MANUSCRIP SRI (1)-1 Flipbook PDF

MANUSCRIP SRI (1)-1

70 downloads 111 Views 517KB Size

Story Transcript

EKSPLORASI KOMPONEN FASILITATOR DAN PENGHAMBAT DALAM PROSES PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN INTEGRATED CLINICAL PAHTWAY Pendahuluan Rumah sakit (RS) merupakan lembaga pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Oleh karena lembaga ini diharapkan dapat memberikan pelayanan yang berkualitas serta mendayagunakan sumber daya secara efisien. Berbagai sistem manajemen telah di bentuk sebagai kebijakan RS dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi pelayanan salah satunya adalah pelaksanaan dari integrated clinical pathway (ICP). ICP dianggap dapat memberikan standar perawatan yang tinggi untuk pasien serta memastikan penghematan biaya dalam hal ini efisensi cost RS yang secara langsung dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan (Iroth & Achadi, 2019; Jayanti & Hariyati, 2020). Keberadaan dan penerapan ICP menjadi sangat penting dalam menjamin kualitas pelayanan kesehatan oleh karena itu ICP telah diadopsi di seluruh dunia (Bai, Bai, Zhu & Xue, 2018), oleh karena tu beberapa hasil menyimpulkan bahwa penerapan ICP bukan hanya memberikan dampak positif terhadap pasien tetapi juga terhadap tenaga medis dan pihak manajemen RS (Asmirajanti et al., 2018; Daruki et al., 2019; Hadira et al., 2020; Hipp et al., 2016; Iroth & Achadi, 2019; Jayanti & Hariyati, 2020; Taufiqurrahman & Nadjib, 2018). Walaupun demikian pada kenyataannya proses dari pengembangan dan penerapan ICP bukan hal yang mudah dilakukan karena melibatkan pasien dan seluruh penyedia layanan kesehatan. Proses pengembangan dan penerapan ICP masih bervariasi di antara negara-negara dengan tingkat kepatuhan berbeda antar negara dengan kondisi yang berbeda (Bai et al., 2018). Beberapa hasil penelitian di beberapa negara yang telah ditemukan diantaranya di Amerika Serikat terdapat lebih dari 80% RS di telah mengembangkan dan menggunakan ICP untuk beberapa intervensi mereka (Astuti et al., 2017), di Australia telah berhasil mengembangkan 53 ICP terbaik hanya dengan kurun waktu 8 bulan di berbagai kondisi medis kronis dan akut serta berdasarkan hasil evaluasi bahwa beberapa RS telah menerapkannya (Antiocch et al., 2015). Selain itu hasil penelitian juga ditemukan di Negara Cina bahwa pelaksanaan ICP telah mencapai 94,4% (Bai et al., 2018) serta salah satu hasil penelitian RS di Indonesia dijelaskan bahwa RS ABC Malang sejak tahun 2015 telah mengembangkan dan menerapkan ICP dan terdapat 15 ICP pada beberapa penyakit yang bersifat Akut. Walaupun demikian, masih terdapat beberapa hasil penelitian mengenai belum optimalnya proses pengembangan dan penerapan ICP. Saat ini beberapa RS telah melakukan pengembangan dan memiliki panduan ICP namun dalam proses penerapnnya belum optimal (Astuti et al., 2017). Hasil penelitian di RS Amerika ditemukan bahwa kepatuhan dalam proses penerapan ICP belum optimal karena masih ditemukannya adanya variasi pelayanan khususnya pada prosedur medis (Bryan et al., 2017) sedangkan hasil penelitian di negara bagian Swedia menjelaskan bahwa dalam proses penerapan ICP belum terealisasi dengan sempurna karena ditemukan data bahwa dari 782 dokumen ICP hanya terdapat 34 atau hanya sekitar 4% dokumen pasien yang sesuai dengan panduan ICP yang artinya petugas belum optimal dalam prosses penerapan ICP (Anderson & Williamson, 2020). Selanjutnya di negara Cina, salah satu hasil

