KELOMPOK 1-Assesmen UAS HKA-KELAS A Flipbook PDF


5 downloads 110 Views 262KB Size

Story Transcript

ANOTASI PUTUSAN PENGADILAN TINGGI KUPANG NO. 148/PDT./2016/PT.KPG DAN ANOTASI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN NO.583/PDT.G/2011/PN.JAKSEL (Ditujukan Untuk Memenuhi Assesment Mata Kuliah Hukum Keluarga Adat) Dosen Pengampu: Luh Rina Apriani,S.H.,M.H.

Disusun Oleh: Kelompok 1 NEISYA AZZAHRA MUHAMMAD ERZA F SALSABILA WIDYA A

(3021210011) (3021210038) (3021210040)

HUKUM KELUARGA ADAT KELAS (A) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PANCASILA 2022

Anotasi Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor 148/PDT./2016/PT.KPG

A. KASUS POSISI Diketahui pada putusan ini terdapat dua keluarga namun satu bapak, pada tanggal 12 Januari 1946 Almarhum Bapak Yakobus Go menikah dengan Almarhumah Mama Monika dengan tata cara Gereja Katolik sesuai dengan Kutipan Surat perawinan tertanggal 21 Maret 2016 dan dikaruniai dua orang anak yakni Antonius Magor (Laki-Laki) dan Margareta Mamus (Perempuan). Setelah itu, Almarhum Bapak Yakobus Go menikah dengan Almarhumah Mama Kristina Sehong pada tanggal 30 November 1957 dalam Kutipan surat perkawinan tertanggal 10 November 1989 dan dikaruniai 7 orang anak yakni Paulus Fon (Laki-Laki), Almarhum Don Tadeus (Laki-Laki), Victoria Leni (Perempuan), Petronela Ijul (Perempuan), Fransiska Tuet (Perempuan), Monika Sofia Dingut (Perempuan), Yuliana Lis Elos (Perempuan) serta dalam kasus ini karena anak laki-laki yang bernama Don Tadeus sudah meninggal maka yang meneruskan ialah istri dan anakanaknya yakni istri dari Don Tadeus bernama Bernadeta Mamus dikaruniai dua anak lakilaki yang bernama Yulianus Endera Houw dan Pius Maximlian Kolbe. Oleh karena itu, dapat dilihat keseluruhan anak dari Almarhum Bapak Yakobus Go sebagai berikut; 1) Antonius Magor 2) Margareta Mamus 3) Paulus Fon 4) Almarhum Don Tadeus 5) Victoria Leni 6) Petronela Ijul 7) Fransiska Tuet 8) Monika Sofia Dingut 9) Yuliana Lis Elos

Keluarga Ini menganut sistem adat manggarai yakni menarik sistem kekeluargaan secara patrilineal. Maka berikut bagan silsilah keluarga Alm. Bapak Yakobus Go; Kristina Sehong II

Bernandeta

Don

Mamus

Yulianus

Monika Denger I

Yakobus Go

Tandeus

Paulus

Fon

Victoria Leni

Petronela Ijul

Fransiska Tuet

Monika Sofia

Yuliana Lis

Antonius Megor

Margareta Mamus

Pius

Dalam

Putusan

Pengadilan

Tinggi

Kupang

dengan

Nomor

Putusan

148/PDT./2016/PT.KPG ini ialah akibat para Pembanding yang mengajukan kasus waris ini dalam tingkat bamding ke Pengadilan Tinggi Kupang akibat tidak terima atas dikeluarkannya putusan sebelumnya yakni dalam Putusan Pengadilan Negeri Ruteng dengan Nomor Putusan 07/PDT.G/2016/PN.RTG yang mengeluarkan amar putusan bahwa para pembanding yakni yang semula dalam kasus sebelumnya berposisi sebagai tergugat tidak berhak mengelola, menguasai, mendapatkan warisan peninggalan orang tuanya. Maka, karena tidak terima pada putusan pengadilan negeri tersebut para tergugat mengajukan ke tingkat banding yaitu di Pengadilan Tinggi Kupang dengan sebelumnya berstatus tergugat menjadi berstatus pembanding melawan terbanding yang semula berstatus penggugat. Adapun pihak yang berperkara pada putusan ini ialah terdiri dari pembanding yang semula berstatus sebagai tergugat melawan terbanding yang semula berstatus sebagai penggugat sebagai berikut; Pembanding semula berstatus Tergugat: 1) Victoria Leni 2) Petronela Ijul 3) Fransiska Tuet

