SHORTBOOK_FLIP Flipbook PDF

SHORTBOOK_FLIP

24 downloads 102 Views 56MB Size

Recommend Stories


Porque. PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial ::
Porque tu hogar empieza desde adentro. www.avilainteriores.com PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com Avila Interi

EMPRESAS HEADHUNTERS CHILE PDF
Get Instant Access to eBook Empresas Headhunters Chile PDF at Our Huge Library EMPRESAS HEADHUNTERS CHILE PDF ==> Download: EMPRESAS HEADHUNTERS CHIL

Story Transcript

ARSITEKTUR KALIMANTAN BARAT

Studio Arsitektur Kalbar 2021 Jurusan/Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Jalan Prof. Dr. H. Hadari Nawawi Pontianak 78124 Indonesia

PELANTAR EKSPLORASI ARSITEKTUR TRADISONAL S U K U D AYA K D I D U S U N S E B U J I T B A RU

Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak

Prakata Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, kegiatan Eksplorasi Arsitektur Kalimantan Barat dapat berjalan dengan lancar dan buku laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Kegiatan Eksplorasi Arsitektur Kalimantan Barat bertujuan untuk mengeksplorasi arsitektur bangunan, nilai-nilai sejarah perkembangan, perancangan, sistem struktur, utilitas, maupun pola permukiman tradisional yang ada di Kalimantan Barat. Buku laporan ini menjadi salah satu persyaratan keluaran yang diharapkan pada mata kuliah Arsitektur Kalimantan Barat di Universitas Tanjungpura dan merupakan kumpulan data hasil eksplorasi arsitektur di Dusun Sebujit Baru, Desa Hli Buei, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang. Dalam proses penyusunan buku laporan ini, kami hendak mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu keberlangsungan kegiatan ekplorasi dari awal hingga akhir yaitu sebagai berikut. • •

Bapak M. Nurhamsyah ST. M.Sc. sebagai ketua Jurusan/Program Studi Arsitektur. Bapak Affrilyno, ST. M.Sc. sebagai koordinator kegiatan Eksplorasi Arsitektur Kalimantan Barat dan dosen pembimbing kelas A. Bapak Syaiful Muazir, ST, MT, PhD, Yudi Purnomo, S.T., M.Sc., Dr. techn. Zairin Zain, S.T., M.T., Dr. Uray Fery Andi, S.T., M.T., dan Muhammad Ridha Alhamdani, ST, MSc sebagai dosen pembimbing kelas A. Bapak Deki Suprapto sebagai narasumber dan kepala desa di Dusun Sebujit Baru. Masyarakat di Dusun Sebujit Baru. Pihak-pihak lain yang belum disebutkan.

• • • •

Kami menyadari bahwa buku laporan ini masih memiliki banyak kekurangan sehingga membutuhkan kritik dan saran. Semoga buku ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan, terutama tentang arsitektur di Kalimantan Barat.

Prolog “Arsitektur tumbuh dan berkembang dari masa ke masa, membuka gerbang menuju peradaban yang lebih maju.”

Kalimat di atas mencerminkan bahwa arsitektur senantiasa mengalami perubahan. Ada banyak pengaruh dari luar yang masuk sehingga keberadaan arsitektur tradisional dapat tergerus oleh tuntutan zaman. Mata kuliah Arsitektur Kalimantan Barat di Universitas Tanjungpura merupakan suatu upaya untuk mengeksplorasi keberagaman arsitektur tradisional di Kalimantan Barat. Eksplorasi berlangsung selama sepuluh hari di Kabupaten Bengkayang dan sebanyak 44 orang dari angkatan 2018 yang dibagi menjadi tiga kelompok untuk menyebar ke lokasi yang telah ditentukan, yaitu Dusun Tangguh, Dusun Sungai Biang, dan Dusun Sebujit Baru. Perjalanan dari Kota Pontianak ke Kabupaten Bengkayang memakan waktu kurang lebih 4 jam dengan menggunakan transportasi darat. Setelah itu, masing-masing kelompok berpisah menuju dusun yang menjadi tempat tujuan. Perjalanan berlanjut selama kurang lebih 2 jam ke Dusun Sebujit Baru. Proses keberangkatan berjalan lancar, meskipun kami dihadapkan dengan kendala cuaca yang tidak dapat diprediksi. Sesampainya di tempat tujuan, kami disambut hangat oleh kepala desa dan disediakan fasilitas tempat tinggal. Dengan kedatangan kami di Dusun Sebujit Baru menjadi permulaan eksplorasi terkait pengumpulan data objek arsitektur tradisional untuk dituangkan ke dalam buku. Buku ini kami persembahkan kepada mereka yang ingin mengetahui tentang arsitektur tradisional di Kalimantan Barat. Mungkin apa yang dituangkan ke dalam buku ini masih jauh dari kata sempurna, namun kami berharap para pembaca dapat ikut mengeksplorasi arsitektur tradisional bersama kami, meski hanya sebentar. Sekadar melihatlihat. Salam hangat dari kami, anggota tim eksplorasi.

i

ii

Daftar Isi Prakata Prolog Daftar Isi Daftar Gambar Glossarium

Latar Belakang Lokasi Sejarah Budaya Permukiman

Rumah Adat Balug Fungsi Bangunan Susunan Denah Ruang Tampak dan Potongan Pondasi Rangka bangunan Dinding Atap Lantai Langit-langit Pintu Jendela Ragam hias Sistem Pendukung Bangunan

iii

I II III V VIII

01 02 05 15 23

02 29 30 33 34 35 36 37 39 41 42 43 45 47

Rumah Tradisional Fungsi Bangunan Susunan Denah Ruang Tampak dan Potongan Pondasi Rangka bangunan Dinding Atap Lantai Langit-langit Pintu Jendela Ragam hias Sistem Pendukung Bangunan

Penutup Dosen Pembimbing & Narasumber Tim Penyusun

03 49 50 57 59 0 60 61 62 63 64 65 66 67

04 71 72

iv

Daftar Gambar

v

vi

Glosarium aankg aloi ruang tengah pada rumah tradisional di Dusun Sebujit abuh tungku api aguakng alat musik gong terdiri dari 2 buah induk dan 2 buah anak alakn tahapan pertunangan yang dilakukan melalui perantara dengan membawakan cincin, kalung, kain, dan sebagainya alies material bambu yang dicincangaloi rumah warga asual senjata tradisional tombakbaik senjata yang hanya dimiliki oleh kaum phigaibalug rumah adat tempat melaksanakan ritual adat aliran kepercayaan bang nugh ventilasi pada rumah khas di Dusun Sebujit bek pintu benua wilayah teritorial yang terdiri dari beberapa kampung biant tangga bili dogc pondok yang terletak diujung kampung, tempat melaksanakan kegiatan ritual panen padi (Nggawik) bili pidiai lumbung padi pada rumah khas di Dusun Sebujit bingon tempat peluru sumpit gillogc gelang dari perak putih goiy pelantaran yang terletak di

vii

dekat dapur pada rumah tradisional di Dusun Sebujit gsutakng alat musik kulintang hmih kalung yang terbuat dari susunan manik-manik berbentuk lempengan maupun berbentuk lilitan hmak bedug pendek yang penutupnya terbuat dari kulit kijang hngikia lima tangkai padi yang diambil untuk mewakili ladang secara keseluruhan agar dapat didoakan secara khusus hnukng alies dinding yang terbuat dari bambu yang dipecahpecah sehingga menyerupai lembaran papan hsnungoh panen, pengerjaan yang paling terakhir dalam bertani hyuk kayu bakar itag railing/ pegangan tanggajangan ruang istirahat pada rumah tradisional di Dusun Sebujit jangan ruang istirahat pada rumah tradisional di Dusun Sebujit jenang penyangga dinding jerai takin menyimpan segala jenis barang yang terbuat dari rotan saga yang dianyam jhate senjata, perkakas bertahan hidupkala pitik kegiatan adat membuat sesajian (plikn) kaling kayu laci kamang tariyuh roh-roh leluhur

viii

kesatria penggawa orang yang berburu kepala manusia atau kayau kimek bagian atap yang dapat dibuka kuatn burung enggang lhakau kasau pada rangka atap terbuat dari kayu meranti lhakau kasau pada rangka atap terbuat dari kayu meranti linyah dapur yang berada di tengah ruang bangunan Balug yang berfungsi untuk penerangan dan pemanasan liuk liyung daun sagu liwok leu atap yang terdiri dari 3 (tiga) susunmah senjata tradisional sumpit mak ayah atau panggilan dari mertua untuk menantu laki-laki maniamas tari tradisional yang dilaksanakan saat gawai Nibakng pada prosesi untuk membersihkan diri dari segala macam bahaya yang telah menimpa mereka miak bik siib acara makan bersama yang dilaksanakan pada hari kedua gawai Nibakng mngbia upacara khusus yang diadakan oleh beberapa tokoh masyarakat sebagai perwakilan bahwa mereka mengaku kalah terhadap kampung yang menjadi musuh

