Story Transcript
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan flip book yang disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Sumber dan Media Ajar Biologi yang telah diberikan oleh Bapak Dr. Dharmono, M.Si., Mahrudin, S.Pd., M.Pd., Maulana Khalid Riefani, S.Si., M.Sc., M.Pd. dan Ibu Nurul Hidayati Utami, S.Pd., M.Pd., Riya Irianti, S.Pd., M.Pd. Shalawat dan salam kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan petunjuk hingga akhir zaman untuk kita umatnya. Dalam penyusunan flip book ini tentu kami mengalami tantangan, namun itu semua dapat teratasi dengan berbagai dukungan dan bimbingan dari pihak lain. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih, kepada: 1.
Bapak Dr. Dharmono, M.Si., Mahrudin, S.Pd., M.Pd., Maulana Khalid Riefani, S.Si., M.Sc., M.Pd. dan Ibu Nurul Hidayati Utami, S.Pd., M.Pd. Riya Irianti, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Pengembangan Sumber dan Media Ajar Biologi.
2.
Teman-teman yang telah senantiasa memberikan saran dan kritik dalam penyusunan flip book ini. Demikian penyusunan dari makalah ini. Kami menyadari bahwa flip book
ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, khususnya dari dosen mata kuliah Pengembangan Sumber dan Media Ajar Biologi guna menjadi acuan bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Banjarmasin, 27 November 2021
Kelompok XII B
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................ Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ........................................................... Error! Bookmark not defined. KOMPETENSI DASAR, INDIKATOR, TUJUAN PEMBELAJARAN iError! Bookmark not defined. PENGERTIAN EKOSISTEM .............................. Error! Bookmark not defined. PENGERTIAN LAHAN BASAH ....................................................................... 4 KARAKTERISTIK LAHAN BASAH ................................................................ 5 MACAM-MACAM LAHAN BASAH ................................................................ 8 a. Rawa ................................................................................................................ 8 1. Hutan Rawa Air Tawar ............................................................................... 8 2. Rawa dan Lahan Gambut ............................................................................ 9 3. Rawa Herba/Rawa Berumput.................................................................... 11 b. Wilayah Berair Mengalir .............................................................................. 12 1. Sungai........................................................................................................ 12 2. Estuari/Muara sungai ................................................................................ 13 3. Dataran Banjir ........................................................................................... 14 c. Danau dan Lahan Basah Buatan .................................................................... 15 1. Danau Alami dan Buatan .......................................................................... 15 2. Sawah ........................................................................................................ 16 3. Tambak Air Payau .................................................................................... 17 d. Lahan Basah Pesisir ...................................................................................... 18 1. Mangrove .................................................................................................. 18 2. Dataran Lumpur dan Dataran Pasir ........................................................... 19 3. Padang lamun ............................................................................................ 20 4. Terumbu karang ........................................................................................ 21 PERAN DAN MANFAAT LAHAN BASAH ................................................... 22 PERATURAN DAN KEBIJAKAN KONSERVASI DI LAHAN BASAH .... 28 FLORA DAN FAUNA DI LAHAN BASAH ...... Error! Bookmark not defined.1 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 37 ii
KOMPETENSI DASAR, INDIKATOR DAN TUJUAN PEMBELAJARAN
KOMPETENSI DASAR Menganalisis informasi/data dari berbagai sumber tentang ekosistem dan semua interaksi yang berlangsung didalamnya.
INDIKATOR 3.10.1 Menggali informasi tentang ekosistem lahan basah. 3.10.1 Mengemukakan komponen-komponen ekosistem di lingkungan lahan basah. 3.10.2 Menganalisis hubungan yang mungkin terjadi antar komponen biotik pada ekosistem lahan basah. 3.10.3 Mengaitkan antara komponen ekosistem, rantai makanan, dan aliran energi yang terjadi pada ekosistem lahan basah. 3.10.4 Menjelaskan daur biogeokimia, yaitu daur air, oksigen, nitrogen, dan karbon dioksida.
TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Siswa dapat menggali informasi tentang ekosistem lahan basah. 2. Siswa dapat mengemukakan komponen-komponen ekosistem di lingkungan lahan basah. 3. Siswa dapat menganalisis hubungan yang mungkin terjadi antar komponen biotik pada ekosistem lahan basah. 4. Siswa dapat mengaitkan antara komponen ekosistem, rantai makanan, dan aliran energi yang terjadi pada ekosistem lahan basah. 5. Menjelaskan daur biogeokimia, yaitu daur air, oksigen, nitrogen, dan karbon dioksida.
iii
Pengertian Ekosistem Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem sebagai suatu tatanan kesatuan yang secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup dan saling mempengaruhi (Atap, 2021): Menurut para ahli pengertian ekosistem ialah sebagai berikut (Atap, 2021): a. Ekosistem menurut Tansley, 1935 Menurut (Tansley,1935) Ekosistem sebagai suatu unit ekologi dimana didalamnya terdapat struktur dan fungsi. Struktur dalam ekosistem tersebut berhubungan dengan keanekaragaman spesies atau dalam bahasa inggris merupakan species diversity. Pada ekosistem yang memiliki struktur kompleks, maka akan terdapat keanekaragaman spesies yang cukup tinggi. Sedangkan fungsi yang dimaksudkan adalah yang berhubungan dengan siklus materi serta arus energi melalui komponen ekosistem. b. Ekosistem menurut Woodbury, 1954 Menurut (Woodbury 1954) Ekosistem merupakan tatanan kesatuan secara kompleks di sebuah wilayah yang terdapat habitat, tumbuhan dan binatang. Kondisi ini kemudian dipertimbangkan sebagai unit kesatuan secara utuh, sehingga semuanya dapat menjadi bagian mata rantai siklus materi serta aliran energi. c. Ekosistem menurut Odum, 1993 Sedangkan (Odum, 1993) berpendapat ekosistem Seperangkat unit fungsional dasar dalam suatu ekologi yang di dalamnya tercakup organisme dan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini yaitu lingkungan biotik dan abiotik, dimana di antara keduanya kemudian akan saling memengaruhi. Selain itu dalam ekosistem juga terdapat komponen yang secara lengkap memiliki relung ekologi lengkap serta proses ekologi yang juga lengkap, sehingga dalam unit tersebut siklus materi dan arus energi terjadi berdasarkan kondisi ekosistem. 1
Komponen Penyusun Ekosistem Komponen ekosistem merupakan bagian dari suatu ekosistem yang menyusun ekosistem ini sendiri sehingga terbentuk sebuah ekosistem. Komponen dalam ekosistem kemudian dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu komponen hidup dan komponen tak hidup. Selain itu komponen hidup dapat disebut juga sebagai komponen biotik, dan komponen tak hidup dapat disebut sebagai komponen abiotik (Atap, 2021). A. Komponen Biotik Biotik, memiliki arti “Hidup”. Komponen biotik pada suatu ekosistem adalah makhluk hidup itu sendiri, sebab ekosistem tak akan pernah terbentuk tanpa adanya makhluk hidup didalamya. Keberadaan makhluk hidup kemudian membentuk suatu rantai makanan dalam suatu ekosistem. Beberapa contoh dari komponen biotik yang ada lingkungan sekitar kita, antara lain (Atap, 2021): 1. Organisme Autotrof atau Produsen, disebut sebagai produsen karena organisme ini mampu membuat makanannya sendiri, bahkan ia membuat makanan bagi organisme lain yang tinggal di ekosistem. Produsen kemudian akan membuat makanan dengan menyerap senyawa serta zat- zat anorganik yang akan diubah menjadi senyawa organik melalui suatu proses yang dinamakan sebagai fotosistensis. 2. Organisme Heterotrof (Konsumen) memiliki sifat yang berbeda dengan organisme pertama. Organisme heterotrof ini memperoleh makanan dari organisme autotrof atau produsen dan akan memakan sesama organisme heterotrof lainnya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa organisme heterotrof adalah organisme yang menggunakan bahan-bahan organik dari organisme lain yang digunakan sebagai sumber energi dan makanannya. Sebagai contoh adalah manusia dan hewan. Ketiganya nanti dibagi lagi berdasarkan makanannya menjadi Herbivora, Karnivora serta Omnivora 3. Pengurai atau Dekomposer, merupakan Golongan terakhir dari komponen biotik dalam sebuah ekosistem. Pengurai atau dekomposer ini adalah organisme yang menguraikan sisa- sisa makhluk hidup (heterotrof atau autotrof) yang telah mati. Dengan kata lain, pengurai adalah organisme yang bekerja untuk merubah bahan bahan organik dari organisme yang telah mati menjadi senyawa anorganik melalui suatu proses yang dinamakan dekomposisi. Pengurai atau dekomposer akan menduduki jabatan penting dalam suatu rantai makanan di bumi, karena perannya paling akhir adalah kunci keberlangsungan rantai makanan. Beberapa contoh pengurai atau dekomposer yang ada di sekitar lingkungan tempat kita tinggal adalah ganggang, jamur, bakteri, cacing, dan lain sebagainya.