4) Monika Sofia Dingut Terbanding semula berstatus Penggugat: 1) Antonius Megor 2) Bernandeta Mamus 3) Yulianus Endera Houw 4) Pius Maximilian Kolbe 5) Paulus Fon 6) Margareta Mamus 7) Yuianus Lis Elos Diketahui sebelumnya bahwa Almarhum Bapak Yakobus Go meninggalkan harta peninggalan berupa beberapa bidang tanah sebanyak 6 bidang tanah dan dua bangunan yakni rumah semi permanen serta 1 bidang sawah yang belum dibagi waris. Namun, apabila pembagian serta pengaturan waris milik Almarhum Bapak Yakobus Go berdasarkan hukum waris adat manggarai secara garis patrilineal maka yang berhak menerima dan melanjutkan pengelolaan harta ialah ata one (anak laki-laki) karena menurut hukum adat manggarai ata pe’ang (anak perempuan) tidak berhak mewarisi harta benda disebabkan anak perempuan mengikuti klen suami dan akan mendapatkan dari pihak keluarga suaminya. Sehingga adanya pelarangan menerima 2 sumber warisan didalam adat manggarai yang menarik garis keturunan Patrilineal. Masalah terjadi karena diawali belum adanya pembagian waris, maka para terbanding yang semula berstatus penggugat bersepakat menjual tanah dan hasilnya akan dibagi kepada ahli waris (Anak Laki-Laki) sesuai sistem kewarisan adat yang mereka anut. Namun, mereka juga akan menyisihkan sebagian hasil penjualan kepada pihak pembanding yang semula berstatus tergugat (Anak Perempuan). Akan tetapi, niat baik dari para terbanding/penggugat ini tidak menerima apabila hanya sebagian atau sisa dari ahli waris laki-laki dan menuntut pembagian secara adil dan lebih. Selain itu, para terbanding/ penggugat tidak terima pembanding/tergugat telah mengisi dan menguasai salah satu bangunan milik ayahnya. Maka para terbanding atau yang semula berstatus penggugat ini memerintahkan secara baik-baik untuk meninggalkan bangunan yang diisinya tersebut namun pembanding/tergugat menolaknya.

Pada putusan sebelumnya di Pengadilan Negeri Ruteng dengan nomor putusan 07/PDT.G/2016/PN.RTG Hakim telah mengeluarkan putusan bahwa mengabulkan gugatan para penggugat atau yang dalam putusan pengadilan tinggi ini berstatus sebagai terbanding. Menyatakan bahwa karena salah satu anak laki-lakinya sudah meninggal atas nama Don Tadeus maka yang melanjutkan ialah istri dan kedua anak laki-lakinya sebagai ahli waris. Selain itu, hakim Pengadilan Negeri Ruteng memutuskan peninggalan berupa 6 bidang tanah, 2 bangunan, 1 bidang sawah merupakan hak dari para ahli waris hanya anak laki-laki dan menghukum para tergugat yakni sekarang berstatus pembanding untuk tidak berhak atas harta benda warisan dan dinyatakan melanggar hukum karena menempatkan atau mengisi salah satu bangunan harta almarhum Bapak Yakobus Go. Oleh karena para tergugat/pembanding tidak terima atas amar putusan hakim dalam PN Ruteng maka mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kupang. Selain itu, para tergugat yang sekarang berstatus pembanding dalam kasus perkara memberikan jawaban tergugat yakni secara tegas menolak gugatan untuk meninggalkan sebagian tanah atau bangunan yang ditempatkannya karena tanah atau salah satu bangunan yang ditempatinya bukanlah termasuk harta warisan melainkan pemberian harta untuk anak perempuannya yang dimana dalam adat manggarai disebut sebagai widang. Oleh karena itu, seharusnya sah saja apabila pembanding/tergugat memakai, mengisi dan menggunakan salah satu bangunan yang diberikan oleh ayahnya tersebut. Lalu, para pembanding merasa putusan sebelumnya yakni putusan yang dikeluarkan oleh hakim dalam Pengadilan Negeri Ruteng tidak adil apabila memutuskan pembagian harta waris hanya untuk pihak anak laki-laki saja sedangkan anak perempuan tidak mendapat sama sekali apalagi dalam putusan tersebut dituntut dan dihukum harus membayar yang berkaitan dengan perkara sebelumnya di Pengadilan Negeri Ruteng. Pembanding atau tergugat menuntut dan memohon hakim Pengadilan Tinggi Kupang untuk pembagian waris dilakukan dengan asas keadilan dalam perkembangan hukum adat serta pembagian secara sah dimata hukum serta agar putusan Pengadilan Negeri Ruteng dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku atau tidak sah. B. PUTUSAN HAKIM Hakim dalam menetapkan dan mengadili suatu putusan tentu berlandaskan dengan konstitusi, peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI.

