PANDUAN MEMBUAT PUPUK ORGANIK ALA KANG DEDI Flipbook PDF

PANDUAN MEMBUAT PUPUK ORGANIK ALA KANG DEDI

83 downloads 106 Views 24MB Size

Story Transcript

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Alah swt, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan ― Panduan Praktis Membuat Pupuk Organik Berkualitas dengan Mudah‖. Penyusunan buku ini adalah untuk mempermudah para petani atau masyarakat yang ingin membuat pupuk organik dengan mudah dengan bahan yang ada di sekitar dengan berpedoman pada prinsip Mudah, murah, manfaat, dan Bermutu (3M1B). Ucapan terimakasih kepada semua pihak, yang telah membantu dalam penyususnan buku ini. Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan buku ini masih banyak kekurangankekurangan, baik dalam penyusunan kalimat maupun dalam penulisan. Untuk itu, kritik dan saran sangatlah penulis nantikan dari semua pihak. Akhir kata, mudah-mudahan buku ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umunya bagi para pembaca semua. Pamulihan, 16 Februari 2022 Komunitas Peduli Lingkungan (KOPLING) Dedi, S.Pd.


Prakata alam organik! Pertanian organik sudah di kenal sejak tahun 1930 oleh masyarakat. Waktu itu pupuk organik digunakan petani sebagai pupuk utama bagi tanaman, penyubur, dan pengembur tanah. Sejak di berlakukanya revolusi hijau tahun 1960-an, petani mulai mengunakan pupuk kimia dan meningalkan pupuk organik dengan alasan pupuk kimia lebih praktis, murah, dan mudah di dapat di bandingkan pupuk organik yang memerlukan waktu, tenaga banyak, dan pengunaanya lebih banyak. Sejalan dengan berjalanya waktu, petani mulai merasakan dampak dari pengunaan pupuk dan pestisida kimia yang dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya bagi manusia dan lingkungan. Dosis pupuk kimia yang terus meningkat menyebabkan kondisi tanah mengalami penurunan kualitas kesuburan. Tanah menjadi keras dan keseimbangan unsur hara maupun mikroorganisme tanah terganggu. Selain penggunaan pupuk kimia yang berlebihan pestisida kimia juga diberikan tanpa pertimbangan lingkungan. Penggunaan pestisida kimia yang kurang bijak ini menimbulkan dampak buruk bagi ekosistem maupun kesehatan manusia. Melihat kenyataan tersebut sudah seyogyanya para petani tumbuh kesadaran dan berpikir sehat jauh kedepan,akan dampak negatif pengunaan pupuk buatan dan sarana pertanian moderen lainya dan meningalkan pradigma lama tersebut untuk beralih ke pradigma baru dengan mengunakan pupuk organik. Para petani harus mulai mengali bahan-bahan sekitar kita yang bisa dimanfaatkan untuk menganti bahan kimia tersebut. Tentunya bahan yang ramah lingkungan dan dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan tananaman S


Banyak ragam / jenis bahan yang dapat di gunakan untuk pupuk organik. Misalnya limbah industri, limbah pertanian, limbah pabrik,limbah peternakan, dan limbah rumah tangga. Dari banyak ragam bahan untuk pembuatan pupuk organik, saya akan menguraikan cara pembuatan pupuk organi pupuk kandang dan bokashi jerami.


BAB 1 PENGERTIAN KOMPOS 1.1 Pengertian Kompos Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi kompos adalah pupuk campuran yang terdiri atas bahan organik (seperti daun dan jerami yang membusuk) dan kotoran hewan. Menurut SNI 19-7030-2004) kompos adalah bentuk akhir dari bahan-bahan organik sampah domestik setelah mengalami dekomposisi. Sedangkan pengomposan adalah proses dekomposisi atau penguraian bahan organik dengan mikroba pengurai. Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahanbahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses di mana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. 1.2 Tujuan Pengomposan a. Mengubah bahan organik yang biodegradable menjadi bahan yang stabil; b. Membunuh bakteri pathogen, gulma, telur insect, dan organisme lain; c. Menyediakan nutrisi yang cukup untuk menunjang kesuburan tanah/tanaman. 1.3 Manfaat Kompos a. Meningkatkan kesuburan dan mengemburkan tanah; b. Menetralkan PH tanah; c. Meningkatkan mikroorganisme dan unsur hara tanah d. Memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah; e. Merangsang pertumbuhan tanaman;


f. Mendekomposisi bahan organik tanah dengan cepat; g. Menghemat pengunaan pupuk kimia. 1.4 Kekurangan dan Keunggulan Kompos Pupuk organik mempunyai sangat banyak kelebihan namun juga memiliki kekurangan bila dibandingkan dengan pupuk buatan atau kimia (anorganik). a. Kekurangan 1. Kandungan unsur hara jumlahnya kecil, sehingga jumlah pupuk yang diberikan harus relatif banyak bila dibandingkan dengan pupuk anorganik; 2. Karena jumlahnya banyak, menyebabkan memerlukan tambahan biaya operasional untuk pengangkutan dan implementasinya; 3. Dalam jangka pendek, apalagi untuk tanah-tanah yang sudah miskin unsur hara, pemberian pupuk organik yang membutuhkan jumlah besar sehingga menjadi beban biaya bagi petani. Sementara itu reaksi atau respon tanaman terhadap pemberian pupuk organik tidak se-spektakuler pemberian pupuk buatan. b. Keunggulan 1. Pupuk organik mengandung unsur hara yang lengkap, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro; 2. Kondisi ini tidak dimiliki oleh pupuk buatan (anorganik); 3. Pupuk organik mengandung asam - asam organik, antara lain asam humic, asam fulfic, hormon dan enzym yang tidak terdapat dalam pupuk buatan yang sangat berguna baik bagi tanaman maupun lingkungan dan mikroorganisme; 4. Pupuk organik mengandung makro dan mikro organisme tanah yang mempunyai pengaruh yang sangat baik terhadap perbaikan sifat fisik dan sifat biologis tanah; 5. Memperbaiki dan menjaga struktur tanah;


6. Menjadi penyangga pH tanah; 7. Menjadi penyangga unsur hara anorganik yang diberikan; 8. Membantu menjaga kelembaban tana; 9. Aman dipakai dalam jumlah besar dan berlebih sekalipun; 10.Tidak merusak lingkungan. 1.5 Keuntungan Pengomposan 1.5.1 Bagi Pemerintah a. Membantu meringankan pengolahan sampah perkotaan maupun pedesaan b. Meningkatkan pendapatan masyarakat c. Membantu mengurangi pencemaran lingkungan d. Membantu melestarikan sumber daya alam e. Menghasilkan produk baru, yaitu kompos f. Membuka kesempatan kerja 1.5.2 Bagi Petani a. Cara membuat pupuk kompos juga relatif sangat murah, karena menggunakan bahan – bahan yang mudah sekali Anda dapatkan di sekitar. Ambil saja contoh bahan seperti kotoran ternak , isi rumen sapi, air kencing ternak , seresah dedaunan, dedak kasar, hingga abu dapur yang kesemuanya itu mudah Anda dapatkan; b. Dengan cara membuat pupuk kompos dapat memangkas biaya akan pupuk kimia. Ketersediaan akan pupuk juga akan lebih terjamin dibandingkan dengan mengandalkan pupuk kimia; c. Dengan pembuatan pupuk organik bisa dijadikan lahan bisnis/penghasilan sampingan


d. Dengan pembuatan pupuk organik berarti secara tidak langsung kita bisa membuat pupukorganik sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman; e. Karena terbuat dari bahan-bahan yang berasal dari alam, tentu saja pupuk kompos lebih ramah lingkungan dan tidak akan mengganggu kesehatan tanaman; f. Proses pembuatan pupuk kompos juga sangat sederhana dan mudah. Anda tidak perlu mempersiapkan peralatan canggih untuk membuat pupuk kompos.


