tidak dihiraukan. Penjahat dipandang sebagai pahlawan, sementara orang yang luhur ditertawakan dan disingkirkan. Tata nilai dan tata kebenaran dijungkir balikkan. Layaknya cokro manggilingan, yang terpuruk tidak akan terpuruk secara terus menerus namun akan berputar menuju ke arah yang makmur juga. Maka yang terakhir adalah Zaman Kalasuba yaitu zaman penuh stabilitas dan kemakmuran. Karakteristik dari zaman ini adalah munculnya seorang tokoh yang akan menjadi seorang ratu adil yang akan menyelamatkan zaman dengan didukung oleh orang-orang yang selalu eling dan waspada. Setelah Zaman Kalasuba, siklus berputar lagi menuju ke Zaman Kalatidha dan Zaman Kalabendu kembali karena tidak ada manusia yang sempurna sehingga manusia dapat melakukan kesalahan yang kemudian membentuk lingkaran siklus kehidupan Cokro Manggilingan.

Secara makro, falsafah hidup cokro manggilingan dipaparkan dalam serat kalatidha oleh Ronggowarsito. Namun secara mikro atau personal, manusia jawa memaknai falsafah hidup cokro manggilingan dengan mempercayai sebuah siklus yang dinamakan dengan tembang macapat. Menurut KBBI, tembang macapat adalah bentuk puisi Jawa tradisional yang setiap baitnya mempunyai baris kalimat (gatra) tertentu, setiap gatra mempunyai jumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sanjak akhir (guru lagu; guru suara tertentu). Tembang macapat muncul di era kerajaan Demak, lalu berkembang ke Pajang, Mataram, Surakarta, dan Yogyakarta. Tembang ini berisi mengenai kisah perjalanan hidup seorang manusia dari dalam perut sampai ke liang lahat (kematian) yang direfleksikan dalam tembang Maskumambang sampai tembang Pocung yang berjumlah sebelas tembang (Suhanjendra, 1996:26). Tembang macapat terdiri dari : 1.

Maskumambang, yaitu siklus kehidupan manusia ketika berada dalam kandungan ibunya

2.

Mijil, yaitu siklus kehidupan di mana seorang bayi terlahir di dunia.

3.

Sinom, yaitu siklus kehidupan usia muda dari masa kanak-kanak sampai menuju remaja.

4.

Kinanthi, yaitu siklus kehidupan dimana seorang remaja dibekali dengan segala pengajaran, pendidikan, dan pelatihan untuk menjalankan kehidupan dengan baik dan benar.

5.

Asmarandana, yaitu siklus kehidupan dimana manusia mulai memiliki ketertarikan pada lawan jenis yang kemudian sering dikatakan dengan istilah “jatuh cinta.”

6.

Gambuh, yaitu siklus kehidupan dimana manusia telah menemukan seseorang sudah menjadi satu perasaan dengan orang yang dicintainya yang kemudian akan berlanjut ke jenjang perkawinan.

7.

Dhandhanggula, yaitu siklus kehidupan dimana impian cita-cita manusia tercapai dan terwujudkan.

8.

Durmo, yaitu siklus kehidupan dimana manusia telah mapan (berkecukupan hidupnya) dan muncul rasa belas kasih kepada sesamanya.

9.

Pangkur, yaitu siklus kehidupan dimana seseorang mulai bertekad untuk menyingkirkan hawa nafsu dari kehidupan.

10. Megatruh, yaitu siklus kehidupan yang menunjukkan fase dimana seseorang mulai mempersiapkan dirinya untuk menghadap Tuhan. 11. Pucung yaitu siklus kehidupan yang terakhir dimana ruh terlepas dari badan dan siap untuk dikebumikan. Olahan batin mengenai kehidupan yang terjadi pada level makro (peradaban) dan pada level mikro (individu), lalu melahirkan berbagai filosofi yang ditujukan untuk menaklukkan dan menyikapi Cokro Manggilingan dengan bijaksana. Berikut beberapa falsafah Jawa yang tercipta untuk menaklukkan dan menyikapi Cokro Manggilingan dengan bijaksana:

A. Filosofi Triwikrama Dari pandangan agama Hindu, triwikrama dari asal katanya terdiri dari kata Tri yang artinya tiga, Wi yang artinya yang dijunjung dan Krama yang artinya perbuatan (I Nyoman Suka Ardiyasa & Ida Bagus Gede Paramita 2017 : 84). Menurut Fahrudin Faiz (2021), dalam tradisi falsafah hidup Jawa, triwikrama dimaknai sebagai tiga ranah dalam hidup kita yang perlu untuk ditaklukkan. Triwikrama terdiri dari masa lalu, masa kini dan masa depan. Hal ini berkaitan dengan Cokro Manggilingan, karena dengan mengimplementasikan triwikrama di kehidupan, masa lalu tidak akan menjadi ancaman yang terus menerus menciptakan keterpurukan dalam kehidupan, masa sekarang dapat digunakan sebaik mungkin untuk masa depan dan tantangan masa depan yang dialami merupakan tantangan yang berbeda dengan tantangan masa kini dan masa lalu. Artinya, triwikrama adalah sebuah filosofi yang menjadi sarana bagi manusia untuk meningkatkan kualitas diri. Sehingga prinsip hidup orang Jawa untuk selalu mencari kesempurnaan terwujudkan dari keputusan untuk menyikapi cokro manggilingan secara bijaksana, dengan menggunakan triwikrama sebagai alatnya. Triwikrama merupakan alat untuk menyikapi cokro manggilingan dengan bijaksana karena filosofi ini berlandaskan dua prinsip, yaitu: 1)

Yang dirasakan sekarang oleh seseorang, suatu masyarakat, suatu

bangsa, bahkan sebuah peradaban adalah buah dari apa yang dilakukan di masa lalu (Fahrudin Faiz 2021). Sehingga dengan mengambil pelajaran dari masa

lalu, keburukan diri di masa lalu dapat diperbaiki di masa kini dan kebaikan diri di masa lalu dapat dipertahankan bahkan dikembangkan. 2)

Yang dilakukan oleh seseorang, suatu masyarakat, suatu bangsa, bahkan

sebuah peradaban akan dituai hasilnya di masa depan (Fahrudin Faiz 2021). Masa lalu yang dijadikan pelajaran untuk memperbaiki dan mengembangkan diri di masa kini, kemudian membentuk masa depan yang sesuai dengan aksi yang sudah dilakukan di masa kini. Siklus triwikrama mengenai masa lalu, masa kini dan masa depan ini kemudian berulang secara siklis. Perjalanan hidup yang dialami di masa depan, akan menjadi masa kini pada saatnya nanti. Sehingga dari masa kini yang statusnya telah berlalu ketika kita menjalankan kehidupan di masa depan, masa kini yang telah berlalu menjadi pelajaran luhur untuk mengembangkan diri sesuai dengan prinsip hidup orang Jawa yaitu selalu mencari kesempurnaan. Namun, hal yang membedakan antara masa kini dan masa depan adalah tantangan kehidupan yang berbeda. Jika seseorang menggunakan masa kininya untuk memperbaiki dan mengembangkan dirinya secara maksimal, maka di masa depan akan muncul tantangan baru lagi namun dengan masalah yang lebih tinggi karena semakin mendekati kesempurnaan. Layaknya roda yang berputar, siklus masa lalu, masa kini dan masa depan ini berputar terus-menerus dan tidak akan berhenti sampai akhir hayat manusia. Maka diperlukan triwikrama untuk menyikapi salah satu siklus cokro manggilingan ini. B. Filosofi Sangkan Paraning Dumadi Kehidupan manusia tercipta karena Tuhan dan akan kembali menghadap Tuhan

saat waktunya telah habis. Menurut Fahrudin Faiz (2021), orang Jawa mengibaratkan kehidupan manusia di dunia ini dengan ungkapan prasasat urip iku koyo wong mampir ngombe (hidup bagaikan berhenti sejenak untuk minum seteguk air). Untuk mempermudah penjelasan mengenai ungkapan tersebut, penulis mengambil contoh dengan situasi ketika seseorang membeli minuman di minimarket. Ketika seseorang mengalami kehausan dan dengan terpaksa harus membeli sebuah minuman di minimarket, ia akan segera memilih minuman di minimarket, membayarnya dan kemudian kembali ke rumahnya. Jika dikaitkan dengan kehidupan manusia, analogi tersebut bermakna bahwa manusia hidup di dunia ini hanya sekedar mampir dan pasti akan kembali berpulang ke sangkar asalnya yaitu ke hadapan yang Mahakuasa. Hal yang berkaitan dengan sangkan paraning dumadi juga dapat dilihat dari istilah alquran lebih tepatnya pada surat Al Baqarah ayat 155-156 yang berbunyi Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Arti dari Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun sendiri adalah “Sesungguhnya kami itu milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.” Untuk memperkuat pemahaman tentang sangkan paraning dumadi, seorang Imam Yesuit yang bernama Pierre Teilhard de Chardin mengatakan dalam buku The Joy of Kindness oleh Robert J. Furrey mengatakan bahwa “Kita bukanlah manusia yang memiliki pengalaman spiritual; Kita adalah makhluk spiritual yang memiliki pengalaman manusiawi.” Dengan demikian, kesimpulan bahwa sangkar manusia yang sebenarnya berakar dari Allah. Dengan lebih jelas juga dapat diketahui bahwa pada hakekatnya manusia hidup di dunia hanya untuk mampir saja atau untuk mengalami pengalaman manusiawi saja. Namun mutlaknya, manusia adalah

makhluk yang asal-usulnya dari Sang Pencipta seperti yang dikatakan oleh Teilhard de Chardin bahwa sebenarnya kita ini makhluk yang spiritual pada awalnya. Namun, diturunkan ke dunia hanya untuk mengalami pengalaman kemanusiaan. Dengan menyadari bahwa sangkan atau sangkar kita adalah dari Sang Pencipta, maka perbuatan-perbuatan yang mulia pun tercipta. Hal ini dikarenakan manusia akan menanggung sendiri apa yang telah dilakukan dalam kehidupannya atau yang sering dikatakan sebagai ngunduh wohing pakarti (menuai buah perbuatan). C. Filosofi Memayu Hayuning Bawana Dengan sederhana, memayu hayuning bawana dapat disebut juga dengan mewarnai dunia. Manusia diturunkan di dunia mengemban misi dari Tuhan untuk menjadi wakil-Nya di muka bumi agar memakmurkan bumi-Nya sesuai dengan kehendak-Nya, hukum-hukum-Nya dan aturan-aturan- Nya. Maka di memayu hayuning bawana kita diajak untuk mewarnai dunia yang merupakan misi dari Sang Pencipta agar dunia yang sudah indah ini menjadi lebih indah karena kehadiran kita. Tentunya harus didasari dengan kebenaran-kebenaran, kebaikan-kebaikan, dan keindahan-keindahan yang dapat kita wujudkan. Ketika dalam proses mewarnai dunia ini ternyata warna yang tercipta justru memperburuk dan bukan memperindah keadaan dunia, maka kehadiran kita tidak mencerminkan memayu hayuning bawana. Ketika kita sudah menyadari asal-usul kita dari falsafah sangkan paraning dumadi, maka setiap manusia harus mencerminkan sifat-sifat sangkarnya untuk mewarnai dunia agar dunia yang indah menjadi lebih indah melalui kehadiran kita. Hal

ini dipertegas dengan keberadaan ajaran Ovada Patimokkha yang menjadi intisari ajaran Buddha. Bentuk dari ajaran Ovada Patimokkha adalah sebagai berikut : Sabba Papassa akaraṁ Kusalassa Upasampada Sochitta pariyodapanaṁ Etaṁ Buddhana sasanaṁ Terjemahan ajaran tersebut adalah “Janganlah berbuat jahat, perbanyaklah perbuatan bajik, sucikan hati dan pikiran, itulah ajaran Para Buddha.” Dapat terlihat secara eksplisit bahwa dibalik kesucian hati dan pikiran, terdapat perbuatan yang harus dilakukan sehingga tidak berdiam diri menjadi seorang pertapa yang tidak peduli terhadap sekitar dan hanya mengandalkan rahmat Allah dalam kehidupannya. Melalui berbagai referensi mengenai memayu hayuning bawono, penulis memiliki pandangan yang menarik pula untuk menganalogikan tentang hubungan antara sangkan paraning dumadi dan memayu hayuning bawono. Menurut penulis, hubungan antara sangkan paraning dumadi dan memayu hayuning bawono similar dengan sistem koordinat kartesius. Sangkan paraning dumadi yang merupakan aksi manusia untuk menyadari asal-usulnya dianalogikan sebagai sumbu y dalam sistem koordinat kartesius. Dianalogikan sebagai sumbu y dikarenakan interaksi antara manusia dan Tuhannya adalah interaksi vertikal dimana Allah memiliki kedudukan yang tak tergantikan di mata manusia. Sedangkan memayu hayuning bawono yang merupakan aksi manusia untuk menambah keindahan dunia dianalogikan sebagai sumbu x dalam koordinat kartesius. Dianalogikan sebagai sumbu

x dikarenakan interaksi antara manusia dan alam sekitarnya merupakan interaksi horizontal dimana derajat antara manusia dengan alam sekitarnya sama atau sederajat. Karakteristik dari sistem koordinat kartesius adalah terdapatnya titik potong antara sumbu x dan y. Maka jika seseorang hanya memfokuskan diri kepada sangkan paraning dumadi saja, sumbu yang terbentuk hanyalah sumbu y saja. Jika hanya ada sumbu y yang terbentuk, apakah hal tersebut bisa dikatakan sebagai sistem koordinat kartesius? Hal yang sama akan terjadi ketika seseorang hanya memfokuskan diri kepada memayu hayuning bawono saja. Maka esensi dari sangkan paraning dumadi dan memayu hayuning bawono adalah menjaga kestabilannya agar sistem koordinat kartesius terbentuk. D. Filosofi Ilmu Bahagia ala Ki Ageng Suryomentaram Untuk menaklukkan Cokro Manggilingan, Ki Ageng Suryomentaraman juga mempunyai kebijaksanaan yang dinamakan ilmu bahagia. Ilmu Bahagia atau Kawruh Begja alias Kawruh Jiwa adalah pemahaman untuk mengolah kehidupan dengan mengolah jiwa atau rasa kita. Ki Ageng Suryomentaram dalam kebijaksanaan Ilmu bahagia yang diciptakannya, mengajarkan seseorang atau sebuah peradaban untuk tidak boleh melupakan tentang kebahagiaan walau segala hal terjadi di kehidupannya. Dalam ilmu bahagia, Ki Ageng Suryomentaram juga mempunyai formula filosofis tentang bagaimana hidup bahagia yaitu hidup secara tidak berlebihlebihan dan juga tidak berkekurangan. Formula tersebut dirumuskan menjadi NEMSA (6-SA), yaitu Sakepenake (senyamannya), Sabutuhe (sesuai kebutuhan),

Saperlune (seperlunya), Sacukupe (secukupnya), Samesthine (semestinya), Sabenere (sesungguhnya, realistis). Inti dari formula NEMSA ini adalah mengetahui diri dan mengontrol diri. Untuk sampai pada itu semua, maka Ki Ageng menawarkan rumusan kawruh jiwa, yaitu metode mengetahui diri sendiri. Rumusan kawruh jiwa mengajarkan kita sebagai manusia untuk mengetahui diri sendiri dan memahami diri sendiri secara jujur. Dengan mengenali diri sendiri, manusia dapat mengetahui seberapa kebutuhan yang diperlukannya (sabutuhe), mengetahui hal-hal apa saja yang dianggap penting dalam hidupnya (saperlune), mengetahui takaran yang pas untuk segala hal (sacukupe), mengetahui kebenarankebenaran yang sesuai dengan kehidupannya (sabenere dan samesthine), dan mengetahui tentang apa saja yang membuat dirinya nyaman (sakepenake). Perihal NEMSA harus disikapi dengan seimbang (tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih). Jika terjadi ketidakseimbangan dalam hidup kita, ketidakbahagiaan akan merajalela sehingga kendali akan akal sehat menjadi terganggu. Sumber ketidakbahagiaan menurut Ki Ageng Suryomentaram adalah keinginan. Beliau memaparkan bahwa wujud dari keinginan adalah semat, drajat dan kramat. Menurutnya, semat adalah keinginan yang ditujukan untuk mencari keperluan fisik. Misalnya berupa kekayaan, kesenangan, kecantikan, kegantengan, dan lainlain. Sedangkan drajat adalah keinginan yang ditujukan untuk mencari kebanggan. Misalnya berupa keluhuran, kemuliaan, keutamaan, dan pengakuan sekitar. Serta kramat yang berarti keinginan yang bertujuan untuk mencari jabatan atau status sosial. Misalnya berupa kekuasaan, kedudukan dan pangkat. Manusia tidak

dilarang untuk mengejar ketiganya. Namun seperti yang dikatakan pada paragraf sebelumnya. Segalanya harus seimbang (tidak lebih dan tidak kurang). Seseorang perlu memahami filosofi mulur lan mungkret, yang artinya kebahagiaan dan kesedihan hanya bersifat sementara. Tidak ada kebahagiaan terus-menerus dan tidak ada kesedihan yang terus-menerus di dalam kehidupan. Selanjutnya Ki Ageng Suryomentaram menambahkan ajaran mengenai 4 rasa yang menyebabkan seseorang terperosok dalam neraka dunia. Pertama adalah rasa iri. Jika setiap harinya kita hanya memikirkan bagaimana cara mengungguli orang lain, bersiap-siaplah untuk terjebak dalam neraka ketidakpuasan akibat menyalahkan diri sendiri. Kedua, adalah rasa sombong. Jika setiap harinya kita selalu merasa menang, bersiap-siaplah untuk terjebak dalam neraka kekalahan yang disebabkan oleh kekalahan pada suatu saat nanti. Ketiga adalah rasa kecewa. Jika setiap harinya kita selalu meratapi masa lalu yang buruk, bersiap-siaplah untuk terjebak dalam neraka kesedihan dimana kebahagiaan tidak akan pernah muncul. Keempat adalah rasa khawatir. Jika kita terlalu mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi di masa yang akan datang, bersiap-siaplah untuk terjebak dalam neraka kesulitan yang menyebabkan seseorang berdiam diri tanpa adanya perkembangan diri.

2.5. Ajaran Ki Ageng Suryomentaram Biografi dan Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram Dalam lingkup khazanah pemikiran di Indonesia, khususnya filsafat Jawa, Ki Ageng Suryomentaram adalah salah satu tokoh yang ajaran-ajarannya tidak terlepas dari sisi-sisi kejiwaan, kebatinan dan etika. Tradisi kebijaksanaan dalam filsafat timur dan pada filsafat jawa pada khususnya, jauh berbeda dari anggapan bahwa manusia itu sendiri menjadi sumber filsafat. Dalam filsafat barat, kebijaksanaan tidak menjadi ciri yang menonjol. Filsafat barat menonjolkan segi rasionalitas. Inti yang dicita-citakan adalah pengetahuan yang bersifat koheren dan sistematis. Namun, ada juga filosof barat yang memperhatikan segi kebijaksaan, misalnya Socrates dan Plato. Ki Ageng Suryomentaram lahir di Yogyakarta pada tanggal 20 Mei 1892. Ia merupakan anak ke-55 dari 79 putra-putri Sri Sultan Hamengku Buwono VII dengan istri selirnya bernama Bendara Raden Ayu (B.R.A) Retno Mandoyo, putri Patih Danurejo VI yang kemudian bergelar Pangeran Cakraningrat. Nama kecil Ki Ageng adalah Bendara Raden Mas (B.R.M) Kudiarmadji. Pada usia 18 tahun, B.R.M. Kudiarmadji memperoleh “nama tua” dan diangkat menjadi pangeran dengan gelar Bendara Pangeran Harya (B.P.H) Suryomentaram[13]. B.R.M. Kudiarmadji bersama saudara-saudaranya yang lain, belajar di sekolah yang berada di dalam lingkungan keraton. Sekolah tersebut bernama Srimanganti, kurang lebih setara dengan sekolah dasar pada saat ini. Selepas dari Srimanganti,

dilanjutkan dengan kursus Klein Ambtenaar[14], belajar bahasa Belanda, Inggris, dan Arab. Setelah selesai kursus, bekerja di karesidenan Yogyakarta selama dua tahun lebih. Pendidikan agama Islam dan mengaji didapat dari K.H. Achmad Dahlan sang pendiri Muhammadiyah. Ki Ageng Suryomentaram juga mempunyai kegemaran membaca dan belajar, terutama tentang sejarah, filsafat, ilmu jiwa, dan agama[15]. Saat Ki Ageng beranjak dewasa, ia melakukan pengembaraan meninggalkan keraton, pergi ke Cilacap dengan menyamar menjadi pedagang kain batik dan setagen (ikat pinggang) dan mengganti namanya menjadi Notodongso. Hal ini disebabkan karena ia merasa bahwa ia tidak menemukan “manusia” di Keraton. Ki Ageng merasa geram dengan keadaan di keraton yang hanya berisi perintah, sembah, dan marah. Ia kecewa dengan pendidikan dan pola sosial di Keraton yang tidak manusiawi. Akhirnya dengan penuh kesadaran ia ingin belajar akan kehidupan dan keluar dari Keraton. Kepergian Ki Ageng Suryomentaram ini didengar oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Sultan memerintah K.R.T. (Kanjeng Radèn Tumenggung) Wiryodirjo (Bupati Kota) dan R.L. Mangkudigdoyo untuk mencari dan memanggilnya kembali ke Yogyakarta. Akhirnya ia ditemukan di Kroya (Banyumas) sedang bekerja sebagai penggali sumur Sekembalinya ke Yogyakarta, Suryomentaram menjual seluruh harta bendanya. Ia mengira bahwa selain kedudukan sebagai pangeran, penyebab rasa kecewa dan tidak puas itu adalah harta benda. Seluruh isi rumah dilelang. Mobil dijual dan hasil

penjualannya diberikan kepada sopirnya, kuda dijual dan hasil penjualannya diberikan kepada gamelnya (perawat kuda), pakaian-pakaiannya dibagi-bagikan kepada para pembantunya[18]. Tahun 1921, Sri Sultan Hamengku Buwono VII mangkat (meninggal). Setelah Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dinobatkan sebagai raja, Pangeran Suryomentaram sekali lagi mengajukan permohonan berhenti dari kedudukannya sebagai pangeran. Beberapa kali permohonan ini diajukan kepada Sri Sultan Hamengku Buwana VIII, akhirnya permohonan tersebut dikabulkan. Sultan memberikan uang f 75 per bulan sebagai tanda masih keluarga kraton. Pemberian ini diterimanya dengan senang hati. Saat Pemerintah Hindia Belanda hendak memberikan uang pensiun sebesar f 333,50 per bulan, ia menolaknya dengan alasan ia tidak merasa berjasa kepada pemerintah Hindia Belanda dan tidak mau terikat pada pemerintah Hindia Belanda[19]. Setelah menanggalkan gelar pangeran, Suryomentaram membeli sebidang tanah di Desa Bringin, sebuah desa kecil di sebelah utara Salatiga. Di sana ia tinggal dan hidup sebagai petani. Sejak saat itu ia lebih dikenal dengan nama Ki Gede Suryomentaram atau Ki Gede Bringin. Meskipun Ki Gede Suryomentaram sudah tinggal di Bringin, tetapi ia masih sering ke Yogya karena ia masih mempunyai rumah di Yogya[20]. Ki Gede Suryomentaram bersama Ki Hajar Dewantara dan beberapa orang temannya mengadakan sarasehan setiap malam Selasa Kliwon dan dikenal dengan

nama Sarasehan Selasa Kliwon[21]. Kelompok ini semacam “perkumpulan kebatinan” akan tetapi juga memikirkan perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia[22]. Dalam sarasehan itu masalah yang dibicarakan adalah keadaan sosial-politik di Indonesia akibat dari Perang Dunia I yang baru saja selesai, negara-negara Eropa, baik yang kalah perang maupun yang menang perang, termasuk Negeri Belanda yang sedang mengalami krisis ekonomi dan militer. Saat-saat seperti itu dirasa merupakan saat yang sangat baik bagi Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan Belanda. Dalam sarasehan bersama setiap Selasa Kliwon itu akhirnya disepakati untuk membuat suatu gerakan moral dengan tujuan memberikan landasan dan menanamkan semangat kebangsaan kepada para pemuda melalui suatu pendidikan kebangsaan[23]. Pada tahun 1922 didirikanlah pendidikan kebangsaan dengan nama Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara dipilih menjadi pimpinannya, sedangkan Ki Gede Suryomentaram diberi tugas mendidik orang-orang dewasa dan orang-orang tua. Dalam Sarasehan Selasa Kliwon inilah, sebutan Ki Gede Suryomentaram dirubah oleh Ki Hajar Dewantara menjadi Ki Ageng Suryomentaram[24]. Ki Ageng Suryomentaram juga terlibat dalam pertemuan Manggala Tiga Belas[25]. Persoalan-persoalan yang dibicarakan berkisar pada bagaimana cara menolak peperangan bila Indonesia menjadi gelanggang perang antara Belanda dan Jepang. Ki Ageng berusaha keras untuk membentuk tentara, karena ia berkeyakinan

bahwa tentara adalah tulang punggung negara. Dalam membentuk tentara, Ki Ageng harus membuat surat permohonan dan ia membentuk panitia 9 yang disebut Manggala Sembilan kemudian surat tersebut diserahkan kepada Asano (anggota dinas rahasia Jepang) dan dikirim ke Tokyo. Tidak lama kemudian diterima berita bahwa permohonan tersebut dikabulkan, kemudian Ki Ageng mengadakan pendaftaran tentara. Dalam perkembangannya tentara inilah sebagai alat perlawanan fisik untuk mengusir penjajah yang telah menjajah moral bangsa dan merampok kekayaan Indonesia. Pada waktu perang kemerdekaan, Ki Ageng juga memimpin pasukan gerilya yang disebut Pasukan Jelata, daerah operasinya di sekitar Wonosegoro (wilayah Kabupaten Boyolali). Selama ibu kota RI Yogyakarta diduduki Belanda, Ki Ageng bersama keluarga meninggalkan kota, mengungsi ke daerah Gunung Kidul. Di tempat pengungsian ini Ki Ageng masih selalu berhubungan dengan tentara gerilya. Setelah penyerahan kedaulatan, Ki Ageng mulai aktif lagi mengisi kemerdekaan dengan memberikan ceramah-ceramah tentang Kawruh Beja (Kawruh Jiwa), terkait dengan pembangunan jiwa warga negara[26]. Pakaian Ki Ageng yang sangat sederhana sudah menjadi ciri khasnya, bahkan ketika Ki Ageng diundang oleh Bung Karno ke Istana Merdeka untuk dimintai wawasan tentang berbagai macam masalah negara pada tahun 1957, ia tetap memakai pakaian keseharian[27].

Di daerah Salatiga tepatnya di desa Sajen, Ki Ageng jatuh sakit dan dibawa pulang ke Yogyakarta. Ki Ageng dirawat di rumah sakit selama beberapa waktu, namun karena sakitnya tidak kunjung berkurang, kemudian ia dibawa pulang ke rumah keluarganya yang berada di Yogyakarta. Sewaktu di rumah sakit Ki Ageng masih sempat menemukan pemikiran tentang Kawruh Jiwa [28]yaitu bahwa puncak belajar kawruh jiwa ialah mengetahui gagasannya sendiri. Minggu Pon tanggal 18 Maret 1962 pukul 16.45 dalam usia 70 tahun, Ki Ageng tutup usia di rumahnya di Jalan Rotowijayan no. 22 Yogyakarta dan dimakamkan di makam keluarga di desa Kanggotan, sebelah selatan kota Yogyakarta. Ki Ageng Suryomentaram meninggalkan seorang istri, dua orang putra, dan empat orang putri. Seorang putra telah meninggal[29]. Jalan pikiran Ki Ageng Suryomentaram mirip dengan J. Krishnamurti dari India, Zarathustra dari Persia dan Socrates dari Yunani. Krishnamurti mendasarkan ajarannya pada Self Knowledge (pengertian tentang diri sendiri), sedangkan Zarathustra (Abad VII-VI SM) mengemukakan ajaran Tat Tvam Asi (itulah engkau), kemudian Socrates (469-399 SM) mengemukakan ajaran yang bertema “kenalilah dirimu”. Dalam hal ini, jalan pikiran Ki Ageng Suryomentaram mendasarkan ajarannya pada Kawruh Beja atau Kawruh Jiwa yang menitik beratkan pada kegiatan meneliti jiwa atau rasa diri sendiri dalam rangka mengenal diri pribadi yang disebutnya Pangawikan Pribadi (pengertian diri sendiri)[30]. Tampaknya pada keempat tokoh tersebut terdapat pemikiran yang sejajar[31].