ix

mpangu upacara kematian dayak Bidayuh nenung ngsiloi, pelangkah untuk meramal sebelum bertindak untuk mengetahui apakah tujuan seseorang berhasil atau tidak ngdukn menyembelih seekor ayam untuk membuktikan pengucapan janji pernikahan di depan tokoh masyarakat ngdukn pertemuan untuk merundingkan suatu masalah yang bersifat pribadi (pernikahan) maupun umum (namak) nggawik perayaan gawai pada musim panen (hsnungoh) nghon rotan ngiling dianyamngiu kayau, sistem membunuh yang dilakukan untuk membalas dendam, hingga nantinya terdapat pihak yang mengaku ngsiloi nenung, pelangkah untuk meramal sebelum bertindak untuk mengetahui apakah tujuan seseorang berhasil atau tidak ngtunang pertunangan nok ibu atau panggilan dari mertua untuk menantu perempuan panjat aur atraksi panjat bambu terbalik pantak patung laki-laki dan perempuan yang terdapat di rumah adat Balug payukng samai bentuk atap kerucut pada rumah adat Balug

phigai tokoh masyarakat yang mempunyai keberanian yang luar biasa pilog balok anak atau gelegar terbuat dari kayu majut pioh parak tempat menyimpan kayu bakar (hluk) piuh ijuk piuh ngiling material tali ijuk piyuh lantai kedua pada rumah adat Balug untuk beristirahat bagi plikng sesajian, terdiri dari tembakau, pinang, daun sirih, kapur sirih, minuman keras, hati hewan kurban (babi rumah dan ayam) psidakng senjata warisan turun temurun dari generasi ke generasi samah membayar dengan pihak musuh berupa material dan dilaksanakan secara terpisah atau bersifat mandiri sanang alat musik canang sangieh likuah lantai ketiga pada rumah adat Balug berfungsi untuk tempat menyimpan segala macam jimat leluhur dan tengkorak yang didapat dari hasil kayau sangieh likuah lantai ketiga pada rumah adat Balug, tempat menyimpan segala macam jimat leluhur dan tengkorak yang didapat dari hasil kayau sangil meminyaki tengkorak dengan ramuan khusus shot ayal perlengkapan pakaian adat perempuan yaitu shot berupa manik dan uang shot perlengkapan pakaian adat perempuan yaitu ikat pinggang,

terdapat dua jenis shot yaitu berbentuk uang logam dan rantai, keduanya terbuat dari perak putih bergambar ratu Victoria sibakng bedug panjang yang terbuat kayu pare, kayu bulat, yang dilapisi oleh kulit rusa taak rak tempat menyimpan pakaian tanyuk teras yang terletak di depan pada rumah tradisional di Dusun Sebujit tas juom kayu belian tawak alat musik sejenis gong, terbuat dari tembaga Tipak Iyakng Tuhan

x

01. BELAKANG L A T A R Permukiman masyarakat Dayak Bidayuh dan rumah adat Balug berada di Dusun Sebujit Baru, Desa Hli Buei, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Batas wilayah Desa Hli Buei sebelah utara berbatasan langsung dengan Desa Siding dan wilayah perbatasan Malaysia Timur, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Seluas, sebelah timur berbatasan dengan Tangguh, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Seluas. Gambar 1.1 Rumah Balug di Dusun Sebujit

01

02

Siding

Tangguh

17

Hli Buei

Tamong

Sungkung I Su

Tawang

ng

ku

Sungkung III

ng

15

II

14 16

13 11 9 6

12

7 5 4 1

3 2

03

8 10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Kecamatan Sungai Raya Kepulauan Kecamatan Sungai Raya Kecamatan Capkala Kecamatan Monterado Kecamatan Salamantan Kecamatan Lebah Bawang Kecamatan Sungai Betung Kecamatan Bengkayang Kecamatan Lumar Kecamatan Teriak Kecamatan Ledo Kecamatan Suti Semarang Kecamatan Tujuh Belas Kecamatan Sanggau Ledo Kecamatan Seluas Kecamatan Siding Kecamatan Jagoi Babang

04

S

ejarah

Lontaan, (1974) etnis Dayak Kalimantan terdiri atas enam suku besar dan 405 sub suku kecil tersebar di pedalaman Pulau Kalimantan dengan adat istiadat dan kebudayaan yang mirip. Rumpun suku Dayak terbagi menjadi Murut, Punan, Apokayan, Klemantan, Iban, dan Ot Danum-Ngaju. Pada rumpun suku Dayak Klemantan, terdapat sub suku Dayak Bidayuh yang mendiami Provinsi Kalimantan Barat (Singarimbun, 1991). Bidayuh berasal kata “Bi” yang berarti "orang" dan Dayuh yang berarti “Hulu” jadi Bidayuh berarti “orang hulu” (Batubara, 2017). Suku Dayak Bidayuh menghuni pedalaman hutan atau di daerah bukit, terutama pada wilayah Desa Hli Buei, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.

Masyarakat suku Dayak merupakan penduduk suku asli atau pribumi Pulau Kalimantan yang tersebar di tiga negara yaitu Indonesia, Brunei Darussalam dan Malaysia.

Gambar 1.3 Penyebaran penduduk ke Desa Hli Buei

Gambar 1.2 Peta Sebaran Suku Asli Pulau Kalimantan

05

Gambar 1.4 Kedatangan Suku Dayak Bidayuh ke Desa Hli Buei

Penyebaran penduduk ke Desa Hli Buei berawal dari Sungkung melalui transportasi sungai. Hal ini disebabkan oleh masyarakat ingin mencari lahan yang subur sehingga dapat dimanfaatkan untuk bercocok tanam. Selain itu, terdapat faktor lain terkait perang saudara akibat sengketa tanah atau memperebutkan wilayah kekuasaan yang dilakukan dengan cara kayau (ngiu). Kayau (ngiu) adalah sistem membunuh yang dilakukan untuk membalas dendam hingga nantinya terdapat pihak yang mengaku kalah. Kayau (ngiu) bukanlah semata-mata sebagai motif ritual, melainkan bentuk pembelaan diri terhadap ancaman dan serangan dari luar.

06

Pada awalnya hanya terdapat satu kampung di Desa Hli Buei yaitu kampung Sasig Sebujit atau yang dikenal sekarang dengan Dusun Sebujit Lama. Pemukiman di Dusun Sebujit Lama dirintis pada zaman nenek moyang Gapmg Nok Gsumak, Dimos mak Nu, Danum mak Mage dan Jagepm mak Sayoh dan Sek mak Laub. Menurut Deki Suprapto, Dusun Sebujit Lama adalah pemekaran dari D u s u n L a w a n g , D e s a Ta n g g u h , Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang. Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah penduduk di Dusun Sebujit Lama semakin berkembang sehingga lahan kosong untuk tempat tinggal dan berladang semakin sedikit. Oleh sebab itu, timbu l gagasan bebe rapa toko h masyarakat untuk membuka pemukiman yang baru (Suprapto, 2004).

Sek mak Laub mak Luluk berasal dari Dusun Sebujit Lama merintis membuka pemukiman baru pada daerah kampung Bulutng atau sekarang dikenal dengan Dusun Sebujit Baru. Sebelumnya, Sek mak Laub menjadikan daerah Dusun Sebujit Baru sebagai tempat bermalam ketika berburu. Pada tahun 1972, Sek mak Laub mendirikan pondok sebagai tempat merawat dan mengurus ladang. Lama-kelamaan pondok ini berubah menjadi sebuah kampung dengan pemukiman yang kaya akan hutan dan sungai.

Proses pembukaan lahan pemukiman baru tidak sembarangan dilakukan oleh Sek mak Laub, hal ini diawali dengan ngsiloi melalui ritual nenung. Ngsiloi adalah tindakan seseorang dalam ritual kepercayaan aliran animisme yang bersifat ibadah karena berhubungan langsung dengan dunia roh yang dilaksanakan dengan penuh khidmat. Ritual nenung bertujuan untuk m e m pe r t a n ya k a n ke pa d a Tip ak Iyakng (Tuhan sang Maha Pencipta) tentang keinginan untuk membuka lahan baru sebagai tempat berladang dan membuka permukiman. Setelah perpindahan dari Dusun Sebujit Lama ke Dusun Sebujit Baru, terdapat perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat Benua Hli Buei. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh dari kebudayaan luar (Suprapto, 2004).

Gambar 1.5 Permukiman Masa Lampau Masyarakat di Dusun Sebujit Baru

Gambar 1.6 Pemukiman Masa Lampau Masyarakat di Dusun Sebujit Baru

07

08

Gambar 1.7 Perubahan Cuaca

Gambar 1.8 kayau (Ngiu)

Sek mak Laub mak Luluk berasal dari Dusun Sebujit Lama merintis membuka pemukiman baru pada daerah kampung Bulutng atau sekarang dikenal dengan Dusun Sebujit Baru. Sebelumnya, Sek mak Laub menjadikan daerah Dusun Sebujit Baru sebagai tempat bermalam ketika berburu. Pada tahun 1972, Sek mak Laub mendirikan pondok sebagai tempat merawat dan mengurus ladang. Lama-kelamaan pondok ini berubah menjadi sebuah kampung dengan pemukiman yang kaya akan hutan dan sungai.

Gambar 1.9 Memenggal Kepala

Gambar 1.10 Kiankng Lii Tidur

Gambar 1.11 Menyimpan Kepala di ujung kampung

Ketika malam hari, Kiakng Lii bermimpi bahwa kepala orang yang dibunuhnya menangis dan meminta agar kepalanya disimpan diatas Balug. Setelah Kiakng Lii bangun dari tidurnya ia menceritakan tentang mimpinya kepada kepala adat.