Maka setelah membaca dalil dan mengamati berkas perkara para pembanding atau yang sebelumnya berstatus sebagai penggugat dapat dikatakan dalil utama Para Penggugat tidak sejalan dengan konstitusi, peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI. Oleh karena itu Putusan Pengadilan Negeri Ruteng dengan Nomor Putusan 7/PDT.G/2016/PN.RTG tidak dapat dipertahankan lagi dan harus dibatalkan.Maka Hakim Pengadilan Tinggi Kupang MENGADILI perkara sebagai berikut; -

Menerima Permohonan Banding dari Pembanding semula Para Tergugat

-

Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Ruteng tanggal 04 Oktober 2016 Nomor: 7/PDT.G/2016/PN.RTG yang dimohonkan banding tersebut

-

Menolak gugatan para Penggugat atau Terbanding untuk seluruhnya

-

Menghukum Para Terbanding untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam dua tingkat pengadilan, yang dalam tingkat banding sebesar Rp. 150.000 (Seratus lima puluh ribu rupiah)

Dengan hakim mengeluarkan amar putusan menolak gugatan para penggugat atai terbanding secara seluruhnya maka anak perempuan dari Almarhum Bapak Yokabus Go dapat dinyatakan sebagai bagian dari ahli waris dan memiliki hak atas harta warisan. C. ANALISIS Diketahui setelah melihat putusan hakim pada bagian sebelumnya, maka akan dianalisa landasan atau alasan secara yuridis mengenai putusan hakim pengadilan tinggi. Sekaligus melihat apakah terjadi perkembangan hukum waris perempuan dalam suatu keluarga yang berasal dari adat sistem Patrilineal. Hakim dalam Pengadilan Tinggi Kupang menyatakan dalam amar putusannya menolak dan tidak sependapat dengan Putusan Pengadilan Negeri Ruteng. Diketahui sebelumnya, PN.Ruteng memutuskan yang menjadi ahli waris hanya berlandaskan pada “Living Law” atau hukum adat yang berlaku didaerah tersebut yakni hukum adat Manggarai dengan sistem kekeluargaan patrilineal. Konsep kekerabatan atau kekeluargaan patrilineal ialah menentukan klen atau menarik garis keturunan laki-laki. Oleh karena itu, dalam pembagian waris pada masyarakat manggarai hanya anak laki-laki saja yang mendapat warisan. Dengan demikian, hal ini menyebabkan amar putusan hakim pada putusan sebelumnya yakni putusan PN.Ruteng menetapkan hanya anak laki-laki dari

almarhum Bapak Yakobus Go saja yang berhak mendapatkan serta mengelola harta warisan. Namun dalam Perkara Tingkat Banding ini hakim di Pengadilan Tinggi Kupang menganalisa dan menelaah kembali apakah dalil yang mengatakan pada masyarakat manggarai hanya anak laki-laki yang berhak mendapatkan warisan tidak bertentangan dengan politik hukum nasional atau tidak bertentangan secara hukum yuridis yang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu, terdapat aturan yang menyatakan persamaan kedudukan dalam hukum dan demi menjaga rasa keadilan untuk tidak adanya pembedaan hak. Maka sesuai dengan pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Tinggi Kupang yakni “Menimbang,bahwa bagaimana pendiri bangsa memandang derajat laki-laki dan perempuan, ternyata sebagaimana dituangkan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 ‘segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak kecualinya’ serta dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 ‘Negara Mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia’.”