BAB 2 JENIS DAN BAHAN UNTUK KOMPOS 2.1 Jenis-jenis Kompos Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian atau seluruhnya berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa. Pupuk organik mempunyai beragam jenis dan varian. Jenis-jenis pupuk organik dibedakan dari bahan baku, metode pembuatan, dan wujudnya. 1. Pupuk hijau Pupuk hijau berasal dari pelapukan tanaman, baik tanaman sisa panen maupun tanaman yang sengaja ditanam untuk diambil hijauannya. Tanaman yang biasa digunakan untuk pupuk hijau di antaranya dari jenis leguminosa (kacangkacangan) dan tanaman air (azola). Jenis tanaman ini dipilih karena memiliki kandungan hara, khususnya nitrogen yang tinggi serta cepat terurai dalam tanah. 3. Pupuk kompos Kandang Pupuk kompos dihasilkan dari pelapukan bahan organik dan kotoran hewan melalui proses biologis dengan bantuan organisme pengurai. Organisme pengurai atau dekomposer bisa berupa mikroorganisme alami ataupun makroorganisme buatan. Mikroorganisme dekomposer bisa berupa bakteri, jamur, atau kapang. Sumber: pertanianku.com 1. Kompos Cacing atau vermicompost Kompos cacing adalah pupuk yang berasal dari kotoran cacing (vermics). Pupuk ini dibuat dengan memelihara cacing dalam tumpukan sampah organik hingga cacing tersebut berkembang biak di dalamnya dan menguraikan sampah organik dan menghasilkan kotoran. Proses ini dikenal sebagai vermiksisasi.


Cacing yang umumnya digunakan untuk membuat kompos dengan cara vermikompos ada lima jenis. Jenis cacing yang umum digunakan adalah : 1. Lumbricus rubellus. 2. Eisenia fetida (Red Wiggler) 3. Eisenia hortensis 4. Perionyx excavatus (Indian Blue) 5. Eudrilus eugeniae (African Nightcrawler) 6. Bokashi Bokadalah sebuah metode pengomposan yang dapat menggunakan starter aerobik maupun anaerobik untuk mengkomposkan bahan organik, yang biasanya berupa campuran molasses, air, starter mikroorganisme, dan sekam padi. Kompos yang sudah jadi dapat digunakan sebagian untuk proses pengomposan berikutnya, sehingga proses ini dapat diulang dengan cara yang lebih efisien. Starter yang digunakan amat bervariasi, dapat diinokulasikan dari material sederhana seperti kotoran hewan, jamur, spora jamur, cacing, ragi, acar, sake, miso, natto, anggur, bahkan bir, sepanjang material tersebut mengandung organisme yang mampu melakukan proses pengomposan.


6. Kompos bagase Kompos Bagase adalah kompos yang dibuat dari ampas tebu (bagase), yaitu limbah padat sisa penggilingan batang tebu. Kompos ini terutama ditujukan untuk perkebunan tebu. Pabrik gula rata-rata menghasilkan bagase sekitar 32% bobot tebu yang digiling. Sebagian besar bagase dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler, namun selalu ada sisa bagase yang tidak termanfaatkan yang disebabkan oleh stok bagase yang melebihi kebutuhan pembakaran oleh boiler pabrik. Sisa bagase ini pada masa depan diperkirakan akan bertambah seiring meningkatnya kemajuan teknologi yang mampu meningkatkan efisiensi pabrik pengolahan tebu, termasuk boiler pabrik. 2.2 Bahan untuk Kompos Asal Bahan 1. Pertanian Limbah dan residu tanaman Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa Limbah & residu ternak Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas Tanaman air Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air 2. Industri Limbah padat Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan Limbah cair Alkohol, limbah pengolahan kertas,


limbah pengolahan minyak kelapa sawit 3. Rumah tangga Sampah Sampah (padat) rumah tangga dan sampah kota rumah tangga Limbah padat dan cair Limbah rumah tangga: Tinja, urin, 4. Pasar Sampah Sampah (padat) pasar tradisional dan modern Limbah padat dan cair Limbah Pasar; Tinja dan urin Sumber: (Wikipedia, 2019) 2.3 Alur Pembuatan Kompos Secara Anaerob Pembalikan Kompos 1 Minggu sekali Persiapan Alat dan bahan Bahan N (hijau) dan C (Coklat) di potong kecil-kecil ukuran 1-5 cm Larutkan Aktivator dan molase dalam Air 50-100 L Pencampuran dalam tempat pengomposan Penyiraman dengan Mikroba yang Telah di Larutkan (Kelembaban 40%) Penumpukan kompos 1-1.5 m dan Penutupan dengan Terpal Pengayakan untuk Memperoleh Kompos yang Seragam Pengeringan Kompos dengan di Angin-anginkan di Tempat Teduh Pengemasan dengan Plastik atau Karung Pupuk Siap di Pasarkan atau di Gunakan


BAB 3 MIKROORGANISME DAN PROSES PENGOMPOSAN 3.1 Mikroorganisme yang Berperan dalam Pengomposan 1.Psikrofil 0-20 0c 2. Mesofilik 20-40 0c 3. Termofilik 40-60 0c 4. bakteri fotosintetik 5. bakteri asam laktat 6. Actinomicetes 7.Ragi 8. Jamur Fermentasi 3.2 Proses Pengomposan Sumber:(Wikipedia,2019). Berdasarkan kondisi habitatnya, terutama temperatur, mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan terdiri dari 2 golongan, yaitu mesofilik dan termofilik. Mikroorganisme mesofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada temperatur rendah (10 -45 derajat Celsius). Mikroorganisme termofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada temperature tinggi (45 -65 derajat Celsius) pada temperatur tumpukan kompos kurang dari 45 derajat celsius proses pengomposan dibantu oleh


mesofilik sedangkan ketika temperatur tumpukan berada pada 65 derajat celsius organisme yang berperan adalah termofilik. Dilihat dari fungsinya mikroorganisme mesofilik berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mepercepat pengomposan. Sementara itu, bakteri termofilik yang tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat. (Lolita/Marlinda,14/15). Kandungan mikroorganisme dalam pembuatan kompos (EM) terdiri dari bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, actinomycetes, ragi dan jamur fermentasi. Bakteri fotosintetik membentuk zat-zat bermanfaat yang menghasilkan asam amino, asam nukleat dan zat-zat bioaktif yang berasal dari gas berbahaya dan berfungsi untuk mengikat nitrogen dari udara. Bakteri asam laktat berfungsi untuk fermentasi bahan organik jadi asam laktat, percepat perombakan bahan organik, lignin dan cellulose, dan menekan pathogen dengan asam laktat yang dihasilkan. Actinomycetes menghasilkan zat anti mikroba dari asam amino yang dihasilkan bakteri fotosintetik. Ragi menghasilkan zat antibiotik, menghasilkan enzim dan hormon, sekresi ragi menjadi substrat untuk mikroorganisme efektif bakteri asam laktat actinomycetes. Ragi merupakan zat anti bakteri dan bermanfaat bagi pertumbuhan tananaman dari asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintesik, bahan organic, dan akar tanaman.Zat bioaktif, seperti hormone dan enzyme yang dihasilkan oleh ragi akan meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar. Actinomycetes S.P. strukturnya merupakan bentuk antara bakteri dan jamur yang akan menghasilkan zat anti mikroba dan asam amino yang dihasilkan oleh