Gambar 1.12 Mimpi Kiakng Lii

09

10

Pada akhirnya kepala adat menyampaikan ke seluruh warga kampung bahwa mereka harus membangun rumah adat Balug di Benua Hli Buei (Suprapto, 2004).

Gambar 1.13 Meramu

Gambar 1.14 Membangun Rumah Adat Balug

Rumah adat Balug merupakan rumah adat sub suku Dayak Bidayuh terutama bagi penduduk terpencil di daerah pegunungan. Rumah adat Balug telah diwariskan dari generasi ke generasi oleh leluhur Kiakng Lii untuk menyimpan tengkorak hasil kayau (ngiu) yang diteruskan oleh keturunannya, yaitu Dimos mak Nu, Palik mak Kabiankng, Dot mak Nuji, Sek mak Laub, Laub mak Luluk. Dengan demikian, tidak semua orang yang dibunuh diambil kepalanya karena hal ini berhubungan dengan hal gaib. Apabila pengayau mendapatkan mimpi buruk atau firasat tidak baik, maka kepala tersebut tidak disimpan di dalam rumah adat Balug.

11

12 Gambar 1.15 Rumah Adat Balug

Rumah adat Balug merupakan rumah adat sub suku Dayak Bidayuh terutama bagi penduduk terpencil di daerah pegunungan. Rumah adat Balug telah diwariskan dari generasi ke generasi oleh leluhur Kiakng Lii untuk menyimpan tengkorak hasil kayau (ngiu) yang diteruskan oleh keturunannya, yaitu Dimos mak Nu, Palik mak Kabiankng, Dot mak Nuji, Sek mak Laub, Laub mak Luluk. Dengan demikian, tidak semua orang yang dibunuh diambil kepalanya karena hal ini berhubungan dengan hal gaib. Apabila pengayau mendapatkan mimpi buruk atau firasat tidak baik, maka kepala tersebut tidak disimpan di dalam rumah adat Balug.

Gambar 1.16 Upacara Ngkiah

Rumah adat Balug di Dusun Sebujit Baru didirikan oleh Laub mak Luluk, Ta bun mak Mop, Anung mak Lina, Asuan mak Ya, Nuji mak Toyo, Wes mak Giok, Asim mak Biuh, Anat mak Koon, Amin mak Kilup, Guleu mak Heri, dan Lep mak Asan. Para tokoh ini mengadakan pertemuan yang dipimpin oleh Laub mak Luluk. Pertemuan ini bertujuan untuk menyatukan visi dan misi masyarakat adat untuk mencapai satu kesepakatan dalam rencana mendirikan Balug di Dusun Sebujit Baru. Sejak awal berdirinya Balug di Dusun Sebujit Baru merupakan perwujudan dari adanya organisasi adat.

Untuk menyatukan pemikiran, Laub mengadakan pertemuan pertama di rumah Anung mak Lina karena tidak ada tempat umum untuk mengadakan pertemuan. Setelah beberapa saat melalui perdebatan yang panjang a k h i r n ya m e n d a pa t k a n be be ra pa keputusan yaitu sepakat untuk membangun rumah adat, menyepakati siap bekerja tanpa upah, dan tidak menuntut ganti rugi material yang digunakan untuk pembangunan seperti tongkat belian.

B e rd a s a r k a n c a t a t a n p r i b a d i D e k i Suprapto (2004), tradisi kayau (ngiu) dan keberadaan rumah adat Balug terancam punah seiring dengan penyebaran agama baru di daerah terpencil atau pedalaman pegunungan.

Gambar 1.18 Pertemuan Masyarakat Adat Dalam Mempertahankan Balug

Dari pertemuan ini juga menghasilkan pengurus inti organisasi adat yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara. Pertemuan kedua diadakan pada tanggal 5 April 1997 untuk mensosialisasikan kepada masyarakat di Dusun Sebujit Baru dengan segala program dan rencana untuk membangun Balug. Akhirnya pada tanggal 10 April 1997, terbentuklah keanggotaan dan ketua panitia. Sehingga tepatnya pada tanggal 1 Juni 1997 didirikanlah Balug dengan modal tekad sosial yang tinggi dan semangat gotong-royong yang masih solid di dalam masyarakat adat. Berdasarkan pertimbangan, Laub menyatakan betapa pentingnya mempertahankan kebudayaan peninggalan leluhur (Suprapto, 2004).

Gambar 1.17 Gawai Nibakng

13

14

B

udaya

Masyarakat Dayak Bidayuh mengenal kepercayaan aliran animisme yang diwariskan secara turun-temurun. Sebagian besar masyarakat suku Dayak Bidayuh di Dusun Sebujit Baru masih menjalankan tradisi menurut kepercayaan aliran animisme. Hal itu terlihat dari upacara-upacara adat sebagai bentuk penyembahan yang dilaksanakan hingga saat ini.

UPACARA ADAT NGGAWIK Pada musim panen (hsnungoh) diadakan upacara adat yang disebut Nggawik. Upacara adat Nggawik dibedakan menjadi dua, yaitu pelaksanaan Nggawik yang bersifat umum dan pribadi. Pelaksanaan Nggawik yang bersifat umum dilaksanakan secara massal oleh seluruh masyarakat Dayak Bidayuh di dalam Bili Dogc yang didirikan di ujung kampung. Bili Dogc hanya digunakan sementara hingga ritual menyembelih hewan selesai dilaksanakan. Dalam upacara adat ini terdapat ritual-ritual, yaitu Mngpangu, Nangiel, Nabos Aduk, dan Hngikia.

Gambar 1.22 Ritual Hngikia Gambar 1.19 Miak Bik Siib

Gambar 1.20 Panjat Aur

UPACARA ADAT NIBAKNG Nggawik yang pelaksanaannya bersifat pribadi dilakukan oleh sebuah keluarga dikarenakan terdapat faktor atau penyebab tertentu. Baik upacara adat Nggawik secara umum maupun pribadi memiliki tujuan untuk mengucap syukur kepada Tuhan (Tipak Iyakng) karena telah memberkati pekerjaan mereka agar padi yang mereka panen berlimpah.

Upacara adat Nibakng atau gawai Nibakng merupakan perayaan hari besar bagi kepercayaan aliran animisme di dalam rumah adat Balug yang dilaksanakan selama tiga hari setiap setahun sekali. Gawai Nibakng diiringi dengan permainan gendang seperti bedug panjang (sibakng), empat buah gong (aguakng), lima biji kulintang, dan satu buah tawak. Kemudian terdapat ritual-ritual di dalam gawai Nibakng sebagai bentuk penyembahan kepada Tuhan (Tipak Iyakng).

Gambar 1.23 Bili Dogc

Gambar 1.21 Mandi Adat

15

16

UPACARA KEMATIAN

UPACARA PERNIKAHAN

Upacara kematian (mpangu) dilaksanakan sebanyak tiga kali. Mpangu pertama dilakukan ketika seseorang menghembuskan napas terakhir, kemudian dimandikan dan diminyaki dengan wewangian. Setelah itu jenazah dikenakan pakaian tradisional Dayak Bidayuh lengkap dengan aksesorisnya. Mpangu kedua dilakukan keesokan harinya ketika ayam berkokok. Pada saat itu diadakan ritual mengundang roh ibu, bapak, kakek, dan nenek untuk menjemput jenazah dari jenazah tersebut. Jenazah didoakan agar segala dosa dan kesalahan yang telah diperbuat dapat dimaafkan. Mpangu ketiga adalah ketika jenazah dimasukkan ke dalam peti dan dibawa menuju ke pemakaman.

Gambar 1.25 Cincin, Kalung, dan Kain

Tidak ada prinsip tertentu dalam pernikahan menurut adat kebiasaan masyarakat, namun terdapat beberapa tahap sebelum melaksanakan akad pernikahan, yaitu perkenalan, pertunangan, dan pernikahan. Pertunangan (ngtunang) bisa dilakukan apabila kedua belah pihak sudah saling menyetujui. Menurut kebiasaan masyarakat Dayak Bidayuh Dusun Sebujit tahapan ini dilakukan melalui perantara (alakn) dengan membawakan cincin, kalung, kain, dan sebagainya.

Selanjutnya pernikahan (ngdukn) dilaksanakan selepas kedua belah pihak melakukan akad nikah di hadapan para tokoh masyarakat. Sebuah pernikahan dianggap sah secara adat apabila telah melaksanakan ngdukn. Pada acara ngdukn, beberapa tokoh masyarakat memberikan pesan-pesan moral kepada calon pasangan suami-istri dan dalam waktu bersamaan dilangsungkan kegiatan adat yang dinamakan Kala Pitik, yaitu membuat sesajian yang dikenal dengan sebutan plikn. Gambar 1.26 Plikn

UPACARA MNGBIA Upacara Mngbia merupakan suatu upacara khusus yang diadakan oleh beberapa tokoh masyarakat untuk mewakili daerahnya masing-masing bahwa mereka mengaku kalah terhadap kampung yang menjadi musuh. Tujuan upacara Mngbia adalah bersumpah di hadapan Tuhan (Tipak Iyakng) untuk tidak membunuh warga di kampung yang telah menaklukkan mereka. Gambar 1.27 Upacara Mngbia

17 Gambar 1.24 Peti Mati

18

Suku Dayak Bidayuh di Dusun Sebujit Baru memiliki kekayaan dan keragaman budaya terlebih pada keseniannya. Hingga saat ini kesenian tersebut masih terjaga dan kerap dijumpai dalam kehidupan masyarakat terutama pada ritual adat. Jenis kesenian tersebut antara lain seni musik, seni tari, seni terapan, dan seni sastra.