2
B. Komponen Abiotik Komponen kedua dalam ekosistem adalah komponen abiotiK atau komponen yang tak hidup. Dengan kata lain, komponen abiotik adalah komponen yang terdiri dari benda-benda bukan makhluk hidup tetapi ada di sekitar kita, dan ikut mempengaruhi kelangsungan
hidup.
Beberapa
jenis
komponen
abiotik
yaitu suhu, sinar matahari, air, angin, udara, kelembapan udara, dan banyak lagi benda mati yang ikut berperan dalam ekosistem. Berikut beberapa diantaranya (Atap, 2021): 1. Suhu: Suatu proses biologis yang dipengaruhi oleh perubahan pada suhu, contohnya mamalia & burung sebagai makhluk hidup yang dapat mengatur sendiri suhu tubuhnya. 2. Air:
Sebuah
ketersediaan
air
dapat
mempengaruhi
distribusinya suatu organisme Contohnya Organisme dapat beradaptasi dan bertahan hidup dengan memanfaatkan ketersediaan air yang berada di padang pasir. 3. Garam: Konsentrat pada garam akan mempengaruhi keseimbangan air dalam organisme melalui Osmosis. Contohnya pada Beberapa organisme Terestrial yang dapat beradaptasi pada lingkungan dan kandungan garamnya yang cukup tinggi. 4. Sinar Matahari: Intensitas & Kualitas pada sebuah Cahaya Matahari akan mempengaruhi proses fotosintesis, karena air mampu menyerap cahaya sehingga proses fotosintesis dapat terjadi di sekitar permukaan matahari. Mari berpikir kritis ! Menurut kalian apa yang terjadi apabila salah satu dari komponen pada ekosistem tidak seimbang? Jawaban: Beberapa dampak yang dapat muncul dari adanya ketidakseimbangan ekosistem ini adalah timbulnya bencana alam, punahnya suatu jenis atau spesies bianatang tertentu, dan munculnya suatu keanehan di ekosistem. Namun terkadang apabila keseimbangan ini tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem untuk mencapai keseimbangan baru. Perubahan ekosistem dapat terjadi secara alami atau dapat juga akibat aktivitas dan tindakan manusia. Jadi sangat banyak faktor serta dampak yang terjadi.
3
PENGERTIAN LAHAN BASAH Lahan basah adalah wilayah daratan yang digenangi air atau memiliki kandungan air yang tinggi, baik permanen maupun musiman. Ekosistem lahan basah terbentuk akibat adanya genangan air yang terjadi secara terus menerus, baik permanen maupun musiman. Kemudian biota yang ada di areal tersebut beradaptasi terhadap kondisi yang basah. Keadaan alam dan biota tersebut membentuk sebuah ekosistem khas disebut lahan basah (Risnandar & Fahmi, 2018).
Gambar. Lahan Basah (Jensen, 2005) Istilah “Lahan Basah”, sebagai terjemahan “wetland” baru dikenal di Indonesia sekitar tahun 1990. Sebelumnya masyarakat Indonesia menyebut kawasan lahan basah berdasarkan bentuk/nama fisik masing-masing tipe seperti: rawa, danau, sawah, tambak, dan sebagainya. Disamping itu, berbagai departemen sektoral juga mendefinisikan lahan basah berdasarkan sektor wilayah pekerjaan masing-masing (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004). Pengertian fisik lahan basah yang digunakan untuk menyamakan persepsi semua pihak mulai dikenal secara baku sejak diratifikasinya Konvensi Ramsar tahun (1991) yaitu: “Daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu surut.” 4
KARAKTERISTIK LAHAN BASAH Lahan basah merupakan salah satu wilayah terbesar di permukaan bumi yang mempunyai karakteristik berbeda disetiap lokasi dan kondisi. Beberapa faktor yang menentukan karakteristik tersebut adalah salinitas, jenis tumbuhan, hingga jenis tanah yang ada di lingkungan tersebut. Karakteristik lahan basah yang utama adalah kondisi tanahnya yang jenuh terhadap air. Hal tersebut juga dapat dilihat dari penamaan atau istilah yang digunakan. Sepanjang tahun lahan basah selalu tergenang air, akan tetapi ada pula yang bersifat musiman dan permanen. Lahan basah musiman adalah genangan air pada lahan tersebut hanya terjadi pada musim tertentu saja, yakni musim penghujan. Sedangkan lahan basah permanan memiliki keadaan genangan air sepanjang waktu (Rimbakita, 2019), Sebagian besar kawasan genangan memiliki kedalaman dangkal. Genangan dangkal tersebut biasanya mengeliling seluruh atau sebagian permukaan lahan. Namun dibeberapa tempat juga ditemukan karakteristik dengan genangan yang cukup dalam. Genangan air di lahan basah merupakan area dengan kesuburan tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan untuk area persawahan. Genangan air yang terjadi secara periodik menyebabkan kawasan ini mempunyai jenis tanah dengan struktur lunah hingga liat (Rimbakita, 2019).