Perkembangan status atau kedudukan perempuan dalam hak waris keluarga patrilineal saat ini juga sebagai bentuk nyata dari Hak Asasi Manusia untuk meraih hak nya dan nilai keadilan tanpa diskriminasi dari pandangan perbedaan derajat hak anak laki-laki maupun anak perempuan. Seperti pertimbangan hakim yang menggunakan Pasal 17 UU No.39 Tahun 1999 dengan pertimbangan sebagai berikut “Menimbang,bahwa Pasal 17 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada intinya setiap orang tanpa diskriminasi berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gugatan baik dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas tidak memihak, sesuai hukum acara yang menjamin hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”

Melihat perkembangan putusan yang telah ada sebelumnya mengenai status hak waris perempuan dalam keluarga adat yang menganut atau menarik garis keturunan patrilineal dalam aturan yurisprudensi Mahkamah Agung banyak sekali hakim yang memutuskan perkara waris adat patrilineal bahwa anak perempuan dinyatakan berhak menerima warisan karena faktor hukum adat yang dinamis dan adanya perkembangan zaman kesetaraan hak. Maka hal ini juga menjadi salah satu pertimbangan hakim yang tertuang sebagai berikut

“Menimbang,bahwa Mahkamah Agung RI sejak putusan No.179 K/Sip 1961 telah konsisten dan menjadikan yurisprudensi tetap yang menyatakan bahwa hak waris perempuan disamakan dengan laki-laki. Menimbang, bahwa didaerah Nusa Tenggara Timur dikenal bersandar pada garis Patrilineal, akan tetapi sudah ada beberapa putusan yang berisi pengakuan hak waris kepada perempuan hal ini dapat dilihat pada putusan Pengadilan Negeri Kupang No 74/1958 jo Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No.260/PT/1965/PDT jo Putusan Kasasi MARI No.1033 K/1975”

Diketahui, apabila suatu aturan dalam hukum adat terdapat ketidak sesuaian dalam perkembangan zaman serta keberlakuan hukum positif yang ada maka nilai dalam aturan tersebut tidak dapat dipertahankan dan bisa tidak diberlakukan kembali. Hakim melihat perkembangan nilai hukum adat yang berlaku maka beliau menimbang berdasarkan esensi dari aturan hukum adat manggarai yang berlaku dengan aturan yang ada sebagaimana dimaksdus dapat pertimbangan hakim sebagai berikut “Menimbang,bahwa hukum adat (waris) bersifat dinamis, maka apabila terdapat hukum adat yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum masyarakat dan negara Indonesia seperti hukum adat yang tidak mengakui hak perempuan setara dengan kedudukan laki-laki, maka hukum adat tersebut tidak dapat dipertahankan lagi hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung RI No.1048 K/PDT/2012 tanggal 28 September 2012”

Dengan demikian, berdasarkan uraian diatas terkait landasan yang digunakan dalam pertimbangan hakim menetapkan putusan ialah ‘Perempuan dapat Menjadi Ahli Waris’, karena pada putusan sebelumnya yakni putusan PN.Ruteng tidak sejalan dengan konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan yuridis tetap Mahkamah Agung RI. Oleh karena itu, landasan yang menjadi pertimbangan hakim pada putusan Pengadilan Tinggi Kupang No 148/PDT/2016/PT.KPG ini telah berlandaskan pada konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan yuridis tetap Mahkamah Agung RI yang menyatakan warga negara memiliki persamaan kedudukan, keberlakuan hukum adat selagi sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip atau aturan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mengimplementasikan Hak Asasi Manusia terhadap rasa keadilan persamaan hak dan menerapkan Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI putusan No.179 K/Sip/1961 yang menyatakan hak waris perempuan disamakan dengan laki-laki.

Dengan sifat hukum adat yang dinamis, maka apabila terdapat aturan hukum adat yang tidak sesuai dengan perkembangan hukum masyarakat dan negara tidak dapat dipertahankan lagi. Sehingga, dengan adanya putusan ini maka dapat dilihat terjadinya perkembangan hak waris perempuan dalam keluarga yang menganut sistem patrilineal dibuktikan dengan banyaknya amar putusan yang menyatakan bahwa perempuan berhak mendapat hak waris dengan bagian yang sama dengan laki-laki. Keputusan perempuan menjadi ahli waris dan mendapatkan kedudukan yang sama dengan laki-laki ini menunjukan nilai kesamaan derajat dan kebersamaan hak sesuai dengan prinsip aturan Hukum Negara Indonesia yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan putusan Pengadilan Tinggi Kupang.