Masyarakat Dayak Bidayuh di Dusun Sebujit Baru memiliki beragam jenis teknologi tradisional. Teknologi tradisional ini digunakan untuk membantu dan mempermudah masyarakat dalam pekerjaan dan aktivitas mereka sehari-hari. Teknologi tradisional ini terbagi menjadi perkakas rumah tangga dan perkakas bertahan hidup.

PERKAKAS RUMAH TANGGA

Gambar 1.28 Perangkap Binatang

Perkakas rumah tangga merupakan perkakas yang digunakan untuk berladang, berkebun, berburu, dan memasak. Berladang dan berkebun menggunakan perkakas seperti parang, cangkul, tuai, keranjang rotan, dan arit. Berburu menggunakan perangkap hewan dan senapan. Selain itu memasak menggunakan tungku api dan kayu bakar.

Gambar 1.33 Alat Musik Kulintang

Gambar 1.33 Alat Musik Gong

Gambar 1.30 Baik

Gambar 1.29 Tungku-Abuh

PERKAKAS BERTAHAN HIDUP Gambar 1.31 PSidakng

Perkakas bertahan hidup yang digunakan adalah jhate yang hampir semua masyarakat Suku Dayak Bidayuh memiliki senjata ini. Kedua ada baik yaitu senjata yang hanya dimiliki oleh kaum phigai atau pemberani. Ketiga ada psidakng yang merupakan warisan turun temurun dari generasi ke generasi. Keempat ada tombak yang disebut asual dan bingon yaitu tempat peluru sumpit (mah).

SENI MUSIK Alat musik tradisional masyarakat Dayak Bidayuh di Dusun Sebujit baru adalah bedug panjang (sibakng), gong (aguakng), tawak, kulintang, gendang (hmak), dan canang. Setiap perayaan gawai Nibakng diiringi dengan alat-alat musik tersebut. Gambar 1.34 Alat Musik Tawak

Gambar 1.32 Jhate

19

20

Seni terapan merupakan karya seni yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena mengandung fungsi tertentu atau memenuhi kebutuhan praktis. Salah satu contoh seni terapan adalah pakaian adat. Masyarakat Dayak Bidayuh di Dusun Sebujit Baru menggunakan pakaian adat lengkap dengan aksesoris saat pelaksanaan gawai.

Gambar 1.36 Hmih Manik Logam

Gambar 1.37 Shot Ayal

SENI TERAPAN

Gambar 1.38 Shot Uang

Gambar 1.39 Gilogc

Gambar 1.35 Tari Maniamas

SENI TARI

21

Terdapat beberapa jenis tarian tradisional suku Dayak Bidayuh, yaitu tari Kayau dan tari Maniamas. Biasanya tarian tradisional tersebut dilakukan pada saat perayaan gawai, sebelum atau sesudah pelaksanaan ritual-ritual adat.Tari Kayau dahulu diperuntukkan demi menyambut para pengayau, sedangkan sekarang untuk menyambut para tamu terhormat atau petinggi-petinggi daerah. Tarian Maniamas dilakukan sebagai tarian pengantar ke ritual inti dalam gawai Nibakng. Fungsi dilaksanakannya tarian ini sebagai penolak bala serta ucapan syukur atas berkat dari Tuhan.

PAKAIAN ADAT PEREMPUAN Terdapat berbagai perlengkapan pada pakaian adat perempuan, yaitu jmuh bhiguk (sarung tangan berwarna biru), shot logam dan uang, shot ayal (ikat pinggang manik dan uang), hmih (kalung), blogc (manik berbentuk kerucut), gillogc (gelang)

PAKAIAN ADAT LAKI-LAKI Terdapat berbagai perlengkapan pada pakaian adat laki-laki yaitu, toop (kain merah), shot logam dan shot rantai (ikat pinggang), Bhotc (kalung yang terbuat dari taring hewan liar), hmih (kalung), topi dari kain batik, dua helai bulu ekor burung enggang, jerai takin (tempat menyimpan barang), gillogc (gelang perak), dan simotng.

22

P

OLA ERMUKIMAN RONA ALAM

Jenis tanah pada Dusun Sebujit Baru merupakan tanah podsolik merah kuning. Berdasarkan kondisi alam yang membedakan wilayah Kabupaten Bengkayang, wilayah Kecamatan Siding yang meliputi Dusun Sebujit Baru, Desa Hli Buei merupakan wilayah daratan dan perbukitan.

Jenis tanah pada Dusun Sebujit Baru m e r u p a k a n t a n a h p o d s o l i k m e ra h kuning. Berdasarkan kondisi alam yang membedakan wilayah Kabupaten Bengkayang, wilayah Kecamatan Siding yang meliputi Dusun Sebujit Baru, Desa Hli Buei merupakan wilayah daratan dan perbukitan.

Gambar 1.41 Bebek Ternak di Dusun Sebujit Baru

Masyarakat sekitar menggunakan kayu dari beberapa jenis tanaman yang digunakan sebagai bahan bangunan seperti Aloi dan rumah adat Balug. yaitu kayu belian, kayu madang, bambu, daun sagu, dan kayu rotan.

Gambar 1.40 Sungai Kongo

Sumber air bersih utama berasal dari tiga sungai yang letaknya berjauhan, yaitu Sungai Timuei, Sungai Nyamok, dan Sungai Nyoh. Sungai Timuei dan Sungai Nyamok terletak di luar Dusun Sebujit Baru. Terdapat Sungai Sooh yang digunakan sebagai jalur transportasi pada masa lampau. Kemudian terdapat dua anak sungai yang terdapat pada Dusun Sebujit Baru yaitu Sungai Bulutn dan Sungai Kongok. Sungai Kongok digunakan sebagai drainase. Sungai Bulutn merupakan titik mula terciptanya permukiman Dusun Sebujit Baru.

Tanaman pangan atau sumber makanan dikelompokkan menjadi makanan pokok, sayuran, rempah, dan buahbuahan. Makanan pokok yaitu padi (padi sawah dan padi ladang). Sayuran yaitu terong asam, kucai, dan jagung. Rempah-rempah yaitu sahang dan jahe. Ser ta buah-buahan seper ti durian, matoa, langsat, duku, dan jambu monyet.

Gambar 1.42 Hutan di Dusun Sebujit Baru

Gambar 1.43 Ladang Padi di Dusun Sebujit Baru

23

24

ELEMEN PEMBENTUK KAWASAN

Gambar 1.44 Peta Perkampungan

Kampong sering disebut sebagai wilayah kawasan hunian permukiman penduduk di Dusun Sebujit Baru. Kawasan ini terdiri dari rumah adat Balug, rumah masyarakat, perumahan BTN, homestay, pertokoan, perkantoran, sekolah, puskesmas pembantu dan gereja.

Gambar 1.45 Peta Persebaran Ladang

Kawasan untuk berladang sebagian berada di lahan dataran dan perbukitan. Jenis tanaman yang dikembangkan adalah jahe, jagung, padi, sahang, mentimun, pohon durian, pohon karet, pohon sawit dan tanaman lainnya yang dikonsumsi.

Gambar 1.46 Peta Persebaran Ternak

Masyarakat beternak untuk konsumsi pribadi atau acara adat, namun jika ada yang membeli maka masyarakat akan menjual hasil ternaknya. Keberadaan kandang ternak biasanya tidak jauh dari rumah hunian mereka atau terletak di bagian belakang rumah, samping rumah, atau di bawah kolom rumah.

Gambar 1.47 Peta Vegetasi

Terdapatpula tiga hutan adat di Desa Hli Buei yang dilindungi untuk keperluan masyarakat sehingga lahan tersebut tidak dijual, diantaranya Hutan Adat Piwag, Hutan Adat Bumiat, dan Hutan Adat Kipuat. Keberadaan hutan adat sangat jauh dari permukiman masyarakat Dusun Sebujit Baru.

Gambar 1.48 Peta Aliran Sungai

Terdapat pula tiga hutan adat di Desa Hli Buei yang dilindungi untuk keperluan masyarakat sehingga lahan tersebut tidak dijual, diantaranya Hutan Adat Piwag, Hutan Adat Bumiat, dan Hutan Adat Kipuat. Keberadaan hutan adat sangat jauh dari permukiman masyarakat Dusun Sebujit Baru.

Gambar 1.49 Peta Persebaran Lahan Terbuka

Terdapatpula tiga hutan adat di Desa Hli Buei yang dilindungi untuk keperluan masyarakat sehingga lahan tersebut tidak dijual, diantaranya Hutan Adat Piwag, Hutan Adat Bumiat, dan Hutan Adat Kipuat. Keberadaan hutan adat sangat jauh dari permukiman masyarakat Dusun Sebujit Baru.