5
6
7
MACAM-MACAM LAHAN BASAH a. Rawa 1. Hutan rawa Air Tawar Ekosistem hutan rawa air tawar adalah hutan yang mendiami kawasan dengan tanah mineral aluvial yang tergenang secara musiman. Hutan rawa air tawar biasanya terdapat di antara dua sungai atau peralihan antara hutan rawa gambut dengan hutan dataran rendah (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
Gambar. Hutan Rawa (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
Kawasan ini biasanya memiliki keanekaragaman flora yang lebih tinggi dibandingkan rawa gambut. Keanekaragaman hayati fauna juga tinggi, sama dengan rawa gambut, tapi cenderung didiami oleh fauna musiman mengikuti pola banjir tahunan di kawasan rawa tersebut (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
8
2. Rawa dan Lahan Gambut
Gambut terbentuk dari akumulasi bahan organik yang berasal dari sisasisa jaringan tumbuhan/vegetasi alami pada masa lampau. Tanah gambut biasanya terbentuk di daerah cekungan atau depresi di belakang tanggul sungai (backswamps) yang selalu jenuh air dengan drainase terhambat sampai sangat terhambat, sehingga proses dekomposisi terjadi sangat lambat (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004). Lahan gambut disebut sebagai ekosistem lahan basah, hal ini karena proses pembentukannya dimulai dari endapan bahan organik seperti reruntuhan vegetasi diatas tanah yang terus menumpuk dalam jangka waktu yang panjang sampai ribuan tahun. Akumulasi dari terbentuknya lahan gambut ini disebabkan akibat laju dekomposisi lebih lambat dari laju tumpukan bahan organik yang tertimbun di bawah tanah hutan yang tergolong basah atau tergenang (Sudrajat, 2019).
Gambar. Lahan Gambut (Maris, 2021).
9
Gambar. Skema lahan gambut (Mudiyarso & Suryadiputra, 2003).
Karakteristik ekosistem gambut terdiri dari sifat-sifat yang meliputi sifat fisika, sifat kimia, sifat biologi, sifat hidrotopografi, dan jenis sedimen di bawah gambut termasuk antara lain: 1) topografi dan hidrotopografi; 2) air tanah, genangan, atau banjir; 3) tutupan lahan atau pemanfaatan lahan; 4) flora dan fauna yang dilindungi; 5) daya hantar hidrolik; 6) kualitas air; 7) ketebalan, kematangan dan kerapatan lindak; 8) seberapa parah kerusakan lahan gambut; 9) karakteristik substratum di bawah lapisan gambut; dan 10) karakteristik tanah dan kedalaman pirit. (Sudrajat, 2019). Rawa gambut, disamping menjadi tempat berlindung berbagai spesies langka seperti harimau sumatera, orang utan, ikan arowana, dan buaya sinyulong, juga menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat. Pada rawa gambut terdapat berbagai jenis kayu yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menunjang kehidupan ekonominya, antara lain ramin (Gonystylus sp), kayu putih (Melaleuca sp), Jelutung (Dyera costulata), dan meranti rawa (Shorea sp).
10
3. Rawa Herba/Rawa Berumput Rawa jenis ini didominasi oleh herba akuatik dan mempunyai badan air yang relatif terbuka. Rawa ini merupakan contoh rawa yang tidak berhutan. Sebagian kalangan menggolongkan rawa herba yang tidak berhutan sebagai danau. Di Indonesia, rawa herba atau rawa berumput dapat dijumpai di dekat aliran sungai, danau maupun di bekas pembukaan hutan rawa (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
Gambar. Rawa herba/berumput (Agro Indonesia, 2019).
Rawa herba/berumput adalah kawasan yang subur dan dipercaya mempunyai keanekaragaman biota perairan yang tinggi. Di banyak tempat, kawasan ini telah diubah menjadi lahan pertanian. Perubahan ini sangat beresiko karena dapat merusak tata air kawasan. Lebih jauh, kegagalan alih fungsi lahan menjadi kawasan pertanian menyebabkan berkembangnya berbagai spesies gulma.
Selain
konversi menjadi lahan pertanian, rawa herba/berumput juga banyak dikonversi menjadi kawasan pemukiman dan perkotaan (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
11
b. Wilayah Berair Mengalir 1.Sungai Sungai adalah bagian permukaan bumi yang terbentuk secara alami dan letaknya lebih rendah dari tanah di sekitarnya dan menjadi tempat / saluran mengalirnya air tawar dari darat menuju ke laut, danau, rawa atau ke sungai yang lain (Sugeng & Dewi, 2017).
Gambar. Sungai (Djavavista, 2015). Sungai merupakan bentuk ekosistem yang terdiri atas unsur air, kehidupan akuatik, dan daratan yang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya permukaan air. Keberadaan sungai mampu mempengaruhi keseimbangan ekosistem disekitarnya. Sungai memegang peranan penting dalam sistem hidrologis, yaitu dengan menjamin keseimbangan dan ketersediaan airpermukaan dan air tanah serta menjaga kelembaban udara dalam kondisi yang nyaman bagi kehidupan (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004). Lingkungan sungai yang mewakili lingkungan lahan-basah terdiri atas sungai dan komponen lain di luar sungai, misalnya permukiman yang terletak di tepi kanan atau kiri sungai. Di sungai terdapat unsur 1) abiotik, seperti air sungai, substrat tanah di dasar sungai, partikel tanah di badan sungai, 2) biotik, seperti ikan, tumbuhan dalam air, tumbuhan tepi sungai. Sementara itu, di permukiman terdapat unsur 1) abiotik, seperti tanah untuk jalan, batu untuk bangunan rumah atau bangunan siring sungai, 2) biotik, seperti burung gereja sebagai contoh hewan liar, bebek sebagai contoh hewan peliharaan, tanaman hias, dan tanaman peneduh, serta 3) manusia —yang sebetulnya adalah unsur biotik, tetapi pada contoh kali ini, dipisahkan dari unsur biotik. (Soendjoto, 2016) 12
2. Estuari/Muara sungai Estuari adalah ekosistem muara sungai tempat pertemuan air tawar dan air laut yang masih dipengaruhi oleh pasang surut. Estuari sangat produktif karena kaya akan nutrien dari sungai dan laut. Estuari juga merupakan tempat memijah dan makan bagi berbagai jenis ikan dan udang, yang biasanya merupakan kawasan hutan bakau (mangrove) yang berkembang dengan baik secara alamiah (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
Gambar. Estuari/Muara Sungau (Searls, 2007)
Sebagian besar daerah pesisir Indonesia dipengaruhi oleh keberadaan estuari. Daerah yang mempunyai kawasan estuari yang luas antara lain wilayah pesisir Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Papua. Kawasan estuari bisa juga berupa delta yaitu daratan yang terbentuk akibat sedimentasi yang terbawa dari daratan melalui sungai. Delta-delta yang besar biasanya berupa hutan bakau atau rawa air payau yang subur karena kandungan sedimen yang kaya hara berasal dari daratan (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
13
3. Dataran Banjir Dataran banjir adalah lahan datar di sekitar sungai yang digenangi air saat banjir, yaitu saat daya tampung alur sungai terlampaui sehingga air meluap. Dataran banjir biasanya berupa danau-danau dangkal musiman, hutan rawa air tawar, atau rawa semak. Pada musim banjir, dataran banjir bisa berbentuk sistem danau yang besar atau berupa danau-danau kecil yang saling terhubungkan. Sebaliknya pada musim kemarau, aliran membalik dan dataran banjir berfungsi untuk mengisi badan air sungai (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
Gambar. Dataran Banjir (Nuriah, 2020).