bakteri fotosintetik dan bahan organic yang dapat menekan pertumbuhan jamur dan bakteri. Jamur fermentasi (peragian) seperti Aspergillus niger dan pennicillium menguraiakan bahan organic secara tepat untuk menghasilkan alcohol, ester, dan zat anti mikroba yang akan menghilangkan baud an mencegah serbuan serangga maupun ulat merugikan. Lactobacillus dan jamur fermentasiinilah yang mampu meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah organik. Bakteri psikrofil adalah bakteri yang hidup dan tumbuh pada suhu rendah yaitu 0° – 30°C dengan suhu optimum 15°C. Bakteri ini banyak terdapat di dasar lautan, di daerah kutub dan juga pada bahan makanan yang didinginkan. Pertumbuhan bakteri psikrofil pada bahan makanan menyebabkan kualitas bahan makanan tersebut menurun dan atau menjadi busuk. Contoh bakteri psikrofil adalah Pseudomonas, Flavobacterium, Achromobacter dan Alcaligenes. Bakteri mesofilik dapat tumbuh pada suhu 25° – 37°C dengan suhu optimum 32°C. Umumnya bakteri jenis ini hidup di tanah, air dan juga di dalam tubuh vertebrata terutama alat pencernaan. Beberapa jenis bakteri bahkan dapat hidup dengan baik pada suhu sekitar 40°C. Semua jenis bakteri yang bersifat patogen pada hewan dan manusia merupakan bakteri mesofil. Contoh bakteri jenis ini adalah Listeria monocytogenes, Staphylococcus aureusdan Escherichia coli. Bakteri termofil merupakan jenis bakteri yang dapat tumbuh pada daerah yang suhunya tinggi, lebih dari 40°C. Temperatur optimumnya antara 55 –60°C. Bakteri ini dijumpai pada sumber-sumber air panas, kawah gunung berapi, geiser


dan sebagainya. Contoh bakteri termofil adalah Thermus aquaticus, Sulfolobus acidocaldarius dan Chloroflexus. Sumber:(Wikipedia,2019). 3.3 Proses pembentukan kompos Pada proses aerob, selama proses pengomposan tidak timbul bau busuk dan akan melepaskan energi dalam bentuk panas. Kenaikan suhu akibat panas yang dilepas sangat menguntungkan bagi lingkungan mikroba aerob. Namun apabila panas melebihi 65oC kebanyakan mikroba akan mati dan proses pengomposan berjalan lambat. Sehingga perlu penurunan suhu dengan cara diaduk atau dibalik. Pada proses anaerob reaksi berlangsung secara bertahap. Tahap pertama, beberapa jenis bakteri fakultatif akan menguraikan bahan organik menjadi asam lemak. Kemudian diikuti tahap kedua, dimana kelompok mikroba lain akan mengubah asam lemak menjadi amoniak, metan, karbondioksida dan hidrogen. Panas yang dihasilkan dalam proses anaerobik lebih rendah dibanding aerobik. Secara umum tahapan pengomposan dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama merupakan dekomposisi bahan organik yang mudah terurai, menghasilkan panas yang tinggi dan berlangsung singkat. Kemudian diikuti fase kedua yaitu penguraian bahan organik yang sulit terurai. Kedua fase tersebut menghasilkan kompos segar. Kemudian fase ketiga berupa pematangan kompos menjadi ikatan komplek lempung-humus yang hasilnya berupa kompos matang. Cirinya, tidak berbau, remah, warna kehitaman, mengandung hara dan memiliki kemampuan mengikat air.


3.4 Kondisi Optimal Pengomposan Kondisi Kondisi yang di Terima Ideal C/N Ratio 20:1-40:1 25-35:1 Kelembaban 40-65 % 45-62 % Kosentrasi Oksigen Yang Tersedia >5 % >10 % Ukuran Partikel 1 Inchi Bervariasi Bulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd PH 5.5-9.0 6.5-8.0 Suhu 43-66 oC 54-60 o C 3.5 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposa Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain: a. Suhu, PH, dan Air Proses penguraian bahan organik dan mikroorganisme lebih optimal pada suhu 30-400 C dengan tingkat kelembapan 40-60%. Artinya, tidak terlalu banyak air, tetapi juga tidak terlalu kering. Kelembapan bahan organik membuat mikroorganisme dekomposer cepat berkembang biak sehingga proses penguraian menjadi lebih cepat. Kecepatan penguraian juga berkaitan dengan pH bahan


organik. pH awal sebaiknya sekitar 6,5 – 6,7 agar hewan pengurai seperti cacing dapat bekerja sama dengan mikroorganisme pengurai. Jika bahan organik yang akan dikomposkan terlalu asam-dibawah 6,5-perlu dinaikkan terlebih dahulu dengan memberi kapur. Pada awal proses pengomposan, pH akan menjadi agak asam karena bahan organik diurai dan menghasilkan asam organik. Namun, semakin lama, pH akan netral. b. Variasi dan Ukuran Bahan Kompos Ukuran sampah organik sebagai bahan baku kompos mempengaruhi cepat atau lambat proses penguraian. Para produsen kompos biasanya mencacah sampah menjadi ukuran kecil terlebih dahulu. Selain itu, kombinasi samaph organik juga menjadi faktor penting dalam proses penguraian. Semakin banyak variasi campuran sampah organik, semakin baik kualitas kompos yang akan dihasilkan. c. Nitorgen dalam Bahan Organik Bakteri pengurai membutuhkan unsur nitrogen selama proses penguraian. Pasalnya, bakteri memerlukan nitrogen sebagai dalam proses penguraian. Semakin banyak kandungan nitrogen dalam sampah organik, semakin cepat proses penguraian. Selain itu, berdasarkan literatur lain menyebutkan bahwa waktu malam hari dari kandungan senyawa lainnya juga dapat mempercepat proses pengomposan. d. Aerasi Aerasi pada proses pengomposan berkaitan dengan pengaturan udara, khususnya pada proses pengomposan aerobik yang memerlukan udara yang mengalir. Dalam pelaksanaannya, aerasi dilakukan dengan membolak-balikan sampah organik yang akan dikomposkan agar seluruh bahan yang terdekomposisi dapat dialiri oksigen. Selain itu, pada pengomposan aerobik, karbondioksida harus


dibuang dengan cara membalik bahan organik agar tidak menyebabkan efek mematikan bagi mikroorganisme. Pengadukan atau membalik bahan organik diperlukan karena C/N rasio dalam campuran bahan kompos pasti berbeda-beda sehingga dengan mengaduk proses dekomposisi akan menyebar dan merata. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos. e. C/N Rasio C/N rasio merupakan perbandingan antara unsur karbon dan nitrogen. C/N rasio dalam proses pengomposan menentukan kecepatan penguraian sampah organik. C/N rasio yang terlalu tinggi akan menghambat laju proses dekomposisi. Pasalnya, pada C/N tinggi, mikroorganisme tidak berkembang dengan optimal akibat kekurangan nitrogen. Sebaliknya, C/N rasio yang terlalu rendah berisiko akan kehilangan nitrogen dalam bentuk amonia. C/N sampah organik sebagai bahan baku kompos sebaiknya sekitar 25-35. Jika sampah organik terdiri dari berbagai macam jenis, artinya terdapat beberapa macam C/N rasio. Karena itu, selama proses dekomposisi perlu dilakukan pengadukan secara berkala yang bertujuan untuk menurunkan C/N rasio agar mikroorganisme dapat bekerja secara maksimal.


Tabel 1. C/N rasio beberapa bahan organik Sumber : Gaur AC, Ir. Suhut MS, dan Ir. Salundik Msi (2006) Memberi kesempatan hidup dan berkembang secara optimal kepada bakteri pengurai sebenarnya dapat mempercepat proses penguraian atau dekomposisi. Karena itu, perhatikan kondisi suhu, aerasi, kelembapan, dan oksigen khususnya pada proses pengomposan aerobik. Selain itu, untuk proses pengomposan anaerobik perlu memperhatikan kandungan nitrogen dalam material kompos dan sebaiknya tidak terpapar sinar matahari langsung. f. Porositas Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan menyuplai Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.


g. Kelembaban (Moisture content) Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. h. Temperatur Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma. i. Kandungan hara Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan. j. Kandungan bahan berbahaya


Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan. Sumber:(Wikipedia,2019).