Dalam meneliti manusia, Ki Ageng mempelajarinya dengan pendekatan empiris, ia menjadikan dirinya sendiri sebagai “kelinci percobaan”.[32] Perhatiannya lebih dipusatkan pada diri sendiri dilihat dari aspek batin dan realitas, Ki Ageng mencoba membuka tabir rahasia kejiwaan manusia dalam hidupnya di bumi ini. Ki Ageng ingin mengembalikan harga diri manusia pada tempatnya yang benar[33]. Biografi dan pemikiran Ki Ageng Suryomentaram menarik untuk diteliti karena ia adalah seorang bangsawan keturunan keraton tetapi ingin hidup sebagai rakyat jelata yang sangat sederhana dan tegas. Dengan kesederhanaan dan ketegasannya, ia mampu membawa masyarakat Jawa mempunyai semangat juang yang tinggi untuk kemerdekaan Indonesia dan melalui pemikirannya Ki Ageng mampu menjelaskan tentang jiwa manusia, sehingga manusia mampu mengenali dirinya sendiri. Pemikirannya berbeda dengan orang-orang jawa pada umumnya yang menggunakan unsur-unsur mistik, Ki Ageng mengenalkan pemikirannya tentang Kawruh Jiwa dengan menggunakan penalaran yang logis, rasional dan konsekuen.

Konsep Dasar Pendidikan Karakter dalam Budaya Jawa Seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles mendefinisikan karakter yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain. (Thomas Lickona, 2012: 81) Untuk melakukan tindakan yang benar, seseorang perlu mengetahui bahwa seluruh tindakannya sudah

sesuai dengan akal sehat. Jika seseorang telah berhasil melakukan tindakan yang sesuai akal sehat, masyarakat akan mengetahui bahwa orang tersebut adalah orang yang berbudi pekerti. Perbuatan yang sesuai dengan akal sehat itu yang sesuai dengan nilainilai, moralitas masyarakat dan jika perbuatan itu menjadi kebiasaan dalam masyarakat, maka akan menjadi tata krama di dalam pergaulan warga masyarakat. (Sutarjo Adisusilo, 2014:55) Karakter yang dimaksud oleh Aristoteles sebagai tindakan benar dalam kehidupan sangat erat dengan nilai-nilai falsafah hidup masyarakat Jawa. Misalnya adalah Memayu hayuning salira (bagaimana hidup untuk meningkatkan kualitas diri pribadi), Memayu hayuning bangsa (bagaimana berjuang untuk negara dan bangsa) dan Memayu hayuning bawana (bagaimana membangun kesejahteraan dunia) yang menjadi salah satu prinsip dalam kehidupan orang Jawa. Namun selebihnya daripada itu, hal yang akan lebih dibahas pada subbab ini adalah mengenai konsep dasar pendidikan karakter di budaya Jawa yang teraktualisasikan dalam pengajaran-pengajaran Ki Ageng Suryomentaram. Dalam pendapatnya pada wawancara di tanggal 19 Desember 2022 yang bertempat di perpustakaan SMA Kolese De Britto, Bapak J. Sumardianta menjelaskan tentang adanya perbedaan antara pengajaran Ki Ageng Suryomentaram dan Ki Hajar Dewantara. Menurut beliau, Ki Hajar Dewantara adalah seseorang yang berfokus pada pedagogy (pembimbingan anak-anak). Sedangkan Ki Ageng Suryomentaram adalah seseorang yang berfokus pada andragogy (pembimbingan orang dewasa). Dikarenakan

fokusnya yang mengacu pada pembimbingan orang-orang dewasa, maka banyak ajaran-ajaran dari Ki Ageng Suryomentaram yang mengarah pada dimensi batiniah. Berbeda dengan Ki Hajar Dewantara yang memfokuskan ajaran untuk membekali anak-anak dengan prinsip ilmu yang lebih cenderung mengasah otak dibanding batin. Oleh karena itu, pengajaran-pengajaran Ki Ageng Suryomentaram sangat relevan kaitannya dengan berbudiluhur yang mengutamakan pendidikan karakter sebagai dasarnya. Dalam wewarah (ajaran) Ki Ageng Suryomentaram, beliau pernah mengatakan bahwa dalam menjalani kehidupan, manusia perlu menghindari tiga hal yaitu, ngangsaangsa (ambisius, bernafsu-nafsu), ngaya-aya (terburu-buru, tidak teliti, tidak hati-hati) dan golek benere dewe (mencari benarnya sendiri, mau menang sendiri). Namun sebaliknya, beliau mengatakan bahwa setiap manusia harus menanamkan sifat ksatria Jawa yang terbagi menjadi 7 hal yaitu keprawiran dimana seseorang selalu bersikap layaknya seorang perwira (pembela kebenaran) yang berjiwa pemimpin, temen (jujur), tanggap (antisipatif, responsif), tatag (teguh hati), tangguh (tidak mudah terkalahkan), tanggon (berani menghadapi siapa saja asal memegang kebenaran), dan datan melik pawehing liyan (tidak mengharapkan bantuan orang lain). Selain itu, para leluhur masyarakat Jawa mengajarkan perihal karakter dengan cara yang unik. Mereka menurunkan pendidikan karakter secara turun temurun dengan mengemasnya dengan bentuk pasemon (perumpamaan). Salah satu contohnya adalah guna titi purun, guna yang berarti berguna/bermanfaat, titi berarti jujur, purun berarti

berani, mau dan mampu melakukan. Perumpamaan lainnya yang dapat menjadi contoh adalah andhap asor atau lembah manah yang berarti rendah hati, tidak sombong, namun dapat dimaknai dengan mampu menahan diri dan mawas diri. Begitu juga dengan tembang-tembang Jawa seperti lagu gundhul-gundhul pacul yang memiliki makna filosofis sebagai peringatan untuk menjadi pemimpin yang selalu terbuka hatinya (nyunggi wakul), tidak sembrono (gembelengan), dan tidak seenaknya sendiri. Akibatnya nanti seluruh tatanan dan aturan masyarakat dapat menjadi rusak, kondisi negara tidak terkendali. Dari paparan pengertian di sub bab ini, dapat diambil kesimpulan bahwa budaya Jawa selalu berhubungan erat dengan hal pendidikan karakter. Melalui para leluhur dan pujangga-pujangganya, budaya Jawa yang berbudi luhur ini tercipta dengan sangat baik.

Ajaran-Ajaran Pendidikan Karakter Ki Ageng Suryomentaram 2.4..1. Wejangan Pokok Ilmu Bahagia Melalui buku Ilmu Jiwa Kramadangsa, dikatakan bahwa wejangan pokok Ki Ageng Suryomentaram dalam Ilmu bahagia ditandai dengan nasehat yang beliau tulis. Nasehat tersebut berbunyi:

“Salumahing bumi, sakurebeng langit puniko boten wonten barang ingkang pantes dipun padosi kanti mati-matian, utawi dipun ceri-ceri dipun tampi kanti mati-matian (suryomentaram, 1989)” Bila diterjemahkan

dalam

Bahasa

Indonesia,

tulisan

Ki

Ageng

Suryomentaram memiliki arti bahwa di Atas bumi, di kolong langit ini tidak ada barang yang pantas dicari secara mati-matian, ataupun dihindari atau ditolak secara mati-matian. Maka dari itu, seharusnya manusia tidak mengejar sesuatu secara mati matian atau menolak sesuatu secara mentah-mentah. Fahrudin Faiz dalam pengajian filsafat yang Ia pimpin pada 27 Januari 2021 di Masjid Jendral Sudirman mengatakan bahwa segala hal yang dicari atau ditolak oleh manusia tidak menyebabkan kebahagiaan untuk selamanya dan tidak menyebabkan celaka atau susah untuk selamanya. Ketika seseorang menginginkan sesuatu, Ia pasti berpendapat pada dirinya bahwa “Jika keinginanku tercapai, tentulah aku bahagia dan senang selamanya; dan jika tidak tercapai tentulah aku celaka dan susah selamanya”. Adanya pernyataan tersebut memperjelas keadaan umum manusia yang berkaitan dengan pencarian dan penolakan. Contoh pertama dapat dilihat dari meningkatnya masyarakat sekitar yang bekerja pagi, siang, sore, untuk mendapatkan kekayaan, sekaligus untuk menolak kemiskinan secara mati-matian kemiskinan. Contoh kedua dapat dilihat dari kebiasaan orang-orang dalam berpenampilan mewah dengan baju dan aksesoris bermerek dan mengendarai mobil sport hanya demi mengusahakan kehormatan dan harga diri sekaligus

menolak untuk direndahkan atau dilecehkan secara mati-matian. Secara lebih detail, wejangan pokok ilmu bahagia diuraikan sebagai berikut: Pertama, wejangan pokok ilmu bahagia dimulai dengan pembahasan mengenai bungah (bahagia) susah (sedih). Tak bisa dipungkiri bahwa kebahagiaan dan kesedihan silih berganti di dalam kehidupan manusia. Menurut Ki Ageng Suryomentaram dalam paparan ajaran tentang ilmu bahagia, dualitas antara senang dan susah ini didasari dengan keinginan (karep) yang dimiliki. Jika karep manusia tidak tercapai maka ia akan menganggap bahwa dirinya akan susah selamanya. Jika karep manusia tercapai maka ia akan menganggap bahwa dirinya akan senang selamanya. Padahal, karep yang tidak tercapai tidak akan membuat celaka selamanya. Pemahaman yang sama juga mendasari kondisi ketika karep terpenuhi. Ketika karep terpenuhi, tercapainya karep tersebut tidak akan membuat bahagia selamanya. Meskipun sifat keinginan adalah untuk dipuaskan, dituruti, dan untuk mencari kesenangan, manusia harus bisa mengontrol dirinya dari keinginan-keinginan tersebut. NEMSA yang dijabarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram dapat menjadi inspirasi bagi kita untuk menegontrol segala hal yang berkaitan dengan karep (keinginan). Kedua, mengenai sifat karep (keinginan) yang mulur-mungkret. Arti kata mulur adalah memanjang. Sedangkan mungkret berarti memendek. Dalam mendefinisikan mengenai sifat karep. Ki Ageng Suryomentaram menggunakan istilah unik yang bernama mulur-mungkret. Ketika karep terpenuhi/tercapai maka

keinginan-keinginan yang lebih besar pun tercipta. Ketika keinginan awal ini berkembang menjadi keinginan yang lebih besar dikarenakan rasa bahagia akibat keinginan awal yang tercapai inilah yang disebut dengan fase mulur. Sedangkan mungkret terjadi ketika keinginan seseorang berkurang akibat menurunkan standar dari keinginan-keinginannya. Ketika keinginan yang lebih besar tidak tercapai, kesedihan pun mulai melanda. Ketika seseorang merasakan kesedihan akibat kegagalannya maka ia akan menurunkan standard dari keinginannya. Keinginan yang berstandar lebih rendah ini tentunya memiliki sifat yang lebih mudah dicapai. Setelah keinginan akibat fase mungkret ini tercapai, maka seseorang akan merasakan kebahagiaannya sehingga keinginannya mulur lagi. Siklus inilah yang disebut oleh Ki Ageng Suryomentaram dengan kesementaraan senang-susah atau siklus mulur-mungkret. Ketiga, mengenai rasa sama (raos sami). Artinya rasa yang dimiliki semua manusia itu sama. Pada dasarnya semua orang memiliki keinginan, maka mereka akan mengusahakan agar keinginannya tercapai agar bisa bahagia dan akan mencegah mati-matian agar tidak gagal dan menyebabkan kesusahan. Perbedaan antar pribadi hanyalah perihal keinginannya saja. Ada orang yang keinginannya adalah menjadi presiden. Namun ada juga orang yang keinginannya adalah menjadi menteri pendidikan. Walaupun berbeda keinginan, siklus keinginan setiap orang pada hakekatnya adalah sama. Jika dikaitkan dengan ajaran Ki Ageng Suryomentaram mengenai mulur mungkret, rasa yang

sama berarti setiap orang pasti menjalankan siklus mulur mungkret. Tidak ada manusia yang pasti mulur terus menerus dan tidak ada manusia yang mungkret terus menerus. Maka dengan rasa sama, Ki Ageng Suryomentaram ingin mengungkapkan bahwa setiap orang memiliki perjuangannya sendiri-sendiri. Melalui rasa sama, seolah-olah Ki Ageng Suryomentaram memberikan nasehat bahwa aka janganlah merasa kesepian akibat berjuang sendiri karena semua orang juga sedang berjuang seperti dirimu. Keempat, mengenai rasa tentram. Apabila seseorang mengerti bahwa rasa orang sedunia sama, maka bebaslah ia dari penderitaan neraka iri hati dan sombong dan kemudian masuk ke dalam surga ketenteraman. Penerimaan terhadap kebahagiaan dan kesedihan dari siklus mulur-mungkret yang kemudian disikapi dengan menerapkan NEMSA dan rasa sama akan menghasilkan ketenteraman pada kehidupan. Rasa tentram yaitu rasa yang tercipta ketika seseorang mencoba untuk berdamai dengan situasi. Ketika seseorang merasa tenteram, maka orang tersebut berhasil melangkahi rasa terpuruknya ketika keinginan tidak tercapai dan berhasil menjadi orang yang rendah hati ketika keinginan yang tercapai menyebabkan kejayaan. Artinya orang yang tenteram adalah orang yang tidak terlarut untuk terlalu sedih dan tidak terlarut untuk terlalu senang di kehidupannya. Kelima, mengenai rasa abadi (raos langgeng). Memaknai rasa abadi sama saja dengan memaknai karep (keinginan). Dalam penjabaran mengenai raos

langgeng, karep memiliki sifat yang abadi karena karep merupakan dasar hidup bagi setiap manusia. Jika memahami bahwa karep itu abadi maka diri keluar dari neraka getun-sumelang. Getun adalah ketakutan terhadap pengalaman yang sudah terjadi. Getun berasal dari kekecewaan yang telah dialami di pengalaman manusia. Sedangkan sumelang adalah kekhawatiran terhadap sesuatu yang belum terjadi. Istilah sumelang kerap dideskripsikan dengan istilah magang cilaka yang berarti suatu tindakan belum dilakukan namun rasa celaka sudah dirasakan. Ketika seseorang telah jatuh kedalam kondisi getun dan sumelang maka kesusahan adalah hal yang akan menguasai orang tersebut. Seseorang akan terjebak dalam kebuntuan jika memelihara kondisi getun dan sumelang ini. Ketika seseorang terjebak dalam kondisi getun, ia tidak akan bisa mengambil hikmah dari pengalaman-pengalaman yang sudah ia alami. Sehingga orang tersebut tidak mengalami perkembangan atau improvisasi diri menuju yang lebih baik. Hal yang sama juga terjadi jika seseorang memelihara kondisi sumelang. Ketika seseorang terus menerus terjebak dalam rasa takut salah terhadap apa yang belum dilakukannya, orang tersebut tidak akan mengalami pengalamanpengalaman yang membuat dirinya untuk belajar. Maka cara untuk keluar dari neraka getun-sumelang, Ki Ageng Suryomentaram menciptakan sebuah pemikiran yang beristilah raos langgeng. Ketika manusia mencoba untuk memahami bahwa karep adalah hal yang abadi dan tak dapat dilepaskan, maka manusia akan lebih paham mengenai dirinya sendiri. Jadi dengan menganggap

bahwa karep adalah hal yang abadi, manusia dapat memahami cara-cara untuk menangani diri sendiri dengan baik dan benar. Pemikiran mengenai sebesar apapun penderitaan atau kesusahan yang pernah ada, jika seseorang mengerti terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan dan tidak ada pula yang menarik hati perlu ditekankan untuk mendapatkan raos langgeng. Keenam, mengenai rasa tabah. Tabah artinya berani menghadapi segala hal. Dalam mendapatkan rasa tabah diperlukan prinsip bahwa segala hal yang dialami adalah tantangan yang harus dikalahkan. Dengan begitu, manusia tidak akan pernah takut untuk menjadi segala hal dalam hidupnya. Seseorang dengan rasa tabah pasti menaklukan segala hal dengan keberanian. Jika ternyata gagal, maka ia akan belajar dari pengalamannya. Sedangkan jika ia berhasil, ia akan terus mengembangkan keberhasilannya agar keberhasilan yang lebih besar dapat dialaminya. Keterbukaan hati mengenai kehidupan yang silih berganti antara senang dan susah sangat berperan dalam mewujudkan rasa tabah ini. Penerimaan terhadap rasa susah dan senang, menimbulkan penghayatan yang mendalam, bahwa sesungguhnya yang susah dan senang itu bukanlah aku. Nasehat yang sehubung dalam definisi mewujudkan rasa tabah dapat dilihat dari nasehat Buya Hamka tentang kehidupan. Beliau mengatakan, "Jangan takut gagal karena orang yang tidak pernah gagal hanyalah orang yang tidak pernah melangkah."

Ketujuh, mengenai mawas diri. Menurut Prihartanti 2004, Wejangan kawruh jiwa tekniknya meliputi nyawang karep sebagai dimensi mawas diri yang diwujudkan dalam rasa manusia tanpa ciri yang merupakan pola berpikir rasional reflektif menuju kesadaran yang universal dan altruistik. Maka langkah pertama yang harus dilakukan untuk bermawas diri adalah nyawang karep. Nyawang karep

adalah

mengenali

keinginan-keinginan

yang

diinginkan.

Dalam

kepercayaan Islam, nyawang karep dapat disebut juga dengan muhasabah yang berarti mengenali diri sendiri dengan mengolah segala catatan/pengalaman yang sudah diperoleh di kehidupan. Hal inilah yang mendasari pendapat Prihartanti 2004 bahwa nyawang karep merupakan pola berpikir rasional reflektif dimana segala bentuk pemikiran tertuju pada pemaknaan atas pengalaman-pengalaman yang telah terkumpul. Ketika seseorang sudah mengetahui keinginan-keinginannya, langkah yang perlu dilakukan adalah memandu karep. Memandu karep artinya mengontrol keinginan. Tujuan dari memandu karep adalah untuk mengatur keinginan yang layak untuk diperjuangkan dan keinginan yang kurang layak untuk diperjuangkan. Langkah terakhir untuk mewujudkan konsep mawas diri adalah membebaskan diri dari karep. Membebaskan diri dari karep artinya tidak diperbudak oleh keinginan, terutama keinginan-keinginan yang bersifat artifisial. Ketika seseorang diperbudak oleh keinginan, maka Ia akan mendapatkannya

secara mati-matian atau bahkan menolaknya secara mati-matian. Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya bahwa ketika seseorang mencari atau menolak sesuatu secara mati-matian, maka timbullah 4 rasa yang menurut Ki Ageng Suryomentaram dianggap sebagai sumber dari neraka dunia. Ketika 4 rasa itu terus dipelihara, maka seseorang tidak akan pernah merasakan kebahagian layaknya di neraka. Maka ketika kita sudah mengetahui keinginan kita, kendalikanlah keinginan kita dengan bijaksana karena tidak segala keinginan harus diwujudkan. Namun harus dalam kesadaran bahwa aku tidak diperbudak oleh keinginan sehingga aku adalah manusia bebas yang cepat bangkit disaat terpuruk dan tidak mudah jatuh disaat berjaya. Maka dari itu, langkah untuk membebaskan diri dari karep adalah langkah terakhir untuk menyempurnakan konsep mawas diri ini. 2.4..2. Pemikiran Tentang “Ukuran Keempat” Ukuran keempat adalah sebuah pemikiran Ki Ageng Suryomentaram yang bertujuan untuk memahami sekitar. Ukuran keempat terbagi menjadi 4 bagian yaitu ukuran I, ukuran II, ukuran III, dan ukuran IV. Pertama adalah ukuran pertama. Hidup dalam ukuran pertama adalah hidup seperti tumbuhan. Layaknya tumbuhan yang hanya dapat menerima segala pemberian seperti pupuk, air atau sinar matahari. Bila dikaitkan dengan kehidupan manusia, fase bayi merupakan ukuran pertama menurut Ki Ageng Suryomentaram.

Seorang bayi hanya dapat menerima namun belum bisa untuk menanggapi segala hal yang diterimanya. Contohnya adalah ketika terusik oleh nyamuk, seorang bayi hanya akan menangis dan tidak menghalau nyamuk tersebut dengan tangan. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa ukuran pertama menurut Ki Ageng Suryomentaram lebih bersifat pasif karena hanya menerima sesuatu dari lingkungan maupun dirinya. Kedua adalah ukuran kedua. Ukuran kedua sering disebut juga dengan catatan. Catatan berbeda dengan juru catat. Maksud dari catatan tersebut dapat dimaknai dengan menganggap ukuran kedua adalah hidup seperti hewan. Hewan berbeda dengan tumbuhan. Ketika hewan menerima sesuatu dari lingkungan sekitarnya, ia dapat meresponnya dengan aksi. Berbeda dengan tumbuhan yang hanya dapat menerima segala hal dari lingkungan sekitarnya. Hewan akan mempertahankan diri ketika sedang terancam dan menjadi jinak ketika ia merasa aman. Namun yang menjadi ciri khas hewan ialah ia bergerak secara nalurinya sehingga hukum-hukum yang mendasari perbuatannya terjadi secara alami tanpa adanya kesadaran akan prinsip-prinsip hidup. Hal ini senada dengan kehidupan anak-anak. Tidak hanya menerima saja, anak-anak telah mampu merespon keinginan dan perasaannya. Namun disisi lain, anak-anak belum paham benar akan hukum yang mendasari perbuatannya sehingga seringkali melakukan kesalahan dalam bertindak. Misalnya ketika seorang anak tertarik untuk bermain api. Karena

belum memahami hukum-hukum yang mendasari perbuatannya, maka anak ini mencoba untuk memegang api tersebut sehingga tangannya terluka. Ketiga adalah ukuran ketiga. Ukuran ketiga sering disebut juga dengan kramadangsa. Fahruddin Faiz (2019) mengatakan kramadangsa adalah maqam (tingkatan seorang hamba di hadapan Allah) jiwa yang diliputi oleh egoisme. Ukuran ketiga dapat dilihat pada kehidupan seseorang yang mulai beranjak dewasa dimana dirinya sudah bersedia untuk melayani keinginan dan perasaannya. Dalam tahap ini, seseorang telah memahami hukum-hukum yang mendasari setiap perilakunya. Ketika seseorang tertarik untuk menyentuh api, Ia sudah mengetahui bahwa menyentuh api dengan tangan telanjang akan melukai dirinya, maka disentuhlah api tersebut dengan alat bantu sehingga tangannya tidak terluka. Ia sudah memahami dasar-dasar hukum yang berjalan dalam setiap perilaku namun orang tersebut belum mampu memahami “rasa” dan keinginan orang lain karena dalam tingkatan ini seseorang sangat melekat dengan kramadangsa (egoisme). Definisi egoisme dalam KBBI adalah tingkah laku yang didasarkan atas dorongan untuk keuntungan diri sendiri daripada untuk kesejahteraan orang lain. Egoisme tidaklah selalu buruk. Ketika seseorang terlalu bersikap mementingkan dirinya, orang tersebut disebut orang yang egois. Sedangkan jika orang tersebut terlalu mementingkan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya, orang tersebut disebut orang yang altruis. Maka esensi dari kramadangsa sendiri adalah tidak dihilangkan, namun dikontrol supaya tidak menjadi egois ataupun altruis.

Ketika seseorang berhasil mengontrol egoisme yang dihadapi dalam ukuran ketiga ini, Ia akan memasuki ukuran keempat. Ukuran keempat sering disebut dengan manusia tanpo tenger (manusia tanpa ciri). Menurut Ki Ageng Suryomentaram, manusia tanpo tenger adalah manusia yang merdeka yang tidak terikat oleh ego dan segala identitas dirinya termasuk keinginan untuk menguasai dan dikuasai. Secara lebih sederhana, manusia tanpa ciri adalah manusia yang stabil. Ia telah menemukan titik seimbang dalam kehidupan, sehingga manusia tanpa ciri tidak mudah untuk dikuasai dan menguasai apapun.

2.4..3. Nggelemi Kahanan Konsep Nggelemi Kahanan yang dikembangkan oleh Ki Ageng Suryomentaram merupakan cara untuk menyikapi kehidupan yang seperti roda berputar (Cokro Manggilingan). Nggelemi Kahanan

adalah kunci untuk

mempersiapkan diri kita agar siap menghadapi kenyataan dunia. Dalam mengimplementasikan nggelemi kahanan, manusia Jawa menetapkan prinsipprinsip untuk meraih kebahagiaan hidup. Prinsip-prinsip itu adalah saiki, neng kene, ngene, aku gelem (saat ini, disini, ditempat ini, saya bersedia). Prinsip saiki, neng kene dan ngene yang menjadi dasar pemaknaan kehidupan akan membantu seseorang untuk mengetahui bahwa kondisi yang terjadi adalah kondisi saat ini, disini dan seperti ini. Ketika seseorang sudah mengetahui kondisi tersebut, terdapat beberapa pilihan langkah yang akan muncul dalam diri seseorang.

Akankah dia menerima atau justru menolak kondisi tersebut adalah sebuah pergulatan batin yang akan dilalui setiap orang ketika mencoba mengetahui kondisinya yang saat ini, di tempat ini dan seperti ini. Maka dari itu, aku gelem merupakan sebuah cara untuk menerima keadaan sehingga seseorang tidak terlalu jatuh dalam keterpurukan dan tidak terlalu berfoya-foya dalam euphoria. Aku Gelem artinya bersedia dengan apa yang dihadapi saat ini. Sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidak puas dan perasaan kurang. Aku gelem memunculkan prinsip bahwa apapun yang dilakukan saat ini harus diterima dan dihadapi sebagai kenyataan hidup di dunia. Jadi konsep menikmati bukan hanya ketika sedang mendapatkan kebahagiaan/menerima rezeki yang melimpah saja. Namun ketika sedang menerima masalah pun, masalah tersebut harus diterima dan tidak malah lari dari masalah. Dengan menikmati setiap masalah yang dilalui berarti menganggap bahwa apa yang dialami saat ini adalah buah dari apa yang kita lakukan di masa lalu. Maka tidak perlu banyak energi yang terkuras untuk meratapi karena masa lalu adalah masa usang yang tidak mungkin bisa diulang. Jadi seseorang tidak akan takut untuk gagal dalam menghadapi masalah yang sekarang dialaminya karena ketika pengalaman gagal dalam menghadapi masalah tersebut menjadi masa lalu, hal tersebut menjadi pemantik semangat pembaharuan menuju ke diri yang lebih sempurna di masa depan. Begitu juga dengan masa depan yang bersifat tidak menentu dikarenakan sifatnya yang penuh dengan ketidakpastian. Tidak perlu membuang-buang energi yang menetapkan ekspektasi sebagai kebenaran

mutlak

yang

harus

terwujudkan

dan

cenderung

bersifat

mengumbar

nafsu/keinginan sehingga seseorang terhindar dari sikap menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginan. Sikap nggelemi kahanan yang berfokus pada prinsip saiki, neng kene, ngene, aku gelem dimaksudkan agar langkah kita kedepan lebih terukur. Artinya sikap mau menerima keadaan adalah langkah awal untuk memahami apa yang seharusnya diperbaiki, dikejar, atau dikembangkan.