penelitian menunjukkan bahwa dari 45 RS di wilanya Cina telah mengembangkan dan menerapkan ICP namun kepatuhannya hanya berkisar antara 65% hingga 78% (Bai et al., 2018; He et al., 2015). Fenomena ini juga ditemukan di beberapa RS di Indonesia, hasil penelitian menjelaskan bahwa petugas belum sepenuhnya patuh terhadap penerapan ICP (Astuti et al., 2017; Purwadi, 2019). Salah satu hasil penelitian mengenai evaluasi penerapan ICP menyebutkan bahwa tingkat kepatuhan penerapan ICP pada pasien stroke iskemik akut di bagian saraf RS Anutapura hanya mencapai mencapai 80% karena masih adanya variasi yang timbul selama proses perawatan pasien (Mutiarasari et al., 2017), Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Sari. (2017) bahwa belum optimalnya kepatuhan dalam penerapan ICP pada pasien Diare Akut Anak disebabkan karena masih terdapat variasi dalam pemberian pelayanan sebesar sebesar 41%, selain itu rendahnya kepatuhan petugas juga ditemukan pada hasil penelitian evaluasi monitoring di ABC RSUD Malang yang sebelumnya telah menerapkan 15 ICP (Rosalina et al., 2018). Optimanya kepatuhan dalam proses penerapan ICP menjadi menjadi langkah dalam mewujudkan clinical governance dalam tatanan pelayan kesehatan. ICP disusun dan diterapkan sebagai instrument untuk memacu perbaikan system pelayanan kesehatan walaupun demikian keberhasilan dari proses pengembangan dan penerapan ICP tergantung oleh pertimbangan berbagai fasilitaor dan penghambat dalam proses penerapannya (Grol.,2013). Salah satu langkah awal untuk mengeksplorasi proses perkembangan dan penerapan ICP adalah dengan menganalisis fasilitator dan hambatan dalam penggunaannya dalam praktik klinis (Jun et al.,2015) selain itu dengan analisis fasilitator dan penghambat menjadi dasar untuk merancang suatu strategi implementasi yang mendukung keberhasilan dari penerapan ICP (Grol.,2013). Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk untuk menyusun dan mengeksplorasi komponen pendukung dan penghambat proses penerapan ICP dalam meningkatkan kualitas mutu pelayanan kesehatan. Metode Dalam tinjauan literature ini menggunakan database dari PubMed, Science Direct, ProQuest, Wiley dan EBSCO serta juga dilakukan pencarian artikel melalui Gray Literature melalui Artikel yang sebelumnya telah di pilih. Semua data base yang digunakan selanjutnya dilakukan Screning dengan menggunakan rentang sejak tahun 2015 sampai 2022, berbahasa Inggris, dan berbentuk full text. Pencarian literatur di setiap database Medline via PubMed Advanced Search dengan keyword 1 “Integrated Clinical Pathway”, Keyword 2 “Barriers and facilitators” dan Keyword 3 “Development and Implementation”. Selanjutnya dilakukan penggabungan keyword yaitu “integrated clinical pathway” AND Barrier facilitators AND Development Implementation OR adoption sehingga ditemukan sebanyak 952 artikel dengan rincian 15 artikel pada PubMed, 270 artikel pada Wiley, 271 artikel pada ProQuest, 379 artikel pada Science Direct dan 9 artikel pada EBSCO sedangkan pada pencarian sekunder yaitu dari referensi pada artikel primer ditemukan 8 artikel. Selanjutnya dilakukan pengecekan duplikat melalui reference manager mendelay tersisa 411 artikel ditemukan. Setelah dilakukan filter berdasarkan full text dan kesesuaian judul artikel dengan tujuan penelitian sehingga diperoleh 11 artikel jurnal. Proses identifikasi, penyaringan, kelayakan dan inklusi ditampilkan dalam gambar (1) yaitu Diagram alir PRISMA dan selanjutnya dilakukan proses penilian kualitas artikel dengan menggunakan panduan pertanyaan Critical Appraisal Skill Programme (CASP) yang diadaptasi dari (CEBMa, 2014) yang ditampilkan dalam gambar (2) Critical appraisal studi yang direview.