Sungai Kongo

25

Ladang Jagung

Peternakan Sapi

Sungai Sooh

Lapangan Voli

Kebun Karet Ladang Sahang Ladang Padi Ladang Jagung dan Padi

Peternakan Babi

Sungai Nyoh

Pemakaman Lapangan Sepak Bola

26

Gambar 1.51 Homestay

TATA RUANG Pola tata ruang permukiman di Dusun Sebujit Baru mulanya berbentuk linear mengikuti jalan. Namun, sekarang berbentuk radial karena rumah-rumah mengelilingi rumah adat Balug. Tata letak bangunan di permukiman Dusun Sebujit Baru sebelum berdirinya rumah Balug mengikuti jalur-jalur jalan, namun saat rumah Balug didirikan masyarakat mulai membangun rumah secara menyebar di sekitar rumah Balug.

FISIK BANGUNAN

Gambar 1.52 Pembuatan Atap Rumah Warga

Dusun Sebujit Baru memiliki kontur tanah yang berbukit-bukit sehingga rumah-rumah p e r m u k i m a n m e m i l i k i t a t a l e t a k ya n g bertingkat-tingkat dan tidak beraturan. Rumah Balug sendiri memiliki pola tata bangunan yang menyesuaikan orientasi dengan bukaan menghadap ke arah utara, timur, barat, dan selatan

Gambar 1.50 Jalan di Perkampungan

27

Pada masa lampau, bangunan masih menggunakan material alami seperti dinding yang terbuat dari cincangan bambu (nung alies), atap terbuat dari sirap dan daun sagu (liuk liyung), tiang menggunakan kayu belian. Saat ini rumah masyarakat telah berkembang menjadi lebih modern dan permanen. Lantai sebagian besar telah diplester dengan semen dan berkeramik serta dinding pada umumnya juga menggunakan semen dan atap menggunakan seng. Ukuran rumah bervariasi ada yang besar dan ada pula yang kecil, berlantai satu atau bertingkat.

Fisik rumah masyarakat Dusun Sebujit Baru rata-rata memiliki bentuk panggung dan persegi empat dan atap berbentuk limasan. Kolong rumah menjadi tempat untuk menyimpan alat-alat untuk berladang serta tempat untuk memelihara ternak. Rumah Balug memiliki bentuk fisik rumah panggung berbentuk segi dua belas dengan atap yang menyesuaikan bentuk denah rumah Balug.

Gambar 1.53 Rumah Balug

28

02. RUMAH ADAT BALUG

SUSUNAN DENAH RUANG Rumah adat Balug memiliki tata ruang yang sederhana. Ruang-ruang tersebut di letakkan pada setiap lantai Balug. Lantai pertama pada Balug merupakan tempat untuk menyimpan barang-barang keperluan Balug dan tempat untuk memainkan alat musik seperti beduk panjang (sibakng), gong (aguakng), canang, kulintang (gsutakng), dan lain-lain. Selain itu, terdapat dapur (linyah) yang berada di tengah ruang bangunan Balug yang berfungsi untuk penerangan dan pemanasan.

Lantai kedua (piyuh) pada Balug merupakan tempat yang digunakan untuk beristirahat bagi kesatria penggawa (orang yang berburu kepala manusia) di zaman tradisi kayau atau berburu kepala manusia yang dilakukan selama 14 hari. Sedangkan lantai ketiga (sangieh likuah) berfungsi untuk tempat menyimpan segala macam jimat leluhur dan tengkorak yang didapat dari hasil kayau.

FUNGSI BANGUNAN Rumah adat Balug merupakan tempat ritual masyarakat suku Dayak Bidayuh di Dusun Sebujit Baru yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan rumah adat suku Dayak lainnya. Rumah adat Balug adalah rumah adat yang berfungsi sebagai tempat untuk mengadakan gawai Nibakng. Selain itu, Rumah adat Balug juga digunakan sebagai tempat untuk menyimpan tengkorak kepala manusia yang didapat dari hasil kayau (ngiu) dan menyimpan benda-benda pusaka yang merupakan hasil peninggalan nenek moyang dan leluhur zaman dahulu. Rumah adat Balug juga difungsikan sebagai tempat untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat Dayak Bidayuh di Desa Hli Buei Dusun Sebujit Baru.

Gambar 2.2 Interior Lantai 3 Rumah Adat Balug

Gambar 2.3 Interior Lantai 2 Rumah Adat Balug

Gambar 2.1 Suasana Luar Rumah Adat Balug - Depan Balug

29

Gambar 2.4 Interior Lantai 1 Rumah Adat Balug

Gambar 2.5 Ruang Rumah Adat Balug

30

DENAH

SITE PLAN

Gambar 2.7 Denah Lantai 2 Rumah Adat Balug

Gambar 2.6 Denah Lantai 1 Rumah Adat Balug

Gambar 2.8 Denah Lantai 3 Rumah Adat Balug

31

Gambar 2.9 Siteplan Rumah Adat Balug

32

POTONGAN

PONDASI Pa d a r u m a h a d a t B a l u g , j e n i s p o n d a s i ya n g digunakan hampir sama dengan jenis pondasi tiang tongkat pada umumnya. Hanya saja, pondasi pada rumah adat Balug hanya memiliki satu kayu laci (kaling atas). Bagian-bagian pondasi Balug terdiri dari tiang atau tongkat, kaling atas, dan kaling bawah. Ketiga komponen struktur pondasi ini merupakan satu kesatuan yang utuh dan apabila kehilangan salah satu bagian tersebut dapat menyebabkan kegagalan fungsi pondasi.

Gambar 2.10 Potongan A-A Rumah Adat Balug

Pada ketiga komponen pondasi rumah adat Balug tersebut memiliki fungsi masing-masing. Tiang atau tongkat memiliki fungsi untuk meneruskan beban fisik dari struktur bagian atas ke tanah. Kayu laci (kaling atas) berfungsi sebagai penyangga tiang tongkat dan menahan beban pada pergerakan lapisan tanah. Sedangkan kayu alas (kaling bawah) berfungsi sebagai penopang utama dengan memanfaatkan daya tekan ke atas pada tanah (Khaliesh & Gultom, 2013).

Gambar 2.11 Potongan B-B Rumah Adat Balug

Bangunan adat Balug memiliki tiga tingkat, yang melambangkan tiga alam semesta dalam suatu kehidupan berdasarkan kepercayaan masyarakat Dayak Bidayuh. Lantai pertama melambangkan alam bawah, lantai kedua melambangkan alam tengah sebagai tempat kehidupan manusia dan lantai ketiga melambangkan alam atas yang merupakan tempat kehidupan Sang Maha Pencipta (Tipak Iyakng). Bangunan Adat Balug memiliki dinding yang terbuat dari bambu yang dipecah-pecah sehingga menyerupai lembaran papan yang biasanya disebut dengan hnukng alies. Sedangkan atap bangunan pada rumah adat Balug terdiri dari 3 (tiga) susun, yang mana atap bagian bawah memiliki bentuk setengah kerucut dan memiliki 4 (empat) bagian atap yang bisa diangkat. Sedangkan pada bagian tengah memiliki 2 (dua) buah atap yang juga dapat diangkat dan berfungsi sebagai jendela. Gambar 2.12 Jenis Kolom

33

34

RANGKA BANGUNAN

Bangunan rumah adat Balug memiliki tiang-tiang yang berfungsi sebagai penyangga dan terbuat dari kayu belian (tas juom) sebanyak 22 buah. Tiang yang berjumlah 22 buah merupakan penyesuaian dari bentuk bundar pada bangunan rumah adat Balug. Jarak antara tiang induk pada Balug adalah 160 cm x 170 cm. Selain tiang induk tersebut, terdapat tiangtiang lain yang memiliki panjang dari tanah sampai ke lantai 7 m dengan keliling lingkaran tiang 35 cm. Pada bagian dinding Balug, terdapat penyangga dinding (jenang) yang berfungsi untuk menyangga dinding bambu (hnukng alies). Bambu pecah (hnukng alies) yang digunakan untuk dinding rata-rata berukuran 33 cm . Tiang-tiang yang ada di dalam Balug diikat dengan menggunakan material ijuk dan rotan (nghon).

DINDING Rumah adat Balug memiliki dinding yang terbuat dari bambu yang dipecah-pecah dan dibelah pada salah satu bagian sisinya sehingga dapat membentuk sebuah lembaran papan. Lembaran bambu yang sudah dipecah-pecah ini disebut hnukng alies, dengan lebar rata-rata 33 cm. Tinggi hnukng alies ke atap adalah 120 cm. Selain hnukng alies, dinding Balug juga terbuat dari papan yang memiliki lebar 21 cm. Gambar 2.17 Dinding Bambu Pecah Gambar 2.14 Jenis Kolom

Gambar 2.15 Jenis Kolom

Gambar 2.13 Jenang

Gambar 2.16 Jenis Kolom Gambar 2.18 Dinding Bambu Pecah

35

36

ATAP

Bangunan rumah adat Balug memiliki atap (liwok leu) yang unik dan terdiri dari 3 (tiga) susun. Rumah adat Balug memiliki atap yang dapat diangkat (kimek). Atap yang dapat diangkat memiliki ukuran 2,75 m x 1,10 m. Panjang kasau (lhakau) yang digunakan pada atap adalah 4,20 m dan sambungan kasau hingga puncak atap berukuran 1,20 m. Kasau yang digunakan pada atap terbuat dari kayu meranti yang berukuran 5 cm x 7 cm. Penutup atap rumah adat Balug terbuat dari material daun sagu (liuk liyung) yang diikat menggunakan ijuk (piuh) yang dianyam (ngiling). Selain atap yang berfungsi sebagai jendela, pada dinding rumah adat Balug juga memiliki lubang ventilasi.