Anotasi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 583/PDT.G/2011/PN.JKT,.SEL A. KASUS POSISI Diketahui bahwa pada tanggal 16 Mei 1937, orang tua dari para penggugat dan para tergugat yang bernama Almarhum Dr. Tumpal Dorianus Pardede dengan Almarhumah Hermina BR Natipulu menikah di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Dolok Ilir, sesuai dengan Surat Keterangan Kawin yang diterbitkan oleh Gereja HKBP Dolok Ilir. Dari perkawinan tersebut mereka telah dikaruniai 9 orang anak yaitu 3 (tiga) orang anak laki laki dan 6 (enam) orang anak perempuan, masing-masing bernama : a. Sariaty Pardede b. Emmy Pardede c. Drs. Rudolf Pardede d. Anny Pardede e. Marry Pardede f. Raden Hisar Pardede g. Jhony Pardede h. Reny Puspita Pardede i. Dr. Surya Indriany Pardede Dr. Tumpal Dorianus Pardede

Drs. Rudolf Pardede

Sariaty Pardede

Emmy Pardede

Hermina BR Natipulu

Marry Pardede

Anny Pardede

Dr. Surya Indriany Pardede

Jhony Pardede

Raden Hisar Pardede

Reny Puspita Pardede

Diketahui keluarga dari Dr. Tumpal Dorianus Pardede berasal dari daerah Medan yang merupakan salah satu daerah suku adat batak, suku batak sendiri menganut sistem kekeluargaan patrilineal,keluarga mereka menganut sistem kekeluargaan sesuai dengan adat batak yakni sistem kekeluargaan patrilineal, patrilineal merupakan sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan pihak laki-laki atau ayah. Namun pada tanggal 20 Mei 1982, Hermina Br. Napitupulu telah meninggal dunia dan kemudian pada tanggal 18 Nopember 1991, Dr. Tumpal Dorianus Pardede juga telah meninggal dunia yang meninggalkan warisan berupa sejumlah harta peninggalan benda tidak bergerak maupun benda bergerak berupa sejumlah 33 bidang tanah dan bangunan dan beberapa perusahaan Perseroan Terbatas yang bernaung dibawah T.D. Pardede Holding Company, antara lain saham di PT. Hotel Danau Toba Internasional (Hotel Group) sebesar 564 saham; saham di PT. Pertekstilan T.D. Pardedesebesar 332 saham, saham di PT. Perusahaan Dagang Johny Surya Sakti disingkat PT. J. Surya Sakti sebesar 95 saham istimewa dan 225 saham biasa; saham di PT. J. Surya Sumatera; saham di PT. J. Surya Aceh serta yayasan yang terdiri dari perguruan Darma Agung, T.D. Pardede Foundation; Rumah sakit Herna; Pardede Hall. Akademi Perawat Herna. Namun permasalah muncul antara lain akibat adanya perselisihan antara Emmy Pardede, Anny Pardede, Marry Pardede,Reny Puspita Pardede,Dr. Surya Indriany Pardede,dan Raden Hisar Pardede selaku penggugat melawan Drs. Rudolf Pardede, Jhony Pardede dan Sariaty Pardede selaku tergugat. Mereka berselisih terkait pembagian harta warisan dari almarhum Dr. Tumpal Dorianus Pardede. dimana pihak penggugat menyetujui dilakukannya pembagian warisan secara adil dan sama rata diantara para ahli waris masing-masing mendapatan 1/9 (satu per sembilan) bagian dari harta warisan, sedangkan pihak tergugat bersikukuh tentang pembagian harta warisan berbeda antara laki-laki dan perempuan yakni 2:1 (dua berbanding satu) besarannya. B. PUTUSAN HAKIM Hakim dalam menetapkan dan mengadili suatu putusan tentu berlandaskan dengan konstitusi, peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI. Dalam eksepsi Hakim menolak eksepsi Para Tergugat tersebut. Oleh karena itu Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan Nomor Putusan 583/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL Hakim mengabulkan gugatan Para Penggugat. Maka Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta Selatan MENGADILI perkara sebagai berikut;