BAB 3 METODE PENELITIAN

Kegiatan penelitian memiliki korelasi erat dengan kegiatan ilmiah yang bersifat sistematis, logis, dan valid. Oleh karena itu, metode penelitian sangat dibutuhkan dalam suatu kegiatan penelitian. Metode penelitian adalah suatu

rangkaian sistematis yang dirancang untuk mendapatkan informasi dan sumber data dalam suatu penelitian. Dengan adanya metode penelitian, peneliti dapat lebih efektif dalam membuat strategi, menetapkan proses dan memutuskan teknik yang akan digunakan dalam upaya pengumpulan data dan melakukan analisis. Kualitas ilmiah suatu penelitian akan tercipta ketika peneliti menerapkan konsep metode penelitian pada penelitiannya. 3.1.

Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah sistem pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto, Yogyakarta. Sistem pendidikan karakter jesuit SMA Kolese De Britto yang dilandaskan spiritualitas ignatian menjadi subjek utama peneliti dalam ini. Di SMA Kolese De Britto, spiritualitas ignatian yang diwariskan oleh St. Ignatius dari Loyola adalah hal yang mendasari pendidikan kaum muda untuk menjadi pribadi yang utuh dan seimbang. Utuh dan seimbang yang dimaksud adalah SMA Kolese De Britto mengembangkan setiap siswanya dalam aspek hati nurani, fisik dan jiwa, dan akal budi. Yang satu tidak lebih penting dari yang lain, tetapi semuanya membentuk keseluruhan pribadi yang utuh dan seimbang. Contoh konkret sistem pendidikan karakter SMA Kolese De Britto yang mendidik para kaum muda menjadi pribadi utuh dan seimbang dapat dilihat dari semboyan dan pedagogi Ignatian yang tercantum dalam student handbook[s5] . Terdapat semboyansemboyan seperti Magis, Man for and With Others, Cura Personalis, Unity of Heart, Ad Majorem Dei Gloriam, serta Forming and Educating Agents of Change

yang menunjukan profil pendidikan karakter SMA Kolese De Britto. Selain itu, terdapat juga lima langkah pedagogi Ignatian yang dalam pelaksanaannya membantu siswa berkembang menjadi manusia yang kompeten, bertanggung jawab, dan berbelas kasih. Empat langkah tersebut adalah konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi. 3.2.

Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah Dalam penelitian ini, esensi perputaran atau siklus dari falsafah Cokro Manggilingan menjadi objek utama peneliti dalam penelitian ini. Falsafah hidup Cokro Manggilingan yang terdiri atas hubungan antara mikrokosmos dan makrokosmos menandakan bahwa falsafah hidup Cokro Manggilingan memiliki makna yang sangat luas. Maka dari itu, disini peneliti membatasi pembahasan Cokro Manggilingan dengan memilih salah satu hubungan tersebut. Dalam karya ilmiah ini peneliti bersepakat untuk membahas falsafah hidup Cokro Manggilingan yang berhubungan dengan alam mikrokosmos manusia. Alam mikrokosmos manusia yang kami pilih sebagai objek penelitian ini nantinya akan digunakan untuk mencari keterkaitan antara falsafah Cokro Manggilingan dengan pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto. 3.3.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian karya ilmiah ini menggunakan metode penelitian yang bersifat kualitatif. Penelitian ini berfokus pada studi kasus yang menganalisis falsafah

Cokro Manggilingan dengan pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto. Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada variabel - variabel yang berkaitan dengan Cokro Manggilingan dan pendidikan karakter SMA Kolese De Britto. Sampel yang digunakan sebagai studi dalam penelitian ini adalah berdasar pada wawancara siswa, guru, serta studi literasi

[s8]

dari beberapa buku yang berkaitan

dengan pengalaman alumni terkait dengan pendidikan karakter SMA Kolese De Britto. 3.4.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang kami laksanakan adalah studi literaturdengan metode penelitian kualitatif.Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2008:3) .Penelitian dengan studi literatur adalah metode yang digunakan untuk memahami topik secara lengkap dan terstruktur.Karena itu kami meneliti Pendidikan karakter di Sma Kolese De Britto yang menunjukan kesinambungan dengan falsafah jawa Cokro Manggilingan. Arti dari penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan menunjukan hubungan-hubungan antar variabel. Menurut Bogdan dan Taylor (1975), mereka mengatakan bahwa penelitian kualitatif juga termasuk metodologi yang dimanfaatkan untuk prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Data deskriptif adalah data yang ditulis menggunakan kata-kata secara mendetail.

3.5.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan bagian penting yang harus diperhatikan dan direncanakan secara matang oleh peneliti, sehingga data yang diperoleh peneliti bisa akurat, maksimal, relevan dan tervalidasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua jenis metode yaitu metode studi literatur dan metode wawancara. 3.5.1.

Studi Literatur Studi literatur merupakan serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan

proses pencarian, pengumpulan, pencatatan, dan pendataan kepustakaan serta pengolahan bahan penelitian. Studi literatur juga dapat diartikan sebagai kajian teoritis, referensi serta literatur ilmiah lainnya yang berkaitan dengan budaya, nilai dan norma yang berkembang pada situasi sosial yang diteliti. Metode studi literatur dalam karya ilmiah ini berbasis pada studi jurnal dan sumber buku yang berkaitan dengan pendidikan karakter SMA Kolese Debritto dan falsafah Cokro Manggilingan. 3.5.2.

Wawancara Wawancara merupakan bentuk pengumpulan data yang sering

digunakan dalam penelitian kualitatif. Wawancara didefinisikan sebagai kegiatan pengumpulan informasi dan data dengan cara melakukan tanya

jawab secara lisan kepada narasumber yang berhubungan dengan topik penelitian. Dalam proses pengumpulan data dalam

karya ilmiah ini,

peneliti menggunakan metode wawancara semi terstruktur yang bersifat kualitatif. Wawancara semi terstruktur adalah wawancara yang mengacu langsung pada pertanyaan terbuka yang sudah disiapkan pewawancara, metode ini memungkinkan pewawancara mengajukan pertanyaan baru selama proses wawancara dengan narasumber sebagai wujud penggalian informasi lebih mendalam. Wawancara semi terstruktur ini berfokus pada subjek yang diteliti penulis yaitu pendidikan karakter SMA Kolese De Britto. Variabel yang ditanyakan dalam wawancara juga dibatasi hanya pada hal - hal yang berkaitan dengan Cokro Manggilingan serta hubunganya terhadap pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto. Narasumber yang menjadi target sampel data peneliti adalah para guru, alumni, dan siswa SMA Kolese De Britto tahun ajaran 2022/2023.[s10] Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang signifikansi dan relevansi falsafah Cokro Manggilingan terhadap pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto. 3.6.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah content analysis. Dalam karya ilmiah ini, teknik content analysis dilakukan dengan

membaca berbagai buku dan jurnal yang memuat informasi mengenai falsafah hidup Cokro Manggilingan. Content analysis atau analisis isi merupakan teknik analisis data yang dengan cara mengulik segala informasi secara mendalam. Dalam content analysis, pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi yang termuat dalam suatu media massa (analisis isi objeknya terutama adalah media massa) menjadi fokus utamanya. Data-data yang

[s11]

telah didapatkan melalui sumber literasi

kemudian diolah berdasarkan metode analisis data Miles dan Huberman.

[s12]

Pertama-tama data yang telah diperoleh diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori, yaitu penting, kurang penting, dan tidak penting. Tahap ini membantu peneliti dalam menyortir mengenai informasi-informasi[s13]

yang dapat

digunakan dalam penelitian karya ilmiahnya karena data-data yang kurang penting dan tidak penting dapat dibuang sehingga dalam proses pengambilan kesimpulan, peneliti dapat mengambil kesimpulan secara baik dan jelas. Setelah pengklasifikasian data selesai, peneliti kemudian mencoba untuk memaparkan data-data penting yang telah melalui proses sortir. Dalam karya ilmiah ini, peneliti memilih untuk memaparkan data data tersebut dengan model tabel. Pemaparan data berbentuk tabel bertujuan agar data yang diperoleh dapat tersusun secara sistematis, rapi dan terorganisir. Setelah data dipaparkan, kemudian peneliti mulai menarik kesimpulan untuk memperjelas data hasil penelitian yang sudah diperoleh.

3.7.

Prosedur Penelitian

3.7.1.

Mengumpulkan Data Teori Data teoritis adalah data yang mengacu pada sumber-sumber data

ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan. Dalam penelitian ini mengumpulkan data teori merupakan teknik pokok dalam mengumpulkan Informasi terkait Cokro Manggilingan serta pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto. Data teori merupakan data-data yang dipakai untuk menganalisis data lapangan. 1.

Mengumpulkan data teori dengan membaca sumber bacaan (buku, jurnal, dan website terpercaya) Penulis akan melakukan aktivitas membaca sumber bacaan secara

cermat untuk mendapatkan data kualitatif yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Selama mengumpulkan dan membaca sumber bacaan, penulis memahami setiap teori yang dibaca secara mendalam. Kemudian, teori yang telah dipahami diinterpretasikan penulis dalam bentuk narasi. 2. Mengumpulkan data teori dengan mewawancarai narasumber Penulis menyiapkan beberapa pertanyaan kepada narasumber yang berhubungan dengan teori dalam penelitian ini yaitu Romo Banar. Setelah itu penulis melakukan wawancara dengan narasumber ahli

yang telah ditentukan. Wawancara dengan narasumber dilakukan untuk mempertajam kajian teori Cokro Manggilingan yang digunakan sebagai objek dalam penelitian ini. Wawancara direkam dengan gawai dalam bentuk berkas MP3 dan dicatat pada media tulis. Pencatatan pada media tulis dilakukan untuk mengantisipasi adanya beberapa informasi yang tidak terekam dalam berkas MP3.

3.7.2.

Mengumpulkan Data Lapangan dan Literer Data lapangan merupakan jenis sekumpulan data yang dikumpulkan

secara langsung di lapangan. Peneliti mengumpulkan data lapangan dengan cara wawancara terhadap stakeholder SMA Kolese De Britto (guru dan siswa) dan membaca buku berjudul “Sekolah yang Mengubahku” yang digunakan sebagai sampel data terkait pendidikan karakter SMA Kolese De Britto. Data lapangan yang terkumpul akan dijadikan bahan yang dianalisis dengan menggunakan teori - teori yang telah didapatkan penulis melalui proses pengumpulan data teori. 1.

Mengumpulkan data lapangan dengan wawancara stakeholder SMA Kolese De Britto (guru dan siswa)

Penulis menyiapkan lalu menyanyakan pertanyaan kepada guru dan terkait hal-hal yang berhubungan dan berkaitan dengan rumusan masalah dalam penelitian ini. Wawancara akan direkam dengan gawai dalam bentuk berkas MP3 dan dicatat pada media tulis. Pencatatan pada media tulis dilakukan untuk mengantisipasi adanya beberapa informasi yang tidak terekam dalam berkas MP3. Adapun pertanyaan yang diajukan kepada responden stakeholder SMA Kolese De Britto sebagai berikut: 1. Guru SMA Kolese De Britto a. … b. … c. …. d. … e. … f. … g. … h. . i. . j. … k. … 2. Siswa SMA Kolese De Britto

a. …. b. …. c. …. d. … e. … f. .. g. … 2.

Mengumpulkan data literer dengan membaca buku “Sekolah yang Mengubahku.” Penulis akan melakukan aktivitas membaca buku “Sekolah yang

Mengubahku.” untuk mendapatkan data kualitatif yang dibutuhkan untuk penelitian ini. Selama mengumpulkan dan membaca, penulis mencari

kata-kata

kunci

di

setiap

sumber

bacaan.

Selama

mengumpulkan dan membaca sumber bacaan, penulis memahami setiap value yang disajikan oleh alumni SMA Kolese De Britto dalam buku tersebut. Value yang telah dipahami kemudian diinterpretasikan penulis dalam bentuk narasi.

3.7.3.

Mengolah Data Langkah setelah data teori dan data lapangan terkumpul dari sumber

bacaan dan wawancara adalah mengolah data. Data yang terkumpul akan dibahas dan dianalisis penulis dengan kajian teori yang ditentukan secara kualitatif. Hasil pembahasan dan analisis data yang didapat nantinya akan menghasilkan kesimpulan hasil akhir dalam penelitian ini. 3.7.4.

Menyajikan Data Hasil pengumpulan data wawancara berupa kutipan percakapan dari

masing-masing narasumber akan disajikan dalam bentuk tabel sebagai identifikasi dan pembanding. Kemudian data dalam tabel dinarasikan secara lebih detail dan mendalam. Narasi data tabel akan menjadi data akhir yang nantinya akan dibahas dan dianalisis oleh peneliti. 3.7.5.

Menarik Kesimpulan Pada tahap akhir penelitian, penulis akan menarik garis sejumlah besar

data dan studi untuk diperoleh jawaban dari rumusan masalah yang telah ditulis sebelumnya. Jawaban ini juga menjadi kesimpulan tentang penelitian yang dilakukan.

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1.

Analisis Hubungan Antara Komponen-Komponen Pendidikan

Karakter SMA Kolese De Britto dengan Falsafah Cokro Manggilingan 4.1.1.

Analisis Nilai 1L + 5C Nilai 1L + 5C merupakan salah satu pokok penting dari keseluruhan

pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto. Nilai ini terdiri dari Leadership (kepemimpinan),

Competence (berkompeten), Conscience

(hati nurani benar), Compassion (bela rasa), Commitment (komitmen), dan Consistency (konsisten). Seluruh nilai diatas memiliki keterkaitan

satu sama lain. Setiap nilai yang terkandung dalam 1L + 5C memiliki kesinambungan dan bersifat saling melengkapi. Inti dari nilai ini berfungsi untuk membentuk para siswa sebagai pribadi pemimpin pengabdi bagi masyarakat, keluarga, negara, Tuhan, dan diri sendiri. Secara detail, makna dari setiap nilai 1L + 5C memiliki keterkatian dengan falsafah Cokro Manggilingan. Keterkaitan yang ada dapat dilihat dari segi tujuan, manfaat, dan value moral dari nilai tersebut. Nilai diatas memiliki poin-poin signifikansi sebagai berikut: A. Analisis Leadership Leadership atau dapat diartikan kepemimpinan merupakan nilai karakter khas yang ditanamkan kepada setiap siswa SMA Kolese De Britto. Nilai Leadership bukan semata bermakna bahwa siswa diajak untuk menjadi pemimpin “bossy” tetapi sebaliknya bahwa siswa diajak untuk menjadi pemimpin yang rendah hati. Leadership yang diajarkan dalam proses pendidikan SMA Kolese De Britto bertitik pada sebuah kesadaran untuk memiliki jiwa yang besar, kerelaan untuk berkorban, menjadi agen cinta kasih, optimis terhadap masa depan, kreatif dan adaptif. Dilihat melalui kacamata falsafah Cokro Manggilingan, nilai Leadership

ini

mengandung

filosofi

ajaran

dari

Ki

Ageng

Suryomentaram yaitu 7 sikap kaprawiran. Keseluruhan nilai ini memuat pokok pengajaran untuk menjadikan manusia memiliki jiwa selayaknya

seperti perwira. Tujuh sikap keprawiran Ki Ageng Suryomentaram ini berisi dasar-dasar pedoman untuk menjadikan manusia sebagai pemimpin. Tujuh sikap keprawiran tersebut meliputi: 1. Pembela kebenaran (prawira) 2. Jujur (temen) 3. Antisipatif dan responsif (tanggap) 4. Teguh hati (tatag) 5. Tangguh (tidak mudah terkalahkan) 6. Berani menghadapi siapa saja (tanggon) 7. Tidak mengharapkan bantuan orang lain (datan melik pawehing liyan) Sikap-sikap yang diajarkan Ki Ageng Suryomentaram diatas memiliki keselarasan dengan sosok pribadi leadership. Seorang pemimpin yang memilliki kerendahan hati layaknya makna Leadership dalam nilai 1L + 5C, tentu secara tulus akan membela kebenaran dengan penuh kejujuran. Seorang pemimpin yang memiliki akal budi dan pikiran tentu akan bersikap responsif dan adaptif terhadap lingkungan disekitarnya. Identitas pribadi Leadership dapat mencerminkan sikap tangguh. Adanya ketangguhan membuat pribadi seorang pemimpin dapat dengan berani menghadapi segala masalah dan tantangan. Seorang pemimpin

yang

memiliki

jiwa

Leadership

tidak

mudah

menggantungkan diri kepada orang lain, hal ini sesuai dengan nilai

keprawiran yaitu datan melik pawehing liyan yang berarti tidak mengharapkan bantuan orang lain dan lebih mengandalkan kemampuan diri sendiri secara optimal.

B. Analisis Competence Nilai Competence dalam konteks 1l + 5C memiliki makna bahwa siswa sebagai pribadi berintelektual diajak untuk memiliki kemampuan dan kecakapan secara akademik, sosial dan non akademik. Pribadi yang berkompetensi memiliki ciri khas yaitu dapat mengoptimalkan diri, berkembang sesuai dengan minat yang dimiliki secara gigih, berpikiran kritis, sehat secara jasmani dan rohani serta dapat menggunakan waktu dengan efisien. Dalam lingkup alam

mikrokosmos, Nilai

Comptence dapat

dihubungkan dengan falsafah Cokro Manggilingan yaitu pada tembang macapat fase kinanthi. Pribadi Competence merupakan pribadi pembelajar, hal ini selaras dengan konteks pendidikan karakter yang diberikan kepada siswa SMA Kolese De Britto. Siswa diajarkan untuk gigih dan berkompetensi dalam kegiatan pembelajaran didalam kelas maupun diluar kelas. Secara tekun, siswa diajak untuk mempelajari pengalaman yang dilalui dan menimba ilmu seluas-luasnya. Makna dari fase kinanthi pun juga demikian, fase ini memiliki arti bahwa siswa sebagai remaja yang sedang menjalani pendidikan dan

pembinaan untuk menjalankan proses kehidupan. Dalam konteks Competence, pengajaran yang diberikan adalah pembelajaran sikap gigih, optimal, dan efisien terhadap kemampuan diri. Pada perspektif lain, nilai Competence juga mengandung filosofi dari ajaran Ki Ageng Suryomentaram yaitu Ukuran Keempat. Dijelaskan pada tahap ketiga Ukuran Keempat (kramadangsa), filosofi ini menggambarkan seorang pribadi yang telah memahami sikap dan hukum yang mendasari diri dan perilakunya. Secara sadar pribadi seseorang mengetahui sebab dan akibat dari perilaku yang dilakukannya. Hal ini selaras dengan nilai Competence yaitu pribadi yang mengenal diri sendiri dalam kemampuan dan kecakapan. Selain ajaran Ukuran Keempat, nilai Competence juga mengandung ajaran Ilmu Bahagia yaitu mawas diri. Ajaran yang digagas oleh Ki Ageng Suryomentaram ini berinti pada kesadaran untuk mengenal akan kondisi dan perilaku diri. Pribadi yang memaknai nilai Competence secara utuh tentu memiliki kemampuan untuk melihat potensi dan batas diri. Sebuah potensi dan batas diri seseorang berasas dan berlandaskan pada sebuah perilaku. Maka jelas ajaran mawas diri memiliki keselarasan yang erat dengan nilai Competence.

C. Analisis Conscience

Nilai Conscience dalam 1L + 5C memiliki makna bahwa siswa diajak untuk memiliki hati nurani benar. Nilai ini mengajarkan siswa untuk mempunyai kapabilitas dalam berkembang menjadi pribadi yang dapat mengambil keputusan terhadap nilai dan aksi sesuai dengan suara hati. Suara hati diartikan sebagai keputusan praktis akal budi yang membantu pribadi untuk menerima, menjalankan, atau membatalkan sebuah tindakan. Suara hati dan sikap Conscience memiliki keterkaitan, dimana suara hati berperan penting dalam pengambilan keputusan dan dapat menjadikan pribadi lebih bermartabat. Dalam memahami suara hati dan mengimplementasikan sikap Conscience diperlukan kesabaran. Sebuah pilihan dan keputusan dapat diambil dengan perasaan sabar dan menggunakan peritmbangan diskresi diri yaitu dengan akal budi Melalui pengertian diatas, Nilai Conscience dapat dihubungkan dengan lingkup mikrokosmos Cokro Manggilingan. Nilai ini memenuhi salah satu ajaran “Wejangan Pokok Ilmu Bahagia” dari Ki Ageng Suryomentaram yaitu rasa tabah. Ajaran rasa tabah mengajarkan seseorang untuk berani dalam menyikapi segala hal yang bersifat tantangan, masalah maupun pilihan. Perspektif ajaran rasa tabah juga menekankan rasa berani dalam menghadapi permasalahan dan pilihan. Sifat-sifat dari rasa tabah selaras dengan tujuan dari nilai Conscience yang berfungsi untuk menjadikan siswa menjadi pribadi bermartabat dengan kemampuan pengambilan keputusan terhadap berbagai hal.

Seorang pribadi Conscience akan memikirkan pilihan yang diperbuat dengan tabah dan sabar serta memikirkan sebab akibat dari pilihan yang dipilih. D. Analisis Compassion Sikap bela rasa atau Compassion merupakan sikap yang tidak kalah penting untuk dimiliki siswa SMA Kolese De Britto. Sikap Compassion memiliki tujuan untuk mendidik setiap siswa memiliki kerelaan dalam hidup berdampingan dengan yang menderita. Dalam realitas kehidupan, siswa diajak untuk menyadari bahwa mereka tidak hidup sendiri tetapi hidup dalam lingkungan sosial dan berdampingan dengan yang menderita. Adanya kenyataan kehidupan sosial ini, maka siswa diharapkan untuk memiliki sikap empati, membantu sesama, murah hati, dan rasa keprihatinan. Jika dilihat melalui perspektif falsafah Cokro Manggilingan, nilai Compassion memiliki keterkaitan erat dengan filosofi Memayu Hayuning Bawana. Filosofi ini memiliki makna yaitu bahwa manusia sebagai ciptaan Tuhan diberikan tanggung jawab untuk mewarnai dunia. Tindakan mewarnai dunia secara jelas dilandaskan pada kesadaran bahwa manusia merupakan perwujudan dari kasih Allah. Dari sebab itu, sebagai mahluk hidup yang memiliki hati nurani manusia memiliki kewajiban untuk menyebarkan kasih Allah. Perwujudan kasih Allah dapat dilaksanakan dalam bentuk sikap serta perbuatan nyata yakni

dengan landasan syarat yaitu kebaikan dan kebenaran. Memayu Hayuning Bawana berfokus pada esensi akan terjalinnya interaksi horizontal dengan sesama manusia. Berkaca pada nilai Compassion, filosofi ini memiliki kesamaan dimana nilai Compassion menekankan interaksi terhadap sesama manusia, terlebih mengutamakan kepada relasi dengan manusia yang menderita. Jika dikaitkan pada cara penyikapannya, nilai ini sama hal nya dengan Memayu Hayuning Bawono. Sikap perwujudan Compassion juga dilandaskan dengan rasa kebaikan dan kebenaran yaitu dengan sikap empati, membantu orang lain, bela rasa dan kepedulian terhadap sesama. Disisi lain, jika dilihat melalui perspektif ajaran Ki Ageng Suryomentaram, nilai Compassion juga dapat disikapi dengan perasaan rasa sama atau raos sami. Ajaran ini disampaikan Ki Ageng Suryomentaram

dalam

wejangan

pokok

ilmu

bahagia.

Beliau

mengajarkan bahwasanya kalau manusia itu sama, semua orang memiliki keinginan dan yang menjadi dasar perbedaan seorang pribadi hanyalah perihal keinginan saja. Sama hal nya dengan sikap Compassion, setiap dari pribadi manusia memiliki keinginan yang berbeda. Keinginan kita sebagai manusia untuk hidup mewujudkan kasih Allah sedangkan mereka yang menderita memiliki keinginan untuk terbebas dari penderitaan. Untuk menyatukan kesenjangan dan

perbedaan keinginan ini maka diperlukan sikap Compassion salah satunya adalah melakukan aksi nyata yang berlandaskan sikap peduli dan bela rasa. E. Analisis Commitment Nilai Commitment memiliki makna bahwa setiap keputusan dan pilihan perlu dipertanggungjawabkan. Dalam SMA Kolese De Britto sendiri, siswa dituntun untuk menjadi pribadi yang berkomitmen. Siswa diajak untuk memiliki kesetiaan dalam pekerjaan, gigih dalam menghadapi permasalahan, bertanggung jawab dalam menghadapi tantangan, dan menghayati iman sebagai wujud nyata tanggung jawab. Dalam perspektif lain, nilai Commitment juga dapat diartikan sebagai tingkatan seberapa jauh seorang pribadi mengetahui dan mengenal diri mereka. Standar adanya sikap Commitment dapat ditunjukan dari rasa keterlibatan dan loyalitas pribadi terhadap pekerjaan yang dilakukan. Hubungan

nilai

Commitment

dengan

falsafah

Cokro

Manggilingan dapat dilihat melalui ajaran Ki Ageng Suryomentaram yaitu Nggelemi Kahanan. Dalam ajaran ini dijelaskan prinsip saiki, neng kene, ngene, dan gelem (saat ini, disini, ditempat ini, saya bersedia). Pada prinsip saiki, neng kene, dan ngene dalam ajaran ini dimaknai bahwa sebagai seorang pribadi, manusia diajak untuk mengetahui dan menyadari akan kondisinya saat ini. Ketika seseorang sudah memahami kondisi dirinya maka akan muncul 2 pilihan yaitu

menerima atau menolak. Dari pilihan tersebut maka muncul prinsip Aku gelem. Prinsip ini memiliki makna bahwa dengan mengetahui kondisi diri, seseorang pribadi akan bersedia dan menerima keadaan yang dimiliki dan mencegah dirinya jatuh ke dalam keterpurukan. Sikap bersedia dalam menghadapi kenyataan hidup juga merupakan bagian dari menerima keadaan diri. Pada intinya Nggelemi Kahanan yang berarti menerima keadaan dimaksudkan agar seorang pribadi dapat memahami hal yang seharusnya diperbaiki, dikembangkan, dan diusahakan pada saat ini bukan berfokus pada hal yang tidak dapat dikontrol seperti masa depan dan masa lalu. Makna dari penjelasan diatas, filosofi prinsip Nggelemi Kahanan secara keseluruhan yaitu

memiliki kesamaan dengan nilai Commitment,

terdapat kesadaran diri, penerimaan dan kemauan untuk

menghadapi

permasalahan

kehidupan.

Seorang

yang

memiliki

komitmen akan berusaha memperjuangkan pilihan yang telah ia terima dan mampu menghadapi pilihan tersebut. Selain itu, pribadi yang memiliki Commitment secara sadar akan berfokus pada hal yang seharusnya dikerjakan saat ini dan tidak berfokus berlebihan pada hal yang tidak dapat dikontrol. F. Analisis Consistency Nilai Consistency dalam konteks 1L + 5C bermaksud untuk mewujudkan siswa yang memiliki sikap disiplin terhadap diri. Konsisten

secara luas memiliki arti yaitu setia dalam pikiran, perkataan dan tindakan. Hal ini bermakna bahwa seseorang dengan sikap Consistency akan memiliki keselarasan dalam pemikiran, hati dan perilaku. Siswa diajak dengan kesadaran untuk setia dalam pekerjaan yang dilakukan. SMA Kolese De Britto dalam konteks nilai ini memiliki prinsip yaitu mengharapkan siswanya untuk bertindak konsisten dan menjunjung tinggi rasa tanggung jawab. Selanjutnya, Nilai Consistency dapat dilihat lebih dalam dari aspek sebab. Sikap konsisten sebenarnya didasari dengan

sebab ego dan

keinginan. Setiap manusia harus memiliki ego untuk memunculkan sebuah keinginan. Dengan adanya ego, manusia akan berusaha memperjuangkan keinginan yang sudah ditentukan. Sebagai contoh, jika seorang siswa ingin bersaing dengan teman dalam lingkungan kelasnya maka dengan ego positif yang dimiliki , ia akan belajar dengan giat. Ego positif merupakan wujud keseimbangan ego yang sepenuhnya sudah dikontrol. Ego yang tak terkontrol akan berdampak pada kehancuran pribadi. Ego yang berlebih berakibat memunculkan sikap egoisme yang bertumpu hanya pada kepentingan sendiri. Dilain sisi jika seseorang hanya mementingkan kepentingan orang lain maka ego yang ada dalam diri seseorang akan memunculkan sikap altruis (terlalu mementingkan kepentingan orang lain tanpa mementingkan kepentingan pribadi).