BAB 4 TEKNIK DAN METODE PENGOMPOSAN 4.1 Teknik Pengomposan Terdapat bermacam-macam teknik pengomposan yang telah dikembangkan dan di praktekkan di Indonesia, baik yang sederhana sampai yang modern dengan Skala industri. Berikut ini beberapa teknik pengomposan yang banyak dipraktekkan di beberapa negara, diantaranya: 1. Teknik Indore Pengomposan dengan metode indore dikembangkan oleh Howard yang bekerja sama dengan Jackson dan Ward pada tahun 1924-1926 (Haug: 1980 dan Gaur: 1982). Bahan dasar yang diperlukan untuk pengomposan adalah campuran residu tanaman, kotoran ternak, kencing ternak, abu bakaran kayo, dan air. Semua bahan yang berasal dari tumbuhan langsung tersedia termasuk gulma, batang jagung, daun yang rontok, pangkasan daun, sisa pakan ternak, pupuk hijau dikumpulkan dan ditimbun di lubang yang sudah disiapkan. Bahan-bahan yang tersedia kemudian disusun menurut lapisan-lapisan dengan ketebalan 15 cm, total ketebalan timbunan dapat dibuat sampai 1,2-1,5 m. Apabila bahan yang dibuat kompos beraneka maka proses pengomposan berjalan lebih baik. Lokasi pembuatan kompos dipilih tempat yang agak tinggi sehingga terbebas kemungkinan tergenang selama proses pengomposan berlangsung. Lubang galian dibuat dengan kedalaman 1 m, dan lebar antara 1,5-2 m, dengan panjang bervariasi tergantung ketersediaan bahan. Untuk melindungi lubang, pengomposan maka di sekeliling lubang diberi tanggul kecil. Lubang pembuatan kompos sebaiknya dekat kandang ternak dan sumber air.


Kotoran ternak yang dikumpulkan dari kandang kemudian disebar secara merata dalam bentuk lapisan setebal 10-15 cm. Untuk setiap lapisan bahan yang dikomposkan ditahuri dengan kotoran dan tanah yang terkena kencing atau dibuat dari campuran 4,5 kg kotoran ternak, 3,5 kg tanah yang terkena kencing dan 4,5 kg inokulan fungi yang diambil dari bahan kompos yang sedang aktif. Selama proses pengomposan harus dalam keadaan basah sehingga secara berkala disiram. Untuk membuat lapisan-lapisan bahan yang di komposkan tidak boleh dari satu minggu. Masalah yang harus diperhatikan bahwa lapisan-lapisan bahan kompos tidak menjadi padat. Selama proses pengomposan berlangsung dilakukan pembalikan 3 kali, pertama 15 hari setelah proses berlangsung, kemudian setelah 30 hari dan ketiga setelah 2 bulan proses pengomposan berlangsung. Setiap kali dilakukan pembalikan maka bahan kompos diaduk dengan baik,dan tetap dalam keadaan lembap. Metode ini sesuai untuk daerah yang mempunyai curah hujan tinggi. Ada dua macam metode indore yang cukup populer, yaitu dengan cara menumpuk bahan yang dikomposkan di atas tanah (indore heap method) dan dimasukkan dalam lubang galian (indore pit method). 2. Teknik Heap Ukuran timbunan untuk metode indore bagian dasar dengan lebar 2 m, tinggi 1,5 m dan panjang 2 m atau lebih. Bagian tepi atas agak dipadatkan sehingga lebih sempit kurang lebih 0,5 m. Untuk melindungi timbunan kompos dari tiupan angin maka di sekitar timbunan diberi peneduh atau pelindung.


Timbunan bahan kompos dimulai dari lapisan bahan yang kaya karbon setebal 15 cm, termasuk: daun, jerami, serbuk gergaji, serpihan kayu, potongan batang jagung,. Kemudian lapisan berikutnya adalah bahan yang kaya nitrogen setebal 10-15 cm, termasuk rumput segar, gulma atau residu tanaman pekarangan, sampah, kotoran ternak segar yang kering, sari limbah kering. Lapisan-lapisan diulang sampai mencapai ketinggian 1,5 m. Selama proses pengomposan berlangsung harus dalam keadaan lembap dan tidak terlalu basah. Untuk mempertahankan panas yang timbul selama proses pengomposan, maka bahan kompos ditutup dengan tanah atau lumpur. Proses pembalikan dilakukan setelah 6 minggu dan 12 minggu. Apabila bahan dasar yang dikomposkan terbatas, maka lapisan-lapisan bahan kaya karbon dan nitrogen menyesuaikan dengan ketersediaannya, atau semua bahan yang tersedia dicampur terlebih dahulu kemudian di perhalus dengan cara dicacah. Bahan yang lebih halus akan lebih cepat terdekomposisi. Beberapa hal berikut ini merupakan dasar yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mempercepat proses pengomposan tetapi dengan hasil yang baik: a. Timbunan bahan kompos harus cukup mengandung nitrogen atau protein. Kotoran ternak, rerumputan dan gulma muda kaya nitrogen. b. Dua atau lebih bahan dasar kompos dicampur merata untuk mendorong proses dekomposisi berjalan dengan baik. c. Bahan dasar kompos diperhalus dengan cara dicacah. d. Jaga kelembapan kompos selama proses pengomposan berlangsung, tetapi tidak terlalu basah. e. Apabila tanah dalam keadaan asam, maka diberi kapur. Untuk memperkaya kandungan hara kompos dapat ditambahkan batuan fosfat.


Kendala metode heap: 1. Banyak memerlukan tenaga kerja 2. Tidak terlindung dari terpaan hujan dan angin 3. Memerlukan lebih banyak air sehingga tidak sesuai untuk daerah yang curah hujannya rendah. 4. Proses fermentasi berjalan secara aerob, sehingga proses pengomposan berjalan lebih cepat, tetapi mendorong kehilangan bahan organik dan nitrogen lebih besar. 4. Teknik Bangalore Metode ini mempunyai banyak kelemahan. Selama proses pengomposan berlangsung, maka bahan yang dikomposkan harus selalu berada dalam lubang atau bak pengomposan. Selama proses pengomposan tidak dilakukan penyiraman atau pembalikan. Karena timbunan kompos ditutup dengan tanah atau lumpur, maka penyiraman harus cukup banyak sampai proses selesai. Setelah 8-10 hari proses berjalan secara aerob, selanjutnya proses berjalan secara semi aerob. Proses ini berjalan secara lambat dan sedikit demi sedikit sehingga diperlukan waktu 6-8 bulan, sampai kompos siap dipakai. Proses ini tidak terjadi kehilangan karbon maupun nitrogen, sehingga kualitas kompos sangat tergantung pada bahan dasar yang digunakan. Metode pengomposan ini dikembangkan di Bangalore ( India) oleh Acharya (1939). Bahan yang dikomposkan terdiri atas campuran tinja dan sampah kota. Metode ini sangat sesuai untuk wilayah yang curah hujannya rendah. Diperlukan waktu antara 6-8 bulan untuk memperoleh kompos yang siap pakai.


Pengomposan dengan cara ini memperoleh hasil yang lebih banyak dari-pada proses pengomposan aerob, kehilangan nitrogen relatif sedikit dan tidak banyak memerlukan tenaga. Akan tetapi memerlukan waktu yang lebih panjang. Kemungkinan yang merupakan masalah adalah bau yang busuk dan lalat yang cukup banyak. 4. Teknik Berkeley Bahan yang dikomposkan merupakan campuran bahan organik kaya selulosa (2 bagian) dan bahan organik kaya nitrogen (1 bagian). Bahan ditimbun secara berlapis-lapis dengan ukuran 2,4 x 2,2 x 1,5 tn. Setelah dicapai suhu termofilik kurang lebih selama 2- 3 hari, pada hari keempat timbunan bahan kompos dibalik. Pembalikan dilakukan lagi pada hari ke-7 dan ke10. Keunggulan: proses pengomposannya terjadi dengan cepat dan dalam waktu yang relatif singkat telah siap dimanfaatkan. 5. Teknik Vermi Kompos Pengomposan model ini memanfaatkan aktivitas cacing tanah, di samping itu cacing tanah mempunyai peranan penting dalam mempertahankan produktivitas tanah. Cacing tanah hanya membutuhkan 5% — 10% makanan untuk tumbuh dan mempertahankan kegiatan fisik, dan sisanya dibuang dalam bentuk ekskresi. Bahan sekresi mengandung senyawa organik dengan ukuran partikel reknit’seragam, kaya unsur hara makro dan mikro yang segera tersedia untuk tanaman, vitamin, ensim dan mikroorganisme. Vermikompos adalah pupuk organik yang mengandung sekresi cacing, humus, cacing hidup dan organisme lainnya.