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebahagian ; 2. Menyatakan Para Penggugat dan Para Tergugat, adalah sama-sama ahli waris yang sah dari almarhum TUMPAL DORIANUS PARDEDE dan HERMINA Br. NAPITUPULU ; 3. Menyatakan tanah dan bangunan sebagaimana diuraikan di bawah ini adalah merupakan harta peninggalan dan atau harta warisan yang belum terbagi atau boedel warisan dari almarhum TUMPAL DORIANUS PARDEDE dan HERMINA Br. NAPITUPULU, berupa : •

Sebidang tanah pertanian seluas 1.149 M2 (seribu seratus empat puluh Sembilan meter persegi), yang terletak di Jln. Pardede Onan, Desa/Kelurahan Pardede Onan, Kec. Balige, Kab.Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara, sesuai Sertifikat Hak Milik No. 404, atas nama Sariaty Pardede, Emmy Pardede, Drs. Rudolf Pardede, Anny Pardede, Mery Pardede, Hisar Pardede, Jhonny Pardede, Reny Pardede, Indriany tertanggal 07-11-2006;



Sebidang tanah yang dipergunakan untuk perumahan, seluas 78 M2 (tujuh puluh delapan meter persegi), yang terletak di Jln. Pardede Onan, Desa/ Kelurahan Pardede Onan, Kec. Balige, Kab. Toba Samosir, Propinsi Sumatera Utara, sesuai Sertifikat Hak Milik No.402, atas nama Sariaty Pardede, Emmy Pardede, Drs. Rudolf Pardede, Anny Pardede, Mery Pardede, Hisar Pardede, Jhony Pardede, Reny Pardede, Indriany, tertanggal 07 November 2006;



Sebidang tanah seluas 20.000 m2 (dua puluh ribu meter persegi), yang terletak di Desa Rambubng Merah, Kec. Siantar, Kab. Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 57, atas nama 1. Sariati Pardede, 2. Emmy Pardede, 3. Drs. Rudolf Pardede., 4. Anny Pardede, 5. Merry Pardede., 6. Hisar Pardede., 7. Jhonny Pardede, 8. Reny Pardede., 9. Indriany Pardede.



Sebidang tanah seluas 10.071 m2 (sepuluh ribu tujuh puluh satu meter persegi), yang terletak di Desa Rambung Merah, Kec. Siantar, Kab. Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, berdasarkan Sertifikat Hak Guna

Bangunan No. 60, atas nama 1. Sariati Pardede, 2. Emmy Pardede, 3. Drs. Rudolf Pardede, 4. Anny Pardede., 5. Merry Pardede., 6. Hisar Pardede., 7. Jhonny Pardede., 8. Reny Pardede., 9. Indriany Pardede. 4. Menyatakan para Penggugat dan para Tergugat mendapat bagian yang sama yaitu masing-masing memperoleh 1/9 bagian atas seluruh harta warisan dari almarhum TUMPAL DORIANUS PARDEDE dan HERMINA Br. NAPITUPULU ; 5. Memberi ijin kepada Para Penggugat untuk membuka safe deposit box (SDB) Bank Mandiri cabang Medan Zainul Arifin, Nomor 098/014/ SDB/1991 atas nama Ny. Monica Simanjuntak, SH., Jemingin Saputra dan Drs. Untung Lumbantobing dan selanjutnya melakukan investigasi bukti-bukti atau surat-surat yang berkaitan dengan harta waris dari Pewaris dengan didampingi oleh Notaris yang ditunjuk oleh Para Penggugat dan membuat Berita Acara tentang hal tersebut ; 6. Menolak gugatan para Penggugat untuk selain dan selebihnya ; 7. Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 3.316.000,(tiga juta tiga ratus enam belas ribu rupiah) ; Dengan Hakim mengeluarkan amar putusan mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian, maka anak perempuan dari Almarhum Bapak Tumpal Dorianus Pardede dan Ibu Hermina Br. Napitupulu dapat dinyatakan sebagai bagian dari ahli waris yang sah dan memiliki hak atas warisan dengan mendapatkan bagian yang sama dengan anak lakilaki yaitu masing-masing anak memperoleh 1/9 bagian atas seluruh harta warisan. C. ANALISIS Dalam Putusan Nomor 583/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL telah ditetapkan dan diputuskan bahwa Para Penggugat dan Tergugat semuanya menjadi ahli waris yaitu 6 (enam) orang Penggugat dan 3 (tiga) orang Tergugat sama-sama berkedudukan menjadi ahli waris dari Bapak Tumpal Dorianus Pardede dan Ibu Hermina Br. Napitupulu sebagaimana dimaksud dalam pertimbangan Hakim sebagai berikut “Menimbang, bahwa pokok persengketaan diantara para pihak di dalam gugatan pada dasarnya berkisar atas hal-hal yang pada pokoknya sebagai berikut ; Bahwa 6 (enam) orang para Penggugat dan 3(tiga) orang Para Tergugat yakni SARIATY PARDEDE, EMMY PARDEDE, DRS. RUDOLF PARDEDE, ANNY PARDEDE, MARRY PARDEDE, RADEN HISAR PARDEDE, JHONY PARDEDE, RENY PUSPITA PARDEDE,