Dilihat dari penjelasan diatas, maka sudah sepatutnya insting manusia untuk memiliki semangat dalam memperjuangkan keinginan yang dimiliki dengan landasan ego yang seimbang. Pada tahap lanjut, semangat dan usaha yang diperjuangkan secara berkesinambungan akan mewujudkan sikap disiplin dan berujung pada menghasilkan sikap konsisten yang terkandung dalam nilai Consistency. Dalam memaknai nilai Consistency, secara langsung seseorang dapat memaknai falsafah Cokro Manggilingan. Nilai yang terdapat dalam Consistency dapat dikaitkan dengan Pemikiran Ukuran Keempat. Dalam pemikiran tersebut terkhusus pada tahapan ukuran ketiga terdapat istilah kramadangsa, yaitu fase dimana manusia dipenuhi ego. Tahapan ukuran ketiga dapat dipahami ketika seseorang sudah mengetahui dasar-dasar atas keinginan dan hukum hidupnya. Dalam konteks ini yang dipahami sebagai dasar adalah rasa ego. Sikap kramadangsa dan tahapan ukuran ketiga erat kaitannya dengan nilai Consistency. Manusia yang dipenuhi ego akan mencari jalan dan mengupayakan berbagai cara untuk menggapai keinginan salah satunya dengan disiplin dan semangat memperjuangkan nilai konsisten. Maka, ketika seseorang berhasil mengetahui egonya akan muncul sikap kontinuitas terhadap dirinya yang dipahami sebagai nilai Consistency.

4.1.2.

Analisis Mars SMA Kolese De Britto Selain daripada nilai 1L dan 5C yang khas dari SMA Kolese De

Britto, sekolah ini juga memiliki ciri khas yang kental dari marsnya. Mars SMA Kolese De Britto yang penuh makna akan semangat dan merepresentasikan karakter peserta didik sebagai pemimpin pengabdi yang dapat mengabdi bagi bangsa, negara, Tuhan, keluarga, dan masyarakat. Berikut adalah Lirik Mars SMA Kolese De Britto:

“Akulah Putera SMA De Britto gagahlah cita-citaku Murni sejati jiwaku, jujur semangat hatiku Itulah rencana hidupku, itulah tujuan niatku Agar dapat menuang tenagaku, bagi Tuhan dan Bangsaku

Ayolah Putera SMA De Britto kuatkanlah hubunganmu Selalu tetap bersatu dengan semua kawanmu Meskipun terpencar hidupmu dikelak kemudian waktu Ingat selalu di dalam hatimu ialah De Britto contohmu” ( Cipt: Romo L.Moerabi, S.J. )

Jika disimak secara saksama, setiap bait dan lirik dari mars diatas memiliki makna yang sangat dalam. Jika ditarik garis sehubung dengan value falsafah Cokro Manggilingan, ada beberapa poin yang dapat menjadi signifikansi. A. Analisis Bait Pertama “Akulah Putera SMA De Britto gagahlah cita-citaku Murni sejati jiwaku, jujur semangat hatiku”

Bait diatas menjelaskan mengenai identitas pribadi siswa yang dengan yakin mengakui menjadi bagian dari SMA Kolese De Britto. Hal ini tercantum pada lirik kalimat pertama dalam bait tersebut yang berbunyi “Akulah Putera SMA De Britto.” Lirik tersebut dilanjutkan dengan kalimat “gagalah cita-citaku” yang menggambarkan bahwa setiap siswa dituntut untuk mempunyai tujuan hidup dan masa depan. Hal ini tentu seturut dan sejalan dengan visi-misi sekolah yang mengedepankan siswa dalam memiliki kecakapan dan pemikiran yang berorientasi pada masa yang akan datang. Siswa juga diajak untuk memiliki kesejatian jiwa dan kejujuran hati. Tercantum dalam lirik selanjutnya, menjelaskan bahwa siswa harus berlaku jujur dalam hidup dan bersikap murni jiwa. Murni dalam jiwa

dapat diartikan dan dimaknai sebagai ketulusan jiwa. Jiwa dan jati (tubuh) yang tulus dalam menjalani kehidupan sekarang sebagai siswa dan mempersiapkan kehidupan yang akan datang. Bait pertama ini melekat dengan nilai yang terdapat pada tembang macapat dalam falsafah Cokro Manggilingan. Tembang macapat yang dimaksud merujuk pada tembang kinanthi yang menjelaskan fase dimana manusia yang berjiwa muda sebagai remaja sedang dibina, dibimbing, dan dilatih. Makna tembang ini selaras dengan konotasi frasa “Putera SMA De Britto” yang terdapat dalam bait. Putera digambarkan sebagai siswa berupa remaja laki-laki yang sedang menjalani pembelajaran dan pembinaan dalam SMA Kolese De Britto. Lirik selanjutnya yang bebunyi “gagahlah cita-citaku” juga memiliki makna akan orientasi terhadap masa depan. Hal ini juga berkaitan erat dengan falsafah Cokro Manggilingan yaitu filosofi triwikrama yang berkaitan dengan waktu. Waktu yang terbagi dalam filosofi triwikrama ada tiga yaitu masa lalu, masa kini, dan masa depan. Dalam filosofi tersebut dijelaskan bahwa kehidupan merupakan sebuah siklis, dimana hidup yang terjadi pada masa kini akan berlalu dan hidup yang terjadi pada masa depan akan menjadi masa kini dan terus berulang. Kata “cita-cita” yang terdapat dalam lirik menggambarkan masa depan, maka merupakan hal penting bagi siswa untuk mempersiapkan masa kini

dengan baik dengan menjadikan masa lalu sebagai pelajaran dan demi mewujudkan cita-cita dan kehidupan masa depan yang gagah. Lirik “murni sejati jiwaku” dan “jujur semangat hatiku” yang tercantum pada baris berikutnya memiliki kaitan yang sedemikian erat juga dengan falsafah Cokro Manggilingan, terutama pada ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Dalam ajarannya, Ki Ageng memaparkan tentang 7 sifat ksatria Jawa yang harus ditanamkan oleh manusia. Sifat tersebut terdiri dari sikap pembela kebenaran, temen (jujur), tanggap (antisipatif, responsif), tatag (teguh hati), tangguh (tidak mudah terkalahkan), tanggon (berani menghadapi siapa saja asal memegang kebenaran), dan datan melik pawehing liyan (tidak mengharapkan bantuan orang lain). Kesejatian jiwa, kemurnian jiwa, dan kejujuran semangat hati yang terdapat pada lirik bait pertama mars memenuhi setidaknya dua sifat dari ketujuh sifat diatas yaitu temen dan tatag. Semangat jujur hati menggambar sifat temen yang berarti jujur dan kesejatian jiwa yang murni menggambarkan sifat tatag yang berarti teguh hati. Jiwa yang sejati dan murni tentu memiliki jiwa yang teguh hati.

B. Analisis Bait Kedua “Itulah rencana hidupku, itulah tujuan niatku Agar dapat menuang tenagaku,

bagi Tuhan dan Bangsaku”

Bait kedua diatas merupakan kesinambungan dan keberlanjutan dari bait pertama. Lirik “itulah rencana hidupku” dan “itulah tujuan niatku” pada baris pertama dan kedua menjelaskan bahwa siswa diajak untuk memiliki rencana hidup dan tujuan hidup sesuai dengan lirik pada bait pertama yaitu memiliki cita-cita yang gagah, kesejatian jiwa yang murni, dan semangat hati yang jujur. Jika dikaitkan dengan falsafah Cokro Manggilingan, kedua lirik ini berkaitan dengan filosofi triwikrama, dimana tujuan dan niat merupakan bentuk persiapan manusia dalam orientasi dengan masa depan dan sebagai wujud mempersiapkan diri pada masa kini sebagai siswa SMA Kolese De Britto. Selanjutnya, pada lirik baris ketiga dan keempat yang berbunyi “Agar dapat menuang tenagaku” dan “Bagi Tuhan dan Bangsaku” merupakan alasan dari terbentuknya tujuan dan niat yang tertulis pada lirik baris satu dan dua. Lirik diatas bermakna bahwa siswa diajak untuk dapat memberikan tenaga sepenuhnya dengan tulus bagi sesama (Bangsa) dan mewujudkan pelayanan terhadap sesama sebagai bentuk melayani Tuhan. Lirik “Agar dapat menuang tenagaku” dan “Bagi Tuhan dan Bangsaku” memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan falsafah Cokro Manggilingan. Kedua lirik diatas mengandung nilai filosofi Sangkan

Paraning Dumadi yang bermakna bahwa manusia sejatinya berasal dari Tuhan dan akan kembali menghadap Tuhan. Dalam lirik tersebut siswa dididik untuk menuangkan tenaga bagi Tuhan sebagai bentuk kesadaran akan diciptakan Tuhan dan perlu memuliakan Tuhan lewat perbuatanperbuatan dalam kehidupan. Selain Sangkan Paraning Dumadi, kedua lirik diatas juga mengandung nilai filosofi Memayu Hayuning Bawana. Filosofi ini bermakna bahwa manusia sebagai utusan dari Tuhan (ciptaaan) mengemban misi untuk mewarnai dunia yaitu dengan mengikuti kehendakNya, memakmurkan bumi, melayani sesama dan mencerminkan sifat Allah dalam kehidupan. Hal ini tentu selaras dengan kata pada lirik yaitu “Bagi Tuhan” dan “Bagi Bangsa”. Bangsa diibaratkan sebagai lingkup sesama dan bumi semesta yang perlu siswa warnai dan layani. Kedua lirik tersebut juga bermakna bahwa siswa diajak untuk turut serta dalam mengabdi diri sesuai dengan potensi dan tujuan hidup yang telah ia tentukan dalam kehidupan mereka.

C. Analisis Bait Ketiga “Ayolah Putera SMA De Britto kuatkanlah hubunganmu Selalu tetap bersatu dengan semua kawanmu”

Bait ketiga diatas merupakan bentuk penegasan bahwa setiap siswa memiliki identitas sebagai bagian dari SMA Kolese De Britto. Hal ini terlihat pada lirik baris pertama yaitu “Ayolah Putera SMA De Britto”. Jika dinyanyikan, lantunan bait ketiga ini sama persis dengan lantunan pada bait pertama. Secara keseluruhan, bait ini memiliki makna yaitu mengingatkan

dan

mengajak

setiap

siswa

untuk

menjalin

tali

persaudaraan yang kuat antar sesama siswa De Britto. SMA Kolese De Britto menekankan siswa dengan pendidikan yang mengutumakan rasa saling menghormati dan saling menghargai setiap manusia, hal ini juga diajarkan melalui lirik diatas. SMA Kolese De Britto sangat khas dan terkenal dengan rasa sepenangggungan antar siswa yang bersatu dalam susah dan senang, hal ini juga tercantum dalam nilai 1L+5C yaitu Compassion. Jika bait ini dikaitkan dengan falsafah Cokro Manggilingan, makna bait ini memuat nilai rasa sama atau raos sami yang dipaparkan oleh Ki Ageng Suryomentaram. Rasa sama merupakan salah satu pokok ajaran Ki Ageng dalam Wejangan Pokok Ilmu Bahagia. Nilai ini bermakna bahwa setiap pribadi manusia memiliki keinginan yang berbeda-beda dalam mewujudkan kebahagiaan dan setiap pribadi manusia memiliki hak untuk memperjuangkan keinginan nya dengan lakon atau cara masing-masing. Rasa sama juga mengingatkan kepada setiap manusia

bahwa

jangan

merasa

kesepian

atau

sedih

akibat

memperjuangkan kebahagiaan sendiri karena pada kenyataan nya, setiap manusia juga sama-sama mempersiapkan dan memperjuangkan keinginan masing-masing untuk mewujudkan kebahagiaan. Hal ini selaras dengan makna bait diatas bahwa sebagai bagian dari SMA Kolese De Britto, siswa diajak untuk sadar bahwa mereka tidak hidup seorang diri tetapi hidup dalam sebuah kebersamaan. Secara nyata, penulis dapat menyadari bahwa setiap siswa memiliki keinginan (karep) yang berbeda-beda yaitu cita-cita tetapi disatukan dengan rasa persaudaraan dan persatuan untuk saling menghormati dan menghargai setiap pribadi sebagai manusia seutuhnya. D. Analisis Bait Keempat “Meskipun terpencar hidupmu dikelak kemudian waktu Ingat selalu di dalam hatimu ialah De Britto contohmu”

Bait keempat diatas merupakan lirik kesinambungan dari bait sebelumnya yaitu bait ketiga. Dapat dilihat dari lirik baris pertama dan kedua pada bait ini yang berbunyi “Meskipun terpencar hidupmu dikelak kemudian waktu.” Lirik tersebut bermakna bahwa setiap siswa diajak untuk tetap memiliki tali persaudaraan sebagai bagian dari SMA Kolese De Britto walaupun kelak setiap siswa tersebut akan berpisah satu sama

lain. Bait ini juga memuat nasihat dan pengingat kepada siswa SMA Kolese De Britto untuk terus meneladani sikap De Britto sebagai teladan dan contoh hidup. Nasihat ini tertulis pada lirik baris ketiga dan keempat yang berbunyi “Ingat selalu di dalam hatimu, ialah De Britto contohmu.” Bait keempat ini juga memiliki kaitan dengan falsafah Cokro Manggilingan. Hampir serupa dengan kaitan pada bait sebelumnya, bait ini juga mengandung nilai rasa sama. Nilai ini dapat dimaknai bahwa pada realitasnya setiap siswa di kemudian hari atau suatu saat nanti akan berfokus pada kehidupan dan keinginan mereka masing-masing. Walaupun demikian, siswa tetap harus saling mengingat dan mewujudkan rasa sama yaitu dengan menjalin hubungan erat persaudaraan terhadap sesama keluarga SMA Kolese De Britto.

4.1.3.

Analisis semboyan SMA Kolese De Britto SMA Kolese De Britto sebagai bagian dari kolese Yesuit memiliki

beberapa semboyan yang menjadi ciri khas. Di dalam proses pendidikan sekolah ini sekiranya terdapat 7 ciri khusus yang dituangkan dalam bentuk semboyan yaitu Magis, Man for and with Others, Cura Personalis, Unity of Heart, Mind, and Soul, Ad Maiorem Dei Gloriam, Forming and Educating Agents of Change, Finding God in All things Semboyan diatas memiliki makna yang berkaitan antara satu dengan yang lain, dengan arti lain ketujuh semboyan diatas memiliki

kesinambungan yang saling melengkapi satu dengan lainnya. Dari ketujuh semboyan diatas, secara lebih terperinci terkandung makna yang dalam akan sikap kehidupan terutama penyikapan dalam falsafah Cokro Manggilingan:

A. Analisis Magis Magis dalam bahasa latin diartikan sebagai “lebih banyak” atau “lebih besar”. Dalam konteks pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto, semboyan ini memiliki tujuan yaitu mengajak siswa untuk terus meningkatkan kualitas diri dalam hidup sepanjang hayat. Nilai dari Magis ini sebenarnya memiliki keterkaitan dengan nilai Ad Maiorem Dei Gloriam (Demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar). Dalam Serikat Yesus sendiri, semboyan Magis dimaknai untuk melakukan segala hal lebih banyak untuk dan bagi Kristus. Dengan arti lain, juga melakukan banyak hal bagi orang lain, karena dengan melakukan hal baik kepada orang lain secara tidak langsung kita juga melakukan hal tersebut sebagai bentuk wujud syukur kita kepada Tuhan. Jika dilihat lebih lanjut, makna dari semboyan Magis juga terkandung di dalam falsafah Cokro Manggilingan. Secara

tersirat makna Magis selaras dengan lingkup mikrokosmos dari falsafah Cokro Manggilingan yaitu filosofi Sangkan Paraning Dumadi. Filosofi ini berpusat pada pandangan bahwa kehidupan manusia di dunia ini hanyalah sekedar mampir. Manusia disadarkan

bahwa

hidup

yang

dimiliki

hanya

sebuah

kesementaraan dan dengan kenyataan bahwa proses hidup yang dilakukan pada masa kini merupakan bentuk persiapan untuk kembali kepada Sangkan yaitu Tuhan Sang Pencipta. Maka dari itu, filosofi yang serupa dengan semboyan Magis ini secara dalam mengajak manusia untuk hidup melakukan perbuatan mulia dan berfokus kepada kemuliaan Tuhan dalam rangka mewujudkan kesadaran bahwa manusia akan kembali lagi kepada yang menciptakannya.

B. Analisis Man and for with Others Sebagai sekolah yang mendidik dan mengarahkan peserta didik menjadi pribadi yang unggul dan utuh, tidak lupa SMA Kolese De Britto juga menanamkan nilai kepedulian dan bela rasa terhadap sesama. Semboyan Man and for with Others secara harfiah berarti manusia untuk dan bersama sesama. Semboyan ini memiliki makna bahwa siswa sebagai bagian dari SMA Kolese De Britto diajak untuk memiliki kesadaran bahwa

mereka hidup berdampingan secara sosial. Dengan pemaknaan itu, maka siswa dididik untuk memiliki sikap kepedulian dan tolong menolong terhadap kaum miskin, tersingkir, lemah, dan difabel. Melihat dari permulaan terciptanya semboyan ini, Pater Pedro Arrupe, S.J ingin menekankan kepada komunitas Serikat Jesuit untuk mengemban misi yaitu menjadi sahabat dan kerabat bagi orang-orang yang membutuhkan. Dilihat melalui maknanya, semboyan Man and for with Others memiliki kesamaan erat dengan falsafah Cokro Manggilingan yaitu terdapat pada filosofi Memayu Hayuning Bawana. Dalam filosofi ini dijelaskan bahwa manusia yang sudah menyadari asalnya dari Allah dan bagian dari ciptaan Allah memiliki tugas untuk mewarnai dunia (Bawana). Konteks dunia pada filosofi ini bukan semata menggambarkan hal yang buruk atau fana namun lebih dimaknai sebagai hal yang berkaitan dengan komponen dunia seperti lingkungan alam, relasi manusia, lingkungan sosial, dan masyarakat. Filosofi ini tentunya mengajak manusia untuk memiliki keberanian dalam melaksanakan sikap yang seturut dan bercermin daripada citra penciptaNya. Sikap yang memaknai Memayu Hayuning Bawana dapat dilakukan dengan memperindah keadaan dunia yang berlandaskan akan sikap kebenaran, kebaikan, dan keindahan.

Jika dikaitkan dengan proses pendidikan karakter dalam SMA Kolese De Britto, siswa melalui pemaknaan filosofi Memayu Hayuning Bawana yang secara tersirat tertuang dalam Man for and with Others diajak dalam lingkup lingkungan sosial untuk berpartisipasi aktif mewujudkan sikap peduli. Dengan kepedulian dan sikap bela rasa terhadap sesama tentu secara langsung siswa juga memperjuangkan upaya dalam mewarnai keberadaan dunia. C. Analisis Cura Personalis Cura Personalis memiliki makna yaitu perhatian kepada pribadi. Dalam konteks pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto, semboyan ini mengajak para siswa untuk menyadari bahwa setiap orang memiliki pribadi yang unik dan mengemban misi tujuan hidup masing-masing. Jika dimaknai dengan saksama, semboyan ini juga mengajak setiap orang untuk menghormati perbedaan pribadi manusia dan menghargai bahwa setiap orang memiliki keunikan pribadi. Penulis menyadari dengan adanya realitas bahwa setiap orang memiliki keunikan yang berbeda-beda, secara tersirat makna semboyan Cura Personalis juga mengajak kepada setiap pribadi untuk bersyukur dengan keadaan diri dan mengupayakan

seoptimal mungkin untuk berfokus pada perkembangan bidang yang menjadi misi dan tujuan hidup seseorang. Dalam falsafah Cokro Manggilingan, pemaknaan Cura Personalis dapat dikaitkan dengan nilai raos sami yang diungkapkan

pada

ajaran

ilmu

bahagia

Ki

Ageng

Suryomentaram. Raos sami atau rasa sama bermakna bahwa semua manusia itu sama. Pada dasarnya, manusia diberi akal budi yang penuh dengan potensi dan keinginan. Dalam konteks Cura Personalis, keinginan dapat dijadikan sebagai bentuk keunikan pribadi. Secara sadar, kita sebagai manusia mengerti bahwa setiap pribadi memiliki tujuan dan keinginan yang berbeda namun memiliki kesamaan yaitu sama-sama memiliki ego untuk mencapai keinginan. Dengan adanya kesadaran bahwa semua manusia sama-sama memperjuangkan diri dalam mecncapai keinginan, sudah sepatutnya setiap pribadi memiliki sikap saling menghormati dan menghargai segala bentuk keinginan seseorang entah itu potensi, keunikan, cita-cita, bahkan tujuan serta pilihan hidup.

D. Unity of Heart, Mind, and Soul Kita seringkali merasa kalah dari pencapaian orang lain dan merasa rendah diri atas hal yang kita miliki. Hal ini

merupakan hal yang rentan terjadi kepada pribadi yang tidak memiliki self awareness atau Unity of Heart, Mind, and Soul dimana dia kurang mengenal dan menyadari kemampuan serta kelebihan yang

dimilikinya, lalu berakhir pada penerimaan

keadaan yang dia punya. Dalam konteks pendidikan di SMA Kolese De Britto kemampuan siswa tidak semuanya di fokuskan pada bidang akademik, ada juga yang di non akademik. Selain itu ada yang punya kemampuan belajar yang lebih cepat ada yang lebih lambat, jadi semuanya memiliki kemampuan yang unik dan berbeda dari yang lain. Menerima keadaan merupakan salah satu cara untuk menjadi pribadi yang utuh. Secara tersirat, makna semboyan ini merupakan salah satu perwujudan Cokro Manggilingan yaitu Nggelemi Kahanan yang berarti menerima keadaan, bukan berarti menolak perkembangan.Ketika kita memaknai Nggelemi Kahanan kita akan bisa lepas dari rantai yang membelenggu kita yaitu iri hati, menjadi pribadi yang lepas dari segala ekspektasi yang membuat kita terbebani.Kita akan mengetahui potensi diri dan keunikan serta kelebihan yang dimiliki sehingga bisa menjadi pribadi yang utuh E. Ad Maiorem Dei Gloriam

Ad Maiorem Dei Gloriam merupakan kata dari bahasa latin. Kata ini memiliki definisi demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar. Di SMA Kolese De Britto semboyan ini memiliki fungsi sebagai tujuan siswa, melakukan segala sesuatu demi Tuhan dan demi kemuliaan-Nya yang lebih besar.Semboyan ini terkait dengan nilai magis dalam konteks Yesuit, dimana kita melakukan semaksimal mungkin demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar. Secara tersirat, nilai dari semboyan ini merupakan salah satu perwujudan Cokro Manggilingan yaitu Sangkan Paraning Dumadi yang berhubungan dengan keterkaitan antara manusia dengan Tuhan. Kita menyadari bahwa kehidupan kita didasari dan diakhiri oleh Sang Pencipta dan akan kembali kepada tujuan akhir yaitu sangkan, maka dari itu kita melakukan usaha kita demi mewujudkan impian dan tujuan tersebut. F. Forming and Educating Agent of Change Di masa saat ini dimana kehidupan berjalan dan berkembang begitu cepat dengan tidak terkontrol, dibutuhkan orang yang dapat menjadi sosok pengubah yang dapat mengubah generasi ini sehingga sesuai dengan nilai-nilai kebaikan yang ada di dunia.

Di SMA Kolese De Britto kita diajarkan untuk menjadi agen perubahan, dimana kita bisa berdampak bagi lingkungan kita menjadi seseorang yang mempunyai daya ubah positif dan berkembang. Dalam konteks Cokro Manggilingan

ini merupakan

salah satu contoh dari Memayu Hayuning Bawana yang tersirat. yaitu tentang membawa keindahan bagi sesama, membuat dunia menjadi lebih baik dengan perubahan positf yang kita lakukan. G. Finding God in All Things Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti menemukan kesulitan dan juga kesenangan, dimana kedua hal itu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kita. Sebagai contoh, ketika hal sulit menimpa diri kita. Tanpa disadari, seringkali kita mengeluh dalam menghadapi pergumulan hidup sehingga sulit bagi diri untuk melihat kontribusi Tuhan di dalamnya, sedangkan ketika senang kita mudah untuk bersyukur. Finding God in All Things berarti menemukan Tuhan dalam segala hal yang kita lakukan, mau itu dinilai ringan atau dinilai hal yang berat, kita bisa memaknai proses yang diberikan Tuhan kepada kita dan merefleksikannya sehingga bisa menjadi proses pengembangan diri kita untuk kedepannya.

Dalam konteks Cokro Manggilingan terdapat Sangkan Paraning Dumadi yang berhubungan dengan relasi manusia dengan Tuhan, kita bisa memaknai sangkar kita yang membuat diri kita dapat merefleksikan tentang segala pengalaman yang dimiliki. Kita juga diajak untuk memikirkan Tuhan dalam setiap proses hidup yang kita lakukan. 4.1.4.

Analisis Formasi Siswa SMA Kolese De Britto Dalam proses pelaksanaan pendidikan, SMA Kolese De Britto

menerapkan 2 jenis tipe pembelajaran yaitu pembelajaran secara informatif dan pembelajaran secara formatif. Pembelajaran informatif dilaksanakan dengan penyampaian informasi yang lebih dominan pada pengetahuan akademik sedangkan pembelajaran secara formatif berpusat pada penerapan tindakan sebagai wujud nyata dari pembelajaran informatif. Pembelajaran formatif di SMA Kolese De Britto secara khusus diklasifikasikan ke dalam 2 jenis pendidikan formasi yaitu formasi akademik dan formasi non-akademik. Pelaksanaan kedua jenis formasi tersebut saling berkesinambungan dan bersifat melengkapi untuk mewujudkan keutuhan pribadi siswa. Formasi akademik terdiri atas Pelajaran Tambahan, Penulisan Karya Ilmiah, Forum Olah Pikir (FOP), dan Ekstrakurikuler sedangkan formasi non akademik terdiri atas MPLS, Selamat Pagi De Britto, Malam Keakraban, LKTD, Studi Ekskursi, Live

in sosial, Orientasi Profesi, Serba-Serbi Input, dan wadah pengembangan siswa (Presidium dan Campus Ministry). Formasi akademik maupun formasi non akademik memiliki peranan dan tujuan yang sama yakni mengembangkan potensi masingmasing siswa dan menciptakan siswa yang memiliki pribadi pemimpin pengabdi yang unggul. Pada pelaksanaannya, agar setiap formasi dapat membentuk siswa maka tentu diperlukan penanaman value dan nilai yang menjadi dasar penerapan dalam formasi. Dalam analisis ini, value dan nilai setiap formasi yang memiliki makna serupa akan dihubungkan dengan falsafah Cokro Manggilingan. A. Analisis Formasi Akademik 1. Analisis Pelajaran Tambahan 2. Analisis Penulisan Karya Ilmiah 3. Analisis FOP (Forum Olah Pikir) 4.