Hasil ICP menjadi suatu protokol standar pelayanan berdasarkan pedoman masuk, diagnosis masuk, pemeriksaan, pengobatan, perawatan, bimbingan diet, pendidikan kesehatan dan perencanaan pulang yang yang telah terbukti bermanfaat dan efektitf dalam mengurangi penggunaan sumber daya dan variasi di dalam RS untuk rawat inap tanpa menurunkan kualitas pelayanan kepada pasien (Hijrah et al., 2022), oleh karena itu ICP telah digunakan di fasilitas dan organisasi kesehatan di berbagai belahan dunia (Aniza et al.,2016; Asmirajanti et al., 2018; Bai et al.,2018; Lawal et al., 2019; Wardhana et al.,2019). Berdasarkan hasil penelitian, ICP yang telah dikembangkan dan di susun oleh para ahli dari berbagai tim multidisiplin tenaga kesehatan memiliki tantangan dalam proses perkembangan dan penerapnnya (Jabbour et al., 2018). Oleh karena itu, mengetahui komponen yang mempengaruhi proses pengembangan dan penerapan dari ICP sangat penting untuk mengoptimalkan keberhasilan dan pemanfaatan dari penerapan ICP (Geerligs et al., 2020) serta meminalkan adanya kemungkinan variasi yang dalam proses implementasi (Kolk et al., 2017). Sebanyak 11 artikel yang di masukkan dalam study berasal dari 6 negara yaitu Cina (n=1), Jerman (n=1), Kanada (n=1), Australia (n=1), Belanda (n=1), dan mayoritas artikel berasal dari Indonesia (n=6). 011). Rincian lebih lanjut dari setiap artikel disajikan pada Diagram 1 Alur Prisma. Berdasarkan tinjauan integratif dari 11 artikel yang telah dipilih mengeksplorasi serangkaian fasilitator dan penghambat dalam proses perkembangan dan penerapan ICP. Salah satu hasil penelitian menjelaskan bahwa dalam proses perkembangan dan penerapan ICP kemungkinan ditemukan adanya berbagai komponen yang merupakan fasilitator sekaligus sebagai penghambat dari ICP (Bai et al., 2018). Berdasarkan hasil analisis dari beberapa artikel yang di review terdapat 3 komponen utama yang menjadi fasilitator dan sekaligus sebagai penghambat dalam proses perkembangan dan penerapan ICP yaitu komponen manejerial, organisasi budaya serta komponen yang mencakup unsur fungsional dan teknik. Komponen manejerial meliputi peran serta dari para kepala depertemen, dewan pengelolah RS dan para clinical champion dalam proses perkembangan dan penerapan ICP, pada beberapa hasil penelitian review menunjukkan bahwa perkembangan dan proses penerapan ICP di beberapa RS menunjukkan hasil yang positif oleh karena adanya dukungan dari para manajer (Asmirajanti et al., 2019, Everink et al., 2017 Mutiarasari, 2017) seperti bentuk dukungan dengan mengalokasikan sumber daya yang sesuai setiap ruang rawat inap (Rankin et al., 2015, Schwarz et al.,2019). Namun pada beberapa hasil penelitian juga menunjukkan komponen manejerial menjadi penghambat dari ICP hal ini disebabkan karena kurangnya bentuk dukungan dari para pimpinan yang menyebabkan masih rendahnya kepatuhan petugas kesehatan dalam proses penerapan ICP (He et al., 2015, Jabbour et al.,2018) yaitu belum adanya bentuk regulasi yang disusun sebagai pendukung dari ICP seperti audit kepatuhan belum tercantum dalam kebijakan RS dan belum adanya kebijakan menegnai tupoksi untuk setiap profesional pemberi asuhan dalam ICP yang tercantum dalam kebijakan (Sari. 2016), kebijakan mengenai system reward (Asmirajanti., 2019) Pada komponen budaya organisasi juga dianggap sebagai fasilitator dan sebagai penghambat dalam proses perkembangn ICP . Berdasarkan beberapa artikel yang telah direview, gambaran budaya organisasi menjadi fasilitator dalam perkembangan dan penerapan ICP melalui motivasi terhadap kemampuan adaptasi dalam perubahan dari multidisiplin, pasien dan keluarga (Jabbour et al.,2018, Mutiarasari et al.,2017), komitmen dari interdispliner dalam menerapkan ICP (Jabbour et al.,2018), program pelatihan dan pendidikan berfokus pada perkembangan ICP