Ekosistem dataran banjir sangat penting bagi kegiatan perikanan darat dan di beberapa tempat dataran banjir juga merupakan lahan untukpertanian padi bagi masyarakat. Pesatnya laju pembangunan permukiman, perkotaan dan industri, upaya pelurusan arah aliran sungai merupakan isu yang dapat mengancam kelestarian fungsi ekosistem dataran banjir (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
14
c. Danau dan Lahan Basah Buatan 1. Danau Alami dan Buatan (Termasuk Waduk) Danau adalah badan air alami berukuran besar yang dikelilingi oleh daratan dan tidak berhubungan dengan laut, kecuali melalui sungai. Danau bisa berupa cekungan yang terjadi karena peristiwa alam yang kemudian menampung dan menyimpan air yang berasal dari hujan, mata air, rembesan, dan atau air sungai (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
Gambar. Waduk Riam Kanan (Dinayanti, 2020).
Gambar. Danau Seran (Kurniawan, 2017). Waduk/bendungan adalah suatu konstruksi yang memotong sungai untuk menghalangi aliran air, sehingga permukaan air menjadi naik dan membentuk danau buatan.
Selain waduk dikenal juga
istilah ”bendung”, yaitu waduk kecil yang berfungsi mengairi lahanlahan pertanian yang letaknya jauh dari sungai. Perbedaan diantara keduanya terletak pada bangunan pelimpah yang berfungsi untuk membuang kelebihan air. Bendung tidak memiliki bangunan pelimpah, sehingga kelebihan air akan terbuang dengan sendirinya setelah melewati tinggi tubuh bendung, sedang waduk memiliki bangunan pelimpah yang berfungsi sebagai penampung air untuk cadangan musim kemarau (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
15
2. Sawah Ekosistem sawah adalah salah satu ekosistem buatan di darat karena sawah terbentuk karena campur tangan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dalam setiap ekosistem selalu ada komponen pembentuknya, yaitu komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik sawah adalah makhluk hidup yang hidup di habitat persawahan dan membentuk rantai makanan. Rantai makanan terdiri dari produsen, konsumen dan pengurai. Sawah adalah sebidang lahan pertanian yang kondisinya selalu ada dalam kondisi basah dan kadar air yang dikandungnya selalu di atas kapasitas lapang (Sugeng & Dewi, 2017).
Gambar. Sawah (Noor dkk., 2016)
Sawah adalah lahan basah buatan yang paling penting di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena sawah menghasilkan beras yang merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Selain sebagai habitat padi, sawah juga dapat menjadi habitat bagi organisme bernilai ekonomis lain seperti belut, lele, siput, dan katak.
16
3. Tambak Air Payau Tambak merupakan lahan basah buatan yang terbentuk akibat galian dan/atau pembendungan tanah di areal pantai dengan pematang berkeliling sehingga membentuk kolam berisi air payau atau air laut. Perairan tambak sangat tergantung pada keadaan pasang surut air tawar dan air laut (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
Gambar. Tambak air payau di Jawa Tengah .
(Kementerian Lingkungan hidup, 2004)
Tambak air payau telah berkembang sejak lama di Indonesia terutama untuk membudidayakan ikan bandeng. Sekitar akhir tahun 1970-an, tambak udang mulai terkenal dan menjadi bagian dominan dalam kegiatan budidaya perikanan air payau. Perluasannya yang sangat cepat diduga merupakan salah satu penyebab kerusakan ekosistem mangrove (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004) .
17
d. Lahan Basah Pesisir 1. Mangrove Menurut (Sugeng & Dewi, 2017) hutan mangrove adalah suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusmana dkk, 2003). Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan sempurna dan menjatuhkan akarnya.
Gambar. Mangrove (Dinas Lingkungan Hidup, 2021).
Ekosistem mangrove juga merupakan daerah asuhan, berkembang biak, dan mencari makan berbagai jenis ikan dan udang. Oleh karena itu keberadaan ekosistem mangrove sangat penting dalam menjaga kelestarian stok perikanan. Ekosistem mangrove juga berperan untuk menjaga stabilitas garis pantai (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
18
2.
Dataran lumpur dan dataran pasir Dataran lumpur dan dataran pasir adalah dataran tidak
bervegetasi yang terbentuk di daerah pantai yang landai, terutama di dekat muara sungai dan terumbu karang. Kawasan yang kelihatannya tandus ini sebetulnya sangat subur karena menerima banyak suplai nutrien dan biasanya dihuni oleh berbagai jenis organisme bentik. Ketika air surut kawasan ini menjadi tempat makan burung air, sebaliknya saat pasang menggenangi kawasan ini, berbagai jenis ikan pesisir
mendatanginya
untuk
mencari
makan
(Kementrian
Lingkungan Hidup, 2004).
Gambar. Dataran lumpur di Taman Nasional Sembilang (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004)
Dataran lumpur banyak ditemui di Pantai Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa, Kalimantan, dan Papua. Hingga saat ini tidak ada data spesifik yang membahas mengenai luas dan nilai potensi dataran lumpur Indonesia.
Di beberapa tempat, dataran lumpur bisa
membentang hingga 2 km ke arah laut saat surut rendah. Setiap tahunnya jutaan burung migran juga memanfaatkan kawasan ini untuk beristirahat dalam perjalanan migrasinya (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
19
3.
Padang lamun Lamun adalah tumbuhan berbunga (angiosperms) yang
memiliki akar dan hidup terendam di air berkadar garam relatif tinggi (laut). Lamun bisa ditemukan di perairan laut yang dangkal, berpasir dengan sedikit lumpur hingga kedalaman 30 meter. Di seluruh dunia, terdapat sekitar 52 spesies lamun dan 15 diantaranya ada di perairan Indonesia. Luas padang lamun di Indonesia diperkirakan mencapai 30.000 km2. Dari luasan padang lamun sebesar 30.000 km2 itu diperkirakan 10% nya sudah mengalami
Gambar. Padang lamun (Rimbakita, 2019).
Padang lamun mempunyai fungsi sebagai penyedia zat organik serta tempat berlindung dan daerah asuhan larva ikan. Lamun juga makanan utama bagi mamalia langka Dugong serta beberapa jenis ikan dan penyu. Secara fisik, padang lamun juga berfungsi sebagai stabilisator perairan pantai dengan mengikat sedimen lepas dan membantu meredam kekuatan arus dan gelombang (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
20
4.
Terumbu karang Terumbu karang merupakan ekosistem laut tropis yang terdapat di
perairan laut dangkal, jernih, hangat, dan memiliki kadar kalsium karbonat tinggi. Komunitas terumbu karang didominasi berbagai jenis hewan karang keras dan berbagai biota yang berasosiasi dengannya (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004).
Gambar. Terumbu karang di perairan Sangalaki Kalimantan Timur (Yovanda, 2016)
Sebagian besar wilayah pesisir kepulauan Indonesia berupa perairan dangkal dan jernih. Di daerah tropis, kondisi seperti ini sesuai untuk pertumbuhan ekosistem terumbu karang. Indonesia memiliki sekitar 51.020 km2 terumbu karang, yang merupakan 18% dari terumbu karang dunia (Suharsono - COREMAP, 2003).
Mari berpikir kritis ! Menurut kalian, mengapa ekosistem seperti rawa dapat tergenang oleh air dalam waktu yang lama? Jawaban: Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat, drainase yang terhambat akan menyebabkan air menggenang.
