SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM KELOMPOK II Flipbook PDF


54 downloads 126 Views 2MB Size

Story Transcript

1

“TINJAUAN SOSIOLOGIS TENTANG MASUKNYA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KE DALAM KURIKULUM SEKOLAH UMUM” A. Pendahuluan Dalam sistem persekolahan pemerintahan Hindia Belanda untuk rakyat Indonesia pada mulanya terbatas untuk kalangan bangsawan, yakni sekolah kelas satu (Hollands School). Sekolah-sekolah ini diselenggarakan untuk tujuan mencetak pegawai-pegawai pemerintah, juga pegawai perdagangan dan perusahaan. Setelah mengalami perubahanperubahan, masing-masing sekolah memakan waktu tujuh tahun dan lima tahun. Karena berbagai alasan yang menyangkut perkembangan di wilayah Asia pada khususnya dan dia Negara-negara jajahan lain pada umumnya, pemerintah Hindia Belandapun mengembangkan system persekolahan untuk rakyat secara luas dengan biaya yang murah. Pada tahun 1914, pemerinyah Hindia Belanda mengubah status MULO (Meer Unigbreid Leger Onderwijs) dari lembaga kursus menjadi sekolah lanjutan. Lulusan HIS (Hollands Inlandse School) terbuka mengikuti MULO sehingga kesempatan bagi kalangan bangsawan Indonesia untuk meningkatkan pengetahuannya melalui sekolah lanjutan mulai terpenuhi. Untuk kelanjutan dari MULO, disediakan sekolah lanjutan tingkat atas, yang terkenal dengan nama AMS (Algemene Middelbare School). Untuk pertama kali, AMS di dirikan di Yogyakarta pada tahun 1919 dengan klasifikasi bagian B yang mengkhususkan pada pendidikan Ilmu Pengetahuan Kealaman. Kemudian menyusul di dirikan AMS bagian A dalam bidang Ilmu Pengetahuan Kebudayaan. Perkembangan sekolah yang semakin merakyat dalam batas yang cukup jauh telah merangsang kalangan islam untuk memberikan respon. Dalam hal ini mereka memikirkan bahwa deskriminasi untuk mendapatkan kesempatan pendidikan yang seluas-liasnya masih sangat tampak dalam politik dan kebijakan pemerintahan Hindia Belanda. Akan tetapi, kesadaran untuk memperbahurui pendidikan islam ini dimiliki oleh sejumlah tokoh, khusunya mereka yang sudah mengenyam pendidikan islam tradisional dan pendidikan sekolah ala belanda. Dalam pemikiran mereka perlu di tempuh cara kombinasi, yaitu mata pelajaran tetap diadakan tetapi ditambah dengan mata pelajaran umum, seperti membaca, menulis, berhitung, bahasa ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan kebuadayaan, dan , keterampilan-keterampilan admistrasi dan organisasi. Secara konkret di antara mereka adalah KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta, mendirikan sekolah islam Mulo met de