B. Analisis Formasi Non Akademik 1.

4.1.5.

Analisis Lima Langkah Pokok Paradigma Pendagogi Ignatian 1. Konteks

Dalam proses belajar mengajar mengetahui konteks adalah hal yang penting. Kita menempatkan diri kita di lingkungan yang majemuk dengan banyaknya keanekaragaman membuat kita harus beradaptasi dengan lingkungan yang kita miliki dan mau tidak mau membuat suasana saling percaya dan menghargai sehingga proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik dan lancar. Lalu kita menentukan tujuan awal kita, sehingga kita bisa melangkah ke depan 2. Pengalaman 3. Refleksi 4. Aksi 5. Evaluasi

4.2.

Analisis

Falsafah

Cokro

Manggilingan

Terhadap

Refleksi

Stakeholder Guru SMA Kolese De Britto Dalam menganalisis keterkaitan antara Cokro Manggilingan dan pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto, dibutuhkan beberapa data agar mempertajam hasil analisis. Maka dari itu dalam bab ini, hal yang menjadi fokus analisis adalah pendapat dari beberapa guru yang sudah diwawancarai di waktu yang lalu.

Tabel 1. Tabel hasil jawaban wawancara terhadap stakeholder guru SMA Kolese De Britto No.

Pertanyaan

B. Widi Nugroho, M.Ed.

Y. Sumardiyanto, S.Pd.

1

Menurut Anda pendidikan karakter itu apa?

Pertama-tama itu mempersiapkan murid untuk menghadapi hidup. Hidup itu kompleks, ada begitu banyak kemungkinan. Orang bisa berhasil, orang bisa gagal. Pendidikan karakter lebih diarahkan untuk bagaimana menyiapkan murid untuk bersikap, untuk membangun

Pendidikan karakter itu pendidikan untuk membentuk watak ya, membentuk pribadi, membentuk kepribadian, dan membentuk kepribadian itu kan dalam keseharian ditemukan dalam watak kan. Contohnya apakah tadi itu saat menghadapi tugas itu

sikap-sikap tertentu untuk menghadapi kehidupan. Karena hidup juga ada begitu banyak pilihan, dan orang mau tidak mau harus memilih dalam banyak hal dari hal yang sederhana sampai ke hal yang kompleks yang membutuhkan pertimbangan. Itu membutuhkan karakter tertentu untuk membuat pilihan-pilihan tersebut.

bisa mengatur waktu atau enggak. Kalau enggak bisa mengatur waktu kan yang terjadi wataknya kan stres kan, depresi kan. Menyalahkan orang lain, menyalahkan keadaan, menyalahkan diri sendiri dan akhirnya tugas enggak dikerjakan. Nah itu contoh dari watak. Nah, kalau pendidikan karakter yang menghasilkan kepribadian baik ya seperti yang sudah Anda singgung tadi. Bukan soal tugasnya tapi bagaimana mengelola tugasnya. Bukan banyaknya, tapi bagaimana mengatur dan menyiasati waktu agar tugas itu tetap bisa dikerjakan secara optimal. Karena nanti di dunia nyata Anda juga akan menghadapi tekanan hidup yang luar biasa. Dan pada saat Anda menghadapi tekanan hidup, tuntutan kerja, Anda enggak bisa tawar. Pilihannya tadi itu, Cokro Manggilingan tadi itu tidak sedih dikala, tidak larut dalam kesedihan, tatkala susah, tidak terlalu meluap luap dalam kegembiraan pada saat senang. Seperti itu. Jadi pendidikan karakter itu pendidikan yang menghasilkan kepribadian yang dalam kehidupan sehari hari kepribadian itu tampak dalam watak. Dan

kepribadian itu sebenarnya cermin dari values, tata nilai yang dipelajari oleh siswa. Jadi apa yang Anda lakukan dalam kehidupan sehari hari itu mencerminkan tata nilai dominan atau values proposition.Values proposition itu nilai dominan yang anda yakini. Kalau nilai yang membentuk Anda di keluarga, di sekolah, dari SD sampai SMA, itu nilai yang membuat Anda melantur, Anda tidak akan pernah punya punya kemauan untuk mengerjakan tugas. Tapi kalau values, proposition Anda itu terkait dengan kegigihan, dengan kejujuran, dengan adaptasi, dengan resilient, tahan uji. Mengerjakan tugas itu kan terkait dengan bagaimana Anda beradaptasi dengan waktu dan resilient atau tahan uji. Orang yang tahan uji, orang yang bisa beradaptasi, itu kan contoh dari karakter. Nah lawannya ya sebaliknya. Jadi karakter itu cermin dari tata nilai yang dominan. Intinya begini, ada manusia, ada siswa yang sungguh sungguh atau magis, ada yang setengah setengah, ada yang melantur kan. Di kelasmu itu kan kamu bisa menemukan siapa siswa yang sungguh sungguh,

siapa siswa yang setengah setengah, siapa siswa yang melantur. Nah itulah watak kan. Mengapa dia sungguh sungguh atau magis, mengapa dia setengah setengah, mengapa dia melantur, pikirannya kemana mana, karena itu dari tadi itu, dari tata nilai yang dominan yang dia lakukan, buat apa sungguh sungguh, wong nggak jelas juga kan sekolah untuk apa, di rumah sudah fasilitas ada. Nah seperti itu. 2

Pendidikan karakter seperti apa yang dapat mencerminkan De Britto pada saat ini?

Zaman berubah, memiliki karakter yang berbeda-beda. Yang paling penting adalah membentuk anak untuk bisa mengikuti jaman. Zaman sekarang ini ada begitu banyak godaan dan tantangan. Harus bisa membuat pilihan yang lebih baik yang memerlukan kecermatan dan kesabaran.

3

Bagaimana pendidikan karakter mendasari keunggulan dari setiap pribadi siswa SMA Kolese De Britto?

Tentu saja, seperti sikap disiplin, sikap menghargai waktu dua hal ini menjadi dasar bagaimana kita kemudian bisa mendasari keunggulan siswa SMA Kolese De Britto.

4

Bagaimana Pribadi unggul, kita tidak Pribadi unggul menurut saya pendapat Anda pernah diajari di Sekolah ini itu ada empat ya, yang

terhadap “pribadi unggul”?

untuk unggul dalam artian mengungguli orang. Artian unggul adalah mengungguli diri kita sendiri dibandingkan dengan diri kita sebelumnya. Itulah yang dimaksud dari Kolese ini. Tidak diajarkan untuk membangun sikap kompetitif. Terkait dengan sikap, yaitu menjadi lebih baik dari diri kita sebelumnya.

pertama aware, yang kedua itu ingenuitas, yang ketiga itu cinta, yang empat itu awaken hero from within.Nomor satu itu aware, pribadi unggul itu orang yang aware, orang yang punya kesadaran. Kesadaran seperti tadi pendidikan kesadaran dari Ki Ageng Suryomentaram itu bahwa tidak ada bahagia yang sejati, tidak ada kesedihan yang sejati, orang akan jatuh bangun mengalami siklus tadi itu, senang susah, sedih gembira, menderita bahagia, itu kan hal yang sangat lumrah. Nah orang yang aware, orang yang sadar itu ya seperti yang dikatakan Ki Ageng Suryomentaram itu, nek sedih ya ora terburuk, nek susah ya ora ambruk gitu loh. Nah itu orang yang aware, lalu yang kedua itu ingenuitas, ingenuitas itu kecerdasan. Kecerdasan itu artinya apa? Ya orang yang bisa menggunakan kecerdasannya, yang apakah kecerdasannya itu biasa biasa saja, apakah rata rata atau lebih itu orang yang sadar dengan kecerdasannya. Mengerjakan tugas sesuai dengan kemampuan dari kecerdasan itu dan membuat, mengoptimalkan kecerdasannya. Nah

kecerdasan dominan saya itu pada literasi, pada membaca dan menulis. Nah yaudah saya karena saya bisa saya itu ya saya geber, saya sungguh sungguh, sungguh sungguh saya kerjakan.Yang lain lain saya gak cerdas, saya gak terlalu ini, gak terlalu menggunakan signature weakness atau cacat pusaka saya, saya menggunakan signature strength. Signature strength atau rahmat pusaka saya itu ya kecintaan belajar dalam hal segala sesuatu. Yang ada urusannya dengan literasi, melalui membaca dan menulis dan ketika saya tekuni saya happy, happy karena saya mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan kecerdasan saya kalau saya cerdasnya di situ. Saya gak punya leadership, makanya di De Britto juga gak pernah jadi pemimpin dan saya gak menyesal.Yang ketiga itu kasih,kasih itu apa?segala sesuatu dilakukan dengan kecintaan yang mendalam.Karena saya sadar bahwa anda membutuhkan anda, saya dengan penuh kecintaan membantu anda,itulah namanya cinta. Cinta itu bisa meluluhkan ego manusia.Yang terakhir awaken hero from within, memunculkan

kepahlawanan dalam dirinya.Contohnya saya pernah punya murid disini saya walinya.Hpnya rusak dia tidak bisa mengikuti pembelajaran online.Jalan keluarnya prinsipnya memberi dia kail bukan ikan, tidak langsung memberi hp kepadanya.Maka harus bangun jaringan dengan alumni dengan banyak orang, hasilnya bukan hanya mendapat hp tapi mendapat dukungan profilnya ditulis,kasusnya viral sebagai anak yang mempunyai semangat magis.Sudah susah terkena musibah covid, dia berjualan onde-onde, orang-orang simpatik dengannya.Karena prinsip ini dia bisa mendapat lebih dari sekedar hp.

5

Apakah menurut Anda, pilihan menjalankan pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto pada awal pendiriannya, ada hubungannya

Saya tidak tahu pasti adanya unsur ini dalam pendiriannya. Di Dalam prosesnya anakanak diajarkan disiplin yang termasuk menghargai waktu. Disiplin dengan waktu ,menghargai waktu. Secara tersirat nilai ini ada di dalamnya, meskipun harus dicek dulu di awal pendiriannya, berbicara spesifik tentang waktu. Jesuit

Ada, falsafah Cokro Manggilingan, tentang kapan susah kapan senang bisa kita lihat dari sudut pandang Spiritualitas Ignasian atau latihan rohani. Dalam latihan rohani ada istilah konsolasi yaitu saat anda bahagia, desolasi saat anda sedang sedih. pada saat anda sedang menderita, di dalam prinsip Cokro

dengan mengarahkan dasarnya pada Manggilingan, ya jangan falsafah (sikap membuat pilihan. jadi terpuruk, tapi pada saat batin) Cokro kamu konsolasi, saat kamu Manggilingan senang ya jangan umuk ini? (sombong;congkak). Dari dua hal itu titik temunya adalah pada sifat rendah hati, bahwa saat bahagia dan menderita kita harus menunduk di depan padi, bukan merunduk seperti padi.Padi itu ciptaan Tuhan, jadi saat bahagia tidak boleh mendongak jadi tetap merunduk seperti padi.Istilah konsolasi saat kamu bahagia dan desolasi saat kamu sedih, di Cokro Manggilingan hubungannya dengan examen conscientiae, kesadaran batin membuat keputusan.Keputusan esensial jangan dibuat pada saat terpuruk.Saat terpuruk pikiran kita akan dipenuhi oleh roh jahat dan akan membuat kesedihan yang berantai.Kalau kamu membuat keputusan saat kamu bahagia, besar kemungkinan keputusan akan benar.Cokro Manggilingan itu memutus mata rantai kesedihan dan mengobarkan kebahagiaan, toh nanti kalau jatuh ke kesedihan sadari penyebabnya.Keputusan terbaik dilakukan saat kita bahagia.Falsafah Cokro Manggilingan tentang waktu

itu terkait dengan membuat keputusan, soal membuat keputusan terkait dengan examen conscientiae atau discernment.Kapan aku sedih kapan aku susah, kalau sedih jangan terpuruk kalau senang jangan umuk .Ini juga soal latihan rohani dengan Cokro Manggilingan, memperhatikan gerak batin dan sangat bisa dipelajari polanya, manusia tidak pernah mempelajari kesalahannya manusia hanya mengulangi kebodohannya itulah pentingnya Cokro Manggilingan dan itulah pentingnya Spiritualitas Ignatian. 6

Jika dikaitkan dengan falsafah hidup Cokro Manggilingan sebagai roda kehidupan, kira - kira karakter apa saja yang dapat dikategorikan sebagai bentuk aktualisasi Cokro Manggilingan di SMA Kolese De Britto?

Kemampuan untuk beradaptasi, di kelas 10 dilatih untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang sedang dialami.Di setiap zaman terdapat kata “sekarang” nya masing-masing.Ketika anda masuk di lingkungan baru,budaya baru dan semua hal yang baru kita diajak untuk beradaptasi.Setidaknya ide-ide soal menjadi pribadi yang adaptif, bisa menyesuaikan diri dengan apapun keadaan yang sekarang ada, saya kira cocok dengan Cokro Manggilingan

7

Semboyan apa Dalam masa ini yang paling Umpamanya begini Man for yang paling dihayati adalah manusia yang Others itukan berarti

8

dihayati dalam praktik baik SMA Kolese De Britto pada masa ini? Apakah terdapat falsafah Cokro Manggilingan didalamnya?

adaptif.Terkadang kita masuk ke kondisi yang kita tidak mau.Tetapi mau tidak mau kita harus masuk kesitu.

Apakah syair pada mars SMA Kolese De Britto :

Iya itu sangat relevan. Tentang vertikal “Agar dapat menuang tenagaku, Bagi Tuhan dan Bangsaku” diajak untuk

manusia yang tersedia kepada orang lain,Nah itu sebenarnya mengandung konsep keTuhanan juga, Tuhan itu tidak nampak, yang nampak itu ciptaannya kan.Kalau kita mau mengabdi kepada Tuhan, maka abdilah pada sesamamu dengan Man for others otomatis kamu akan AMDG. Contoh sederhananya ada JB berbagi, aktivitas yang kelihatannya tidak memuliakan Tuhan, justru adalah media untuk memuliakan Tuhan.Yang ketiga jika dilakukan terus menerus, kita melihat makna dari segala pengalaman sulit dan terpuruk.Tuhan itu dimuliakan dengan melayani sesama, dengan tindakan nyata.Maka jika dilakukan terus menerus kita akan menemukan Tuhan dalam kegiatan yang dijalani yaitu berhubungan dengan finding god in all things .Jadi baik Spiritualitas Ignatian maupun pandangan Ki Ageng Suryomentaram itu bukan making money tapi making value.Maka akan terpenuhi ketiga semboyan itu.

“Akulah putra SMA De Britto, Gagahlah citacitaku, Murni sejati jiwaku, Jujur semangat hatiku, Itulah rencana hidupku, Itulah tujuan niatku, Agar dapat menuang tenagaku, Bagi Tuhan dan Bangsaku” ada relevansinya dengan falsafah hidup Cokro Manggilingan sebagai kesatuan antara vertikal (Ketuhanan) dan horizontal (Kemanusiaan) selama menjalani waktu yang dimilikinya sebagai pribadi ciptaan Allah? 9

apakah menurut Bapak, pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto pada awal pendiriannya ada

bekerja belajar dan tentunya memanfaatkan waktu sebaikbaiknya sehingga dapat bermanfaat bagi orang lain.Ketika kita bekerja dan belajar hati kita selalu diarahkan kepada yang diatas. Tidak semata-mata mencapai kemuliaan diri sendiri, tetapi diarahkan untuk bermanfaat untuk orang lain dan Tuhan. Maka itu sangat relevan, dan horizontal, di lirik dimanapun kita berada, kita harus berhubungan baik dengan relasi kita selama di sekolah.

Ki Ageng Suryomentaram ada acara dengan Suryadi Suryaningrat.Sama-sama bangsawan, pemikir , intelektual.Cuma bedanya Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) bersama Douwes Dekker dan Dr. Tjipto Mangunkusumo mendirikan tiga serangkai

hubungannya dengan falsafah (sikap batin) dibalik pendidikan karakter dan falsafah hidup Jawa yang ada (dan mengada) saat pada pendidikan Taman Siswa yang didirikan pada tahun 1922?

untuk melawan belanda.Ki hajar dibuang ke belanda, di Belanda dia mengalami vision pertemuan antara pandangan kejawen timur dengan pandangan falsafah pencerahan barat.Maka ajarannya Ing ngarso sung tulodo, kalau kamu menjadi pemimpin kamu harus menjadi role model.Ing Madyo Mbangun Karso, ketika kamu menjadi manajer kamu bisa membangkitkan semangat.Tut Wuri Handayani, ketika kamu menjadi bawahan memberikan daya.Pertemuan hasil gabungan dari pandangan kejawen dan pandangan falsafah barat.Yang membantu montessori, yang mengandalkan tiga daya jiwa yaitu pikiran perasaan, dan perbuatan.Yang berhubungan dengan pendidikan Jesuit yang memiliki prinsip kepala hati dan tangan.

11

Bila ada hubungannya, pada nilai-nilai pendidikan SMA Kolese De Britto yang mana?

12

Apakah ada Secara tertulis mungkin tidak, Sangat berhubungan.Akan semboyantetapi ada prinsip kini, disini sangat terasa ketika lulus

semboyan di SMA Kolese De Britto yang mengandung nilai-nilai Triwikrama ini?

dan saat ini. Saya kira itu berkaitan dengan itu.saat kita melakukan sesuatu kita harus sungguh-sungguh fokus dengan apa yang kita lakukan saat ini.Tetapi saat proses perencanaan kaitannya dengan refleksi dan evaluasi, ketika kita merencanakan sesuatu tentunya kita harus berkaca dari apa yang sudah kita lakukan sehingga hasilnya akan lebih baik, tetapi saat kita eksekusi atau melakukannya kita fokus dalam melakukannya.Semboyan secara tertulis tidak ada tetapi esensinya termasuk dalam triwikrama.

dan menjadi alumni dari De Britto.Tradisi manuk pulang kandang dan nilai dari lirik mars “Ingat selalu didalam hatimu ialah De Britto contohmu ”.Ajaran tentang visioner melihat kedepan.Sekarang sedang menjalani latihan spiritualitas yang mempengaruhi masa kini dan masa depan.

A. Analisis Pendapat B. Widi Nugroho, M.Ed.

Pendidikan karakter itu mempersiapkan murid untuk menghadapi hidup. Hidup itu kompleks, ada begitu banyak kemungkinan. Zaman berubah, memiliki karakter yang berbeda-beda. Yang paling penting adalah membentuk anak untuk bisa mengikuti jaman. Terutama pada zaman sekarang ini ada begitu banyak godaan dan tantangan. Orang bisa berhasil, orang bisa gagal. Pendidikan karakter lebih diarahkan untuk bagaimana menyiapkan murid untuk bersikap, untuk membangun sikap-sikap tertentu untuk menghadapi kehidupan. Karena hidup juga ada begitu banyak pilihan, dan orang mau tidak mau harus memilih dalam banyak hal dari hal yang sederhana sampai ke hal yang kompleks yang membutuhkan pertimbangan. Itu membutuhkan karakter tertentu untuk membuat pilihan-pilihan tersebut. Harus bisa membuat pilihan yang lebih baik yang memerlukan kecermatan dan kesabaran. Pendidikan seperti sikap disiplin, sikap menghargai waktu dua hal ini menjadi dasar bagaimana kita kemudian bisa mendasari keunggulan siswa SMA Kolese De Britto untuk menjadi pribadi unggul. Pribadi unggul, kita tidak pernah diajari di Sekolah ini untuk unggul dalam artian mengungguli orang. Artian unggul adalah mengungguli diri kita sendiri dibandingkan dengan diri kita sebelumnya. Itulah yang dimaksud dari Kolese ini. Tidak diajarkan untuk membangun sikap kompetitif. Terkait dengan sikap, yaitu menjadi lebih baik dari diri kita sebelumnya. (Pandangan awal)

Analisis komponen falsafah Cokro Manggilingan dalam wawancara B. Widi Nugroho, M.Ed terbagi menjadi dua fokus pembahasan, yaitu analisis komponen Cokro Manggilingan pada pandangan awal narasumber mengenai pendidikan karakter dan analisis komponen Cokro Manggilingan dengan pendidikan karakter yang telah terealisasi di SMA Kolese De Britto. Meninjau hasil wawancara dengan B. Widi Nugroho, M.Ed, penulis menemukan adanya falsafah Cokro Manggilingan terhadap pandangan awal beliau mengenai pendidikan karakter. Dalam pandangan awal tersebut, terdapat dua model falsafah cokro manggilingan yang mendasarinya, yaitu cokro manggilingan dalam bentuk mikrokosmos dan cokro manggilingan dalam bentuk makrokosmos. Dalam bentuk mikrokosmos, falsafah cokro manggilingan mengacu pada pandangan mengenai tembang macapat. Sedangkan dalam bentuk makrokosmos, falsafah cokro manggilingan mengacu pada pandangan serat kalatidha milik Ronggowarsito. Pertama adalah mengenai cokro manggilingan mikrokosmos. Dalam pendapat B. Widi Nugroho, M.Ed, beliau mengatakan bahwa pendidikan karakter berfokus pada hal mempersiapkan murid untuk menghadapi hidup. Setelah ditinjau lebih lanjut, penulis menemukan data bahwa pendapat tersebut didasari oleh tembang macapat. Beliau mengatakan bahwa pendidikan karakter difokuskan untuk mempersiapkan murid dalam menghadapi kehidupan. Hal ini senada dengan tembang macapat kinanthi yang mengacu pada siklus kehidupan dimana seorang remaja dibekali dengan segala pengajaran, pendidikan, dan pelatihan untuk menjalankan kehidupan dengan baik dan benar. Kedua adalah mengenai cokro manggilingan makrokosmos. Dalam pendapatnya, B. Widi Nugroho, M.Ed juga mengatakan bahwa pendidikan karakter didesain untuk menyikapi zaman sekarang. Zaman yang banyak godaan dan tantangan. Dari pendapat tersebut, terdapat pengolahan tersendiri dari serat kalatidha yang dikembangkan oleh Ronggowarsito. Secara tidak langsung, beliau memaknai perkembangan zaman dengan gabungan antara perspektif zaman kalatidha (zaman egoisme) dan zaman kalabendu (zaman kehancuran). Jika dianalisis secara lebih lanjut, pendapat beliau mengandung keyakinan bahwa hal yang sekarang terjadi adalah zaman kalatidha dan akan menuju kepada zaman kalabendu. Maka dari itu, beliau mengatakan bahwa pendidikan karakter bertujuan untuk mempersiapkan murid untuk menghadapi kehidupan. Secara tersirat, beliau yakin bahwa zaman sekarang adalah zaman kalatidha yang belum memuncak sampai pada kalabendu. Maka dari itu, para siswa di zaman kalatidha ini dibekali dengan berbagai pengajaran agar dapat bertahan dalam kondisi ekstrim zaman kalabendu. Harapannya, para siswa dapat menjadi agen-agen dalam mewujudkan zaman kalasuba (zaman kestabilan) yang senada dengan salah satu semboyan di SMA Kolese De Britto yaitu Forming and Educating Agents of Change. Tidak sampai disitu, ketika siklus zaman kalatidha dan zaman kalabendu terjadi lagi, setiap siswa dapat

menanganinya dengan baik akibat pemberian ajaran karakter yang telah diemban dalam proses pengasahan karakter sebelumnya. Lalu mengenai kepribadian unggul, beliau mengatakan bahwa sikap disiplin dan menghargai waktu adalah nilai karakter yang dibutuhkan untuk membentuk kepribadian unggul para siswa. Dalam pendapatnya, disiplin yang dimaksud adalah disiplin menaklukkan tantangan yang dihadapi pada masa sekarang. Sedangkan tantangan yang dihadapi oleh para siswa pada zaman sekarang adalah tantangan dalam hal menimba pendidikan. Maka disini sikap disiplin termasuk dalam bab triwikrama. Ketika sikap disiplin didasari dengan sikap menghargai waktu yang menganggap bahwa masa sekarang adalah masa emas yang harus dipergunakan dengan baik guna mencapai pribadi unggul, falsafah nggelemi kahanan pun terlaksana di dalamnya. Dalam nggelemi kahanan, terdapat empat unsur yang menjadi dasar pemaknaannya yaitu saiki, ning kene, ngene, dan aku gelem. Saiki artinya sekarang, ning kene artinya disini, ngene artinya seperti ini, dan aku gelem artinya saya bersedia. Maka dari itu disiplin pada tantangan yang dihadapi pada masa sekarang sangat erat sekali hubungannya dengan falsafah nggelemi kahanan dari Ki Ageng Suryomentaram. Saiki, ning kene, ngene memiliki keterkaitan dengan masa sekarang. Ketika nilai kedisiplinan muncul dalam pribadi seseorang, artinya orang tersebut telah memahami kondisinya yang sekarang (saiki, ning kene, ngene) dan mulai membuat keputusan untuk bersedia menghadapi kondisinya yang saat ini (aku gelem). Maka dari itu seseorang yang telah memiliki kedua sikap ini tidak akan mudah untuk terkapar dalam keterpurukan dan tidak akan mudah untuk terbutakan oleh kejayaan. Setiap keputusan yang selalu terbaharui dalam menangani tantangan yang berbeda akan memutus rantai kesedihan dan menjaga kestabilan nilai luhur pada rantai kebahagiaan dalam cokro manggilingan. B. Widi Nugroho, M.Ed melontarkan pendapat bahwa di SMA Kolese De Britto siswa tidak pernah diajari untuk unggul dalam artian mengungguli orang. Dalam benaknya, pribadi unggul adalah mengungguli diri kita sendiri dibandingkan dengan diri kita sebelumnya. Dari pendapat beliau mengenai pribadi unggul, peneliti mendapatkan data bahwa ada keterkaitan mengenai pribadi unggul dan ukuran keempat oleh Ki Ageng Suryomentaram. Pada ukuran yang keempat, seseorang dikatakan sebagai manusia tanpo tenger ketika Ia sudah berhasil melampaui ego nya dan mulai memasuki dimensi perasaan yang menimbulkan tersambungnya antara akal budi dan hati nurani. Manusia tanpo tenger adalah manusia yang tidak dikuasai hasrat ingin menguasai ataupun dikuasai. Maka dari itu, kata-kata “menjadikan siswa berkepribadian unggul” sama saja dengan “menjadikan siswa sebagai manusia tanpo tenger.”