21
PERAN DAN MANFAAT LAHAN BASAH Menurut Pramudianto (1994), manfaat lahan basah dengan terbagi menjadi 4 hal berdasarkan fungsinya, yakni sebagai berikut : a. Peran dan Manfaat lahan basah dalam segi ekologis 1. Membantu menyerap unsur-unsur hara yang penting serta bahan makanan yang berguna bagi mahluk hidup sekitarnya. 2. Menyediakan air sepanjang tahun khususnya ke akuifer (pengisian kembali air tanah) dan lahan basah lain. 3. Mengendalikan terjadinya luapan air pada musim penghujan. 4. Menjernihkan air buangan serta dapat menyerap bahan-bahan polutan dengan kapasitas tertentu. 5. Mencegah intrusi air asin. 6. Membantu melindungi daerah pantai dari aktivitas gelombang dan badai. 7. Mengendalikan erosi serta mampu menahan lumpur 8. Penting untuk konservasi khususnya siklus spesies tanaman, ekosistem, bentang alam, proses alam, komunitas 9. Kontribusi pada kelangsungan proses dan sistem alami yang ada; proses dan sistem ekologi, penyerapan karbon, mengontrol kadar garam tanah dan pengembangan tanah asamsulfat. b. Peran dan Manfaat lahan basah dalam segi ekonomis 1. Sumber produk alami dalam dan di luar lahan. 2. Sebagai habitat yang banyak memberikan spesies flora dan fauna yang dapat dimanfaatkanuntuk pengobatan tradisionil penduduk. 3. Sebagai sumber makanan. 4. Produksi energi.
22
c. Peran dan Manfaat lahan basah dalam segi pariwisata 1. Kesempatan untuk memberikan rekreasi. 2. Obyek turisme. 3. Dapat dijadikan suaka alam dan kawasan perlindungan. d. Peran Manfaat lahan basah dalah segi ilmiah 1. Penelitian ekosistem lahan basah. 2. Observasi spesies flora dan fauna.
23
Fungsi dan Nilai (Manfaat)
Keterangan
Jenis Ekosistem Penyedia Manfaat
Manfaat langsung (Direct Function) 1. Pengendali banjir dan kekeringan
Menampung kelebihan air di musim Dataran banjir, rawa air hujan danmenyalurkan cadangan air di tawar, rawa gambut, situ, musim kemarau danau, wadu
2. Pengaman pantai dari intrusi air laut
Menjaga keberadaan air tanah (tawar) Lahan basah pesisir yang dapat menahan intrusi air laut ke sepertimangrove dan rawa dalam air tanah di daratan, dan aliran air payau air tawar permukaan yang dapat membatasi masuknya air laut ke dalam aliran sungai
Fungsi dan Nilai (Manfaat)
Keterangan
Jenis Ekosistem Penyedia Manfaat
3. Pengaman garis pantai (abrasi/erosi) dan badai
Meredam pengaruh gelombang dan pasang sehingga mengurangi erosi/abrasi garis pantai. Vegetasi lahan basah juga dapat meredam laju badai yang mengarah ke pemukiman.
Mangrove, lamun, terumbu karang
4. Jalur transportasi
Lahan basah telah digunakan selama ribuan tahu oleh masyarakat sebagai sarana perhubungan (transportasi).
Sungai, danau, pesisir, estuari
5. Rekreasi
Lahan basah, terutamayang memiliki nilai estetika,dapat menjadi lokasi yang menarik untuk rekreasi.
Hampir semua lahan basah alam dan beberapa lahan basah bua
24
Banyak lahan basah yang menyimpan misteri ilmu pengetahuan sehingga menarik untuk digunakan sebagai lokasi penelitian, termasuk kegiatan pendidikan.
Semua lahan basah
7. Penambat sedimendari darat dan penjernih air
Sistem perakaran, batang, dan daun vegetasi tertentu di lahan basah dapat menambat sedimen serta menjernihkan air.
Mangrove, rawa, lamun, lahan basah buatan
8. Penahan dan penyediaunsur hara
Badan air dan vegetasi yang terdapat pada lahan basah dapat menahan dan mendaur ulang unsur hara.
Danau, rawa, dataran banjir, mangrove, lamun
9. Penahan dan penawar pencemaran
Badan air dan keseluruhan komponen lingkungan yang terdapat didalamnya dapat menurunkan daya racun bahan pencemar yang masuk ke dalamnya.
Hampir semua lahan basah
10. Stabilisasi iklim mikro
Secara keseluruhan kondisi hidrologi dan daur materi pada lahan basah dapat menstabilkan iklim mikro, terutama curah hujan dan suhu.
Lahan basah yang berukuran
11. Pengendali iklim global
Lahan basah dapat menyerap dan menyimpan karbon sehingga berfungsi sebagai pengendali lepasnya karbon ke udara yang berkaitan langsung dengan perubahan iklim global.
Rawa gambut
6. Penelitian dan pendidikan
Fungsi ekologi
25
Hasil produksi
12. Penyedia air untuk masyarakat
Air permukaan yang terdapat di lahan basah sejak dahulu digunakan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan.
Lahan basah berair tawar
13. Pengisi air tanah
Air permukaan yang terdapat di lahan basah dapat mengisi akuifer melalui pori-pori tanah.
Danau, waduk, sungai, dan ra
14. Penyedia air untuk lahan basah lainnya
Kelebihan air pada suatu lahan basah dapat mengairi lahan basah lain yang berada di dekatnya sehingga lahan basah tersebut dapat tetap menjalankan fungsi-fungsinya.
Sungai, danau, dataran banjir
15. Penyedia hasil hutan
Hutan rawa dan hutan mangrove menghasilkan berbagai komoditas hutan, antara lain kayu, buah, dan getah.
Hutan rawa (gambut dan tawar) serta mangrove
16. Sumber hidupan liar dan sumber makanan
Lahan basah merupakan habitat dan sumber makanan berbagai jenis hidupan liar.
Hampir semua lahan basah
17. Sumber perikanan
Lahan basah merupakan habitat dari berbagai komoditas perikanan, seperti ikan mas, ikan mujair, dan udang.
Hampir semua lahan basah
18. Pendukung pertanian
Lahan basah merupakan sumber pengairan utama berbagai kegiatan pertanian terutama sawah.
Danau, sungai, rawa
26
19. Sumber energi
Energi yang dihasilkan dari pergerakan air dapat dikonversi menjadi energi lain (misalnya listrik). Gambut pada lahan gambut juga dapat digunakan sebagai bahan bakar (misalnya briket).
Sungai, danau, rawa gambut, estuari
20. Merupakan habitat berbagai keanekaragaman hayati
Berbagai jenis flora dan fauna menjadikan lahan basah sebagai habitatnya baik dalam sebagian maupun keseluruhan siklus hidupnya.
Hampir semua lahan basah
21. Keunikan tradisi, budaya dan warisan
Banyak lahan basah memiliki nilai estetika yang khas sehingga menjadi bagian dari perkembanga budaya masyarakat setempat.
Lahan basah yang terkait tradisi dan kebudayaan dengan
Berbagai jenis flora dan fauna menjadikan lahan basah sebagai tempat perkembangbiakan, pemeliharaan, pembesaran, dan tempat mencari makan.