2

Quran dan kemudian sekolah-sekolah islam yang dapat disebut sebagai madrasah menurut istilah teknis dalam pendidikan. Mengapa hal ini penting untuk dibahas dan perlu diketahui karena pendidikan Islam memandang kurikulum pendidikan sebagai alat untuk mendidik generasi muda dengan baik dan menolong mereka untuk membuka dan mengembangkan kesediaan-kesediaan, bakat-bakat, kekuatan-kekuatan dan keterampilan mereka yang bermacam dan menyiapkan mereka dengan baik untuk menjalankan hak dan kewajiban, memikul tanggung jawab diri, keluarga, masyarakat, bangsanya dan turut serta secara aktif untuk kemajuan masyarakat dan bangsanya. Selain itu, kurikulum juga sebagai alat untuk menciptakan perubahan yang diinginkan pada kebiasaan, kepercayaan, sikap, sistem, dan gaya hidup masyarakat. Kurikulum pendidikan Islam bertujuan menanamkan kepercayaan dalam pemikiran dan hati generasi muda, pemulihan akhlak dan membangunkan jiwa rohani. Ia juga bertujuan untuk memperoleh pengetahuan secara berkelanjutan, gabungan pengetahuan dan kerja, kepercayaan dan akhlak, serta penerapan amalan teori dalam hidup. Orang Islam baik selaku pemerintah, pendidikan pembaharu atau pun pelajar memandang kurikulum sebagai teras dari proses pendidikan dan jalan yang pertama dilalui untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu, mereka menaruh perhatian besar untuk menyebarkan pengajaran, meluaskan peluang, memperbaiki kualitasnya dan perhatian pada perubahan kurikulum, kitab-kitab dan metode. Dengan demikian kurikulum sangatlah berpengaruh terhadap tujuan dari pendidikan itu sendiri sehingga ketika kurikulum tersebut baik dan efisien maka tercapailah pendidikan yang di diinginkan sesuai dengan tujuannya. Hubungan antara pembahasan penulis dengan tulisan-tulisan sebelumnya yaitu dalam penulisan ini penulis membahas mengenai “ tinjauan sosiologi tentang masuknya pendidikan agama islam ke dalam kurikulum sekolah umum” secara spesifik dan menggunakan analisa penulis dengan menggabungkan beberapa gagasan dari setiap sumber yang ada. Selanjutnya, kontribusi pada tulisan ini ialah ingin menyempurnakan beberapa hal yang kurang dari tulisan ini dan menghasilkan beberapa inovasi ataupun motivasi yang unik.

3

B. Tinjauan Literatur Upaya masuknya pendidikan agama islam ke sekolah umum telah berlangsung sejak masa colonial Belanda. Pendapat dari Akh. Minhaji dan M. Atho Mudzhar telah menyatakan bahwa “ Sebenarnya, upaya-upaya menjadikan agama sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah umum telah dilakukan sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Sebagaimana diketahui, bahwa pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijaksanaan tentang pelajaran agama seperti disebut dalam Bab 1, Pasal 179 ayat (2) menyatakan:” Pengajaran umum (openbaar onderwijs) adalah netral, artinya bahwa pengajaran itu diberikan dengan menghormati keyakinan agama masing-masing. Selain itu sejarah juga mencatat, bahwa Muhmud Yunus juga termaksuk tokoh yang ikut memperjuangkan masuknya pendidikan agama islam di sekolah umum. Setelah Mahmud Yunus pindah kepatangsiantar (November 1946), sebagai kepala bagian islam pada jabatan Agama Provinsi Sumatra Utara. Maka Mahmud Yunus menyusulkan kepada kepala jawatan PPK Provinsi Sumatera, Abdullah Nawawi, supaya pelajaran agama dimasukkan dalam daftar pengajaran sekolah-sekolah negeri, mulai dari SR, SMP sampai dengan SMA. Usul itu diterima baik oleh kepala Jawatan PPK Provinsi Sumatera Utara dan rencana pengajaran agama yang sudah di tetapkan di Sumatera Utara dapat diterima dengan baik ppada bulan Januari 1947. Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan, harus mempunyai dasar-dasar yang merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan dan organisasi kurikulum. Menurut Al-Syaibani menawarkan dasar-dasar kurikulum sebagai berikut : a. Dasar Agama, tujuan dan kurikulumnya pada dasar agama Islam dengan segala aspeknya. Dasar agama ini dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus berdasarkan pada alQur’an, al-Sunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya. b. Dasar Falsafah, dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilainilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari sisi ontology, epistemologi, maupun aksiologi. c. Dasar Psikologi, dasar ini memberikan landasan dan perumusan bahwa dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri

4

perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya. d. Dasar Sosial, dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan Islam yang tercermin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri masyarakat Islam dan kebudayaannya. Baik dari segi pengetahuan, nilainilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni dan sebagainya. Selanjutnya ,Herman H. Horne dapat memberikan pendapat tentang dasar bagi penyusunan kurikulum dengan tiga macam, yaitu: 1. Dasar Psikologis, yang digunakan untuk memenuhi dan mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anak didik (the ability and needs of children). 2. Dasar Sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntunan yang sah dari masyarakat (the legitimate demands of society) 3. Dasar Filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup (the kind of universe in which we live). (Ramayulis 2004, 131). Keanekaragaman sosial budaya nasional menjadi dasar dalam mengembangkan dinamika perkembangan kurikulum pendidikan Islam seperti tujuan, konten, proses, dan evaluasi. Pengembangan kurikulum di negara yang dikatakan cukup banyak penduduknya dan luas wilayahnya ini, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Keragaman etnis, bahasa, agama, adat, sosial, budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi memberikan tekanan yang sama, kalau tidak dapat dikatakan lebih kuat dibandingkan perbedaan filosofi, tujuan, visi, dan misi, serta teori yang dianut para pengambil keputusan mengenai kurikulum. Secara konkret, dapat dicermati dari paparan di atas bahwa faktor yang mempengaruhi dinamika perkembangan kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut: a. Faktor Tujuan Tujuan menjadi modal dasar setiap langkah kegiatan manusia, terlebih dalam pendidikan yang melibatkan pendidik dan peserta didik. b. Faktor Tuntutan Masyarakat Berhubungan dengan dunia pendidikan, berbagai perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti kemajuan teknologi komunikasi, informasi, dan unsur budaya lainnya akan mudah diketahui oleh masyarakat.

5

c. Faktor Isi/ Materi Isi/materi merupakan salah satu komponen pendidikan. Artinya tanpa materi proses pembelajarn tidak mungkin terjadi. d. Faktor Psikologis Peserta Didik Faktor psikologis tersebut berbicara tentang kondisi kejiwaan seseorang dalam merespon suatu obyek. e. Faktor Sumber Hukum Islam Abdurrahman an-Nahlawi (1983: 29-30) menggambarkan bahwa al-Qur’an telah memberikan kepuasan penalaran yang sesuai dengan kesederhanaan dan fitrah manusia tanpa unsur paksaan dan di sisi lain disertai dengan pengutamaan afeksi dan emosi manusiawi. AlQur’an ini mengawali konsep pendidikannya dari hal yang sifatnya kongkrit, seperti hujan, angin, tumbuh-tumbuhan, guntur, atau kilat menuju hal yang abstrak, seperti keberadaan (kebijaksanaan), kebesaran, kekuasaan dan berbagai sifat kesempurnaan Allah swt. Metode adalah cara yang digunakan tenaga pendidik dan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, metode merupakan alat untuk menciptakan interaksi antara guru dan pelajar dalam mempelajari sebuah materi tertentu. Metode kurikulum pendidikan agama yang dapat diterapkan itu misalnya, metode ceramah, brainstorming, soal jawab, diskusi, sosiodrama, dan resitasi. Kurikulum PAI di sekolah umum sebagai berikut; Metode kurikulum PAI Ceramah Brainstorming Soal jawab Diskusi Sosiodrama Resitasi Materi, kurikulum pendidikan agama Islam itu adalah ajaran pokok Islam yang meliputi masalah aqidah (keimanan), syari'ah (keislaman), dan akhlak (ihsan).Tiga ajaran pokok kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman, Islam, dan Ihsan. Kurikulum pendidikan agama Islam seharusnya bersentuhan dengan segala aspek kehidupan manusia yang bersumber pada al- Qur'an dan hadits serta penalaran logis dan hasil observasi yang kaya dengan pengetahuan dan pengalaman hidup dan kehidupan.