(Rankin et al., 2015), budaya implementasi melalui strategi implementasi multifasat (Jabbour et al.,2018) serta budaya organisasi mengenai kesadaran perilaku perubahan (Jabbour et al.,2018, Everink et al., 2017, Astuti., 2017) Asmirajanti et al., 2019, Widjaja et al.,2019) salah satunya dengan budaya pertemuan mingguan antara para profesional dengan koordinator ICP (Everink et al., 2017). Namun beberapa hasil penelitian budaya organisasi menjadi penghambat perkembangan ICP seperti pada hasil penelitian bahwa meandset dari tenaga medis bahwa ICP dapat mengurangi otonomi mereka (He et al., 2015) hambatan budaya yang memperlihatkan prioritas bersaing (Jabbour et al., 2018), ICP dianggap beban kerja tambahan bagi para staf (Astuti., 2017), komitmen petugas yang rendah (Paat et al., 2016), resisten terhadap perubahan dan kurangnya penghargaan (Widjajaet al.,2019) serta adanya ketidaksepakatan antar professional dalam hal inovasi peralatan (Everink et al., 2017), pengaruh dari komunikasi antar multidisiplin (Sari. 2016) Selanjutnya, komponen fungsional dan teknik juga memberikan pengaruh terhadap perkembangan dan proses penerapan dari ICP. Komponen ini memberikan pengaruh langsung terhadap arah dan proses dari perkembangan dan penerapan ICP (Graeber et al., 2007). Berdasarkan beberapa artikel yang telah di review komponen fungsional dan teknik menjadi fasilitator sekaligus sebagai penghambat dari proses perkembangan dan penerapan ICP. komponen fungsional dan teknik yang dimaksud seperti ketersediaan sumber basis bukti (He et al., 2015, Widjaja et al.,2019), ketersedian sumber daya seperti tenaga, waktu dan fasilitas (Widjaja et al.,2019, Jabbour et al.,2018, Schwarz et al.,2019, Rankin et al., 2015, Asmirajanti., 2019, Everink et al., 2017, Sari. 2016), koordinasi dari petugas, pasien dan keluarga (He et al., 2015, Jabbour et al.,2018, Widjaja et al.,2019., Asmirajanti., 2019, Rankin et al., 2015), koordinasi system pelayanan (Asmirajanti., 2019, He et al., 2015, Schwarz et al.,2019, Everink et al., 2017, Astuti., 2017), adanya co-morbiditas dari pasien (Widjaja et al.,2019), pelaksanaan supervise, audit dan sosialisasi mengenai ICP (Widjajaet al.,2019, Sari. 2016) serta pengelolaan peralatan (Asmirajanti., 2019) Diskusi ICP merupakan hasil adaptasi dokumen yang digunakan dalam manajemen mutu industri yang dikenal dengan standar oprerating prosudures yang bertujuan untuk meningkatkan efisensi dan penggunaaan sumber daya dan penyelesaian tugas dalam waktu yang telah ditentukan ( Ly et al.,2014), walaupun demikian sampai saat ini proses penerapan ICP belum optimal oleh karena adanya berbagai faktor yang ditemukan dalam mempengaruhi proses dari penerimaan dan penggunaan dari ICP (Asmirajanti., 2019). Keberhasilan dalam mengidentifikasi fasilitator dan hambatan akan mempengaruhi proses penerapan dari ICP (Geerligs et al., 2020, Ly et al.,2014), dengan memahami komponen yang menjadi fasilitator dan penghambat dalam proses perkembangan dan penerapan ICP sangat penting guna mengoptipmalkan pemanfaatan dari hasil pelaksanaan dari ICP. Berbagai tantangan dalam proses implementasi ICP sebagian besar melibatkan isu-isu yang berkaitan dengan adaptasi dari ICP untuk membuatnya kompatibel dengan aspek lain pada pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai komponen (Hitch et al., 2022). Integrative review ini digunakan sebagai pendekatan untuk menganalisis serangkaian komponen yang menjadi fasilitator dan penghambat dalam proses pengembangan dan penerapan ICP.