Saya tidak tahu pasti adanya unsur Cokro Manggilingan dalam pendirian SMA Kolese De Britto. Di Dalam prosesnya anak-anak diajarkan disiplin yang termasuk menghargai waktu. Disiplin dengan waktu, menghargai waktu. Secara tersirat nilai ini ada di dalamnya, meskipun harus dicek dulu di awal pendiriannya, berbicara spesifik

tentang waktu. Jesuit mengarahkan dasarnya pada membuat pilihan. Aktualisasi Cokro Manggilingan dapat dilihat dari kemampuan untuk beradaptasi. Di kelas 10 dilatih untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang sedang dialami. Di setiap zaman terdapat kata “sekarang” nya masing-masing. Ketika anda masuk di lingkungan baru, budaya baru dan semua hal yang baru kita diajak untuk beradaptasi. Setidaknya ide-ide soal menjadi pribadi yang adaptif, bisa menyesuaikan diri dengan apapun keadaan yang sekarang ada, saya kira cocok dengan Cokro Manggilingan. Dalam masa ini yang paling dihayati adalah manusia yang adaptif. Terkadang kita masuk ke kondisi yang kita tidak mau. Tetapi mau tidak mau kita harus masuk kesitu. Syair dari mars SMA Kolese De Britto juga sangat relevan sebagai kesatuan antara vertikal (Ketuhanan) dan horizontal (Kemanusiaan). Tentang vertikal “Agar dapat menuang tenagaku, Bagi Tuhan dan Bangsaku” diajak untuk bekerja belajar dan tentunya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sehingga dapat bermanfaat bagi orang lain. Ketika kita bekerja dan belajar hati kita selalu diarahkan kepada yang diatas. Tidak semata-mata mencapai kemuliaan diri sendiri, tetapi diarahkan untuk bermanfaat untuk orang lain dan Tuhan. Maka itu sangat relevan, dan horizontal, di lirik dimanapun kita berada, kita harus berhubungan baik dengan relasi kita selama di sekolah. Namun triwikrama mungkin tidak tercantum secara tertulis mungkin, tetapi ada prinsip kini, disini dan saat ini. Saya kira itu berkaitan dengan itu. saat kita melakukan sesuatu kita harus sungguh-sungguh fokus dengan apa yang kita lakukan saat ini. Tetapi saat proses perencanaan kaitannya dengan refleksi dan evaluasi, ketika kita merencanakan sesuatu tentunya kita harus berkaca dari apa yang sudah kita lakukan sehingga hasilnya akan lebih baik, tetapi saat kita eksekusi atau melakukannya kita fokus dalam melakukannya. Semboyan secara tertulis tidak ada tetapi esensinya termasuk dalam triwikrama. (Analisis Cokro Manggilingan dengan Pendidikan Karakter) Pada analisis komponen Cokro Manggilingan dengan pendidikan karakter yang telah terealisasi di SMA Kolese De Britto, B. Widi Nugroho, M.Ed masih berbicara masalah sikap adaptif yang similar dengan pendapatnya pada pandangan awal mengenai komponen Cokro Manggilingan mengenai pendidikan karakter. Namun hal yang membedakan pendapat beliau pada komponen Cokro Manggilingan dengan pendidikan karakter yang telah terealisasi di SMA Kolese De Britto adalah mengenai kesatuan hubungan vertikal-horizontal dan falsafah triwikrama pada pendidikan karakter yang sudah terealisasi di SMA Kolese De Britto. Maka dari itu, disini penulis tidak akan membahas lagi tentang sikap adaptif. Disini penulis akan berfokus pada keterkaitan antara hubungan vertikal-horizontal dan falsafah triwikrama yang telah terealisasi dalam pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto. Dalam membahas tentang kesatuan hubungan vertikal-horizontal, B. Widi Nugroho, M.Ed menggunakan pendekatan syair dari mars SMA Kolese De Britto yang berbunyi “Agar dapat menuang tenagaku, Bagi Tuhan dan Bangsaku.” Beliau menyadari bahwa syair tersebut mengandung pengertian bahwa ketika kita bekerja dan belajar hati kita selalu diarahkan kepada yang diatas. Tidak semata-mata mencapai kemuliaan diri

sendiri, tetapi diarahkan untuk bermanfaat untuk orang lain dan Tuhan. Pendapat tersebut bila dianalisis menggunakan cokro manggilingan, memuat kedua unsur pokok yang berkaitan dengan cara menyikapi cokro manggilingan. Kedua unsur tersebut adalah sangkan paraning dumadi dan memayu hayuning bawono yang saling terkait. Sangkan paraning dumadi yang merupakan keterhubungan antara dimensi vertikal tercantum pada syair “Bagi Tuhan …” dalam mars SMA Kolese De Britto, sedangkan memayu hayuning bawono yang merupakan keterhubungan antara dimensi horizontal tercantum pada syair “... dan bangsaku” pada mars SMA Kolese De Britto. Definisi dari sangkan paraning dumadi adalah kesadaran antara manusia dengan sangkarnya. Dalam hal ini, sangkar manusia adalah penciptanya. Ketika manusia sudah menyadari sangkarnya, maka mewujudkan sekitar dengan sifat-sifat dari sangkarnya adalah hal yang perlu untuk dilakukan. Value mewarnai sekitar dengan sifat-sifat dari sangkarnya inilah yang dinamakan dengan memayu hayuning bawono. Dalam kaitannya dengan cokro manggilingan, sangkan paraning dumadi dan memayu hayuning bawono adalah turunan dari triwikrama. Dalam triwikrama, terdapat 3 alam yaitu alam purwa (alam sebelum manusia lahir), alam madya (alam kehidupan manusia) dan alam wusana (alam setelah manusia meninggal). Namun esensi utama yang perlu dipahami dari triwikrama adalah mempercayai bahwa masa sekarang (alam madya) adalah masa yang akan menentukan nasib di masa depan. Maka dengan menghayati triwikrama, seseorang akan bergerak dengan sungguh-sungguh dalam menaklukkan masa kininya. Mengenai triwikrama sendiri, beliau berpendapat bahwa triwikrama tidak tercantum secara tertulis dalam dasar-dasar pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto. Akan tetapi beliau percaya bahwa esensi dari triwikrama hidup ditengah-tengah pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto. Menurut beliau prinsip kini, disini dan saat ini adalah salah satu bentuk realisasi pendidikan karakter di SMA ini yang mengandung esensi triwikrama secara tersirat. “Saat kita melakukan sesuatu kita harus sungguhsungguh fokus dengan apa yang kita lakukan saat ini. Tetapi saat proses perencanaan, kaitannya dengan refleksi dan evaluasi. Ketika kita merencanakan sesuatu tentunya kita harus berkaca dari apa yang sudah kita lakukan sehingga hasilnya akan lebih baik, tetapi saat kita eksekusi atau melakukannya kita fokus dalam melakukannya. Semboyan secara tertulis tidak ada tetapi esensinya termasuk dalam triwikrama,” papar beliau. Nggelemi Kahanan juga sangat erat kaitannya dengan pendapat beliau. Nggelemi Kahanan sangat erat kaitannya dengan masa kini. Saiki, neng kene, ngene, aku gelem merupakan bukti bahwa falsafah ini berfokus untuk terus bergerak menaklukkan masa kini, tanpa rasa keterpurukan yang terlalu mendalam pada masa lalu, dan tanpa ekspektasi yang terlalu tinggi di masa depan. Dengan menerapkan kedisiplinan dan menganggap bahwa waktu sangatlah berharga, seseorang berhasil mendasari aku gelem

dengan olahan saiki, ning kene dan ngene.

B. Analisis Pendapat Y. Sumardiyanto, S.Pd. Dalam proses wawancara, pendapat beliau mengenai pendidikan karakter memiliki keterkaitan dengan esensi menghargai waktu dari komponen triwikrama dan nggelemi kahanan dari cokro manggilingan. Para siswa yang memiliki manajemen waktu saat menghadapi tugas-tugas lah yang mendasari pendapat beliau dalam menjelaskan tentang pendidikan karakter. Dalam pendapatnya, kita bisa mengetahui bahwa pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto khususnya dalam manajemen tentang waktu mengandung esensi falsafah cokro manggilingan tentang menghargai waktu. Dalam falsafah cokro manggilingan, esensi tentang menghargai waktu berdasar pada sikap nggelemi kahanan pada triwikrama. Pada awalnya, seseorang harus bersedia menerima keadaannya yang sekarang. Dalam hal ini, menerima keadaan yang sekarang berkonteks pada pemaknaan tentang saiki, ning kene, dan ngene. Pemaknaan tentang saiki, ning kene dan ngene sangat erat kaitannya dengan pemaknaan terhadap masa sekarang (alam madya) dari triwikrama. “Bukan soal tugasnya tapi bagaimana mengelola tugasnya. Pemaknaan tentang manajemen waktu yang berdasar pada nggelemi kahanan dan triwikrama dapat dilihat dari pendapat beliau yang berbunyi, “Bukan banyaknya, tapi bagaimana mengatur dan menyiasati waktu agar tugas itu tetap bisa dikerjakan secara optimal.” Maka dari itu, memaknai masa kini, bukanlah hasil yang menjadi tujuan akhir. Namun pemaknaan tentang cokro manggilingan yang berdasar pada nggelemi kahanan dan triwikrama dalam manajemen waktu akan lebih bermakna ketika proses untuk mencapai keberhasilan menjadi olahan batin. Dengan begitu, pemaknaan cokro manggilingan dalam proses manajemen waktu menimbulkan pengalaman tentang menyikapi sebuah tantangan. Misalnya dari sebuah proses memaknai, seseorang mendapatkan semangat kerja keras, semangat tidak pantang menyerah, dan sikap tabah menghadapi tantangan. Pemaknaan secara lebih terhadap pengalaman-pengalaman tersebut yang didasari dari pemikiran cokro manggilingan akan menjadi senjata bagi setiap orang untuk menghadapi tantangan-tantangan yang lebih besar di masa depan (alam wusana). Pemikiran tentang values preposition yang dilontarkan beliau dalam wawancara sangatlah menarik untuk dibahas. Values preposition adalah cerminan seseorang dari kehidupan sehari-harinya. Artinya ketika seseorang membangun dirinya sebagai pribadi yang baik di keseharian, values preposition yang baik pula. Tujuan dari pemaknaan values preposition dapat dilihat dari pendapat beliau yang berbunyi, “Tapi kalau values, proposition Anda itu terkait dengan kegigihan, dengan kejujuran, dengan adaptasi, dengan resilient, tahan uji.” Selain itu, terdapat falsafah cokro manggilingan dalam paparan mengenai value preposition yang beliau ungkapkan. Cokro manggilingan dalam pendapat beliau merupakan perpaduan antara tiga komponen yang

bersangkutan yaitu triwikrama, nggelemi kahanan dan ukuran keempat. Triwikrama dalam values preposition didasarkan pada proses memaknai masa sekarang dengan mengambil pelajaran dari masa lalu sebagai cerminan untuk menjadi lebih dan cita-cita di masa depan sebagai pendorong semangat pemaknaan di masa kini. Untuk memaknai triwikrama dalam values preposition, setiap orang harus memiliki sikap nggelemi kahanan. Ketika seseorang bersedia untuk membuka hatinya pada kondisi saiki, ning kene dan ngene nya, semboyan aku gelem yang berbentuk penentuan keputusan (prinsip) akan tercipta sehingga pemaknaan terhadap masa kini dapat berjalan dengan baik. Lalu tujuan dari pemaknaan mengenai values preposition berdasar untuk menjadikan setiap orang menjadi manusia tanpo tenger yang dapat dilihat dari tercantumnya 4 pilar kepemimpinan dalam karakter setiap pribadi. Artinya tidak didasari oleh intelegensi saja, namun manusia tanpo tenger adalah manusia yang mendasari karakter dengan cinta yang bangkit dari kesadaran (aware) dan ingenuitas (ingenuity) sehingga dapat membangkitkan semangat kepemimpinan yang luhur (awaken hero from within). Pertama mengenai aware. Dalam pendapatnya mengenai aware, beliau menggunakan penjelasan kesementaraan senang susah menurut Ki Ageng Suryomentaram yang tercantum dalam ajaran ilmu bahagianya. Ketika seseorang berhasil memaknai bahwa kebahagiaanku tidak akan menetap secara terus menerus dan kesedihanku tidak akan menetap secara terus-menerus, maka orang tersebut dapat dikatakan berhasil dalam mengimplementasikan salah satu sifat dari 4 pilar kepemimpinan yaitu aware. “Nah orang yang aware, orang yang sadar itu ya seperti yang dikatakan Ki Ageng Suryomentaram itu, nek sedih ya ora terpuruk, nek susah ya ora ambruk gitu loh,” ujar beliau. Bila seseorang telah menyadari bahwa kebahagiaan dan kesedihan dalam dirinya bersifat sementara, maka orang tersebut akan mulai menyentuh pertanyaan “Maka bagaimana caraku untuk menyikapi hal tersebut?” Pertanyaan terhadap pemaknaan kesementaraan senang susah tersebut kemudian diwujudkan dari pemaknaan mengenai ingenuity. Dalam pendapatnya tentang ingenuitas, beliau berpendapat bahwa ingenuitas itu kecerdasan. Pendapat beliau mengenai ingenuitas berinti pada gagasan “Mengerjakan tugas sesuai dengan kemampuan dari kecerdasan itu dan membuat, mengoptimalkan kecerdasannya.” Maka dari itu, ingenuity sangat erat kaitannya dengan NEMSA pada ilmu bahagia menurut Ki Ageng Suryomentaram. Terdapat 6 nilai yang tercantum dalam NEMSA yaitu yaitu Sakepenake (senyamannya), Sabutuhe (sesuai kebutuhan), Saperlune (seperlunya), Sacukupe (secukupnya), Samesthine (semestinya), Sabenere (sesungguhnya, realistis). Namun inti dari formula NEMSA ini adalah mengetahui diri dan mengontrol diri. Hal ini senada dengan pernyataan tentang ingenuity yang bertujuan untuk menemukan kecerdasan masing-masing pribadi sehingga pengoptimalan bakat dapat berjalan secara bijak. Untuk memperkuat argumennya tentang ingenuitas, beliau bercerita bahwa kecerdasan alami (signature strength) yang dimilikinya adalah pada bidang literasi dan penulisan. Setelah aware dengan kondisinya, beliau kemudian menemukan titik

keseimbangan bakatnya dengan value NEMSA yang tersirat. Seseorang dengan bebas menentukan titik keseimbangan pada dirinya. Itulah NEMSA yang dimaksud dalam ajaran ilmu bahagia dari Ki Ageng Suryomentaram. Tidak berakhir pada ingenuity. Setelah seseorang berhasil mendapatkan kecerdasannya, semboyan Ad Maiorem Dei Gloriam dan Man for and with Others harus menjadi landasan dasar tujuannya dalam merealisasikan value cinta dalam 4 pilar kepemimpinan. “Cinta itu bisa meluluhkan ego manusia,” ujar beliau dalam mendeskripsikan tentang cinta. Dalam cinta, keterkaitan sangkan paraning dumadi yang merupakan kesadaran pada dimensi kehidupan vertikal antara manusia dan Tuhannya dan memayu hayuning bawono yang merupakan kesadaran horizontal antara manusia dan sekitarnya merupakan kedua hal yang berperan besar dalam merealisasikan value cinta. Tidak hanya memikirkan diri sendiri. Dalam value mengenai cinta, dibutuhkan kesadaran bahwa lingkungan sekitar membutuhkan kehadiran saya untuk mewarnainya. Maka dari itu di SMA Kolese De Britto tercantum pula semangat Man for and with Others yang berorientasi pada kehadiran setiap pribadi terhadap lingkup sesamanya. Terdapat juga semboyan Ad Maiorem Dei Gloriam yang mendasari nilai cinta kasih dari 4 pilar kepemimpinan ini. Perlu diketahui bahwa Ad Maiorem Dei Gloriam berkaitan erat dengan sangkan paraning dumadi. Kesadaran akan Tuhan akan memicu semangat cinta kasih yang kemudian diwujudkan dengan semangat melayani sesama. Semangat melayani sesama inilah yang sering disebut dengan awaken hero from within. Mengenai falsafah cokro manggilingan, Y. Sumardiyanto, S.Pd. secara tersurat menyatakan bahwa terdapat falsafah cokro manggilingan dalam pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto ini. Dalam wawancara, beliau menjelaskan bahwa dirinya dapat menemukan adanya keterkaitan antara falsafah cokro manggilingan dengan Spiritualitas Ignatian khususnya pada latihan rohani. “Dalam latihan rohani ada istilah konsolasi yaitu saat anda bahagia, desolasi saat anda sedang sedih. Pada saat anda sedang menderita, di dalam prinsip Cokro Manggilingan, ya jangan jadi terpuruk, tapi pada saat kamu konsolasi, saat kamu senang ya jangan umuk (sombong;congkak),” ujar beliau dalam memaparkan tentang falsafah cokro manggilingan yang ditemukan dalam hal latihan rohani. Dalam hal ini, keseharian para siswa SMA Kolese De Britto selalu ditutup dengan examen conscientiae yang bertujuan untuk memaknai tentang perjalanan hidup yang telah dilampaui sehingga nilai-nilai luhur yang terpendam menjadi terlihat jelas dan dapat dimaknai lebih lanjut di langkah yang berikutnya. Keseharian siswa ini memiliki keterkaitan yang dominan terhadap pemaknaan mengenai kesementaraan senang-susah atau mulur-mungkret dalam ajaran ilmu bahagia dari Ki Ageng Suryomentaram. Dalam ajaran tersebut, Ki Ageng Suryomentaram mengajarkan kita tentang sifat dari keinginan (karep). Beliau menyebutkan sifat karep dengan istilah mulur dan mungkret. Ketika senang, keinginan akan terus mengembang yang kemudian disebut dengan mulur. Keinginan yang mengembang ini memiliki standar yang lebih dari keinginan awal sehingga seseorang memiliki ekspektasi yang besar terhadap keinginannya. Namun kegagalan sering

terjadi ketika hendak mewujudkan tentang keinginannya sehingga muncul rasa kecewa karena ekspektasi yang tinggi tidak tercapai. Disaat terpuruk inilah seseorang mulai menurunkan ekspektasi terhadap keinginannya. Ekspektasi yang menurun inilah yang disebut dengan mungkret oleh Ki Ageng Suryomentaram. Keinginan yang lebih rendah tentunya lebih mudah untuk dicapai oleh seseorang. Maka ketika seseorang berhasil mewujudkan keinginan yang berekspektasi lebih rendah, seseorang akan merasa bahagia kembali dan siklus mulur mungkret kesementaraan senang-susah pun berulang kembali dan terus menerus berputar seperti roda (cokro manggilingan). Secara garis besar, esensi mengenai mulur-mungkret adalah menyadari bahwa di setiap pengalaman kehidupan pasti selalu ada pengajaran-pengajaran mengenai keluhuran, baik itu disaat-saat buruk maupun disaat-saat baik. Examen conscientiae yang dimaknai dengan esensi mulur-mungkret akan menjadi alat untuk dengan cepat memutus rantai kesedihan dan dengan cepat menjaga rantai kebahagiaan dari kebutaan ego. Tidak berhenti sampai disitu. Ketika seseorang sudah selesai dengan dirinya sendiri, langkah pemaknaan selanjutnya harus didasari dengan pengabdian kepada Tuhan yang terwujud dalam sesama. Dalam wawancara beliau mengatakan, “Kalau kita mau mengabdi kepada Tuhan, maka abdilah pada sesamamu dengan Man for others otomatis kamu akan AMDG.” Hal ini menunjukan adanya hubungan antara cokro manggilingan dalam pemaknaan pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto. Komponen cokro manggilingan yaitu sangkan paraning dumadi dan memayu hayuning bawono lah yang mendasari pendapat beliau. Dari kacamata penulis, hal ini menjadi hal yang sangat penting terhadap perkembangan karakter para siswa di SMA Kolese De Britto. Jika guru telah memaknai tentang pendidikan karakter begitu dalam seperti yang dapat dilihat dari jawaban wawancara kedua guru diatas, maka guru tersebut dapat mendidik siswa dengan prinsip akan pendidikan karakter yang benar. Falsafah cokro manggilingan yang terdapat dalam wawancara ini akan mendukung para guru dalam hal memahami konsep pendidikan karakter yang ternyata terkait dengan dasar hidup orang Jawa yaitu cokro manggilingan.

4.3.

Analisis

Falsafah

Cokro

Manggilingan

Terhadap

Refleksi

Stakeholder Siswa Kelas X, XI, XII SMA Kolese De Britto

Penjelasan singkat ….. Tabel 2. Tabel hasil jawaban wawancara terhadap stakeholder Siswa Kelas X SMA Kolese De Britto Yogyakarta

No.

Pertanyaan

Hizkia Christian Alexander Manuel Dyraputra/XS1 Adidharma Oktora/XS3

1

Pendidikan karakter itu Jadi pendidikan karakter apa? itu menurut saya adalah Pembentukan diri seseorang untuk dibentuk sesuai norma Dan ketentuan yang ada dalam sosial tersebut Jadi contohnya di JB ini kita dididik untuk sesuai dengan Pedagogi Paradigma Ignasian Yang mengedepankan 5C dan 1L.

Pendidikan karakter itu menurutku adalah suatu pengajaran bagi kehidupan. Nilai kehidupan kita karena karakter itu kan yang dimaksud di sini kan ya cara kita berperilaku, cara kita, intinya cara kita kayak berbuat sesuatu lah, itu kan karakter. Nah jadi pendidikan karakter itu ya pengajaran bagaimana kita membuat karakter kita, membuat pribadi kita seunik mungkin, jadi itu sih.

2

Pendidikan karakter Menurut saya Pedagogi seperti apa yang dapat Paradigma Ignasian Ya, mencerminkan De Britto itu. pada saat ini?

Pendidikan karakter yang unggul, tangguh, cekatan, dan juga ya itu aja sih unggul, tangguh, dan cekatan. Unggul itu maksudnya di sini ya kita dituntut supaya gimana kita terus bisa, ya selain nilai yang bagus kita juga bisa mendapatkan prestasi, minimal prestasi lah. Apa misalnya ikut olimpiade gitu, atau ya sekedar dapat nilai

bagus di kelas itu juga termasuknya unggul lah ya. Terus juga tangguh, tangguh itu ya bagaimana kita bisa menghadapi dinamika pembelajaran di SMA Kolese De Britto ini yang bertubi2 banget gitu. Tugas tuh sehari bisa 3, 4, 5 gitu kan dan harus dan datangnya barengan. Jadi gimana kita bisa tetap bertahan dan juga ya kita cerdik-cerdik lah gimana cara kita ngerjainnya dan juga supaya kita ya kerjanya tetap tepat waktu gitu. Terus yang satu lagi, Jadi kalau cekatan tuh ya intinya kalau misalnya ada musibah atau misalnya ada sesuatu hal yang terjadi gitu di JB kita dituntut harus cepat tanggap. Misalnya kayak bantingan gitu harus cepat mengadakan ada bantingan, itu kita harus siap misalnya ada bantingan nanti.Terus juga misalnya ada tugas apa gitu yang

harus dikerjakan pada saat itu juga ya kita harus siap dan menjawab ya sesuai dengan kemampuan kita gitu. Kalau kemampuan kita bagus ya berarti kita cekatan tapi kalau menjawabnya gak bagus ya berarti kita belum cekatan gitu belum siap lah. 3

Pribadi unggul itu apa Pribadi unggul itu menurutmu? menurut saya adalah pribadi yang kompeten secara akademis Dan tidak gagap sosial atau modelnya dia bisa bersosialisasi dengan baik Bersama sosialnya dan bisa beradaptasi dengan baik Dengan lingkungan yang ada di sekitarnya, yaitu pribadi unggul.

Kalau stress jelas karena kan aku SMP nya itu kan online, di mana kalau tugas itu deadline sampai 1 bulan juga gak bakal diingetin. Itu basic nya aku di SMP tapi pada saat masuk di Sma Kolese De Britto ini kan udah secara luring ya, jadi bisa masuk langsung gitu. Dan tugasnya disini tuh bener bener gencar gitu. Satu hari tuh bisa semua mata pelajaran ada tugas, satu hari kan biasanya ada 5 mata pelajaran tuh. Nah bisa tuh satu hari itu semuanya ada tugas dan deadline nya tuh barengan gitu, satu minggu kemudian harus dikumpulkan.

Dan di mana gak menutup kemungkinan bahwa hari berikutnya juga bakal ada tugas lagi yang menambah dan deadline nya juga sama aja tetep. Ya itu tetap aku karena hal itu itu bisa dibilang bukan suatu stress tapi kayak Culture shock gitu. Ya aku shock kalau wah gila tugasnya banyak banget terus akhirnya sampai kayak capek, ngerasa capek ngerasa lelah. Tapi ya kalau dari ini ada dua nih cara strategi nya. Pertama tuh kan kalau dari mental ya selain berdoa sama Tuhan juga yang kedua tuh aku selalu kayak mikir kalau ya iyalah ini masih kelas 1 gitu kan. Belum nanti masih kelas 2, kelas 3, masih 3 tahun di JB lagi ya lu mau apa enggak kenapa lu dari awal pilih JB gitu ya lu harus siap terima konsekuensi gitu.Aku ingetin ke diriku sendiri supaya bisa menjalani tugas dengan baik dan puji Tuhan baik semua.

Terus juga kalau yang fisik, ya jelas karena disini kan juga pengajaran fisiknya bagus, lebih bagus daripada Smp ku dulu. Jadinya dari pengajaran fisik itu ya aku juga latihan di rumah, terus juga ngerjain tugas tuh disambi-sambi gitu. Misalnya disini aku ngerangin banget yang namanya main game, bahkan gak pernah nyentuh game. Dulu Mobile Legends tuh padahal bisa seminggu, seminggu tuh main terus tapi sekarang udah sehari dua hari baru main berweekend. Nah itu lah yang harus dikurangi tuh harus dikorbankan demi supaya ya bisa lah namanya beradaptasi sama tugas-tugas JB yang banyak. 4

Saat mengalami pendidikan di Sma Kolese De Britto Kalian pernah mengalami stress, mau menyerah atau gimana strategi kalian saat itu?

Oh ya, jika sampai putus asa itu tidak pernah Tapi stress pernah Karena tugasnya yang banyak dan berat Namun kalau strategi saya itu Saya coba bikin seperti list Apa yang ingin saya kerjakan

Ya baik lagi ke poin kedua yang jelas yang diajarin itu adalah cekatan. Cekatan tuh maksudnya disini ya tadi yang aku bilang itu ya kita harus cepat

lebih dahulu Walaupun itu berat, namun perlahan jika dikerjakan Lama lama akan terbiasa dan akhirnya sudah selesai semuanya, pekerjaannya.

anggap, jangan telan milah, jangan telat mikir, jangan kelamaan mikir juga. Harus cepet kalau misalnya ada tugas secepat mungkin dipikirin bagaimana cara ngerjainnya. Pada saat diumumkan juga harus langsung mikir bagaimana cara mengerjakannya, kerjanya kapan, dan mikirin juga datenginnya kapan. Jadi bisa ngeter waktu gitu, oh tugas yang ini prioritas, tugas yang ini nanti dulu deh kan masih bisa masih ada waktu lah. Misalnya ada tugas yang dua minggu setelahnya baru dikirim gitu yaudah nanti dulu aja. Cari tugas yang paling cepat untuk dikirim dan paling bisa untuk dikerjakan gitu. Itu cekatan. Yang kedua jelas adalah time management itu paling paling paling diajarin itu ini. Gimana ya kalau kita kan dikasih tugas banyak nih. Nah jadinya ya kita harus pintar pintar

mengatur waktu gimana caranya supaya kita gak sampai deadline itu udah bisa ngumpulin tugas gitu. Biar, ya selain biar dapat nilai bagus juga biar tenang aja gitu. Gitu sih yang diajarin di JB. Kalau sampai sekarang aku masuk di JB baru enam bulan.

5

Kira - kira di De Britto ini kita diajarkan apa sih untuk menghadapi persoalan-persoalan kita selama menjadi siswa dan sebagai pribadi?

Jadi yang saya dapat itu, De Britto itu menekankan prinsip bahwa kita coba dulu sendiri Kalau kita tidak bisa sendiri, kita coba menanyakan ke orang lain Karena ya, relasi itu penting Jadi kita bisa nanya teman untuk tutor sebaya atau apa Lalu juga kita diajarkan dari aspek ke religiositas Untuk berserah kepada Tuhan ya, itu yang diajarkan di religiusitas.

Oke, semboyan yang paling menarik di JB yang gak pernah gue temuin di luar. Ya jelas men for and with others. Men for and with others itu maksudnya berarti untuk dan bagi sesama. Jadi ya di JB ini untuk lo survive lo gak harus ngandelin otak lo tapi juga ngandelin skill sosial lo. Lo harus punya temen setidaknya minimal lo punya temen kenalan gitu kan. Nggak cuma diem diem doang dan yang paling terpenting di JB kan bukan soal nilai doang. Tapi juga bagaimana kita

ketemu temen baru, sikap sosial kita gimana, bagaimana juga kita beradaptasi dengan lingkungan, terus juga selain ketemu temen baru juga ngobrol sama guru guru gitu. Intinya kita di JB ini yang diutamakan bukan cuma otak doang tapi juga skill sosial gitu. Dimana kita diajarin supaya di dunia luar nanti kita bisa punya banyak temen gampang dapat temen lah. Sehingga nanti kita pas di kehidupan luar tuh saat kita harus banget punya koneksi atau punya temen kita gak kaget. Karena kita udah di SMA udah terbiasa gitu.