Populasi cacing akan meningkat secara dramatis apabila biomassa kaya nutrisi, misalkan limbah organik. Limbah organik lembap sebanyak 1 ton akan menghasilkan sebanyak 300 kg vermikompos. Beberapa negara di Asia, seperti India, Filipina dan Indonesia memanfaatkan teknologi ini untuk menanggulangi masalah sampah kota. Pengomposan menggunakan teknik kultur cacing tanah dapat dilaksanakan dengan kapasitas besar 100-200 ton limbah organik/hari. Karena kegiatan cacing tanah dengan cepat menurunkan volume biomassa dalam beberapa hari, maka tidak perlu dilakukan pembalikan bahan dan hampir tidak menimbulkan bau busuk: kultur vermikompos bersifat efekti f, sederhana dan merupakan proses pengomposan limbah organik yamg hemat energi. Pengomposan model ini dilaksanakan melalui tiga tahap, ialah: (a) pengadaan cacing tanah, (b) perbanyakan cacing tanah, (c) proses pengomposan. Kelebihan model pengomposan ini dapat dilakukan di wilayah permukiman padat dengan menggunakan kotak kayu ukuran kecil yang ditempatkan di pekarangan atau teras rumah. Dalam pembuatan vennikompos hanya ada beberapa jenis cacing yang sangat aktif dalam perombakan bahan organik. Jenis cacing tanah yang paling efisien dalam program pengomposan adalah Eisenia fetida dan E. eugeniae, sedang jenis yang cukup baik adalah genus Perionyx. Pengomposan model ini selain diperoleh vermikompos yang kaya hara, juga dihasilkan biomassa cacing sebagai sumber protein hewani. Cacing tanah dalam pertanian organik sebagai agensia yang mampu menghancurkan bahan organik, kecuali bahan-bahan yang tidak mudah terdekomposisi.


Apabila sejak awal pertumbuhan vermikompos digunakan sebagai sumber pupuk, maka penggunaan pupuk kimia dapat ditekan sebesar 50%. Vermikompos sangat baik sebagai media campuran untuk pembibitan tanaman, dan dapat dikembangkan untuk kegiatan agribisnis, terutama di tempat-tempat pembuangan sampah. Pembuatan vermikompos memerlukan sumber daya manusia yang sepadan. Kegiatan vermikompos baru terbatas pada skala penelitian laboratorium. Di samping itu, belum dijumpai jenis cacing lokal yang mampu berperanan dalam proses pengomposan, selama ini masih menggunakan cacing impor. 6. Teknik Jepang Sebagai pengganti lubang galian digunakan bak penampung yang terbuat dari anyaman kawat atau bambu, ban mobil bekas yang disusun bertingkat, atau bahan lain yang tersedia setempat. Dinding bak dirancang sedemikian rupa sehingga aerasi berjalan dengan lancar. Bagian dasar dari bak ditutup rapat dengan tujuan untuk menghindarkan terjadinya pelindian unsur hara ke tanah yang ada di bawahnya. Bahan dasar kompos yang cocok untuk metode Jepang adalah: kotoran sapi dan kotoran ayam, rumput, daun segar dan kering, limbah tanaman dan gulma limbah agroindustri (belotong, limbah pabrik pengalengan sayuran dan buah), bahan mineral (batuan fosfat), sampah kota dan rumah tangga serta Iimbah padat dan cair yang berasal dari instalasi penyehatan. Keunggulan metode ini disebabkan karena bak penampung diletakkan di atas permukaan tanah sehingga memudahkan dalam mengaduk bahan yang dikomposkan.


Tidak seperti halnya proses pengomposan yang menghasilkan suhu mencapai 65°C-70°C, maka dengan metode ini kehilangan nitrogen dalam bentuk nitrat akibat pelindian dapat dihindarkan. Teknologi proses pengomposan dari waktu ke waktu mengalami perbaikan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dan terutama dalam mengantisipasi meningkatnya sampah kota dan permukiman yang makin beragam sesuai dengan makin meningkatnya penduduk perkotaan termasuk kegiatannya. Beberapa kelebihan yang dapat di inventarisasi adalah usaha untuk mempercepat proses dekomposisi limbah serealia, tetapi juga dengan bantuan inokulan seperti bakteri pelarut fosfat (Aspergilus) dan Azotobakter sejauh bahan kompos diinokulasi dengan batuan fosfat. Kompos dapat diperkaya dengan pupuk N dan P. lnokulan lain yang sering digunakan untuk mempercepat proses pengomposan bahan organik adalah Trichoderma sp. Sumber, (IndoAgrow, 2012). 7. Teknik Tabura Composter Otomatis Tabura Composter otomatis di buat untuk melengkapi teknik-teknik pengomposan yang sudah ada. Tabura Composter ini cara pengomposan lebih modern dengan teknologi IOT yang beroperasi secara otomatis. TCO ini bekerja dengan memberikan kodisi ideal bagi mikroorganisme, sehingga proses dekomposisi berjalan secara optimal. Dengan demikian, para petani tidak memerlukan persiapan untuk mencacah sampah atau rumput, karena TCO di lengkapi dengan mesin pencacah. Selain itu, TCO di lengkapi dengan pengaduk otomatis, pengatur suhu, kelembaban, dan informasi kapan pupuk matang.


Bahan dasar pupuk yang cocok untuk teknik TCO adalah kotoran ternak, rumput, daun segar, kering, limbah tanaman, dan limbah sayuran, buah, limbah pasar, dan limbah rumah tangga. Keungulan teknik TCO, Petani tidak perlu membalikan pupuk organik secara manual, Proses dekomposisi lebih cepat, waktu panen lebih singkat, dan kualitas pupuk lebih bagus sesuai SNI. Selain itu, teknik TCO mengharuskan adanya penanbahan, ZPT organik, Asam Humat, Tritoderma, Galiocladium, Penambat N, dan pelarut P, maupun bahan lain sebagai pengembur dan untuk memperkaya unsur hara pupuk. Sumber:(Doc. Dedi,2019). 4.1 Metode Pengomposan Berdasarkan prosesnya, beberapa metode pengomposan yang dapat dikembangkan antara lain : a) Pengomposan dengan proses anaerobik Merupakan proses pengomposan yang tidak memerlukan oksigen. Pengomposan ini biasanya dilakukan dengan diperam dalam tanah, dimasukkan tempat yang tertutup rapat, dsb. Proses pengomposan ini biasanya membutuhkan waktu total sekitar 3-4 bulan atau lebih. b) Pengomposan dengan proses aerobik Merupakan proses pengomposan yang memerlukan oksigen. Pengomposan ini biasanya dilakukan dengan membuat terowongan (windrow) yang akan melewatkan udara dingin yang mengandung oksigen, sehingga terjadi pelapukan sampah. Proses pengomposan ini biasanya membutuhkan waktu yang lebih pendek daripada proses pengomposan secara anaerobic, yaitu sekitar 55 hari.


c) Pengomposan dengan proses fermentasi menggunakan EM4 (bioactivator) Merupakan metode pengomposan dengan bantuan zat EM4 untuk fermentasi dan waktu pengomposan dapat dipercepat sehingga hanya memerlukan waktu 3-4 hari dan bahkan bisa ekspress 24 jam. Salah satu metode ini juga dikenal dengan nama BOKASHI. Ada 3 macam BOKASHI yaitu BOKHASI Biasa, BOKHASI Pupuk Kandang Tanah dan BOKASHI Ekspress. d) Pengomposan dengan menggunakan cacing (Vermi Composting) Merupakan proses pengomposan yang menggunakan cacing. Dalam proses ini sampahsampah yang mengandung bahan organik akan menjadi bahan makanan cacing dan kompos akan dihasilkan dari kotoran-kotoran hasil pencernakan cacing tersebut. Metode ini telah berhasil dikembangkan di Bandung (oleh Ir. Budi Listyawan, PT.Kartika Pradiptaprisma) dalam berbagai skala yaitu skala Rumah Tangga atau Modul Persada dengan jumlah sampah terserap 0,10 m3/hari, Modul Alam dengan sampah terserap 0,50 m3/hari, Modul Asri dengan sampah terserap 2 m3/hari, Modul Lestari dengan sampah terserap 10 m3/hari dan skala Kawasan dengan sampah terserap 15 m3/hari. Sumber:(Wikipedia,2019).