Pada proses pengembangan dan penerapan ICP yang sukses dalam pengaturan klinis yang kompleks memerlukan penanganan dan faktor pendukung di berbagai tingkatan seperti para pimpinan dan tim kesehatan serta konteks rumah sakit secara luas (Jabbour et al.,2018), berdasarkan hal tersebut salah satu hasil penelitian menjelaskan bahwa ICP merupakan intervensi komplek pelayanan sehingga membutuhkan antuisiasme dan dukungan serta waktu, oleh karena itu peran para pimpinan RS pengelolah RS beserta para clinical champion mempengaruhi keberhasilan penerapan ICP (Vanheacht et al.,2010). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa melalui komponen manajerial yang meliputi dukungan para pihak manejemen secara langsung dapat mempengaruhi budaya dalam memberikan pelayanan dengan menggunakan ICP (Mutiarasari et al.,2017) dan melalui sinegitas dari seluruh manajemen RS dan clinical champian serta keterlibatan aktif dari tim multidisiplin dapat mampu menciptkan budaya organisasi yang mempuyai kemampuan dalam berkoordinsi secara lintas disiplin ilmu sehingga berdampak positif terhadap optimalisasi pengembangan dan penerapan ICP (Mutiarasari.,2017). Salah satu hasil identifikasi kualitatif menunjukkan adanya hambatan dari penerapan ICP yaitu adanya sikap skeptitisme oleh karena lingkungan budaya kerja yang menunjukkan prioritas bersaing serta kurangya dukungan kepemimpinan (Ly et al.,2015). Salah satu hasil penelitian bahwa beberapa faktor budaya organisasi dapat mempengaruhi efektifitas ICP sehingga walaupun melalui penggunaan strategi implemetasi dalam proses penerapan ICP belum mampu untuk pendorong kepatuhan karena rumitnya merubah tingkah laku antara penyedia dan layanan kesehatan yang dipersulit oleh budaya organisasi (Zender et al.,2000), oleh karena itu melalui udaya organisasi yang kondusif diharapkan dapat berkontribusi terhadap pengembangan dan penerapan dari ICP salah satunya melalui budaya manajemen resiko klinis (Astuti et al,2017). Keterlibatan pemangku kepentingan diidentifikasi sebagai hal penting bagi keberhasilan penerapan ICP melalui kebijakan yang mendukung inisiatif dari pelaku penerapan ICP (Ly et al.,2021), salah satu hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan potensial untuk penerapan ICP mencakup pandangan yang berbeda tentang penerapan dan kurangya kesadaran atau perbedaaan konsep komunikasi mengenai manfaat ICP (Ohara et al., 2020). Salah satu bentuk budaya organisasi yang berdampak negatif terhadap ICP adalah budaya kebencian di kalangan tim multidisiplin dengan adanya implikasi dari ICP yang secara langsung membutuhkan kerja tim multidisiplin dapat menghalangi otonomi mereka (Hadira et al.,2020). Oleh karena itu dukungan dari pimpinan melalui kebijakan dijadikan sebagai sistem pengendali dalam proses penerapan ICP yang secara langsung melibatkan semua staf yang terkait dalam proses implementasi. Keterlibatan semua staf menjadi kunci dalam mengoptimalkan proses pengembangan dan penerapan ICP. Beberapa hasil penelitian menjelaskan bahwa kurangnya sumber daya, pelatihan yang kurang memadai, tingkat keparahan pasien, perbedaan dalam harapan peran menjadi tantangan dalam mengoptimalkan penerapan ICP (He et al., 2015, Schwarz et al.,2019, Everink et al., 2017). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Widjaja et al.,(2019) bahwa kurangnya pedoman berbasis bukti yang ada, sumber daya manusia yang kurang kompeten, kurangnya komitmen dalam proses penerapan ICP serta sikap yang menunjukkan resistensi terhadap

perubahan dan sistem RS yang kurang efektif dapat menjadi penghambat dari keberhasilan penerapan ICP. Pada hasil penelitian lainnya menjelaskan bahwa upaya dalam proses penerapan ICP yang merupakan intervensi kompleks cenderung mengalami kegagalan karena kurangya efek dalam konteks yang diuji, tidak memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan atau terkait ketidakstabilan konsektual seperti adanya pergantian staf dan faktor pendanaanya yang kurang (Brene et al., 2012) oleh karena itu melalui sistem kebijakan yang dibentuk merupakan mekaniske kerja yang secara langsung dapat memberikan penilain atas kinerja dari PPA dalam proses penerapan ICP. Walaupun demikian beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem mekanisme yang telah di bentuk sebagai fasilitator dalam mendukung ICP belum mampu dilaksanakan maksimal seperti pada sistem audit dan feed back, supervisi dan pelaksanaan sosialisasi ICP (Sari, 2016, Widjaja et al.,2019). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian case manajement system yang belum maksimal mempengarhu keberhasilan dari penerapan ICP (Mutiarasari, 2017).Oleh karena itu dengan sinergitas dari seluruh manajemen sistem, clinical champoin RS dan adanya keterlibatan aktif dari tim multidisiplin menjadi kunci keberhasilan dari proses pengembangan dan penerapan dari ICP ( Lacko et al, 2010). Batasan Adapun batasan dalam penulisan ini yaitu perlu penambahan referensi yang lebih banyak untuk menguatkan hasil identifikasi dari komponen pendukung dan penghambat dari proses pengembnagan dan penerapan ICP sehinnga dapat menyusun strategi implementasi yang tepat dengan menyesuaikan budaya ataupun culturu dari suatu sistem pelayanan di RS. Kesimpulan Berbagai kemungkinan faktor yang mempengaruhi penerimaan dan penggunan dari ICP yang terjadi pada tingkat mikro (perilaku individu dan organisasi) dan pada tingkatan makro (konteks dan sistem) yang pada dasarnya saling berkaitan. Implementasi yang sukses terjadi ketika bukti kuat, konteksnya menerima perubahan dan proses perubahan di fasilitasi secara tepat melalui kemampuan mengidentifikasi komponen yang dapat menjadi pendukung serta penghambat khusunya dalam proses pengembangn dan penerapan ICP. Keterlibatan klinisi dan manajer dalam setiap tahapan pengembangan dan proses penerapan ICP sangat diperlukan dalam keberhasilan ICP, selain itu budaya organisasi dan karateristik memberikan konteks untuk mampu memahami dan dan memilih mekanisme perubahan yang mendukung optimalnya pengembangan dan penerapan ICP.