dan DR. SURYA INDRIANY PARDEDE, adalah merupakan para ahli waris almarhum TUMPAL DORIANUS PARDEDE dan HERMINA Br. NAPITUPULU ; Hal ini telah dikukuhkan oleh Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.3491 K/Pdt/1992 tanggal

1-Pebruari-2011

jo.

Penetapan

Pengadilan

Tinggi

Medan

No.200/PDT/1992/PT.MDN. tanggal 11- Januari-1994 jo. Penetapan Pengadilan Negeri Medan No.1180/Pdt.P/ 1991/PN.Mdn., tanggal 26-Pebruari-1992 ;”

Diketahui bahwa keluarga dari Bapak Tumpal Dorianus Pardede menganut sistem kekeluargaan Patrilineal yakni dalam hal pewarisan, hukum adat patrilineal masih membedakan gender dimana pihak yang berhak sebagai penerima waris atau ahli waris adalah kaum laki-laki saja. Dalam hal ini, Hakim sudah mengetahui pihak yang berperkara menganut sistem kekeluargaan Patrilineal. Namun, Hakim juga tidak boleh hanya berpatokan pada sistem kekeluargaan itu saja. Hakim harus melihat dengan luas, seperti melihat lingkungan dimana ahli waris tinggal apakah sudah lama tinggal merantau jauh dari kampung halaman atau tidak. Karena biasanya mereka yang sudah merantau bergeser sistem kekeluargaan menjadi parental, dimana anak perempuan dan laki-laki dianggap setara. Jadi, bila ada terobosan-terobosan baru dari ahli waris, hakim harus menggali hukum mana yang lebih tepat dan adil untuk pihak-pihak yang berperkara. Karena sudah bergeser dan berkembangnya hukum dan pola pikir masyarakat, maka sebagai hakim pun setuju dalam perkembangan hukum waris. Apalagi yang dicari oleh hakim adalah selalu putusan yang adil secara universal, baik pada perempuan maupun laki-laki. Pertimbangan Hakim disini sesuai dengan yang terjadi dalam perkara ini karena Para Penggugat dan Tergugat sudah merantau jauh dari kampung halaman sehingga sistem kekeluargaan mereka sudah bergeser menjadi parental. Menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam memutuskan suatu perkara hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan eksistensi hukum adat itu sendiri yang merupakan hukum dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Namun keputusan hakim terkadang belum tentu dapat diterima oleh semua pihak, oleh karenanya yurisprudensi yang merupakan hasil keputusan hakim juga belum tentu dapat diterima semua pihak. Adanya

yurisprudensi yang memberi hak mewaris kepada anak perempuan yang diawali oleh putusan Yurisprudensi MARI No.179/K/SIP/1961. Putusan Yurisprudensi MARI No. 179/K/SIP/1961 menyatakan bahwa hak waris perempuan disamakan dengan laki-laki. Artinya, hukum adat yang tidak sesuai dengan perkembangan hukum dalam masyarakat, seperti hukum adat yang tidak mengakui hak perempuan setara dengan kedudukan laki-laki, tidak dapat lagi dipertahankan. Dengan kata lain, hakim memutuskan ahli waris adalah 9 (sembilan) orang anak pewaris yang terdiri dari 3 (tiga) orang anak laki-laki dan 6 (enam) orang anak perempuan, yaitu: 1.Emmy Pardede 2. Anny Pardede 3. Marry Pardede 4. Raden Hisar Pardede 5. Reny Puspita Pardede 6. Doktor Surya Indriany Pardede 7. Sariaty Pardede 8. Drs. Rudolf Mazuoka Pardede 9. Jhony Pardede adalah benar adanya dan sesuai dengan Putusan Yurisprudensi MARI No.179/K/SIP/1961. Dalam hal ini Hakim mengesampingkan adanya hibah wasiat dalam kasus ini yang berisi harta peninggalannya dibagi 1/3 untuk anak laki-laki, 1/3 untuk anak perempuan, dan sisanya untuk perusahaan yang pewaris miliki, sedangkan putusan ini memutuskan untuk membagi sama rata antara para ahli waris, yaitu 1/9. Walaupun di sini terlihat seperti hakim mengesampingkan hibah wasiat, namun di sisi lain hakim bertujuan untuk keadilan yang universal. Dengan demikian, keputusan hakim tentang ahli waris dan bagian harta warisan adalah dengan mengunakan asas keadilan, yaitu keadilan berdasarkan status, kedudukan, dan jasa, sehingga setiap keluarga pewaris mendapatkan harta warisan.