Gambar 2.20 Jenis Atap Balug

Gambar 2.19 Jenis Atap Balug

37

Gambar 2.21 Material Penutup Atap

Gambar 2.22 Detail Atap Rumah Balug

38

LANTAI Rumah adat Balug terdiri dari 3 (tiga) lantai yang melambangkan tiga alam semesta dalam suatu kehidupan berdasarkan kepercayaan masyarakat Dayak Bidayuh. Lantai pertama melambangkan alam bawah, lantai kedua melambangkan alam tengah sebagai tempat kehidupan manusia dan lantai ketiga melambangkan alam atas yang merupakan tempat kehidupan Sang Maha Pencipta (Tipak Iyakng). Tinggi lantai dasar ke atas linyah adalah setinggi atas pusar orang dewasa yaitu, 1,10 m sedangkan ketinggian lantai pertama (atas linyah) terhadap lantai kedua adalah 1,05 m.

Pada lantai pertama, terdapat linyah yang memiliki bentuk bujur sangkar dengan ukuran pada masing-masing sisinya yaitu 1,70 m. Tinggi tangga antara lantai kedua dengan linyah adalah 0,90 m dengan menggunakan material kayu kasau yang berukuran 5 x 7 cm. Lantai 2 (dua) memiliki ukuran panjang 1,7 m dengan lebar 2 m. Lantai 3 (tiga) atau sangieh likuah ini digunakan untuk menyimpan tengkorak kepala hasil kayau serta benda-benda pusaka lainnya yang memiliki dimensi 0,50 m x 1,00 m dengan kotak penyimpanan yang berukuran 0,50 m x 0,70 m. Pada sangieh likuah tidak terdapat tangga dan tingginya hingga ke puncak yaitu 2,30 m. Pada bagian balok anak atau gelegar (pilog) pada lantai terbuat dari kayu majut dengan jumlah 15 buah dan balok induk atau keep dibuat dari kayu belian.

Gambar 2.24 Pembalokan

Gambar 2.23 Jenis Balok Induk

Gambar 2.25 Pembalokan Lantai

39

40

LANGIT-LANGIT

Langit-langit pada rumah adat Balug berupa struktur atap yang diekspos langsung yang terdiri dari rangka atap dan penutup atap. Kasau (lhakau) pada rangka atap menggunakan kayu meranti yang memiliki panjang 4,20 m dan sambungan kasau hingga puncak atap berukuran 1,20 m. Kasau yang digunakan berukuran 5 x 7 cm. Sedangkan untuk penutup atap pada Balug menggunakan daun sagu (liuk liyung) yang diikat menggunakan ijuk (piuh) dan dianyam (ngiling).

PINTU

Gambar 2.27 Pintu Rumah Adat Balug

Gambar 2.28 Pintu Rumah Adat Balug

Pada rumah adat Balug, terdapat satu pintu (bek) yang berada di depan teras. Pintu Balug berukuran lebar 1,20 m dan tinggi 0,92 m dengan memiliki dua bukaan. Tinggi pada pintu Balug dibuat lebih rendah dari tinggi orang dewasa agar setiap orang yang akan masuk ke Balug selalu menundukkan kepalanya. Hal ini merupakan bentuk dari suatu penghormatan terhadap kedudukan roh-roh leluhur (kamang triyuh). Pintu pada rumah adat Balug selain berfungsi sebagai akses untuk orang keluar masuk bangunan, tetapi juga berfungsi sebagai sirkulasi udara dan jalur masuknya cahaya pada saat diadakan acara pada bangunan. Gambar 2.26 Detail Langit-Langit Rumah Adat Balug Gambar 2.29 Pembalokan Lantai

41

42

JENDELA Atap yang dapat diangkat atau disebut jendela (kimek) memiliki ukuran 2,75 cm x 1,10 cm. Setiap sambungan yang ada pada jendela diikat dengan menggunakan material tali ijuk (piuh ngiling).

Pada rumah adat Balug terdapat 6 jendela (kimek), yaitu 4 (empat) jendela yang berada di atap bagian bawah dan 2 (jendela) berada di atap bagian tengah. Semua atap yang ada di rumah adat Balug dapat di angkat, sehingga dapat memudahkan cahaya matahari maupun angin untuk masuk ke dalam ruangan rumah adat Balug.

Selain jendela, pada rumah Balug juga terdapat ventilasi yang berada pada dinding. Ventilasi ini terbuat dari kayu bulat yang berdiameter 5 cm dengan tinggi 0,75 m dan lebar 1,50 m.

Gambar 2.32 Detail Jendela (kimek)

Gambar 2.31 Bukaan Atap dari Luar

Gambar 2.30 Bukaan Atap dari Dalam

Pada jendela depan dan belakang merupakan lambang dari pintu depan dan pintu belakang sedangkan jendela sebelah kiri dan kanan melambangkan adanya dua orang yang melambangkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Gambar 2.33 Ventilasi Rumah Adat Balug

43

44

RAGAM HIAS Selain itu, pada bagian puncak atap Balug, juga terdapat dua buah burung enggang (kuatn) yang dianggap sebagai titisan dewa dan pada dinding Balug juga terdapat rahang babi yang digantung.

Pada Rumah adat Balug terdapat beberapa ragam hias, misalnya terdapat papan kayu bulat yang terdapat pada bagian bawah anak tangga. Papan kayu bulat ini melambangkan bentuk bumi dan pada bagian tengahnya terdapat bulatan kecil yang melambangkan pusat dari bumi tersebut.

Gambar 2.37 Burung Enggang (Kuatn)

Gambar 2.34 Patung Atas (Pantak) Gambar 2.36 Papan Kayu Bulat

Gambar 1:Patung Bawah-Pantak Gambar 2.35 Patung Bawah (Pantak)

Pada bagian teras rumah adat Balug, terdapat dua buah patung yang terdiri dari patung lakilaki dan patung perempuan (pantak) dan tombak yang terbuat dari bambu. Dua buah patung tersebut melambangkan nenek moyang mereka pada zaman dahulu. Sedangkan pada bagian depan pintu rumah Balug juga terdapat pantak yang berdiri pada sisi kiri dan kanan pintu Balug.

Sumber: Tim Eksplorasi, 2021 Gambar 2.38 Rahang Babi

45

46

SISTEM PENDUKUNG BANGUNAN

Pada rumah adat Balug tidak terdapat sistem air bersih karena bangunan tersebut tidak berfungsi sebagai hunian, namun difungsikan sebagai tempat pelaksanaan gawai Nibakng. Sumber air didapatkan melalui pemipaan yang ada di Dusun Sebujit Baru dan dibawa menggunakan wadah ke dalam rumah adat Balug. Untuk limbah yang dihasilkan dari kegiatan gawai Nibakng langsung dibuang ke bawah kolong bangunan tanpa melalui saluran pembuangan.

Gambar 2.39 Perapian (Linyah)

Untuk menuju ke rumah adat Balug, terdapat gertak yang terbuat dari batang kelapa yang berdiameter kurang lebih 25 cm.

Penerangan pada rumah adat Balug terbagi menjadi 2 (dua), yaitu penerangan pada siang hari dan malam hari. Pada siang hari, penerangan didapatkan melalui bukaan yang ada pada celah dinding bambu pecah 116 (hnukng alies), atap yang dapat diangkat yang difungsikan sebagai jendela (kimek), pintu, dan ventilasi. Sedangkan pada malam hari, penerangan didapatkan dari perapian atau linyah.

Gambar 2.40 Jembatan

Gambar 2.41 Jembatan

47

48

03.

RUMAH TRADISIONAL

FUNGSI BANGUNAN

Rumah tradisional dibangun oleh masyarakat suku Dayak Bidayuh di Dusun Sebujit Baru yang berfungsi sebagai rumah tinggal dan dihuni oleh seluruh anggota keluarga.

R u m a h t ra d i s i o n a l d i D u s u n Sebujit Baru memiliki bentuk yang kotak dan memiliki lantai panggung. Pada zaman dahulu, R u m a h t ra d i s i o n a l d i D u s u n S e b u j i t B a r u d i b u a t b e rd e re t saling berdekatan antara rumah satu dengan rumah yang lain.

SUSUNAN DENAH RUANG

Konsep susunan ruang pada rumah tradisional menggunakan organisasi radial. Organisasi radial adalah konsep susunan ruang yang menggabungkan organisasi terpusat dan l i n i e r. R u m a h t ra d i s i o n a l masyarakat Dayak Bidayuh di Dusun Sebujit Baru terdiri dari beberapa bagian, yaitu tangga (biant), teras (tanyuk), ruang tengah (aakng aloi), ruang istirahat (jangan), dapur, pelantaran (goiy) dan lumbung padi (bili pidiai) yang terletak di bagian depan.