6

Semboyan apa yang paling Ad Mariam Dei Gloriam kalian suka di SMA Kolese Demi kemuliaan Tuhan De Britto pada masa ini? yang lebih besar karena menurut saya semboyan itu keren karena menggunakan bahasa Latin yang keren Lalu disingkat dengan AMDG yang sangat gampang dihafal Serta artinya juga untuk kemuliaan Tuhan

Jadi makna dari syair pertama mars De Britto adalah kita diajarkan untuk menjadi orang yang jujur, intinya ga neko-neko, kita bisa lihat dari murni sejati jiwaku jujur semangat hatiku, kita sebagai murid.harus

yang baik.

7

Dalam syair pada mars SMA Kolese De Britto : “Akulah putra SMA De Britto, Gagahlah citacitaku, Murni sejati jiwaku, Jujur semangat hatiku, Itulah rencana hidupku, Itulah tujuan

tentunya

sangat punya jiwa yang murni, punya jiwa yang jujur. karena di dunia luar nanti mendapat orang pintar itu mudah, tetapi mendapat orang jujur itu susah, itu si pendidikan yang paling utama, paling penting di JB yaitu kejujuran.Kalo kita biasanya saat di Sma sudah jujur,kita kalau menuangkan tenaga, mau kerja diluar demi Tuhan dan Bangsa itu gampang karena kita gampang dipercaya orang gitu kalau kita punya sifat yang jujur, seperti yang kubilang tadi kalau dapet orang jujur jaman sekarang tu susah, kalau dapat orang pintar lebih gampang.Nah, jadi selain di JB kita harus pintar, kita juga harus jujur

Jadi menurut saya, kutipan Syair ini menggambarkan bahwa kita sebagai putra SMA De Britto ini Harus memiliki semangat hidup yang bergairah Dengan ini bermaksud bahwa kita

Kalau masa lalu itu pengalaman, masa sekarang itu implementasi dan masa depan itu harapan.Masa lalu sebagai pengalaman maksudnya tuh, hal-

niatku, Agar dapat menuang tenagaku, Bagi Tuhan dan Bangsaku”. Kalau dengar syair ini, apa ada efeknya untuk kalian? Maknanya untuk mu apa syair tsb

harus maksimal dalam mengerjakan segala hal Memiliki tujuan dalam hidup kita Dan tujuan tersebut harus tujuan untuk kita, bangsa dan juga untuk Tuhan kita.

hal yang sudah kita lewati, hal yang bisa kita petik pelajarannya, pengalaman negatif dijadikan positif.Misalnya mendapat pengalaman negatif di masa lalu, dimasa sekarang kita akan berpikir bahwa pengalaman itu jika terulang tidak enak, sehingga pengalaman negatif di masa lalu menjadi positif di masa sekarang, kita jadi tau salah kita dimana sekarang, kita juga tau kurangnya dimana.Masa sekarang itu implementasi, dari pengalaman masa lalu bisa dijadikan acuan untuk melakukan pekerjaan di masa sekarang.Lalu masa depan itu adalah harapan, sesuai kataku harapan adalah apa yang kita mau, apa yang kita inginkan untuk capai, dimana dari implementasi di jaman sekarang itu bisa mempengaruhi apakah kita bisa mendapatkan apa

yang kita harapkan apakah kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan.Itu adalah korelasinya antara masa lalu, masa kini dan masa depan. 8

Bagaimana pendapat kalian tentang: masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang?

Pendapat saya mengenai hal tersebut adalah bahwa mereka itu berkesinambungan dan semuanya berhubungan Jadi apa yang kita lakukan di masa lalu itu berdampak bagi masa kini dan masa kini itu bisa kita ubah untuk menjadi lebih baik untuk masa depannya.

Tentu, banget.Karena menghargai waktu itu istilahnya kita seperti manajemen waktu lah, kita ga boleh menyia-nyiakan waktu yang ada, kalau misalnya ada waktu kenapa ga kita ngerjain apa yang kita bisa kerjakan gitu, misalnya tugas dll.Kalau misalnya tidak ada tugas kita bisa belajar, main game sesekali,tapi kita harus kayak,waktu jangan dibuang-buang sia-sia buat hal yang ga ada gunanya buat kita, kayak ngelamun kek tidur kek,mabukmabukan kek, intinya kita disekolah ini diajarkan sekali menghargai tugas, implementasinya dari tugas.

9

Dalam perjuangan yang Ya, sangat menghargai Aku

bisa

bilang

kita alami dalam mengikuti pendidikan di De Britto, menurutmu, Apakah Sekolah kita mengajarkan kita untuk “menghargai waktu”?

waktu, bisa dilihat dari berbagai deadline yang diberikan dalam tugastugas yang banyak dan juga pekerjaannya bisa dibilang tidak mudah Itu membutuhkan manajemen waktu yang baik Karena jika tidak pada akhirnya kita akan mengumpulkan tegas secara terlambat dan paling parah konsekuensinya adalah tidak naik kelas.

profesionalitas, termasuk kejujuran kecekatan juga kemampuan kita.Kita waktu kerja kita pastinya mau kerja sesuai kemampuan kita nah disini, di Sma Kolese De Britto ini kan kita bisa mengembangkan kemampuan kita tuh apapun bisa, jadinya saat nanti kita kerja kedepannya, bisa kita memakai kemampuan kita yang dikembangkan saat Sma jadi lebih mudah.Soal kejujuran, seperti yang kubilang di dunia kerja ini banyak orang pintar dibanding orang jujur, karena di De Britto ini banyak sekali diajarkan nilai kejujuran, jadi saat kerja itu gampang dipercaya orang.Yang terakhir kecekatan, saat kerja nanti kita cekatan atau tidak, jika tibatiba ada kerjaan mendadak, lembur atau sebagainya.Kita sudah siap untuk segala kondisinya.

10

Nilai-nilai kehidupan apa yang dapat kalian dapatkan selama mengikuti pendidikan di SMA Kolese De Britto?

Jadi nilai kehidupan yang saya dapatkan selama pendidikan saya di De Britto ini adalah Bahwa sangat ditonjolkan nilai solidaritas dimana tidak adanya senioritas Yang membuat solidaritas antar angkatannya lebih dekat dan kesannya tidak ada batasan Lalu juga ada men for others yang tentunya menekankan nilai compassion antara satu dengan yang lain Lalu juga ada menghargai waktu seperti yang disampaikan tadi Jadi De Brito memiliki tugas dan deadline yang sangat unik Sehingga dari itu membutuhkan manajemen waktu yang baik terhadap diri sendiri.

Tabel 3.1. Tabel hasil jawaban wawancara terhadap stakeholder Siswa Kelas XI SMA Kolese De Britto Yogyakarta

No.

Pertanyaan

Yohanes Saputra

Anthony Ignatius Pradipta

1

Pendidikan karakter itu Menurut saya apa? pendidikan karakter itu adalah pendidikan yang mengedepankan sikap, karakter,

Hasta

Hosa

Dari kata-katanya, pendidikan karakter, karakter itu artinya menurutku adalah sikap jadi pendidikan karakter

spiritualitas, dan hal itu bagaimana sikap kita lainnya. Sehingga kita dididik untuk menjadi bisa menentukan yang terbaik. sesuatu dalam hidup kita dengan tepat dan tidak merugikan bagi orang lain. 2

Pendidikan karakter seperti apa yang dapat mencerminkan De Britto pada saat ini?

Pendidikan karakter yang bisa mencerminkan De brito saat ini tentunya kejujuran, kerja kerasnya, dan pantang menyerah-nya menurut saya. Karena di dalam De britto kita setiap ujian sangat dilarang sekali mencontek satu sama lain, mereka memberikan pindahkan tegas dalam setiap perbuatan tidak jujur yang dilakukan. Lalu kerja kerasnya dimana mereka selalu mengedepankan kata magis di mana semua itu harus didasari oleh kerja keras tidak peduli kamu bisa atau tidak tapi kamu harus berjuang terlebih dahulu untuk

Bertanggung jawab, artinya anak De Britto kan dikenal sebagai orang yang bebas dari seragam,rambut,sepatu ga ada aturan kan,tapi bagaimana kita dapat mempertanggungjawabkan hal tersebut, seperti kalau kita di tongkrongan juga bagaimana kita dapat menjaga sikap, bagaimana kita dapat peduli terhadap sesama, bagaimana kita dapat memanage waktu dan sebagainya.

mendapatkan hasil yang maksimal. Yang terakhir tadi pantang menyerahannya karena dengan tindakan tegasnya selalu diambil oleh De Britto maka tidak jarang ada orang yang tinggal kelas. Namun mereka tetap berusaha sekuat tenaga untuk mereka tidak tertinggal oleh teman lainnya, mereka bisa agar mereka tidak malu untuk kembali menjadi orang yang lebih baik dan bisa sukses kedepannya. 3

Pribadi unggul itu apa Kalau stress atau menurutmu? menyerah pasti pernah. Saya waktu itu sampai kesel banget, capek banget dalam sehari itu karena sebelum Pts semester 2 itu saya lagi sibuk sibuknya. Saya jadi kayak kesulitan mengatur waktu juga, tugasnya juga banyak banget kayak sehari bisa ada 6 sampai 9 tugas

Pribadi unggul, menurut saya seperti menjadi orang yang berbeda dari yang lain.Artinya apa yang sudah ada kita dapat mengembangkan secara lebih lagi, jadi tidak cuman hanya meneruskan tapi kita dapat mengembangkan apa yang ada sehingga menemukan temuan baru yang dapat berguna bagi kita dan sesama, jadi autentik.Karena sudah banyak teori di dunia ini, tetapi bagaimana kita dapat menjadikan teori yang sudah

sehari itu. Jadi kayak ada sesuai dan pas dengan saya sudah stress kita semua tugas saya, kayak telat kepikiran yang A terlat yang B telat, gimana bisa mempertahankan nilainya supaya tetap naik kelas, saya juga jadi takut. Tapi waktu itu saya juga akhirnya memilih untuk menenangkan diri sebentar, untuk terus melegakan pikiran, supaya pemikiran saya kembali jernih lalu saat mengerjakan tugas saya bisa kembali benar benar bersih pikirannya, jadi benar benar fokus gitu tidak terpikirkan oleh yang lain. Lalu saya juga berusaha memperbaiki kedepannya dengan manajemen waktu yang lebih baik. Saya berusaha untuk tidak terlalu perfectionis untuk setiap tugasnya, sehingga semuanya bisa terselesaikan dengan tepat waktu namun juga maksimal.

4

Saat mengalami pendidikan di Sma Kolese De Britto Kalian pernah mengalami stress, mau menyerah atau gimana strategi kalian saat itu?

Tentunya De Britto itu menuntut untuk kita bisa menyelesaikan semua masalah yang kita hadapi sendiri. Mereka mau menuntut kita agar bisa memiliki problem solving dengan metodenya kita sendiri. Jarang sekali ada guru yang sebenarnya memberikan jawaban secara langsung seperti contohnya Pak Maryono, saat kita bertanya nggak langsung menjawab jawaban langsung dari pertanyaan yang kita butuhkan, tapi mereka ingin agar kita juga bisa berpikir, berefleksi, menentukan jawaban yang paling tepat atau cara yang paling tepat untuk menentukan penyelesaian dari masalah yang kita punya. Karena permasalahan dari setiap orang itu

Stress, pasti di kelas 10 tuh kalau saya menceritakan pengalamanku jadi di smp dan sebagainya aku lemah di matematika, kebetulan di De Britto aku diterima di jurusan ipa, ya tentunya pasti stress ya, gila-gilaan.Mau ngerjain ini ga bisa, mau ngerjain itu ga bisa karena pada awalnya aku belum kenal teman.Tau sendiri la ya teman tuh biasanya kita belajar bareng, main bareng dan sebagainya lah.Karena belum mengenal teman, nah itu stress mati-matian itu yang kualami, sampai sempat aku pergi ke psikolog, aku butuh surat supaya bisa pindah jurusan, kalau ga bisa pindah jurusan aku minta ke bapak untuk keluar sekolah.Tetapi pada hampir sebelum ujian aku diajak main oleh temanteman istilahnya kalau sekarang itu circle, kelas 10 dulu dan akhirnya kita kenalan dan sebagainya kita menjadi punya relasi yang lebih sehingga, aku bisa menjadi lebih belajar dari teman-teman tadi.Mulai diajari tentang pembelajaran, main bareng sehingga waktu yang aku alami sebelumnya stress menjadi tidak stress

5

Kira - kira di De Britto ini kita diajarkan apa sih untuk menghadapi persoalan-persoalan kita selama menjadi siswa dan sebagai pribadi?

berbeda beda, pandangan setiap orang berbeda beda, semuanya memiliki adaptasinya sendiri, sehingga pastinya yang diberikan oleh De Britto itu cara agar kita bisa menyelesaikan masalah kita sendiri.

dan bisa teratasi.Kelebihan dalam diriku ini aku orangnya dihitung perfeksionis juga engga, tapi aku lebih ke ingin mencoba jadi rasa penasaran ku ini tinggi.Dari rasa penasaran yang tinggi tadi aku akan mencari cara supaya aku dapat menemukan yang kutanyakan tadi supaya terjawab.

Kalau untuk semboyan yang paling saya sukai dari De Britto ini yaitu Men for and with others, karena dari situlah De Britto itu bisa dikenal oleh banyak orang. De Britto itu memiliki alumni alumni yang sangat solid, mereka memiliki solidaritas yang sangat tinggi antar siswanya, bahkan dari antar tahun mereka juga bisa saling mengenal, bisa saling akrab, bisa saling dekat untuk membantu satu sama lain. Dari situ De Britto itu lebih dikenal oleh masyarakat

balik lagi ke tanggung jawab tadi, masa Sma itu kan masamasa remaja yang mencari jati dirinya secara utuh, jadi main, nongkrong itu adalah hal rutinitas yang biasa di Sma ini.Nah dibalik itu di De Britto itu diajarkan tanggung jawab, karena tugas di De Britto itu tidak bisa diremehkan, gacuma dikit lo, tugasnya banyak bahkan rumit, bahkan disini pun ketat dengan plagiarisme ada hukuman-hukumannya, jadi bagaimana kita dapat mempertanggung jawabkan, mengatur waktu kita, menjawab itu dengan baik dan benar itu si menurutku.Perbedaan dengan sekolah negeri,Berbeda di Pendidikan karakternya, kalau di negeri kan hanya ikut nurut aturan, kalau di De

6

Semboyan apa yang paling kalian suka di SMA Kolese De Britto pada masa ini?

karena kesolidaritasannya, lalu bagaimana mereka saling mendukung dan saling membantu satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, dan bagaimana kita untuk itu selalu memikirkan orang lain tidak hanya memikirkan diri sendiri demi kebesaran Tuhan.

Britto itu diajarkan untuk berani tapi bertanggung jawab itu yang membuat beda

Menurut saya dari syair ini sendiri itu memberikan makna di mana kita harus, kita sebagai putra SMA kalau sudah begitu, itu harus memiliki cita cita yang kuat, yang tangguh, kita tidak boleh menyerahkan cita cita kita, kita harus selalu memperjuangkan cita cita kita. Lalu juga kita dituntut untuk memiliki sikap yang jujur, karena disitulah kita dapat berperan bagi bangsa, kita dapat membantu

man for and with others, karena dari katanya saja berguna bagi sesama, aku menangkapnya kita itu untuk sesama juga.Kita tidak hanya fokus dalam diri kita tetapi bagaimana kita juga dapat bermanfaat bagi sesama kita, sehingga kita dapat membantu orang lain, orang lain juga dapat membantu kita untuk menemukan sebuah jawaban yang kita cari.Membantu itu sesuai dengan nilai-nilai yang baik contohnya kepekaan, peka yang dilandasi dengan perbuatan

orang orang di sekitar kita agar segala hal baik yang bisa kita lakukan ini dapat memuliakan nama Tuhan menjadi lebih besar.

7

Dalam syair pada mars SMA Kolese De Britto : “Akulah putera SMA De Britto, Gagahlah citacitaku, Murni sejati jiwaku, Jujur semangat hatiku, Itulah rencana hidupku, Itulah tujuan niatku, Agar dapat menuang tenagaku, Bagi Tuhan dan Bangsaku”. Kalau dengar syair ini, apa ada efeknya untuk kalian? Maknanya untuk mu apa syair tsb

Kalau menurut saya masa lalu itu tuh ya adalah masa yang harus kita jadikan untuk pembelajaran, tapi kita tidak boleh terlalu terpaku pada masa lalu, karena bagaimanapun hidup kita adalah masa sekarang dan masa yang akan datang. Namun seperti yang saya tadi bilang, masa lalu itu juga penting untuk menjadi refleksi dan pembelajaran kita demi hidup di masa sekarang dan di masa depan. Dan di masa sekarang sendiri, menurut saya masa sekarang itu harus kita maksimalkan sebisa, sebaik mungkin karena apa yang akan terjadi di masa depan

Yang kutangkep adalah gambaran tentang siswa De Britto, siswa De Britto itu seperti itu.Yang pertama tadi “akulah putra Sma De Britto” artinya aku menjadi siswa Sma De Britto.”gagahlah cita-citaku” artinya memiliki cita-cita yang baik dan berpedoman dengan cita-cita yang sudah dicita-citakan tadi.Kemudian “murni sejati jiwaku” artinya ya murni apa adanya, tidak mencla mencle istilahnya.Kemudian “jujur semangat hatiku” artinya nilai kejujuran dan semangat ditanam dalam hati dan pikiran siswa Sma Kolese De Britto.”itulah rencana hidupku, itulah tujuan niatku” artinya yang sudah direncanakan seperti gambaran yang ada di siswa Sma Kolese De Britto.Kemudian “agar dapat menuang tenagaku bagi Tuhan dan bangsaku” artinya kita dapat menuangkan

8

Bagaimana pendapat kalian tentang: masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang?

adalah apa yang kita lakukan di masa sekarang, sehingga segala sesuatu yang kita lakukan di masa sekarang itu harus benar benar maksimal demi hasil yang maksimal juga di masa depan. Dan perhubungan dengan masa sekarang, tentunya masa depan adalah masa yang harus terus kita tetapkan, harus kita punya tujuannya agar di masa sekarang kita bisa mempersiapkan segala sesuatu demi masa depan yang baik.

tenaga, itu artinya bisa pikiran, ilmu, tenaga fisik, itu bisa berguna bagi sesama kita dan juga mewartakan Tuhan dan bisa berguna bagi sesama dan Negara

Tentu saja iya, karena menurut saya, ya kita semua tahu bahwa tugas di De Britto itu banyak sekali bahkan tadi seperti disebutkan bisa sampai 400 tugas setahun oleh karena itu di De Britto sangat mengajarkan kita soal menghargai waktu.Mereka tidak

Masa lalu artinya masa yang sudah terlampau atau sudah terlewat, sudah kita lakukan di masa lalu.Menurutku masa lalu itu artinya hal yang kita lakukan baik itu benar atau salah nah di baik dan benar itu dapat direfleksikan untuk masa kini yang sedang dilakukan, artinya kini disini dan saat ini.Kemudian masa kini sesuai namanya, yang kita lakukan sekarang detik ini juga.Kemudian masa

hanya menuntut kita untuk melakukan segala hal yang instan, tapi semuanya itu butuh proses dan proses itu butuh waktu yang tidak sebentar, dimana kita ditempa menjadi pribadi yang kuat serta bisa mengatur waktu kita dengan baik tanpa membuang-buang waktu.Dengan tugas yang banyak itu kita dilatih untuk memanajemen waktu untuk tidak melakukan kegiatan seperti menonton youtube, bermain game dll.Namun juga kita diharapkan untuk melakukan hal produktif di waktu senggang seperti mengerjakan tugas dan mengembangkan minat dan bakat yang kita miliki dan kedepannya, jika kita bisa mengembangkan bakat dan minat kita, dan tugas kita berjalan dengan baik maka harapannya kita bisa

depan, nah masa depan ini artinya sebuah masa yang kita rencanakan di masa depan, sehingga bisa dijadikan motivasi untuk masa kini, jadi istilahnya masa lalu, masa kini dan masa depan itu berkesinambungan.Masa lalu untuk direfleksikan, masa kini untuk melakukan dan merubah, masa depan untuk motivasi masa kini.Yang paling penting adalah dimasa kini, kita masih dapat kesempatan untuk merubah segala hal, karena masa lalu kita sudah tidak bisa apaapa.Di masa depan kita tidak tahu apa yang terjadi.

meraih beberapa prestasi di sekolah ini dan hal itu sangat diapresiasi oleh sekolah, bagaimana seorang siswa yang hanya mengikuti lomba pun bisa diumumkan di Spjb.Itu memberi sebuah kepuasan sendiri bagi siswa

9

Dalam perjuangan yang kita alami dalam mengikuti pendidikan di De Britto, menurutmu, Apakah Sekolah kita mengajarkan kita untuk “menghargai waktu”?

Nilai yang saya dapat adalah harus survive apapun kesulitannya.Karena di De Britto ini walaupun saya sudah menjalani selama satu tahun, tapi tetap tidak bisa dipungkiri bahwa segala hal yang sulit tetap saja selalu muncul di kehidupan sehari-hari saya selama menjadi siswa Sma Kolese De Britto, kami tetap mengalami banyak sekali kesulitan yang terus bertambah sulit semakin tahunnya, namun kita tidak dibiasakan untuk

Iya si, karena bagaimana caranya semua tugas diberikan tenggat,diberikan tugas banyak tidak hanya 1,2,3 atau 4.Ada guru yang mengejar tugas kita ada juga yang membiarkan tugas kita tidak dikerjakan sampai nilainya 0.Kita dididik untuk bertanggung jawab menghargai waktu.Waktu yang sudah ada itu harus kita manfaatkan supaya apa yang menjadi kewajiban kita itu dapat terlaksana dan terpenuhi.

menyerah dengan kondisi tersebut, dengan kesulitan tersebut.Namun kita harus terus survive untuk mendapatkan hasil yang maksimal di hidup kita

10

Nilai-nilai kehidupan apa yang dapat kalian dapatkan selama mengikuti pendidikan di SMA Kolese De Britto?

Yang paling saya resapi itu saat saya mengikuti LKTD yaitu latihan kepemimpinan tingkat dasar.Di lktd itu kami semua kelas 11 itu disuruh jalan beberapa kilometer dimana disitu kita belum kenal satu sama lain dan itu menjadi tantangan bagi kita karena kita belum mengenal karakter, kita belum tau jaraknya seberapa jauh ditambah rasa capek yang dimana kita harus mengolah emosi, dan kita harus peka terhadap sesama, kalau ga peka itu berbahaya jadi di dalam lktd ini diajarkan banyak hal sebenarnya mulai dari peka, bagaimana kita dapat memanajemen waktu, memanajemen emosi dan sebagainya.Jadi ya, di kegiatan itu banyak hal yang bisa dipelajari salah satunya adalah tanggung jawab dan kita dapat peka terhadap sesama kita.

Tabel 3.2. Tabel hasil jawaban wawancara terhadap stakeholder Siswa Kelas XI SMA Kolese De Britto Yogyakarta No.

Pertanyaan

Gabri Perboire Wilhelminho Ringgi Sengga

1

Pendidikan karakter itu Pendidikan karakter itu dari kata karakter artinya apa? segala sesuatu yang ada di diri kita dan hati kita, kalau pendidikan itu kan otak tapi kalau hati kita itu karakter itu.Artinya sebuah pendidikan, sebuah ilmu yang untuk hati kita gitu membentuk pemikiran-pemikiran kita bagaimana nanti cara kita hidup bagaimana cara kita berkembang nah disitu dibentuk, sehingga kita menjadi pribadi yang lebih baik gitu lo, jadi bukan cuma pintar di otak tapi secara karakter kita juga terbentuk gitu lo, jadi kita bisa menjadi “orang” istilahnya gitu kan.

2

Pendidikan karakter seperti apa yang dapat mencerminkan De Britto pada saat ini?

Pendidikan karakter yang paling menonjol yang kulihat ya menjadi pemimpin, jadi kita jadi pemimpin buat diri kita sendiri, kita juga menjadi pemimpin bagi orang lain.Contohnya bisa dilihat di lktd,

memikirkan gimana si kita memimpin teman-teman kita, kan pemimpin itu ga selalu orang yang didepan, tapi pemimpin adalah orang yang selalu bisa mendorong, membantu.Jadi, salah satunya bisa dilihat dari itu, lktd, bagaimana kita melihat teman-teman kita dan bagaimana kita melihat diri kita sendiri gitu.Mampu ga kita memimpin diri kita, contohnya itu kita lihat misal manajemen waktu, itu kan juga salah satu dari memimpin diri sendiri terus ya pokoknya tentang diri kita sendiri la, bagaimana kita mengatur diri kita, itu contoh dari kepemimpinan diri sendiri.

3

Pribadi unggul itu apa Jadi pribadi unggul, ini sama ya sama pribadi menurutmu? yang utuh yang saya dapatkan selama belajar di De Britto ini lewat pribadi yang utuh kita menjadi pribadi yang unggul.Apa sih pribadi yang utuh itu, pribadi yang utuh itu artinya kita bisa menyeimbangkan hidup antara fisik dan rohani kita, kan kalau fisik kita bagus otomatis hal-hal

lainnya juga bagus, kita bisa hidup sehat, kita bisa menjalankan hal-hal yang kita kerjakan dengan sehat.Lalu jasmani juga kan berkaitan dengan karakter tadi, kan kalau karakter ini kan artinya bisa menentukan diri kita seperti apa, jadi kalau misal karakter kita baik, jasmani kita juga baik.Jadi itu, fisik baik secara rohani juga baik menjadi pribadi yang utuh, nah pribadi yang utuh itu kan bisa menjadi pribadi yang unggul.

4

Saat mengalami pendidikan di Sma Kolese De Britto Kalian pernah mengalami stress, mau menyerah atau gimana strategi kalian saat itu?

Dulu aku sempat stress, apalagi mau-mau kenaikan kelas itukan stress, kita banyak tugas terus kan pressure dari ujian akhir, terus berfikir ini bakal naik kelas atau engga, rasa takut itu.Aku waktu itu hampir mau nyerah, aku sempat menangis sempet konsultasi juga gitu-gitu aku bisa ga si,ada yang salah ga si dari aku.Tapi lewat dari konsultasi itu aku mulai mengenal gitu kekuranganku apa, misal aku malas kemarinkemarin yang bikin aku bermasalah disini, mungkin aku sering

menunda-nunda, ini yang bikin aku kurang disini.Jadi itu awalnya mau nyerah, tapi setelah aku sadar gitu, aku berusaha lebih, misal aku harus bangun pagi biar sempat belajar, agar aku punya usaha gitu.Jadi pertama aku mulai mengenal diriku,istilahnya evaluasi lalu dilaksanakan.Menyadari, evaluasi, langsung lakukan gitu.

5

Kira - kira di De Britto ini kita diajarkan apa sih untuk menghadapi persoalan-persoalan kita selama menjadi siswa dan sebagai pribadi?

Kita diajari untuk, salah satunya ini dari lktd, dari SI kemarin bisa dilihat itu hati nurani itu dimana kita bisa menimbang-nimbang apa yang kita lakukan begitu, sehingga ada pilihan terbaik disitu, dan hati nurani itu kan 100% berhubungan dengan pengambilan keputusan, karena pengambilan keputusan ini yang nentuin segalanya gitu dalam hidup kita.Jadi ini yang diajarin De britto, jadi setelah kita keluar dari De Britto, kita itu udah dewasa gitu hati nuraninya sehingga keputusan-keputusan yang akan kita ambil nanti di masa depan gitu kita akan

lebih matang, lebih dewasa dalam berpikir kita gitu.