.

Screening

Identification

Diagram 1 Istilah pencarian, pencarian database dan hasilnya Artikel Awal diidentifikasi melalui pencarian database (n=952) PubMed=15, Wiley Online Library=270, Proquest=271, Science Direct=379 dan EBSCO=9

Artikel tambahan yang teridentifikasi dari sumber pencarian lain (n=8)

Artikel yang teridentifikasi setelah penghapusan artikel yang duplikasi (n=541)

Eksklusi Artikelt idak full-teks (n=287)

Eligibility

Artikel yang diskrining (n=411)

Included

Artikel Full text yang relevan (n=124)

Eksklusi Tidak relevan tujuan studi (n=113)

Artikel yang Inklusi untuk analisis (n=11)

Gambar 1. Diagram Alur Prisma

Tabel 1 Critical appraisal studi yang direview (CEBMa, 2014) N o

Kriteria

penelitian 1 Apakah tersebut membahas pertanyaan/ masalah yang terfokus dengan jelas? metode 2 Apakah penelitian (desain studi) sudah sesuai menjawab pertanyaan penelitian? metode 3 Apakah pemilihan subjek (karyawan, tim, divisi, organisasi) dijelaskan dengan jelas? cara 4 Bisakah pengambilan sampel menimbulkan bias (seleksi)? sampel 5 Apakah subjek mewakili populasi yang akan dirujuk temuannya? ukuran 6 Apakah sampel didasarkan pada pertimbangan pra-studi tentang kekuatan statistik? tingkat 7 Apakah respons yang memuaskan dicapai? 8 Apakah pengukuran (kuesioner) mungkin valid dan reliabel? 9 Apakah signifikansi statistik dinilai? interval 10 Apakah kepercayaan diberikan untuk hasil utama? ada 11 Mungkinkah faktor perancu yang belum diperhitungkan? hasil 12 Dapatkah diterapkan ke organisasi Anda?

He Schwarz Jabbour Rankin et al., et al., et al., et al (2015) (2019) (2018) (2015)

Everink Widjaja Astuti et al., et al., et al., (2017) (2019) (2017)

Mutiarasari et al., (2017)

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

No

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Can’ t tell

Yes

Can’t tell

Can’t tell

X

Yes

Can’t tell

Yes

Can’t tell

No

Asmirajanti Sari. et al ., (2016) (2019)

Yes

Paat et al., (2016

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

No

No

No

No

No

Yes

Yes

Can’t tell

Can’t tell

Can’t tell

Can’t tell

Can’t tell

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

No

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Yes

Tabel 2. Ringkasan studi yang direview N o 1.

2.

3

Penulis/Tahun Negara He et al., (2015) Cina

Judul

Tujuan

Study Desain Penelitian

Waktu

Compliance with clinical pathways for inpatient care in Chinese public hospitals

Untuk mengetahui kepatuhan tenaga medis dalm penggunaan ICP nasional

Survey sampel melalui system informasi RS (hasil doukumentasi pasien) melalui pemilihan acak acak dengan memilih dua penerimaan rawat inap pertama dengan jumlah pasien ganjil untuk setiap kondisi di setiap bulan.

Tahun 2012

Schwarz et al.,(2019) A data-driven Jerman hierarchical MILP approach for scheduling clinical pathways: a realworld case study from a German university hospital Jabbour et al.,(2018) Defining barriers kanada and enablers for clinical pathway implementation in complex clinical settings Mona

Untuk menyusun penjadwalan tingkat hari dari ICP melalui pertimbangan semua sumber daya

Pendekatan berbasis pemrograman linear campuraninteger linier fleksibel (MILP)

Perencan an 30 har

Untuk memahami hambatan dan faktor pendukung untuk mengimplementa sikan CP

Deskriptif Kualitatif

Agustus 2013Februari 2014

n

na ri

s

i

Hasil

Deskripsi Sampel Dokumen rawat inap pasien dari 5 diagnosa penyakit pneumonia, AMI, gagal jantung, operasi caesar, dan diabetes tipe-2 di tujuh RS umum di Pudong New Area of Shanghai

Fasilitaor

-

Penghambat  Kurangnya dokumentasi.  Kurangnya dukungan dari pimpinanan .  Sumber Basis bukti yang minim (terdapat ketidaksesuain pedomen di beberapa pasien)  Meandset dari beberapa tenaga medis dalam menggunakan ICP dapat mengurangi otonomi mereka.  Kurangnya insentif untuk mengubah gaya praktik  Akuntiblitas yg tidak jelas untuk hasil kesehatan,prioritas yang bersaing kurangnya sumber daya,kendala pendanaan kesehatan, regulasi dan factor pasien ,kesulitan koordinasi lintas penyedia