Gambar 3.3 Tata Ruang Dalam

Namun, pada saat ini rumah tradisional di Dusun Sebujit Baru sudah mendapat sentuhan modernisasi sehingga rumah t e r s e b u t s u d a h b a n ya k ya n g direnovasi.

Gambar 3.1 Suasana Ruang Luar

Gambar 3.2 Organisasi Radial Gambar 3.4 Zona Ruang

49

50

TANGGA (BIANT)

TERAS ( TANYUK)

Teras (tanyuk) adalah sebuah ruang publik yang berukuran 3,40 m x 5 m dan berada di bagian depan rumah. Teras (tanyuk) merupakan ruang yang bersifat publik.

Tangga (biant) adalah sebuah tangga yang berukuran 2,20 m x 2,40 m dan terdiri dari susunan papan yang berfungsi sebagai penghubung untuk menuju ke teras (tanyuk). Tangga atau biant bersifat publik.

Ruang ini berfungsi sebagai tempat menjemur pakaian dan tempat untuk bersosialisasi antara pemilik rumah dengan masyarakat lain. Teras atau tanyuk memiliki ketinggian sedikit lebih rendah dari ketinggian lantai pada bagian dalam rumah.

Gambar 3.7 Material Teras (Tanyuk)

Pada bagian tanyuk, terdapat railing yang berfungsi sebagai pegangan dan menjadi pembatas antara tanyuk dan tanah. Railing dibuat dari bambu yang memiliki diameter 7 cm dengan ketinggian 0,70 m dari permukaan tanyuk.

Pada zaman dahulu, biant dibuat dengan sebatang bambu yang berukuran besar. Namun, karena terlalu beresiko dan kurang kuat dalam menopang beban sehingga biant tersebut direnovasi dan dibuat menggunakan susunan papan yang lebih kuat dan tahan lama.

Gambar 3.8 Detail Ikatan Teras (Tanyuk)

Gambar 3.5 Tangga (Biant)

Gambar 3.6 Teras (Tanyuk)

51

Gambar 3.9 RailingTeras (Tanyuk)

52

RUANG TENGAH (AAKNG ALOI)

DAPUR

Gambar 3.10 Aankng Aloi

Gambar 3.13 Abuh

Ruang tengah atau aakng aloi adalah ruang yang berukuran 4 m x 4 m dan berfungsi sebagai ruang berkumpul untuk anggota keluarga ataupun tamu yang datang berkunjung. Selain itu, aakng aloi juga berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan barang atau harta benda penghuni rumah, seperti taak yang digunakan untuk menyimpan pakaian. Ruang tengah (aankg aloi) bersifat semi publik. Pada aakng aloi terdapat penutup lantai yang terbuat dari bambu yang dipecah-pecah atau disebut dengan alies. Aakng aloi memiliki ketinggian lantai yang lebih tinggi dari teras (tanyuk).

RUANG ISTIRAHAT (JANGAN ) Gambar 3.12 Material Teras (Tanyuk)

Ruang istirahat atau jangan adalah sebuah ruang yang berukuran 4 m x 2 m dan berfungsi untuk istirahat atau tidur. Pada bagian jangan dan aakng aloi tidak memiliki sekat satu sama lain, namun jangan tetap bersifat privat. Jangan memiliki ketinggian lebih tinggi dari ruang yang lain. Bagian atas jangan terdapat atap yang dapat dibuka atau disebut dengan kimek.

53

Dapur adalah suatu ruang yang bersifat servis dan berukuran 2 m x 4 m. Dapur berfungsi untuk kegiatan memasak dan kegiatan lainnya. Pada bagian dapur, terdapat abuh yang berfungsi sebagai perapian. Selain itu, di dapur juga terdapat pioh yang digunakan untuk menyimpan kayu bakar (hluk) maupun bakul. Antara dapur dan aakng aloi dibatasi dinding yang terbuat dari bambu pecah (hnukng alies). Gambar 3.11 Ruang Istirahat (Jangan)

Gambar 3.14 Pioh

54

PELANTARAN (GOIY)

Gambar 3.16 Lumbung Padi (Bili Pidiai)

Gambar 3.15 Pelantaran (Goiy)

Pelantaran atau goiy adalah lantai yang terletak di dekat dapur yang berfungsi untuk kegiatan mencuci pakaian ataupun alat-alat masak. Goiy bersifat servis dengan ukuran 1,50 m x 4 m. Goiy memiliki ketinggian yang lebih rendah dari dapur dan lantainya terbuat dari susunan bambu. Goiy dilengkapi dengan bunai atau pagar agar aman.

Lumbung padi atau bili pidiai adalah sebuah ruang servis yang dibuat pada bagian depan rumah tradisional dan berukuran 2,90 m x 4 m. Bili pidiai berfungsi untuk menyimpan padi yang sudah selesai dipanen. Di dalam bili pidiai, dibuat tingkat yang bertujuan untuk menyimpan padi pada saat terjadi banjir. Dinding dan lantai bili pidiai dibuat dari bambu pecah (alies) sedangkan atapnya dibuat dari daun sagu. Pada bili pidiai, terdapat pintu yang berukuran 0,90 m x 1,80 m dan terbuat dari papan.

LUMBUNG PADI (BILI PIDIAI)

55

56

TAMPAK

Gambar 3.17 Tampak Depan

O r i e n t a s i r u m a h t ra d i s i o n a l d i Dusun Sebujit Baru tidak memiliki ketentuan yang pasti. Masyarakat memiliki kebebasan untuk menentukan orientasi bangunan tergantung keinginannya. Rumah tradisional di Dusun Sebujit Baru dibuat menggunakan materialmaterial yang ada di sekitar mereka, seperti kayu belian, bambu, daun sagu dan bahan lainnya.

Gambar 3.21 Potongan B-B

Gambar 3.18 Tampak Belakang

Gambar 3.19 Tampak Kanan

Rumah tradisional di Dusun Sebujit Baru memiliki beberapa bukaan, seperti 2 (dua) buah pintu, jendela, ventilasi (bang nugh) dan bukaan atap (kimek). Pada rumah tradisional juga dilengkapi dengan teras (tanyuk), lumbung padi (bili pidiai) dan pelantaran (goiy). Gambar 3.22 Potongan A-A

Gambar 3.20 Tampak Kiri

57

POTONGAN

58

DINDING PONDASI Dinding pada rumah lama menggunakan bambu yang dipecah atau biasa disebut dengan hnukng alies dengan diameter 35 cm. Pada hnukng alies, terdapat celahcelah bambu yang pecah sehingga dapat mempermudah cahaya masuk pada siang hari ke dalam ruangan. Selain itu, dengan adanya celah-celah pada dinding, dapat berfungsi untuk memperlancar sirkulasi udara di dalam ruang sehingga ruangan menjadi sejuk dan tidak pengap.

Pondasi yang digunakan pada rumah tradisional masih sangat sederhana yaitu menggunakan jenis pondasi tiang l a n g s u n g . Ya n g d i m a k s u d d e n g a n pondasi tiang langsung adalah tiang dari pondasi yang langsung diteruskan ke balok induk dan tidak mempunyai kayu laci (kaling atas) dan kayu alas (kaling bawah) seperti pondasi pada umumnya. Pondasi rumah tradisional menggunakan jenis kayu belian yang berukuran 10 cm x 12 cm. Jarak antar pondasi satu dengan yang lainnya 2 m. Gambar 3.24 Penyangga Dinding

Rangka bangunan rumah t ra d i s i o n a l t e r d i r i d a r i t i a n g penyangga dinding (jenang) yang dibuat dari kayu bulat yang ada di sekitar permukiman dan berukuran 7 cm – 8 cm. Antara jenang dan dinding bambu pecah (hnukng alies) dihubungkan d e n g a n c a ra d i j e p i t menggunakan bambu yang kemudian dipaku. Tiang-tiang vertikal pada rangka bangunan memiliki ketinggian 2 m – 2,5 m. Gambar 3.23 Pondasi

Gambar 3.25 Material Dinding

59

RANGKA BANGUNAN

60

ATAP

LANTAI

Gambar 3.27 Lantai Alies

Lantai rumah tradisional Dayak Bidayuh dibagi menjadi jenis lantai alies, lantai bambu dan papan. Lantai alies atau bambu yang dipecah terdapat pada bagian bili pidiai, aakng aloi, jangan, dan dapur. Pada bagian ruang tersebut sebelum dilapisi alies, lantai tersebut disusun be l a ha n ba m bu t e rl e bi h dahulu yang bertujuan agar lantai lebih kuat. Sedangkan lantai yang hanya menggunakan belahan bambu terdapat pada tanyuk dan goiy, dan lantai papan terdapat pada tangga dan tempat istirahat (jangan).