6

Semboyan apa yang paling kalian suka di SMA Kolese De Britto pada masa ini?

Men For and With Others kenapa? karena kita itu belajar gimana sih melihat orang lain kita peka juga gitu kan, kita peka sama orang lain.Karena kan kita ga mungkin di hidup itu hidup sendiri, jadi ketika kita membantu orang lain, bukan dalam konteks membalas budi, tapi memang ketika kita berbuat baik kita selalu membantu orang lain, kita berdiri bagi orang lain orang tersebut pasti akan berdiri untuk kita, bahkan ketika kita tidak meminta, itulah hukum alam.Karena dengan kita peka, orang juga jadi peka terhadap kita gitu kan, nah itu yang Man For and With Others gitu

7

Dalam syair pada mars SMA Kolese De Britto : “Akulah putera SMA De Britto, Gagahlah citacitaku, Murni sejati jiwaku, Jujur semangat hatiku, Itulah rencana hidupku, Itulah tujuan niatku, Agar dapat

Efeknya tentu bangga kan, kita bisa menyanyikan ini dan lirik yang maknanya dalam, kalau kita lihat.”Akulah putra Sma De Britto” ini tentang aku gitu trus “Gagahlah citacitaku” kan kita masuk kesini punya misi masingmasing, kita mau jadi apa,

menuang tenagaku, Bagi Tuhan dan Bangsaku”. Kalau dengar syair ini, apa ada efeknya untuk kalian? Maknanya untuk mu apa syair tsb

nah ini kan salah satu jalurnya aja, jadi dengan jalur ini kita bisa melihat diri kita gitu loh, tujuan kita.Kita berjalan disini, kita menuju satu tujuan kita, kita dibentuk disini, terus “Murni sejati jiwaku” itu artinya kita di De Britto itu kita dibentuk untuk hal-hal yang baik gitu, jiwa yang sejati jiwa yang murni, bukan jiwa yang buruk gitu loh, kita masuk di De Britto gitu kan, kita pasti diajarkan hal-hal yang baik, hal-hal yang membentuk, hal-hal yang akan berguna bagi diri kita dan bagi orang lain.”Jujur semangat hatiku” berarti hati kita jujur gitu, maksudnya kita ga kemana-mana, hati kita seperti ini ya seperti ini tujuan kita.”Itulah rencana hidupku” ya kita pengennya begini kan jujur semangat hatiku kita pengennya begini, itu memang keinginan kita gitu loh, contohnya aja aku pengennya di ips tapi aku masuknya di ipa nah itu sendiri ga sesuai kan, nah itu yang harus kita sesuaikan di De Britto gitu, sesuai dengan keinginan kita, sesuai

dengan tujuan kita.Kayak yang di awal tadi “Gagahlah cita-citaku.Jadi kita harus sesuai dengan cita-cita kita selama kita menjalani pendidikan di Sma Kolese De britto ini.”Itulah rencana hidupku, itulah tujuan niatku” itu kembali lagi ke cita-cita kita, misi kita apa gitu.jadi kita teguh pada tujuan kita gitu.”Agar dapat menuang tenagaku, bagi Tuhan dan bangsaku” itu artinya kita mengabdi bagi Tuhan, itukan ada dalam nilai-nilai religius kita.Nah itu juga dibentuk kan di De Britto, bagaimana kita berusaha menjadi orang yang selalu baik selalu segalanya demi Tuhan gitu kan Ad Maiorem Dei Gloriam, terus “Bagi Tuhan dan bangsaku” ketika kita sudah keluar dari De Britto, kita kan bakal hidup di masyarakat, kita bakal menyatu dengan masyarakat.Itu bagian dari cara kita mengabdi ke masyarakat, kita bisa ngasih apa sih, sumbangsih untuk masyarakat gitu kan, nah itu.Jadi ya kita berbagi bagi Tuhan dan bagi

masyarakat, kan kita dibentuk di De Britto, tetapi setelah itu kita menjadi pribadi yang membentuk ketika kita sudah keluar, nah itu.

8

Bagaimana pendapat kalian tentang: masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang?

Masa lalu pasti ada kesalahan, lewat kesalahan itu kita belajar untuk mengevaluasi contohnya kayak tadi evaluasi waktu kita kelas 10 gitu kan, dari masa lalu kita mengevaluasi apa aja sih kesalahan kita.Dari situ kita mengevaluasi masa lalu, lalu masa kini, dari evaluasi itu kita belajar untuk misal pengambilan-pengambilan keputusan di masa kini, bagaimana kita menjalani masa kini sehingga kita sebisa mungkin itu kita tidak terjebak pada hal-hal yang salah, karena evaluasi di masa lalu, tapi semisal kita di masa kini kita mengalami kesalahan itu gapapa, itu akan kita lanjutkan di masa depan gitu loh.Jadi yang di masa kini akan menjadi masa lalu, itu kita jadikan evaluasi lagi gitu kan.Jadi di masa kini kita sebisa mungkin, kita akan selalu berusaha untuk menjalani sebaik mungkin.Ketika

masa kini menjadi masa lalu, itu menjadi evaluasi lalu itu kembali menjadi penentu di masa depan kita, sehingga kita bisa menjalani masa depan, masa depan kan akan menjadi masa kini nah itu tadi kembali kesitu. Jadi bagaimana kita menjalaninya, evaluasi lalu jalani semaksimal mungkin terus itu jadikan panutan kita di masa depan gitu loh.

9

Dalam perjuangan yang kita alami dalam mengikuti pendidikan di De Britto, menurutmu, Apakah Sekolah kita mengajarkan kita untuk “menghargai waktu”?

Itu pasti, contohnya dalam tugas- tugas kita dikasih tenggat itu artinya kita menghargai waktu, kita tidak boleh membiarkan tugas itu lewat dari deadline, kalau kita lewat dari deadline ada pengurangan nilai, nah itu contoh sederhananya, terus dalam proses pembelajaran ketika misal kita ketinggalan suatu informasi karena kita tidak memperhatikan gitu kan, itu pasti ada konsekuensinya kita bisa ga paham kita bisa ketinggalan berbagai informasi lah itu, jadi menghargai waktu kita disuruh untuk terus fokus, disuruh untuk

mengerjakan seefektif mungkin semaksimal mungkin, sehingga ini akan menjadi baik gitu, ketika kita menghargai waktu nah itu akan menjadi baik.

10

Nilai-nilai kehidupan apa yang dapat kalian dapatkan selama mengikuti pendidikan di SMA Kolese De Britto?

Peka sama orang lain,aku waktu lktd ada kelompok lain yang kelaparan, mereka kelaparan banget, mereka itu kalau ga salah terakhir makan itu malam gitu kan, tapi mereka ga punya bekal buat pagi sampai siangnya.Akhirnya hati kita tergerak gitu ngasih makanan, ngasih bekal yang kami punya ke mereka supaya mereka bisa tetap terus jalan gitu loh.Mereka kehabisan bekal, berhenti-berhenti kan gaakan sampe-sampe gitu, itu juga kan berhubungan sama Man For and With Others , terus daya hidup mengikuti imajinasi, ini bagaimana kita berimajinasi, imajinasi kan bisa berarti cita-cita kan apa yang kita pengen.Kita membayangkan kita itu nanti gimana, nah jadi ketika kita mengikuti imajinasi kita, tujuan kita

nah kita akan berusaha terus, kita berusaha terus sehingga tujuan kita tercapai.

Tabel 5. Tabel hasil jawaban wawancara terhadap stakeholder Siswa Kelas XII SMA Kolese De Britto No. Pertanyaan

1

Hans Gunawan

Pendidikan Pendidikan karakter itu karakter yang apa? nentuin pribadi,jadi kalo karaktermu tuh bakal nentuin nanti Pondasimu jadi kaya apa Jadi yang paling penting sebenarnya karakter Karena karakter itu dasar gitu, dasar kamu Jadi kalo soft skill sama hard skill mu Itu bagus itu dari karakter sih Jadi karaktermu jelek ya

Nikolas Stanislaus Sanjaya

Pendidikan karakter itu buatku sendiri sebagai landasan jadi ga tentu orang pintar punya karakter yang baik tetapi orang yang punya karakter yang baik bisa dibilang pinter, buatku si begitu.Jadi pendidikan karakter itu landasan seseorang untuk berperilaku, untuk di hadir di tengah masyarakat itu si lebih ke arah itu.Pentingnya adalah sebagai landasan seseorang gitu.

semuanya jelek.

2

Pendidikan karakter seperti apa yang dapat mencerminkan De Britto pada saat ini?

Yang paling aku rasain itu leadership salah satunya gimana ya, kalo pas Smp itu kan dia tuh kaya pasifpasif Kalo di JB itu dituntut Jadi kamu mau ga mau harus aktif walaupun kamu ga mau begitu, Jadi yang bikin JB bener bener kerasa Memang JB itu ya gara gara dia Pertama lebih gampang buat komunikasi lebih gampang lebih leluasa Terus kalo misalnya kamu salah Itu kalo malu ga malunya ga seberapa gitu loh Jadi ya kamu belajar nilai nilai gitu pribadi tuh

Pendidikan karakter kita lebih difokuskan kepada 6 nilai yaitu 1L + 5C Leadership,Competence,Conscience,Commitment,Consistency,Compassion.Di Semua itu yang paling kelihatan ada itu adalah competence, kataku si orangorang jb itu udah pasti competence yang masih kurang adalah conscience,compassion itu masih kurang, banyak yang nyontek, banyak yang ga peduli sama temannya, masih individualis.Kalau leadership masing-masing pribadi sudah punya leadership,yang kuat tidak gampang terpengaruh sama temannya.

enaknya kak gitu Jadi enaknya kita sama jadi sama sama kelaminya sama gitu loh Soalnya serasa gitu. 3

Pribadi unggul Pribadi unggul itu apa menurutku tuh menurutmu? yang bisa tau Tau dirinya sendiri tuh kak gimana gitu Jadi kalo kita belum tau diri kita pribadi kita kak gimana Itu ya masih belum bisa Soalnya kalo kita ga tau gitu kan berarti kita ga tau passion Ga tau tujuan kan gimana mau ngembangin jadi gitu Jadi yang mau jadi unggul ya kamu harus tau dari Dari musim itu kamu terus beneran apa Itu aja.

Pribadi yang bisa menjalankan pendidikan karakter dengan baik.Karena dimanapun lokasimu sekarang, dimanapun sekolahmu berada pasti diberi pendidikan karakter jangankan sekolah, dirumah di keluarga di masyarakat pasti ada diberi pendidikan karakter.tapi seberapa kita bisa menerapkan ajaranajaran itu. Terkadang ada banyak orang yang ketika diajarkan ya sudah berlalu begitu saja, ga dilakuin ya percuma, buat apa diajarin tapi ga dilakuin.Pribadi yang unggul adalah pribadi yang bisa belajar, bisa juga melaksanakannya.

4

Saat mengalami pendidikan di Sma Kolese De BrittoKalian pernah mengalami stress, mau menyerah atau gimana strategi kalian saat itu?

Mengalaminnya jelas pernah beberapa kali pernah tapi ini kalo cara buat ngatasinnya aku pertama ya pertama aku buat tidur.Aku buat istirahat dulu Kalo ga istirahat ya kalo misalnya ga ngantuk kan ya aku buat main game sih Jadi lepasin dulu, dilepasin memang berat kan Jadi lepasin dulu istirahat dulu Nanti udah kekumpul lagi baru jalanin aja kok gitu.

Jelas, kalau online justru nggak.Online tahun pertama dan kedua stressnya tidak terlalu tinggi.Tapi ketika offline meningkat banget, yang terjadi menurutku itu gara-gara banyaknya tugas, adaptasi jadi mengalami stres jelas.Strategi menghadapi stres menurutku cari teman, cari bantuan kalau misal sendiri stres malah depresi nanti.Kalau kita merasa orang lain juga stres kita akan merasa lebih baik dan lega.Setelah itu kita bisa menentukan untuk belajar giat, mengatur waktu dan perasaan.

5

Kira - kira di De Britto ini kita diajarkan apa sih untuk menghadapi persoalanpersolan kita

Permasalahan pribadi yang diajarin ya ngikut dari nilai JB sih yang aku 5C + 1L kan Itu kan sebenarnya

1L + 5C,budaya cura personalis, man for and with others itu diajarin semua.10 Butir kepemimpinan itu sih yang diajarin banyak, tapi intinya 1L + 5C.Di JB jika ada masalah ada sesuatu yang terjadi kita harus hadapi tidak malah kabur, mau itu males mau itu senang pokoknya dihadapi.Karena masalah tidak bisa di request agar lebih mudah, cara paling mudah untuk menghadapi masalah itu dihadapi masalahnya, mau selesai sekarang mau selesai besok tidak dipedulikan.Bukannya tidak peduli atau bodo amat, tetapi mau kabur ya

selama menjadi siswa dan sebagai pribadi?

juga ga cuma ngapain.Udah hadapi aja.Semua sama remed pun sama, sp pun sama kita buat sesama hadapi aja. tapi buat diri sendiri juga Kalo misalnya kamu dari dalam diri ga ada ya ga bisa buat sesama gitu Jadi permasalahan buat diri sendiri.Yang pertama kamu kan competence kan Yang di ajak buat competence lah itu salah satunya Terus ada conscience, compassion Itu kan saja kayak refleksi gitu loh Jadi kalo menghadapi masalah diri gitu,kalo bisa diskresi dulu Biar keputusannya tuh bener, ga asal ambil karena biasanya kalo masalah disini kan kamu

ada tekanan juga kan,di pressure juga kan Nah itu kamu harus bisa sadar Kamu tuh masalah ini mau kamu bawa kemana, mau kamu selesaikan gimana Biar kamu bisa tau jalannya yang mana gitu.

6

Semboyan apa yang paling kalian suka di SMA Kolese De Britto pada masa ini?

Man for others , alasannya yang pertama karena solid, jadi kalo di JB juga diajarin leadership yang bisa termasuk ke man for others gitu.Jadi kalau kamu di JB ini ga man for others, gimana ya sama aja kayak sekolah biasa

Kalau dari aku sendiri tidak takut, tidak malu, tidak malas kenapa itu penting, karena dasaran di hidup sendiri gitu.Misal aku ambil man for and with others, kamu kalo menjalani prinsip itu di kelompok tapi kamu sendiri menjadi beban buat kelompokmu buat apa gitu lo. Daripada ke orang lain mending fokus ke diri sendiri dulu tidak malu itu apa, kesempatanmu itu cuma ini tidak ada kesempatan ini lagi besok, saya akan menyesal jika tidak melakukannya tanpa takut apa yang terjadi.Tidak takut berarti tidak takut akan konsekuensi yang ada, nikmati saja yang dilakukan.Tidak malas, paling utama kamu jangan kamu menjalani tidak takut dan tidak malu tapi kamu malah malas, membuat kedua hal itu tidak akan berjalan.

7

Dalam syair Mars ini “Akulah putera Sma De Britto”itu tentang identitas.Terus “Gagahlah citapada mars mengingatkan citaku” berarti kita harus punya cita-cita yang tinggi, cita-cita yang besar, SMA Kolese kita tentang bukan yang cetek-cetek lah, pokoknya harus jadi cita-cita yang gagah seperti

8

De Britto : “Akulah putera SMA De Britto, Gagahlah citacitaku, Murni sejati jiwaku, Jujur semangat hatiku, Itulah rencana hidupku, Itulah tujuan niatku, Agar dapat menuang tenagaku, Bagi Tuhan dan Bangsaku”. Kalau dengar syair ini, apa ada efeknya untuk kalian? Maknanya untuk mu apa syair tsb

Tujuan kita di JB, mengingat Tujuan hidup kita.

liriknya.”Murni sejati jiwaku jujur semangat hatiku” berarti kualitas diri tentang orang yang berkualitas dan jujur semangat dari hati dalam dirinya.”Itulah rencana hidupku” berarti rencana di hidupnya menjadi orang yang berkualitas bagi Tuhan dan Bangsaku, berikan saja tubuhmu untuk melayani, masalah otak itu belakangan,di De Britto masalah pintar itu belakangan, yang penting karakter.Kalau karakter kita baik, kita masuk ke dalam masyarakat kita akan diterima.Jika kita pintar tetapi memiliki sikap dan karakter yang buruk masyarakat akan sulit menerima kita.Dari mars itu sendiri aku memahaminya yaitu sebagai pedoman saja sebagai siswa JB.

Bagaimana pendapat kalian tentang: masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang?

Kalau masa lalu sudah berlalu, tapi dijadikan landasan aja buat kamu ngejalanin masa sekarang.Terus

Waktu terus berjalan, belajar dari masa lalu, menyiapkan masa depan, berikan yang terbaik untuk hari ini itu motto hidupku.Jadi memang waktu terus berjalan, masa lalu dijadikan pelajaran saja tidak usah terlalu dibawa-bawa lagi, kesalahan pasti ada, kita dipermalukan juga ada, hal menyedihkan pun pasti ada, ya dipelajari aja dari situ, bagaimana cara menghadapinya.Kemudian masa depan ga bisa kita apa apain, jadi kita mempersiapkan diri aja dari sekarang, kita merencanakan sesuatu di masa depan jika tidak berhasil ya tidak

kalau masa apa-apa, yang penting kita sudah berusaha.Dan yang terakhir yaitu hari ini depan berarti berikan yang terbaik gitu, jangan berpikir bahwa hari ini akan sama seperti membuat besok, anggapannya tanggal tidak akan berulang. gambarangambaran yang bakal kamu dapat dari apa yang kamu lakukan dari masa ini berdasarkan refleksi dari masa lalu 9

Dalam perjuangan yang kita alami dalam mengikuti pendidikan di De Britto, menurutmu, Apakah Sekolah kita mengajarkan kita untuk “menghargai waktu”?

10

Nilai-nilai kehidupan apa yang dapat kalian dapatkan selama

Jelas sekolah ini mengajarkan untuk menghargai waktu.dengan cara memberi pengalaman tentang konsekuensi yang ada jika kita tidak menghargai waktu yang kita punya.

Kalau menghargai waktu jelas diajarkan oleh sekolah contohnya lewat tugastugas.Diberi tugas yang banyak banget bejibun gitu gimana kamu nyelesainnya, gak mungkin dalam semalam, kamu mesti menghargai waktu yang kamu punya, dengan cara dicicil atau ga dikerjain satu persatu.Terus juga kamu juga butuh waktu untuk dirimu sendiri untuk nongkrong dll.Sekolah mengajarkan kalau kita ga diteken atau di push seperti itu ga bakal jadi, gabakal ada yang paham tentang time management, mengatur kegiatanmu dengan baik, tau-taunya cuma hidup ada tapi otaknya kosong, ga ada tujuan rencana hidup.Refleksi Pun salah satu cara menghargai waktu, dengan kita melihat kembali apa yang sudah kita lakukan, apa yang terjadi, yang kita rasakan semuanya kita merefleksikan kembali.

Terus belajar,kataku orang-orang di Jb pinter-pinter semua walaupun ada remed, mereka tetap bisa belajar pelajaran, tau tentang hal ini dan itu.Tapi karena saingannya emang berat aja disini, jadi kesannya kelihatan lebih turun, bagiku itu orang-orang pintar semua.Begitupun kalau ngobrol sama alumni, aku pernah diajak ngobrol sama alumni dan mereka bilangnya dulu kalau mereka remed-remed terus tapi sekarang jadi orang yang sukses menurut versi

mengikuti pendidikan di SMA Kolese De Britto?

dirinya.Jadi terus belajar walaupun sudah lulus, bukan hanya belajar disekolah, tetapi belajar juga tentang kehidupan.

4.4.

Analisis

Falsafah

Cokro

Manggilingan

Terhadap

Refleksi

Stakeholder Alumni SMA Kolese De Britto Melalui Buku “Sekolah Mengubahku” Prof. iR. Y. Marsono, M.S., Ph.D. Alumni 1967(Halaman 62) Marsono saat menjalani pendidikan di Sma Kolese De Britto berani keluar dari zona nyamannya dan menantang dirinya sendiri untuk mencoba terjun ke dalam organisasi.Dengan dia masuknya dia ke dalam organisasi, dia mendorong dirinya lebih lagi, dia memanfaatkan masa mudanya untuk memaksa dirinya melebihi dirinya di masa itu. ` Lalu saat itu sedang di masa sulit, biaya keluarganya mengalami kesulitan.Dia memutuskan untuk menjadi pengajar di Sma Kolese De Britto, SMA Santo Thomas, SMEA Marsudi Luhur, dan Seminari Mertoyudan.Di masa sulit itu dia berkomitmen dan mengambil keputusan yang sulit demi kebutuhan yang mendesak dan penting.

Saat menjadi pengajar dia menghargai waktu yang dia punya dengan berfokus pada kegiatan mengajar selama 6 hari dan mengerjakan tugas akhir selama satu hari penuh

Saat melakukannya dia melakukannya dengan ikhlas, karena dia sadar akan panggilan Tuhan akan dirinya dan mencoba menerima kehadiran Tuhan dalam hidupnya yang memenuhi nilai AMDG (Ad Maiorem Dei Gloria)

Saat Beliau menjalani tanggung jawab sebagai pengajar di SMA Kolese De Britto dia menjalaninya dengan disiplin dan tanggung jawab atas keputusan yang telah dia ambil.Dia menyiapkan materi untuk pengajarannya secara mendalam , dan mempersiapkan mentalnya untuk mengajari demi memenuhi kewajiban beliau sebagai pengajar, dia bisa memilih keputusan yang sulit tetapi tetap bertanggung jawab atas hal yang dia lakukan.

Saat menjadi pengajar dia diremehkan oleh murid SMA Kolese De Britto dengan berkata bahwa Marsono tidak kuliah di fakultas biologi tetapi berani mengajar biologi.Dia jadikan kritikan itu sebagai pendorongnya untuk menjadi lebih dari sebelumnya, Beliau semakin tertantang untuk membaca lebih banyak buku-buku di luar bahan paket resmi sekolah sehingga bisa lebih meyakinkan kualitasnya di SMA Kolese De Britto khususnya pada murid-muridnya.Dia memiliki semangat yang kuat demi memuliakan Tuhan lewat mengajar siswa De Britto.

Dalam pengalamannya menjadi dosen beliau selalu melakukan yang terbaik, namun tidak dengan selalu mencari jabatan yang lebih tinggi dia membimbing mahasiswanya

dengan membuatnya menjadi sarjana yang plus, tidak hanya yang biasa-biasa.Dia melakukannya demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar dan mengingat bahwa dia diberi Tuhan pengetahuan maka dia akan memberinya kepada orang lain.Membantu orang lain dan memberikan dirinya untuk orang lain merupakan nilai hidupnya.

Dia selalu menekankan nilai adaptasi yang kuat terhadap perkembangan zaman. Jika kita tidak dapat menyesuaikan diri dengan zaman dan perubahan di dunia maka kita akan binasa.Maka dibutuhkan semangat yang adaptif , disiplin, jujur dan tanggung jawab yang besar.

4.5.1. Brigadir Jenderal TNI Gregorius Henu Basworo ( hlm. 239 ) Selama di SMA Kolese De Britto Henu merasakan bahwa pendidikannya ada pendidikan yang bebas untuk membentuk pemimpin berkualitas yang bisa mempertanggung jawabkan yang dia lakukan.Ketika kita menjadi pemimpin yang bebas dan terlepas dari belenggu , kita akan melakukan tindakan sesuai hati nurani yang tidak materialis dan ikut-ikutan dengan tren yang berlangsung. Terdapat kegiatan “Bantingan” yang merupakan kegiatan untuk mendukung masyarakat dan sekitar yang dilakukan keluarga dan siswa SMA De Britto, dengan cara mengumpulkan donasi sesuai kemampuan yang dimiliki. Pengalaman bantingan yang dia miliki adalah tahun 2016 saat guru kimia De Britto yang sudah purna tugas melelang motor yang dimilikinya untuk disumbangkan kepada yayasan yang dimiliki guru.

Dia menghidupi nilai bahwa kehidupan memiliki jatuh bangunnya di setiap rentang waktunya.Saat dia di masa SMA sempat merasa jatuh karena tertinggal dengan temantemannya dalam hal pelajaran yang susah membuatnya kurang siap dan gagal, tetapi dia akhirnya berhasil lulus dengan dirinya yang tersadar dan terbentuk lalu terbangun.Saat lulus dia mengalami kesulitan lainnya yaitu saat menempuh seleksi perguruan tinggi negeri, ia gagal tetapi tidak berlarut dalam kesedihan dan tidak tinggal diam dan move on dari keadaan gagalnya,

Karena kegagalannya dia berusaha keras dengan cara mengikuti bimbel dan les bahasa inggris yang membuatnya bisa diterima di Akademi militer TNI AD.Ketika menjalani pendidikan di Akmil, dia merasa pendidikan di De Britto membantunya dalam menjalani masa akmil tersebut.

Selama menjadi perwira khusus di TNI AD dia merasakan bahwa itulah masa terberat baginya, tetapi dia bisa bangkit dan melanjutkan kuliah s2 di universitas pertahanan.Dia percaya bahwa jatuh bangunnya merupakan proses untuk menjadi versi diri yang lebih baik dan mampu bangkit dari keterpurukan.Karena lingkungan yang begitu sulit dia menjadi pribadi yang melebihi kemampuan dirinya

4.5.2. Drs. Laksana Heryanto (hlm.276 )

Saat mengalami pendidikan di De Britto dia merasa bahwa De Britto memiliki hal yang berbeda dari SMA lain yang hanya fokus pada pengajaran ilmu pengetahuan saja tetapi menjalankan hidup bebas bertanggung jawab.Selama di De Britto dia menjalani ekskul Padebri, walaupun minggu ada acara tetapi tanggung jawab pada hari senin menjadi siswa harus tetap dilaksanakan, datang tepat waktu merupakan salah satu bentuk kedisiplinan dan bebas bertanggung jawab disini.

Nilai man for and with others merupakan salah satu nilai yang kuat ada di De Britto, contohnya saat dia kecelakaan motor,Romo dan frater datang untuk menjenguk dan mendoakannya.

Setelah dia lulus dari De Britto dia melanjutkan ke Universitas Gadjah Mada fakultas psikologi dan melanjutkan lagi dengan pendidikan militer.Dalam perjuangannya hidupnya tak lepas dari kata adaptasi dan disiplin, dia tetap bertanggung jawab dalam hal itu.Pendidikan di De Britto memberi banyak sekali nilai hidup, dia dapat menjadi pribadi yang unggul, peduli terhadap sesama dan berguna bagi orang lain dengan motto hidup man for and with others .

BAB 5 KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA SMA Kolese De Britto. 2022. “Buku Panduan Siswa SMA Kolese De Britto 2022/2023.” Yogyakarta: SMA Kolese De Britto. (diakses 28 Oktober 2022). Rahmanto,B. 2017. “STANDAR MUTU PENDIDIKAN SEKOLAH YESUIT.” Jakarta: Asosiasi Sekolah Jesuit Indonesia. (diakses 26 Oktober 2022). Rahayu, Joko Pamuji. 2015. “Pengalaman Terbaik (Best Practice) Membentuk Manusia Unggul dan Berkarakter Melalui Program Manajemen Kesiswaan Di SMK 3 Kendal.” hlm. 7-17. (diakses 30 Oktober 2022)

Lickona, T. 1992. “Educating For Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility.” New York: Bantam Books. (diakses 30 Oktober 2022) Erastianto,Chrysanthus. 2019. “PENGARUH SPIRITUALITAS IGNASIAN BAGI MOTIVASI

BELAJAR

SISWA

KELAS

XI

SMA

KOLESE

DE

BRITTO

Britto”,

(Online),

YOGYAKARTA.” hlm. 45-52. (diakses 3 Desember 2022). Verdian,

Donny.

2020.

“Kurikulum

SMA

Kolese

De

(https://book161.id/kurikulum-sma-kolese-de-britto/, diakses 1 Desember 2022 pukul 16.36)

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.