Hampir semua lahan basah
Kekhasan
22. Habitat bagi sebagian atau seluruh siklus hidup flora dan fauna
masyarakat
27
PERATURAN DAN KEBIJAKAN KONSERVASI DI LAHAN BASAH
Indonesia sebagai wilayah memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi serta memiliki kawasan lahan basah yang sangat luas, maka kawasan ini harus dilindungi dari proses kehilangan serta penurunan kawasan tersebut. Wilayah yang termasuk ekosistem lahan basah di Indonesia ternyata sangat luas yaitu sekitar 37 juta hektar. Pulau Sumatera memiliki 13,5 juta hektar, Jawa dan Bali 119 ribu hektar, Nusa Tenggara 51 ribu hektar, Kalimantan 10,2 juta hektar, Sulawesi 605 ribu hektar, Maluku 189,5 ribu hektar dan yang terakhir adalah Irian Jaya seluas 12,8 juta hektar (WCED, 1987 dalam Pramudianto, 2011). Namun luasnya lahan basah hampir setiap tahun terus berkurang. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya proyek pembangunan serta jumlah penduduk yang meningkat sehingga menimbulkan tekanan terhadap penggunaan serta peruntukan lahan basah. Peraturan mengenai konservasi lahan basah tertuang melalui Keputusan Presiden Nomor R.09/PRD/PU/X/1991 yang telah diratifikasi Konvensi Ramsar pada tanggal 19 Oktober 1991 dengan dilakukannya penetapan Taman Nasional Berbak sebagai daftar situs Konvensi Ramsar 1971 (Sugeng, P, H & Dewi, B, S., 2017). Pada pertemuan tahunan ke-18 Majelis Umum IUCN yang diadakan di kota Perth, Australia tahun 1990, dalam salah satu resolusinya telah memutuskan penambahan daftar wilayah konservasi yaitu Danau Eyre, Australia dan Hutan Bakau Teluk Bintuni di Irian Jaya ke dalam daftar konservasi Konvensi Ramsar 1971 (WCED, 1987 dalam Pramudianto, 2011). Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia telah ada peraturan yang secara tidak langsung berkaitan dengan lahan basah yaitu peraturan Staatblad pada tahun 1932 Nomor 17 yaitu “Natuurmonumenten en Wildreservaten Ordonnantie” dan kemudian diganti oleh The Nature Protection Ordinance tahun 1941 (Sugeng, P, H & Dewi, B, S., 2017). Setelah kemerdekaan dikeluarkan UU Perhutanan tahun 1967, melalui Undangundang No 5 tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistem diatur beberapa wilayah lahan basah yang termasuk dalam kawasan penyangga kehidupan. Pada Pasal 9 (1) UU No 5 tahun 1990 menyebutkan bahwa: “Setiap pemegang hak atas tanah dan hak pengusahaan di perairan dala sitem penyangga
28
kehidupan wajib menjaga kelangsungan fungsi perlindungan wilayah tersebut.” Berdasarkan penjelasannya yang dimaksud dengan hak pengusahaan perairan adalah hak yang diberikan pemerintah untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di perairan baik yang bersifat ekstratif maupun non-ekstratif bukan hak penguasaan atas wilayah perairan tersebut (Sugeng, P, H & Dewi, B, S., 2017). Perairan Indonesia meliputi perairan pedalaman (sungai, danau, rawa dan genangan air lainnya), laut wilayah Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No 399/Kpts-II/90 tentang Pedoman Pengukuhan Hutan, Tertanggal 6 Agustus 1990 dalam pasal 15 bagian c menyebutkan pula bahwa pada trayek batas yang melalui rawarawa di pasang pal batas dari kayu helam bulat atau jenis lain kelas I/II atau pohon batas (WCED,1987 dalam Pramudianto, 2011). Maksud dari peraturan ini adalah bahwa dalam mengatur mengenai batas kawasan lindung serta penataannya perlu diberikan kepastian hukum dan khusus yang berkenaan dengan daerah rawa maka batas tersebut ditentukan dengan kriteria seperti 50 pada pasal ini. Hal yang terpenting adalah Pengumuman Menteri Kehutanan Mei 1993 yang menyebutkan diperluasnya area konservasi terestrial dari 19 juta ha menjadi 30 juta ha dengan penekanan pada lahan basah termasuk mangrove. Kelembagaan nasional yang sementara ini memiliki otorita konservasi lahan basah telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Dalam ratifikasi konvensi Ramsar 1971 maka sebagai Managemen Administratif Indonesia adalah Departemen Kehutanan (Sugeng, P, H & Dewi, B, S., 2017). Dirjen PHPA yang dapat mengkoordinasi serta bekerjasama dengan instansi lain sehingga diharapkan dapat terbentuk Komite Nasional mengenai lahan basah (WCED,1987 dalam Pramudianto, 2011). Jadi dapat disimpulkan dari penjelasan di atas mengenai kebijakan dan peraturan konservasi dan tata kelola lahan basah di Indonesia perlu di terapkan dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat agar apa yang menjadi tujuan tercapai den terlaksana dengan baik sehingga keberadaan ekosistem lahan basah terjaga keberadaannya dan dapat dimanfaatkan dengan baik dan bijaksana (Sugeng, P, H & Dewi, B, S., 2017). Perairan Indonesia meliputi perairan pedalaman (sungai, danau, rawa dan genangan air lainnya), laut wilayah Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan No 399/Kpts-II/90 tentang Pedoman Pengukuhan Hutan, Tertanggal 6 Agustus 1990 dalam pasal 15 bagian c menyebutkan pula bahwa pada trayek batas yang melalui rawarawa di pasang pal batas dari kayu helam bulat atau jenis lain kelas I/II atau pohon batas (WCED,1987 dalam Pramudianto, 2011).
29
Maksud dari peraturan ini adalah bahwa dalam mengatur mengenai batas kawasan lindung serta penataannya perlu diberikan kepastian hukum dan khusus yang berkenaan dengan daerah rawa maka batas tersebut ditentukan dengan kriteria seperti 50 pada pasal ini. Hal yang terpenting adalah Pengumuman Menteri Kehutanan Mei 1993 yang menyebutkan diperluasnya area konservasi terestrial dari 19 juta ha menjadi 30 juta ha dengan penekanan pada lahan basah termasuk mangrove. Kelembagaan nasional yang sementara ini memiliki otorita konservasi lahan basah telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Dalam ratifikasi konvensi Ramsar 1971 maka sebagai Managemen Administratif Indonesia adalah Departemen Kehutanan (Sugeng, P, H & Dewi, B, S., 2017). Dirjen PHPA yang dapat mengkoordinasi serta bekerjasama dengan instansi lain sehingga diharapkan dapat terbentuk Komite Nasional mengenai lahan basah (WCED,1987 dalam Pramudianto, 2011). Jadi dapat disimpulkan dari penjelasan di atas mengenai kebijakan dan peraturan konservasi dan tata kelola lahan basah di Indonesia perlu di terapkan dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat agar apa yang menjadi tujuan tercapai den terlaksana dengan baik sehingga keberadaan ekosistem lahan basah terjaga keberadaannya dan dapat dimanfaatkan dengan baik dan bijaksana (Sugeng, P, H & Dewi, B, S., 2017).