Rumah tradisional masyarakat Dayak Bidayuh memiliki bentuk atap gabungan antara jenis atap pelana dan atap sandar. Pada rangka atap rumah tradisional, terdapat kuda-kuda kayu yang dibuat dari kayu bulat dengan bentang 4 m dan tinggi 0,50 m. Panjang bumbungan pada atap memiliki panjang 4 m dengan jarak antar kasau 1 m. Penutup atap rumah tradisional terbuat dari material daun sagu (liuk liyung) yang diikat dengan ijuk (piuh). Di bagian belakang rumah tradisional, terdapat atap yang dapat diangkat dengan struktur kayu bulat yang disebut dengan kimek. Gambar 3.26 Detail Atap Rumah Tradisional

61

Gambar 3.28 Pembalokan Lantai

Gambar 3.29 Lantai Bambu Belah

Gambar 3.30 Lantai Papan

Lantai alies yang digunakan memiliki ukuran lebar 40 cm, lantai bambu 7 cm dan lantai papan 20 cm. Ketinggian pada ruang rumah tradisional di Sebujit Baru juga bermacam-macam, seperti lumbung padi (bili pidiai), teras (tanyuk) dan tangga (biant) memiliki elevasi 2 m, ruang tengah (aakng aloi) 2,20 m, ruang istirahat (jangan) 2,70, dapur 1,80 m dan pelantaran (goiy) 1,60 m. Pada struktur lantai terdapat gelegar yang menggunakan jenis kayu bulat yang berdiameter 7 cm dan keep yang menggunakan kayu belian berukuran 4 x 8 cm.

62

LANGIT-LANGIT

Gambar 3.33 Detail Pintu

Gambar 3.31 Langit-Langit Rumah Tradisional

Langit-langit pada rumah tradisional Dayak Bidayuh tidak memiliki langit-langit atau plafon seperti rumah pada umumnya. Langit-langit pada rumah tradisional berupa struktur atap yang diekspos sehingga sistem struktur dan konstruksi pada atap dapat dilihat

Gambar 3.32 Langit-Langit Lumbung Padi di rumah

P i n t u p a d a r u m a h t ra d i s i o n a l D a y a k Bidayuh terdiri dari 2 (pintu), yaitu pintu pada sisi depan dan pintu sisi kanan bangunan. Pintu sisi depan berfungsi untuk penghuni maupun tamu keluar masuk bangunan sedangkan pintu bagian sisi kiri bangunan berfungsi untuk menuju ke pelantaran (goiy). Pintu bagian depan memiliki lebar 0,90 m dengan tinggi 1,90 m sedangkan pintu bagian samping kiri bangunan memiliki ukuran 0,70 m dengan tinggi 1,90 m. Selain sebagai akses untuk penghuni keluar masuk bangunan, pintu juga dapat berfungsi untuk mempermudah sirkulasi udara dan cahaya masuk ke dalam ruangan.

Ventilasi yang terdapat di bagian atas pintu terbuat dari susunan kayu bulat dengan ukuran ventilasi 0,90 m x 0,40 m. Selain sebagai akses untuk penghuni keluar masuk bangunan, pintu juga dapat berfungsi untuk mempermudah sirkulasi udara dan cahaya masuk ke dalam ruangan.

Gambar 3.34 Ventilasi pada Pintu

PINTU 63

64

JENDELA

Jendela pada rumah tradisional terdiri dari 2 jenis, yaitu jendela pada dinding dan jendela pada atap (kimek). Jendela yang terdapat di dinding memiliki ukuran 0,60 m x 1 m yang dilengkapi dengan ventilasi yang berukuran 0,60 m x 0,55 m. Sedangkan jendela yang dapat diangkat pada atap atau disebut kimek memiliki ukuran 2 m x 2,80 m. Bukaan yang ada pada rumah tradisional berfungsi agar sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik dan dapat mempermudah cahaya untuk masuk ke dalam ruangan.

RAGAM HIAS

Gambar 3.35 Detail Jendela

Gambar 3.39 Tempurung Labi-Labi

Pada rumah tradisional Dayak Bidayuh, terdapat ragam hias yang berupa tempurung dari hewan labilabi. Labi-labi adalah hewan yang mirip seperti kurakura, tetapi labi-labi memiliki ukuran yang lebih besar. Tempurung labi-labi di dapat dari hasil berburu, yang kemudian tempurungnya diambil dan digantung sebagai hiasan dinding rumah tradisional.

Gambar 3.36 Ventilasi pada Jendela

65

Gambar 3.37 Jendela dan Ventilasi

Gambar 3.38 Kimek

66

SISTEM PENDUKUNG BANGUNAN

SISTEM PENYEDIAAN AIR KOTOR

Sistem pembuangan air kotor atau limbah pada rumah tradisional Dusun Sebujit Baru terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu limbah rumah tangga dan limbah manusia. Limbah rumah tangga dihasilkan dari limbah dapur seperti air bekas cucian atau sisa-sisa makanan. Sedangkan limbah dari manusia dihasilkan dari kotoran yang dihasilkan manusia. Cara pembuangan limbah rumah tangga seperti air cucian piring dan air kotor lainnya langsung dibuang ke kolong rumah maupun sungai, contohnya pada rumah tradisional yang masih ada hingga saat ini.

SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH

Pada zaman dahulu, kehidupan seharihari masyarakat di Dusun Sebujit Baru sangat bergantung dengan alam, salah satunya pada sumber air yang berasal dari sungai dan berada di dekat rumah masyarakat contohnya pada rumah tradisional yang masih ada hingga saat ini (Gambar 4.50). Air yang berasal dari sungai, selain digunakan untuk keperluan MCK, air tersebut juga dapat digunakan untuk keperluan memasak. Pada masa sekarang, masyarakat di Dusun Sebujit Baru memperoleh sumber air bersih yang berasal dari sungai di daerah pegunungan. Air yang digunakan masyarakat tersebut berasal dari 3 (tiga) sungai, yaitu Sungai Nyamok, Sungai Timuei, dan Sungai Nyoh. Untuk mengalirkan air tersebut, 164 masyarakat menggunakan sistem pemipaan yang dihubungkan di setiap rumah di Dusun Sebujit Baru.

Gambar 3.42 Sistem Pembuangan Air Kotor

Gambar 3.40 Ilustrasi Air Bersih

Sedangkan limbah sisa-sisa makanan dibuang langsung ke tanah untuk makanan hewan peliharaan seperti babi, ayam, dan anjing. Untuk sistem pembuangan limbah manusia, masyarakat di Dusun Sebujit Baru membuang kotoran langsung ke sungai maupun ke tanah agar dapat dimakan oleh hewan peliharaan seperti babi.

Pada saat hujan, masyarakat Dayak Bidayuh di Dusun Sebujit Baru tidak memiliki tempat penampungan air sehingga air hujan tersebut langsung jatuh ke tanah dan di alirkan melalui drainase.

67

Gambar 3.41 Sistem Pemipaan

Gambar 3.43 Drainase

68

Penerangan pada rumah tradisional Dusun Sebujit Baru terdiri dari 2 (dua), yaitu pada siang hari dan malam hari. Pada siang hari, penerangan didapat dari bukaan yang ada pada bangunan, seperti celah-celah dinding bambu (hnukng alies), atap yang dapat diangkat dan difungsikan sebagai jendela (kimek), pintu, jendela, dan ventilasi. Sedangkan untuk malam hari, penerangan menggunakan genset, lampu senter, maupun pelita. Perapian pada rumah tradisional Dusun Sebujit Baru terdapat tungku (abuh) yang menggunakan bahan bakar kayu (hluk) dan berfungsi untuk memasak.

JALAN LINGKUNGAN Gambar 3.44 Penerangan Siang Hari

Jalan lingkungan yang terdapat di sekitar rumah tradisional terdiri dari jalan pengerasan beton maupun tanah merah. Lebar jalan tersebut sekitar 4 m sedangkan jalan gang di sekitar permukiman tersebut memiliki lebar 2 m.

Gambar 3.45 Perapian (Abuh)

Gambar 3.46 Jalan Menuju Rumah Tradisional

PENERANGAN DAN PERAPIAN 69

70

PENUTUP

DOSEN PEMBIMBING KELAS A Affrilyno, ST. M.Sc. Sejarah Teori Arsitektur | Uray Fery Andi, ST. MT. Peracangan Arsitektur | Dr. techn. Zairin Zain, ST. MT Struktur | Syaiful Muazir, ST. MT. Fisika Bangunan | Yudi Purnomo ST. M.Sc. Kota & Permukiman | Muhammad Ridha Alhamdani, ST. M.Sc. Utilitas

07

NARASUMBER Bapak Deki Suprapto Kepala Desa Hli Buei | Bapak Daliut Guru SMA Negeri 1 Siding

TIM PENYUSUN EKSPLORASI ARSITEKTUR TRADISONAL SUKU DAYAK DI DUSUN SEBUJIT BARU Cinthia Junita Milenia D1031181032 Multimedia

Bayu Indrabuana

Galih Bagaskara

D1031181036 Multimedia

D1031181045 Multimedia

Jalaludin Nurul Habibullah D1031181018 Technical Drawing

Amelia Firda Damayanti D1031181022 Sketsa

Grace Novika D1031181024 Kataloging

Welly Rocky Meldanto D1031181004 Technical Drawing

Faharsyahga Fitzki A

Ariston Roy

D1031181008 Technical Drawing

Technical Drawing

D1031181040

Siska Yulia

Nurhidayati

Vita Ilona Wijaya

D1031181044 Sketsa

D1031181002 Technical Drawing

D1031181020 Kataloging

Retno Wulandari

Dewi Puspita Sari

Nurul Izzah Aulia D1031181034

D1031181038

Wawancara

Kataloging

D1031181006 Wawancara

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.