BAB 5 MENGHITUNG FORMULASI DAN CARA MEMBUAT KOMPOS 5.1 Cara Menghitung Formulasi Pupuk Organik Berdasarkan Nilai C/N Ratio Tanah ORDER FORMULA PUPUK ORGANIK (OFPO) Nama OFPO = Bokasi Jerami Pupuk Kandang Pembuat OFPT = Dedi Tujuan Order = Gapoktan, Kelompok Tani C/N Ratio = 34.85 No. Jenis bahan Porsentase Nilai C/N Jml. C/N Harga/kg Jumlah harga 1 Jerami 500 40 20.00 200 97.94 2 Seresah Dedaunan 150 30 4.50 200 29.38 6 Kotoran Kambing 250 20 5.00 300 73.45 7 Abu 50 67 3.35 100 4.89 8 Dedak 50 40 2.00 2000 97.94 JML 1000 34.85 303.62 Bahan Tambahan 9 Dolmit 20 7500 146.91 11 Aktivator 1 4000 3.91 12 Molase 1 20000 19.58 1021 474.04 Sumber: (Dedi, 2019)


5.2 Cara Membuat Kompos a. Cara Membuat Pupuk Organik dari Kotoran Ternak 1. Alat 1. Mesin pencacah 2. Ember 3. Gayung 4. Pengaduk 5. Gemboran 2. Bahan 1. Kotoran ternak 600 kg 2. Jerami, hijauan, bonggol pisang, sayuran, dan buah-buahan 200 kg 3. Dedak 100 kg 4. Abu 100 kg 5. Dolmit 20 kg 6. Aktivator 1 kg/1 L 7. Asam Humat 0.15% 8. ZPT Organik 1 L 9. Tricoderma 1 Kg 10. Galiocladium 1 Kg 11. Air 25-50 L 3. Langkah Pembuatan 1. Pilih tempat yang baik drainasinya. Pilih pula tempat tersebut agar strategis dalam mengangkut bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat pupuk organik;


2. Siapkan semua bahan yang akan di jadikan sebagai pupuk organik; 3. Bioaktivator, molase atau gula pasir di campur, lalu larutkan dalam air 25-50 liter air bersih. Biarkan kurang lebih 10-30 menit supaya mikroba berkembang biak;


4. Jerami padi/eceng gondok, buah-buahan, sayur-sayuran, legume, dan bonggol pisang di potong atau cacah, supaya mendapat bahan yang partikel kecil-kecil. Kurang lebih 5 cm. Tujuannya untuk mempercepat proses dekomposisi; 5. Setelah itu, buatlah mula-mula tumpukan dari sisa pertanian, hijauan, abu, dolmit, dan dedak. Selanjutnya,kotoran hewan; 6. Tiap lapisan memiliki ketebalan 15-20 cm, ulangi kegiatan tersebut sampai ketingian 1-1,5 m; 7. Siram dengan larutan aktivator setiap lapisan, sambil di aduk-aduk sampai homogeny dengan kelembaban 40-60 %. Artinya pada saat bahan di kepal mengepal tapi tidak menetes air;


8. Bahan pupuk organik yang telah di campur. Selanjutnya tumpuk di atas lantai atau tanah kering yang beratap. Sebaiknya tinggi tumpukan tidak boleh lebih dari 2 m supaya proses pengomposan berjalan maksimal; 9. Setelah itu tutup mengunakan karung goni atau terpal; 10. Lakukan pembalikan seminggu sekali. Tujuanya, untuk mempercepat proses pengomposan, mengontrol temperatur dan kelembaban, dan pergantian oksigen dalam kompos;


11. Setelah 4 minggu, kompos sudah bisa di panen dengan cara di ayak untuk mendapatkan kompos dengan partikel yang kecil dan homogeny; 12. Setelah pengayakan, Kompos jagan dulu di kemas, tetapi di angin-angin di tempat teduh kurang lebih 1 minggu untuk memastikan kompos benar-benar matang; 13. Pengemasan mengunakan plastik atau karung;


14. Pupuk siap di pasarkan atau di gunakan. Sumber: (Dedi, 2019) 5.3 Cara Menguji Pupuk Organik yang Berkualitas Baik Untuk mengetahui kompos organic yang kita buat atau kita beli berkualitas baik atau tidak ? matang atau belum? Ada beberapa tahapan yang harus kita lakukan. 1. Pertama Uji Warna dan Bau Uji warna dan uji bau tersebut dilakukan untuk mengetahui kompos organic tersebut sudah matang atau belum. Apabila baunya masih menyerupai bau kotoran itu menandakan kompos tersebut belum matang atau proses dekomposisi belum selesai, apabila kompos tersebut bau tanah berarti kompos tersebut sudah betul-betul matang;


2. Uji Kepal Uji kepal juga bisa dilakukan untuk mengetahui kompos yang kita buat sudah matang atau belum. Apabila pupuk organic kita kepal mengepal tapi mudah terurai itu berarti pupuk organic sudah matang dan kadar air sudah mencapai 10 %; 3. Uji Kejernihan Larutan Uji kejernihan larutan bisa kita lakukan.Caranya siapkan air putih dalam aqua gelas kurang lebih setengah gelas, setelah itu masukan pupuk organic yang sudah matang lalu aduk sampai homogeny. Selanjutnya biarkan beberapa menit supaya mengendap. Setelah mengendap lihat larutan tersebut berwarna kuning jernih atau hitam keruh. Apabila kuning jernih berarti menandakan pupuk tersebut sudah matang, apabila masih keruh berarti pupuk belum matang. Untuk pembanding kita bisa mengunakan pupuk yang sudah matang dan pupuk yang belum matang untuk uji coba tersebut. 4. Uji Kemas


Uji kemas bisa kita lakukan dengan cara memasukan pupuk organic dalam plastik. Lalu di hekter dan simpan selama satu minggu. Setelah satu minggu, lihat perubahan pupuk tersebut apakah berkeringat atau tidak. Apabila berkeringat pupuk tersebut belum matang, apabila tidak berkeringat berarti pupuk tersebut siap digunakan; 5. Uji Penumpukan Uji penumpukan bisa kita lakukan dengan cara pupuk organic kita kemas dalam karung lalu kita tumpuk biarkan beberapa minggu.Untuk mengetahui pupuk tersebut sudah matang atau belum? Kita bisa memasukan tangan kita di bawah tumpukan karung apabila terasa hangat berarti pupuk tersebut belum matang apabila dingin berarti pupuk sudah matang dan siap digunakan; 6. Uji Unsur Hara Untuk pengujian kandungan unsur hara pada pupuk organik bisa kita lakukan dengan cara melarutkan pupuk organic pada air dalam gelas aqua. Setelah itu, kita siapkan bohlam 100 waat beserta fiting, kabel, dan colokan. Prinsipnya lampu bohlam tersebut sebagai pendeteksi kandungan unsur hara pada pupuk organic. Apabila saklar kita masukan pada


larutan pupuk organic bohlam menyala terang itu menandakan pupuk organic tersebut kaya akan sumber hara atau bahan organik, dan apabila lampu redup atau tidak nyala sama sekali berarti pupuk organic miskin sumber hara atau kurang baik; 7. Uji Perkecambahan Uji perkecambahan juga bisa kita lakukan untuk mengetahui kualitas pupuk organic yang kita buat atau beli. Caranya siapkan media persemaian mengunakan pupuk organic tanpa mengunakan tanah. Setelah itu semai benih tomat atau benih sawi di atas media kompos tadi amati sampai beberapa hari apabila benih tomat atau sawi tersebut berkecambah 70-90 % berarti kompos tersebut berkualitas baik. Apabila benih berkecambah kurang dari 50% berarti pupuk berkualitas rendah;