30
FLORA DAN FAUNA DI LAHAN BASAH 1. Flora di Lahan Basah a) Flora di ekosisem mangrove Ekosistem mangrove sebagai daerah transisi antara daratan Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan lingkungan lautnya memiliki berbagai fungsi. ekosistem mangrove berperan melindungi berbagai ancaman dari darat maupun dari laut seperti gelombang pasang surut ataupun di saat terjadi badai. Ekosistem mangrove juga melindungi perairan pantai dan laut dari sedimentasi yang berat yang berasal dari daerah hulu sungai dan menstabilkan sedimen yang masuk ke perairan laut, serta mengurangi kelebihan unsur hara dan meredam bahan pencemar lainnya dari limbah manusia (Baharuddin, B., & Salim, D., 2020). Berdasarkan pengamatan dan identifikasi yang dilakukan di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan muara sungai Provinsi Kalimantan Selatan ditemukan 22 jenis mangrove sejati dan juga terdapat 6 tumbuhan asosiasi yakni Jeruju, Waru, Waru Lot, Pandan, Cemara dan Ketapang sebagai tumbuhan asosiasi. Jeruju atau Drujon merupakan tumbuhan berduri yang dapat tumbuh di substrat lunak berlumpur sampai setinggi 2 meter. Tumbuhan ini dapat menjadi tumbuhan dominan di hutan mangrove yang rusak. Jenis mangrove yang dominan diketemukan adalah Rhizophora sp, Sonneratia sp, Xylocarpus sp, Bruguiera sp dan Nypah, Dungun (Heretiera littoralis), dan lain-lain.
Gambar 1 Rhizophora sp (Sumber: Mustiani, S. 2016)
31
Gambar 2 Sonneratia sp (Sumber: Redaksi Beritaku, 2020)
Gambar 3 Xylocarpus granatum (Lim, R. C. J., 2019)
Daerah yang ditumbuhi mangrove merupakan habitat yang sesuai untuk tumbuhnya mangrove yaitu berupa muara sungai yang cukup mendapat pasokan air tawar maupun laut sehingga menyebabkan daerah tersebut mendapat cukup pasokan nutrien yang dibutuhkan tumbuhan mangrove tumbuh dan berkembang. Hasil analisis kualitas air terutama salinitas berkisar 0 – 32 ppm, substrat dasar maupun unsur hara masih sangat mendukung untuk pertumbuhan mangrove (Baharuddin, B., & Salim, D., 2020).
32
Dengan adanya faktor pembatas yang sangat keras di hutan bakau, menyebabkan jenis-jenis yang terdapat di sana adalah jenis yang telah menyesuaikan diri dengan keadaan setempat. Pada umumnya jenis-jenis tersebut tahan terhadap kadar garam yang tinggi, pasang surut air laut, gempuran gelombang, tiupan angin yang kencang, panas dan kondisi tanah setempat, berpasir, berlumpur, berbatu atau gabungan. a. Jenis Bakau (Rhizophora spp) mempunyai akar tunjang sehingga semai yang tumbuh tidak terlalu dekat dengan pohon induk. Tidak mempunyai akar napas pneumatofora, tapi mempunyai akar yang mencuat dan bergelantungan di udara. b. Buah Rhizophora masak di pohon dan bijinya berkecambah di dalam buah yang masih bergantung d pohon. Akar kecambah (hipocotyl) dari semai tumbuh ke bawah menembus dinding buah untuk menghasilkan tumbuhan berbentuk seperti lembing. Dengan demikian, apabila semai jatuh, maka akan menancap di atas lumpur, mengeluarkan akar tunggang dan berkembang secara cepat. Atau mungkin semai terbawa arus dan tumbuh di tempat lain. c. Api-api (Avicennia spp) dan Rambai (Sonneratia spp) mempunyai akar kabel (pola cakar ayam) yang tumbuh mendatar dan ditahan oleh akar jangkar yang kebawah. Akar napas, pneumatofora yang runcing tumbuh ke atas dan mengeluarkan akar baru untuk menyerap zat hara. Akar napas berguna untuk menyerap oksigen terutama pada saat air pasang. d. Berus (Bruguiera spp) mempunyai akar kabel yang muncul ke permukaan dan kembali masuk ke dalam tanah. Akar lutut tersebut berfungsi sebagai pneumatofora. e. Tengar (Ceriops spp) mempunyai kulit batang untuk pertukaran gas.
33
Akar ltut sebagai
Akar napas (pneumatofora)
Akar tunjang
Pneumatofora
Sonneratia spp, Avicennia spp
Rhizophora spp
Pada Bruguiera spp
Gambar 3. Beberapa tipe akar pada pohon hutan bakau Akar-akar pohon bakau menyerap garam dalam jumlah banyak melalui air yang diserapnya. Ketika air menguap lewat daun, garam ditinggalkan. Untuk mengurangi penguapan ini daun-daun pohon bakau umumnya tebal berdaging. Avicennia mempunyai kelenjar khusus pada daunnya untuk mengeluarkan larutan garam pekat selama musim kering.
34
2. Fauna di Lahan Basah a) Fauna di ekosistem mangrove Selain mangrove juga ditemukan biota asosiasi hutan mangrove seperti kepiting bakau, ikan glodok, gastropoda, bivalvia, anak ikan, teritip, dan anak udang serta ditemukan juga buaya, mamalia jenis monyet ekor panjang dan bekantan. Tipe vegetasi mangrove estuari yang rapat dan kompak umumnya menyebar di sekitar muara sungai besar di pesisir pantai.
(a)
(b)
Gambar 5. (a) Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Contoh Monyet Dunia Lama (b) Bekantan (Nasalis larvatus) (Butler, 2013)
Gambar 6. Ikan Glodok (Hogarth, 2015)
Mangrove menjadi daerah yang memiliki wilayah yang basah dan kering dalam suatu waktu tertentu. Menghadapi lingkungan yang seperti ini biota yang hidup didalamnya telah mengembangkan kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Satu diantara contoh biota yang mampu hidup dalam keadaan tersebut adalah
35
ikan Glodok (Ramadhani, 2014). Mudskipper hidup di habitat yang sulit jika di bandingkan dengan ikan yang lainnya, yakni di pasang surut (lumpur). Habitat mereka selalu berubah disesuaikan dengan keadaan basah dan suhu. Mudskipper beradaptasi dengan cara menghabiskan waktu di luar air (Rake & Sullivan, 2015). Ikan Glodok mampu bertahan di daerah pasang surut karena memiliki kemampuan bernafas melalui kulit tubuhnya dan lapisan selaput lendir di mulut serta kerongkongannya (AlBehbehani & Ebrahim, 2010). Mudskipper tersebar di kawasan ekosistem mangrove yang berlumpur (Ansari, 2014). Mudskipper selalu berada di wilayahnya, apabila terdapat individu yang terlalu dekat, bersiap-siap untuk menjauh dengan cara menaikkan sirip, ketika bahaya mengancam, mereka melompat di tanah dan menyelam ke dalam air, bersembunyi di lumpur di antara akar mangrove (Beatty, Bright & Robr, 2001).
b) Fauna di ekosistem dataran lumpur dan dataran pasir Salah satu habitat spesies burung air adalah daerah pantai. Menurut Rusila, Khazali dan Suryadiputra (2003), burung pantai berkumpul dalam jumlah besar disuatu lokasi tertentu. Hal ini akan menciptakan terjadinya kompetisi untuk memperoleh makanan, wilayah mencari makan dan wilayah bertengger yang aman. Sebagian besar diantara wilayah tempat mereka mencari makan adalah berupa wilayah pasang surut, sehingga burung pantai hanya bisa mencari makan pada saat tertentu saja yaitu pada saat air surut. Kondisi tersebut tentu saja akan menimbulkan tantangan lain bagi burung pantai untuk mencari makan. Untuk mengatasi berbagai halangan tersebut sangatlah penting bagi mereka untuk menerapkan mekanisme strategi makan yang efisien.