Perkembangan hak waris perempuan pada sistem kekeluargaan patrilineal batak saat ini setelah adanya putusan No. 583/Pdt.G/2011/Pn.Jaksel adalah perempuan mendapat hak mewaris sama dengan yang diputuskan dalam putusan ini. Faktor yang mempengaruhi karena yang dipentingkan sekarang adalah keadilan yang universal tanpa membedabedakan gender. Biasanya proses pewarisannya adalah dari wasiat dimana pewaris memberi sebagian hartanya untuk anak perempuannya/keluarga yang perempuan. Namun sebagian lagi juga sudah mengikuti hukum Nasional yaitu harta waris dibagi rata antara laki-laki dan perempuan. Perempuan batak sendiri tidak mewarisi harta orang tuanya karena yang mereka anut adalah sistem patrilineal yaitu mengikuti garis keturunan lakilaki. Laki-lakilah yang berhak untuk mewarisi harta perempuan karena nanti di akhir perempuan akan menikah dan suaminya yang akan membawa marga untuk anak-anak mereka. Namun dengan perkembangan yang ada, apalagi yang sudah tinggal di kota, biasanya seorang pewaris membuat wasiat yang berisi anak perempuan/perempuan mendapat sebagian hartanya. Pada umumnya masyarakat masih menggunakan hukum adat setempat mengenai waris masyarakat adat batak yakni anak perempuan tidak mendapatkan waris dari orangtuanya. Akan tetapi kebiasaan terkini pada dasarnya yang dominan adalah surat warisan orang tua yang diaktekan atau testamen atau surat wasiat. Namun, pada masa sekarang orang-orang Batak yang sudah hidup di kota-kota besar sudah mulai bergeser hukum waris menurut adat. Untuk anak atau saudara perempuan mereka biasanya menggunakan hukum nasional yang berlaku atau hukum sesuai sesuai agama masing-masing. Dengan demikian, berdasarkan uraian diatas terkait landasan yang digunakan dalam pertimbangan hakim menetapkan putusan ialah “Perempuan dapat Menjadi Ahli Waris” yaitu berdasarkan pasal 5 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menentukan bahwa Hakim wajib menggali, memahami, dan mengikuti nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat dan dengan mengacu pada ketentuan hukum dalam yurisprudensi dalam Putusan Mahkamah Agung No.179 K/SIP/1961. Oleh karena itu, putusan hakim ini juga sesuai dengan asas-asas dalam hukum adat, yaitu asas ketuhanan dan pengendalian diri, asas kesamaan dan kebersamaan hak,

asas kerukunan dan kekeluargaan, asas musyawarah dan mufakat, dan asas keadilan, seperti dalam putusan No. 583/Pdt.G/2011/PN.JakSel. Sehingga, dengan adanya putusan ini maka dapat dilihat terjadinya perkembangan hak waris perempuan dalam keluarga yang menganut sistem patrilineal dibuktikan dengan banyaknya amar putusan yang menyatakan bahwa perempuan berhak mendapat hak waris dengan bagian yang sama dengan laki-laki. Keputusan perempuan menjadi ahli waris dan mendapatkan kedudukan yang sama dengan laki-laki ini menunjukan nilai kesamaan derajat dan kebersamaan hak sesuai dengan prinsip aturan Hukum Negara Indonesia yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan putusan di pengadilan.

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.