8. Uji Pemupukan pada Batang Selanjutnya, kita bisa menguji pupuk organic dengan cara pemupukan langsung pada batang sayuran atau tanaman hias. Apabila dalam waktu seminggu tanaman tidak layu berarti pupuk organic sudah matang; 9. Uji Hamparan Lebih Luas Yang terakhir kita bisa menguji pupuk organic ke hamparan yang lebih luas. Misalnya pada padi. Caranya bisa kombimasikan dengan pupuk kimia. Apabila padi yang di pupuk cepat hijau, tidak layu, tidak banyak gulma, dan padi bernas tidak ada yang hampa. Berarti pupuk organic berkualitas baik dan bisa direkomendasikan sebagai pupuk penganti pupuk kimia. Sumber: (Dedi:2019)


5.4 Cara Pengunaan Pupuk organik Pada Tanaman 5.4.1 Pengunaan Pupuk Organik Pada Jagung Hibrida Varietas : BISI 18 Luas lahan : 29 Bata/700 Batang Lokasi : Blok Desa Pamulihan Waktu Aplikasi Pemupukan Padi Jenis PPK Olah Tanah (kg) 7 hari (kg) 15 hari (kg) 21 hari (kg) 30 hari (kg) 40 hari (kg) 42 hari (kg) 60 hari (kg) 80 hari (kg) Urea 5 3 4.5 3 ZA 1.5 SP 36 4 1.5 1.5 KCL 1.5 1.5 3 Komposisi 10 10 10 DOLMIT POC 100 ml 3–4 Ttp&1 Ttp 3–4 Ttp&1 Ttp 3–4 Ttp&1 Ttp 5.4.2 Pengunaan Pupuk Organik Pada Padi JADWAL PEMUPUKAN BUDIDAYA PADI FULL ORGANIK UNTUK 3.5 BATA No. Umur Tan J. ppk Dosis CaraAplikasi Keterangan 7 Kompos 1.5 kg Ditabur Padi sudah pulih dari stres. Saat inilah pemupukan pertama dilakukan karena akar dan daun sudah berkembang 15 POC 3–4 Ttp&1 Ttp hormonik Disemprot kedaun & batang Padi sudah pulih dari stres sehingga membutuhkan pemupukan karena akar dan daun sudah mulai berkembang 21–25 Kompos 750 Ditabur Pemupukan ini ditandai setelah petani melakukan pengoyosan..pada kondisi ini padi dapat menyerap unsur hara untuk membentuk anakan baru dan menghasilkan anakan maksimal 25–30 POC& ZPT 3–4 Ttp&1 Ttp hormonik Disemprot kedaun & batang Peralihan fase vegetatif ke generatif. Membutukan nutrisi banyak.ditandai keluarnya daun bendera atau bunting artinya malai padi akan keluar 30–40 Kompos 750 Ditabur Peralihan Fase vegetatif ke generative membutuh kan nutrisi banyak.ditandai keluarnya daun bendera atau bunting artinya malai padi akan keluar


42 POC& ZPT 3–4 Ttp&1 Ttp hormonik Disemprot kedaun & batang Memperbanyak zat hijau daun,lebar daun, panjang malai, memperkuat batang 60–65 POC& ZPT 3–4 Ttp&1 Ttp hormonik3 –4 Ttp&1 Ttp hormonik Disemprot kedaun & batang Memperkuatdan mempercepat tumbuh bungga secara merata 80–85 POC& ZPT 3–4 Ttp&1 Ttp hormonik Disemprot kedaun & batang Untuk mempercepat dan memperbaiki pengisian bulir padi secara merata Waktu Aplikasi Pemupukan Padi Full Organik Varietas : Mapan 05 Luas lahan : 3.5 Bata Lokasi : Beberaan Waktu Aplikasi Pemupukan Padi Jenis PPk Olah Tanah (kg) 7 hari (kg) 15 hari (kg) 21 hari (kg) 30 hari (kg) 40 hari (kg) 42 hari (kg) 60 hari (kg) 80 hari (kg) Urea NPK Kompos 2 1.5 750 750 Dolmit 1.25 POC 250 3–4 Ttp&1 Ttp zpt 3–4 Ttp&1 Ttp zpt 3–4 tp&1 Ttp zpt 3–4 Ttp&1 Ttp zpt 3–4 tp&1 Ttp zpt Jadwal Pemupukan Padi Semi Organik untuk 100 Bata JADWAL PEMUPUKAN BUDIDAYA PADI SEMI ORGANIK UNTUK 100 BATA No. Umur Tan Jenis PPK Dosis Cara Aplikasi Keterangan 7–10 UREA & SP36& KCL 7.5 & 7& 7 Ditabur Padi sudah pulih dari stres. Saat inilah pemupukan pertama dilakukan karena akar dan daun sudah berkembang 15 POC& ZPT 3–4 Ttp&1 Ttp zpt Disemprot kedaun,& batang Padi sudah pulih dari stres. Saat inilah pemupukan orgnik dilakukan karena akar dan daun sudah berkembang 21–25 UREA & Kompos 21&20 Ditabur Pemupukan ini ditandai setelah petani melakukan pengoyosan..pada kondisi ini padi dapat menyerap unsur


hara untuk membentuk anakan baru dan menghasilkan anakan maksimal 25–30 POC& ZPT 3–4 Ttp&1 Ttp hormonik Disemprot kedaun,& batang Peralihan fase vegetatif ke generatif. Membutukan nutrisi banyak.ditandai keluarnya daun bendera atau bunting artinya malai padi akan keluar 30–40 UREA& KCL 7.5&7 Ditabur Peralihan Fase vegetatif ke generative membutuh kan nutrisi banyak.ditandai keluarnya daun bendera atau bunting artinya malai padi akan keluar 42 POC& ZPT 3–4 Ttp&1 Ttp hormonik Disemprot kedaun,& batang Memperbanyak zat hijau daun,lebar daun, panjang malai, memperkuat batang Sumber: (Dedi, 2019) 5.4.3 Teknik Pemupukan dan Cara Mempercepat Durian Berbuah di Luar Musim a. Teknik Membuahkan Pohon Durian di Luar Musim Secara Konvensional Caranya: 1. Pengikatan: Mengikat erat pohon dengan kawat hingga transpor makanan hasil fotosintesa pembuluh floem terhambat; 2. Pemangkasan: Memangkas daun, cabang dan ranting, hingga pohon gundul atau tersisa sedikit daun; 3. Pengeratan : Mengerat pembuluh floem (kulit pohon) melingkar sepanjang lingkaran pohon sampai kelihatan pembulutl xylem (kayu pohon); 4. Pelukaan: Melukai pembuluh floem dengan benda tajam. Bentuknya bisa dengan mengerok, mencacah, memaku atau mengiris kulit kayu; 5. Stressing air: Menghentikan penyiraman tanaman hingga mencapai titik layu permanen, kemudian dengan tiba-tiba melakukan penggenangan perakaran dan pangkal batang hingga jenuh air dalam waktu tertentu. Kelima cara merangsang pembuahan konvensional ini, pada prinsipnya adalah merubah perbandingan unsur carbon (C) dan nitrogen (N) dalam tanaman. Dalam berbudidaya tanaman sekarang ini cara konvensional tersebut tidak dianjurkan, karena selain tidak bisa memberikan kepastian, juga 'menyiksa' tanaman baik secara fisik maupun fisiologis. b. Teknik Membuahkan Pohon Durian di Luar Musim Secara Modern Menggunakan Pupuk dan Zat Pengatur Tumbuh Pemupukan durian pada durian dewasa ini bertujuan untuk merangsang pembuahan, meningkatkan kualitas buah, dan memperbaiki kondisi tanaman setelah berbuah. 1. Pupuk Kimia dan Pupuk Organik