 Hambatan budaya  300 pasien di beberapa  Penetapan alokasi bangsal per rawat inap dan sumber daya yang pembagian kamar sesuai setiap ruang berdasarkan jenis kelamin. rawat inap  Sumber daya perawatan seperti tenaga medis ruang operasi dan staf klinis dengan mempertimbangkan kelayakan sumber daya . 15 UGD komunitas.  Pendekatan dengan terdiri masing dari direktur strategi UGD, manajer, dokter dan implementasi perawat UGD. multifasat  Motivasi Kemampuan adaptasi terhadap perubahan dari tenaga medis, pasien dan keluarga  Dukungan lingkungan organisasi  Komitmen dari

 sumber ketidakpastian seperti pasien darurat  waktu perawatan stokastik, dan sumber daya yang belum memadai

 Persetujuan komite  Penundaan yang lama  Masalah organisasi  Prioritas bersaing  Desain fisik dan ruang  Insentif pendannperiode menantng, ketajaman pasien,

yang

N o

Penulis/Tahun Negara

4

Rankin et al., (2015) Australia

5

Everink et al., (2017) Belanda

Judul

Everybody wants it done but nobody wants to do it: An exploration of the barrier and enablers of critical components towards creating a clinical pathway for anxiety and depression in cancer Process evaluation of an integrated care pathway in geriatric rehabilitation for people with complex health problem

Tujuan

Mengeksplorasi hambatan dan pendukung untuk implementasi ICP di masa depan untuk kecemasan dan depresi pada pasien kanker

 Untuk mengetahui proses penerapan ICP  Untuk mengetahui kepuasan pasien, keluarga dan petugas kesehatan terhadap proses penerapan ICP  Untuk mengetahui hambatan dan fasilitator yang mempengaruhi implementasi ICP

Study Desain Penelitian

Deskriptif Kualitatif

Mix metode Kualitatif dan kuantitatif

Waktu

Wawanca dilakukan selama 37 menit per partisipan

April 201 - Juni 2015)

Deskripsi Sampel

Hasil Fasilitaor

Penghambat

interdispliner dan tekanan untuk konfirmitas dalam tim ra 12 peserta dari 8 jenis  Ketersedian SD  Kurangnya sumber daya [waktu, n disiplin ilmu kesehatan  Tersdianya peralatan dan staf keuangan, 7,5 terdiri khusus pelayanan keterampilan r 2 Psikiater, kanker, kepemilikan  keengganan pasien n 1 Ahli onkologi medis, tim, 1 Dokter perawatan,  Program pelatihan 2 dokter umum paliatif, dan pendidikan 2 perawat psikolog,  Integrsi dengan 2 perawat Onkologi pelayanan lain 1 perawat paliatif 2 pekerja sosial

13  113 pasien rehabilitasi  Dukungan geriatric yang terdiri manajemen pasien dengan stroke,  pertemuan pasien dengan trauma mingguan antara ortopedi, pasien ortopedi para profesional elektif, dan kelompok dengan koordinator residual (masalah ICP kesehatan yang kompleks )  137 pengasuh informal  19 tenaga profesional berpartisipasi dalam wawancara kelompok semi-terstruktur terdiri  8 perawat diluar RS  2 dokter perawatan lansia  3 fisioterapis  3 perawat di fasilitas rehabilitasi geriatric  2 perawat home care  1 perawat khusus yang bekerja di praktik dokter umum

 Keterbatsan fasilitas pendukung penerapan ICP  Profesional  organisasi  Konteks politik  ketidaksepakatan antar professional dalam hal inovasi peraatan

N o

Penulis/Tahun Negara

6

Widjajaet al.,(2019) Indonesia

7

8

Astuti., (2017) Indonesia

Mutiarasari., (2017) Indonesia

Judul

Tujuan

Study Desain Penelitian

Pengaruh ICP Terhadap Mutu Pelayanan Keperawatan Dan Kepuasan Pasien

Untuk mengetahui pengaruh CP terhadap mutu pelayanan keperawatan dan kepuasan pasien di Rumah Sakit

Desain Kuasi eksperimen prepost tes dan dengan kelompok kontrol

Evaluasi Implementasi Clinical Pathway Sectio Caesarea di RSUD Panembahan Senopati Bantul

Mengevaluasi konten dan mutu clinical pahways sectio caesarea (CP SC), mengevaluasi kepatuhan implementasi CP SC dan mengetahui hambatan yang ada dalam implementasi CP SC, sehingga dapat menyusun rekomendasi untuk meningkatkan implementasi CP SC di RSUD Panembahan Senopati Bantul  Mengevaluasi proses pengembangan dan  Penerapan clinical pathway kasus stroke iskemik akut di RS Anutapura Kota Palu

Mix method dengan desain studi kasus

Evaluasi Proses Pengembangan Dan Penerapan Clinical Pathway Kasus Stroke Iskemik Akut Di Rumah Sakit Anutapura Kota Palu

action research.