Gambar 7. Burung Air (Cakrawala, 2014)
36
DAFTAR PUSTAKA AgroIndonesia. (2019). Optimasi Lahan Rawa Capai 23928 Ha. Diakses melalui http://agroindonesia.co.id/2019/01/optimasi-lahan-rawa-capai-23-928-ha/. Pada tanggal 2 Desember 2021. Atap. (2021). Ekosistem Pengertian Komponen dan Macam. Diakses melalui https://www.gramedia.com/literasi/ekosistem/. Pada tanggal 2 Desember 2021. Baharuddin, B., & Salim, D. (2020). Analisis Kekritisan Lahan Mangrove Kalimantan Selatan Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis Dalam Rangka Pengelolaan Konservasi Lahan Basah Pesisir. Jurnal Enggano, 5(3), 495-509. Butler, R.A. (2013). Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis). http://www.mongabay.co.id/foto/gambar/bali_0059.html. Diakses pada 03 Desember 2021 Cakrawala. (2014). Habitat Burung Air Pada Lahan Basah. https://dody94.wordpress.com/2014/03/15/muara-angke suakamargasatwa-terkecil-diindonesia/ Diakses pada tanggal 03 Desember 2021 COREMAP. (2003). Kondisi Terumbu Karang di Indonesia Tahun 2002. Diakses melalui www.coremap.or.id. Pada tanggal 2 Desember 2021. DEE Australia [Department of the Environment and Energy, Australia Government]. (2015). Ramsar Wetland Type Classification. https://www.environment.gov.au/water/ wetlands/ramsar/wetland-type-classification. Diakses: 03 Desember 2021. Dinas Lingkungan Hidup. (2021). Pentingnya Hutan Mangrove Bagi Lingkungan Hidup. Diakses melalui https://dlh.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/60-pentingnya-hutanmangrove-bagi-lingkungan-hidup. Pada tanggal 2 Desember 2021. Dinayanti, E. (2020). Ketinggian Air Waduk dan Bendungan Riam Kanan Masih Normal. Diakses melalui https://banjarmasin.tribunnews.com/2020/02/04/ketinggian-airwaduk-riam-kanan-masih-dalam-batas-normal. Pada tanggal 2 Desember 2021. Djavavista. (2015). Kalimantan Barat Ayo Berpetualang Ke Negeri 1000 Sungai. Diakses melalui https://djavavista.co.id/kalimantan-barat-ayo-bertualang-ke-negeri-1-000sungai/. Pada tanggal 2 Desember 2021. Hatta, G. M. (2020). Lahan Basah, Kearifan Lokal, dan Teknologi. Diakses melalui https://id.scribd.com/ pada tanggal 29 November 2021. Harahap, F. R. (2016). Pengelolaan Lahan Basah Terkait Semakin Maraknya Kebakaran dengan Pendekatan Adaptasi yang Didasarkan pada Konvensi Ramsar. Society, 4(2), 38-47. Jensen. (2005). Lahan Basah (Wetland) di Indonesia. https://www.grvk.com/photos/lex3268/1354085567. Diakses pada 2 Desember 2021.
37
Kementrian Lingkungan Hidup. (2004). Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia. Jakarta: Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah. Kurniawan, N. (2017). Ini Fakta Unik Danau Seran, Pulau Asmara Hingga Air Danau Berubah Warna. Diakses melalui https://banjarmasin.tribunnews.com/2017/11/07/ini-faktaunik-danau-seran-pulau-asmara-hingga-air-danau-berubah-warna. Pada tanggal 2 Desember 2021. Lim, R. C. J. (2019). Xylocarpus granatum Mangrove Cannonball Tree; Meliaceae. Diakses melalui https://www.flickr.com/photos/reulim/50018578732 pada tanggal 29 November 2021. Maris, S. (2021). Di Balik Manfaat Lahan Gambut Untuk Kehidupan. Diakses melalui https://hot.liputan6.com/read/4542154/di-balik-manfaat-lahan-gambut-untukkehidupan. Pada tanggal 2 Desember 2021. Mudiyarso & Suryadiputra. (2003). Paket Informasi Praktis: Perubahan Iklim dan Peranan Lahan Gambut. CCFPI, WI-IP, dan WHC. Bogor. Mustiani, S. (2016). Wisata Hutan Mangrove Park Mempawah. Diakses melalui Wisata Hutan Mangrove Park Mempawah – Siti Mustiani pada tanggal 28 November 2021. Noor, dkk. (2016). Mengapa Lahan Basah Itu Penting. Diakses https://indonesia.wetlands.org/id/wetlands/mengapa-lahan-basah-penting/. tanggal 2 Desember 2021.
melalui Pada
Nuriah. (2020). Mengenal Dataran Banjir. Diakses melalui https://bptsugm.com/mengenaldataran-banjir/. Pada tanggal 2 Desember 2021. Pramudianto, A. (1994). Kawasan Lahan Basah Dalam Konsep Hukum Global dan Keberadaannya Di Indonesia. Lingkungan & Pembangunan 14(1); 1-14. Redaksi Beritaku. (2020). Kenali Hutan Indonesia: Nama, 5 Jenis, Ciri Dan Pohon. Diakses melalui beritaku.id pada tanggal 28 November 2021. Rimbakita. (2019). Lahan Basah Pengertian Jenis Serta Pengelolaannya. Diakses melalui https://rimbakita.com/lahan-basah/. Pada tanggal 2 Desember 2021. Risnandar, C & Fahmi, A. (2018). Lahan Basah. Diakses https://jurnalbumi.com/knol/lahan-basah/. Pada tanggal 2 Desember 2021.
melalui
Searls, D. (2007). River Nith Estuary. Diakses melalui https://www.flickr.com/photos/52614599@N00/483602946. Pada tanggal 2 Desember 2021. Soendjoto, M. A. (2016). Sekilas tentang lahan-basah dan lingkungannya. http://eprints.ulm.ac.id/1748/ diakses pada tanggal 03 Desember 2021. Sudrajat, A. S. E., & Subekti, S. (2019). Pengelolaan ekosistem gambut sebagai upaya mitigasi perubahan iklim di Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Planologi, 16(2), 219-237.
38
Sugeng, P, H & Dewi, B, S. (2017). Buku Ajar Biologi Konservasi Biodiversitas Fauna Di Kawasan Budidaya Lahan Basah. Universitas Lampung. Yovanda. (2016). Jangan Biarkan Terumbu Karang di Teluk Balikpapan Menghilang. Diakses melalui https://www.mongabay.co.id/2016/10/02/jangan-biarkan-terumbu-karang-diteluk-balikpapan-menghilang/. Pada tanggal 2 Desember 2021.
39