Caranya: Jika menggunakan pupuk majemuk NPK, maka dosis yang diberikan adalah 200 g /tanaman dan untuk pupuk organik dosisnya 1 kg/tanaman. Diberikan ketika tanaman sudah 3 bulan dipindah ke lahan. Dan diulangi setiap 4 bulan sekali (dalam setahun tanaman dipupuk 3 kali). Pada tahun 3 beri pupuk yang mengandung P dengan dosis 800 gr/pohon untuk mempersiapkan fase pembungaan dan pembuahan. Kenaikan dosis juga terjadi pada pemberian pupuk kandang bisa dilakukan bersamaan dengan pemberian kapur dolomit. Dosisnya 5-10 sendok makan per tanaman per tahun. Setelah mulai berumur 4 tahun, berikan pupuk NPK 15-15-15 atau 16-16-16 dengan dosis 1,5kg per tanaman. Pupuk ini juga diberikan bersamaan dengan pemberian pupuk kandang 5 kg. Pupuk untuk durian yang sedang berbunga perlu diberi juga pupuk daun yang diberikan dengan disemprot dengan kandungan NPK 30 – 10 – 10. 3 bulan setelah itu berikan pupuk NPK 12-34-12 atau 8-24-24 dengan jumlah 1,5kg / tanaman dan pupuk kandang 5 kg. Tanaman durian yang telah memiliki bunga dan bunganya sudah mekar, sebentar lagi bunga akan menjadi buah. Di fase tersebut, usahakan tanaman tidak lagi mengeluarkan tunas daun. Jika ini terjadi, maka bisa menyebabkan buah dan daun berebut makanan. Untuk itu, tanaman bisa disemprot dengan pupuk daun berupa NPK 20-10-20. Untuk dapat mempercepat proses penyerapan pupuk, untuk pupuk NPK hendaknya di cairkan dulu menggunakan air. Baru kemudian di siramkan ke akar tanaman. Jika akan diberi pupuk NPK ini, biarkan selama seminggu tanaman tidak disiram. Tujuannya adalah agar cairan pupuk cepat terserap akar tanaman. Dan setelah pemupukan terus sirami media tumbuh tanaman hingga lembab selama 2 minggu. Penyemprotan ini dilakukan 3 kali dengan jarak 2 minggu setiap penyemprotan Waktu yang paling bagus untuk memberikan pupuk pada tanaman durian adalah pagi hari antara pukul 07.00 – 09.00 atau sore hari pada pukul 04.00 – 05.00. 2. Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh Tanaman (ZPT) atau Hormon Pada tahun 3 sebelum diberikan pupuk yang mengandung P. Pohon durian diberi paklobutrazol Pemberian ZPT ke tanaman durian sebaiknya dilakukan setelah tanaman mengalami masa kering (kemarau) selama 2 atau 3 bulan. Pada saat tanaman diberi perlakuan ZPT ini akan muncul bunga yang tangkainya panjang dan lemah. Untuk itulah unsur P dari pupuk digunakan.


Karena unsur P bagi tanaman memiliki fungsi mencegah kerontokan bunga dan buah. ZPT ini dapat merangsang bunga yang tangkaianya panjang dan lemah yang siap untuk dibuahkan. Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 1 ml paklobutrazol di larutkan dalam 1 liter air. Penyemprotan paklobutrazol dilakukan pada daun, ranting, dan cabang tanaman sebanyak 1-2 kali. Semprotnya secara merata ke bagian tanaman tersebut. Cara kerja paklobutrazol adalah menghambat keluarnya daun tanaman sehingga energi untuk pertumbuhan vegetatif bisa diarahkan untuk pertumbuhan generatif. Pertumbuhan vegetatif adalah fase pertumbuhan daun dan batang. Sedangkan fase pertumbuhan generatif adalah fase munculnya bunga dan pembuahan. Setelah durian berbuah hal yang harus dilakukan adalah: a. Melakukan Penjarangan Buah Durian Proses berikutnya adalah menyeleksi pentil buah durian, terutama jika buahnya terlalu lebat atau terkena hama penyakit. Penyeleksian dilakukan setelah musim gugur bunga dan bakal buah berdiameter 5 cm. Pertahankan buah durian yang bentuknya baik dan bebas dari hama penyakit serta menyisakan 1- 2 buah. jarak ideal buah satu dengan yang lain sekitar 30 cm. b. Penanganan Gulma Tanaman Agar tanaman buah durian anda bisa menyerap nutrisi dengan sempurna, bersihkan area sekitar tanaman dari gulma/rumput yang mengganggu dengan cara mencabut atau memotong serta mencangkulinya. c. Penyiraman Pohon Durian Proses penyiraman tanaman bisa dilakukan di pagi/sore hari. Jika tidak bisa di dua saat maka dapat dilakukan pada sore hari agar meminimalkan terjadinya penguapan. Ketika tanaman sudah mulai berbunga dan berbuah, penyiraman harus dilakukan lebih intensif misalnya 1-2 kali sehari karena pada masa ini jumlah air yang dibutuhkan kurang lebih 100-300 liter per pohon. Usahakan jangan sampai air menggenang pada lahan kebun karena akan memicu penyakit busuk akar. Demikian juga pada saat setelah panen, pohon durian juga memerlukan banyak air untuk memulihkan diri dari keadaan stress sehabis berbuah. d. Penanganan Hama dan Penyakit yang Menyerang Tanaman Durian


1. Lalat buah Lalat buah pada durian menyebabkan buah menjadi busuk berulat dan kemudian rontok. Cara mengatasi: a. Pengendalian cara kultur teknis dengan menjaga kebersihan lingkungan yaitu mengumpulkan buah yang terserang, baik yang jatuh maupun yang masih di pohon durian kemudian dimusnahkan. b. Pengendalian dengan tanaman perangkap yaitu menanam selasih di sekeliling kebun. c. Pengasapan/membakar di sekeliling tanaman. Usahakan jangan sampai membakar seluruh bagian tanaman. d. Pengendalian mekanik menggunakan perangkap atraktan (metil eugenol. protein hidrolisa. atau selasih) dalam alat perangkap yang terbuat dari botol bekas air minum yang diberi lubang untuk masuknya lalat buah. 2. Ulat penggerek batang Ulat penggerek batang menyerang tanaman durian pada bagian batang. Tanda yang mudah dikenali adalah adanya tumpukan kotoran di bawah batang tanaman durian yang berwarna kemerahan. Pada kondisi yang ekstrim tanaman yang terserang ulat penggerek batang akan menjadi layu dan mati. Cara mengatasi: a. Pengendalian cara mekanis dengan memotong 5 cm bagian lubang gerek batang tanaman yang terserang kemudian dimusnahkan. b. Menggunakan kawat yang dimasukkan ke dalam lubang dengan tujuan membunuh ulat c. Pengendalian dengan cara kimiawi melalui penyemprotan dengan insektisida berbahan aktif Tamaron 0,3 % dan Diazinon 0,5 % yang disemprotkan sesuai dosis. 3. Penyakit Busuk Akar Tanaman buah yang terserang penyakit busuk akar ciri-cirinya adalah bercak nekrotik pada akar lateral. Saat akar dibelah pada bagian korteks akan tampak warna coklat dan pada bagian yang berkayu akan tampak warna merah muda dengan bercak coklat. Cara mengatasi penyakit busuk akar Memusnahkan tanaman yang terinfeksi dengan cara dibakar. 4. Penyakit Jamur Upas


Gejala munculnya cairan kuning pada bagian batang terserang dan diselimuti dengan benang-benang jamur berwarna mengkilat berbentuk seperti laba-laba sehingga menyebabkan kematian pada batang. Cara mengatasi jamur upas: Kurangi kelembaban suhu di sekitar tanaman. Potong bagian tanaman yang terserang penyakit jamur upas.


Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.