Waktu

delapan minggu empat un perawatan

Januari dan februari tahun 201

bulan Apr - Septemb 2016

Deskripsi Sampel

 Pasien yang dirawat di 2 di unit medikal bedah sebagai nit unit kontrol dan 2 unit medikal bedah sebagai unit intervensi melalui teknik purposive sampling (judgmental sampling )  Perawat yang bertugas di ruang rawat inap medical bedah   Sampel kuantitatif : seluruh rekam medis tindakan operasi sectio 16 caesarea elektif dengan teknik pengambilan total sampling.  Sampel kualitatif adalah Wakil Direktur, Kepala bidang mutu, Dokter SMF Obstetri dan Ginekologi, Kepala Bangsal dan Perawat Pelaksana dengan teknik purposive sampling (n=8

Hasil Fasilitaor

Penghambat  Minimnya pemahaman mengenai sumber EBP, hambatan waktu, SDM yang kurang kompeten, komitmen petugas yang rendah, resisten terhadap perubahan, tidak jelas diagnosis pasien saat masuk, adanya co-morbiditas, dan sistem RS yang kurang efisien (terbatasnya tenaga dan peralatan). hambatan politis, dan kurangnya penghargaan  tidak dilakukan suvervisi  Kurangnya sosilisasi ICP  iCP dianggap beban kerja tambahan bagi para staf

ril  25 penyedia layanan  Dukungan pihak  Belum optimalnya kinerja case ber kesehatan manajemen RS, manejer dukungan  (Wakil  management system belum diterapkandengan baik.  Direktur Pelayanan, clinicalchampion Kepala Bidang Pelayanan RS  Ketersediaan sumber daya masih Medis, Kepala Bidang  Kesadaran perilaku kurang perubahan dari  belum adanya program pelatihan Anggaran multidisiplin  dan Program, Kepala komprehensif terkait penggunaan lCP  Bidang Keperawatan, Ketua Komite Medik, Kepala Instalasi IGD dan

N o

9

Penulis/Tahun Negara

Sari. (2016) Indonesia

Judul

Tujuan

Study Desain Penelitian

Waktu

Audit Implementasi Clinical Pathway Diare Akut di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Tahun 2016

Mengetahui implementasi ICP pada kasus diare akut dengan proses audit.

Mix method dengan desain studi kasus kuantitatif dan kualitatif

Untuk mengetahui aktor pendukung dan harapan perawat terkait penerapan ICP dalam asuhan keperawatan di RS tujuan menganalisis penyusunan, pelaksanaan, pemantauan serta evaluasi jalur klinis di RSUP Prof. Dr. RD Kandou.

Kuantitatif, November studi cross- 2016 samp sectional dengan Januari 20

10

Asmirajanti., (2019) Indonesia

Supporting factors of the implementation of clinical pathway approach in nursing care

11

Paat et al., (2016) Indonesia

Analisis pelaksanaan jalur klinis di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado

Kualitaif

Bulan April sampai Juni 2017

Oktober sampai dengan Desember 2016.

7

Deskripsi Sampel

Hasil Fasilitaor

Penghambat

tim clinical  Pathway)  30 di bagian saraf  Keluarga pasien DPJP dari pasien Diare Akut Anak, Perawat Penanggung Jawab Pasien, Farmasi dan Ahli gizi serta Komite Medik

 Audit kepatuhan belum tercantum dalam kebijakan RS  Sumber daya terbatas  Hambatan komunikasi multidisiplin  tupoksi untuk setiap profesional pemberi asuhan dalam ICP yang tercantum dalam kebijakan.  Pelaksanaan sosialisasi belum optimal  Belum adanya kegiatan monitoring, evaluasi, dan feedback  kepatuhan clinical pathway belum dimasukkan ke dalam IKI dokter dan formulir ICP belum ringkas.

r 100 perawat dengan  Optimalisasi pai pengalaman kerja minimal System Manajemen satu tahun, dipilih dengan keperawatan 17 metode proporsional  System reward purposive sampling.  Pengelolaaan peralatan  Pengembangan system informasi 7 informan yang terdiri dari: dokter, manajemen pelayanan medik rawat inap, Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, dan perawat

 Dukungan manajerial  Komitmn dari tenaga professional

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.