6

C. Pembahasan Upaya masuknya pendidikan agama islam ke sekolah umum telah berlangsung sejak masa colonial Belanda. Menurut akh. Minhaji dan M. Atho Mudzhar misalnya menyatakan bahwa;”sebenarnya, upaya-upaya menjadikan agama sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah umum telah dilakukan sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Sebagaimana diketahui, bahwa pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan kebijaksanaan tentang pelajaran agama seperti yang tertuang dalam Bab 1, Pasal 179 ayat 2, yang menyatakan:”Pengajaran umum (openbaar onderwijs) adalah netral, artinya bahwa pengajaran itu diberikan dengan menghormati keyakinan agama masing-masing. Upaya masuknya pendidikan agama islam ke dalam sekolah umum lebih intensif yang terjadi setelah Kemerdekaan RI. Ki Hajar Dewantara, selaku Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (PPK) dalam kabinet pertama RI, mengusulkan agar pelajaran agama diberikan di sekolah-sekolah negeri. Upaya masuknya pendidikan agama islam ke dalam sekolah umum terlihat pada proses lahirnya undang-undang nomor 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran. Undang-undang tersebut diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 27 Januari 1954, disahkan oleh pemerintah pada tanggal 12 Maret 1954 dan diundangkan pada tanggal 18 Maret 1954, Lembaran Negara No.38 Tahun 1954. Pada Bab XII, Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Negara tersebut dinyatakan, bahwa dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama. Pada pasal 20 tersebut memberikan penjalasan sebagai berikut; a). apakah suatu jenis sekolah memberikan pelajaran agama adalah tergantung pada umur dan kecerdasan pada murid-muridnya, b). murid-murid yang sudah dewasa boleh menetapkan ikut atau tidaknya dalam pelajaran agama, c). sifat pengajaran agama dan jumlah jam pelajarannya ditetapkan dalam undang-undang tentang jenis sekolah, dan d). pelajaran agama tidak memengaruhi kenaikan kelas anak. Menurut Al-Syaibani menawarkan dasar-dasar kurikulum sebagai berikut : a) Dasar Agama, tujuan dan kurikulumnya pada dasar agama Islam dengan segala aspeknya. Dasar agama ini dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus berdasarkan pada alQur’an, al-Sunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya. b) Dasar Falsafah, dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan

7

c)

d)

organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari sisi ontology, epistemologi, maupun aksiologi. Dasar Psikologi, dasar ini memberikan landasan dan perumusan bahwa dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya. Dasar Sosial, dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan Islam yang tercermin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri masyarakat Islam dan kebudayaannya. Baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni dan sebagainya.

Herman H. Horne memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum dengan tiga macam, yaitu : 1. Dasar Psikologis, yang digunakan untuk memenuhi dan mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anak didik (the ability and needs of children). 2. Dasar Sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntunan yang sah dari masyarakat (the legitimate demands of society) 3. Dasar Filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup (the kind of universe in which we live). (Ramayulis 2004, 131) Secara konkret, dapat dicermati dari paparan di atas bahwa faktor yang mempengaruhi dinamika perkembangan kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut: a. Faktor Tujuan Tujuan menjadi modal dasar setiap langkah kegiatan manusia, terlebih dalam pendidikan yang melibatkan pendidik dan peserta didik. b. Faktor Tuntutan Masyarakat Berhubungan dengan dunia pendidikan, berbagai perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti kemajuan teknologi komunikasi, informasi, dan unsur budaya lainnya akan mudah diketahui oleh masyarakat. c. Faktor Isi/ Materi Isi/materi merupakan salah satu komponen pendidikan. Artinya tanpa materi proses pembelajarn tidak mungkin terjadi.

8

d.

Faktor Psikologis Peserta Didik Faktor psikologis tersebut berbicara tentang kondisi kejiwaan seseorang dalam merespon suatu obyek. e. Faktor Sumber Hukum Islam Abdurrahman an-Nahlawi (1983: 29-30) menggambarkan bahwa alQur’an telah memberikan kepuasan penalaran yang sesuai dengan kesederhanaan dan fitrah manusia tanpa unsur paksaan dan di sisi lain disertai dengan pengutamaan afeksi dan emosi manusiawi.

Metode kurikulum pendidikan agama yang dapat diterapkan itu misalnya, metode ceramah, brainstorming, soal jawab, diskusi, sosiodrama, dan resitasi. Kurikulum PAI di sekolah umum sebagai berikut; Metode ceramah menurut bahasa adalah penuturan atau penerangan secara lisan oleh guru pendidikan agama islam terhadap peserta didiknya didalam kelas. Sebagai alat interaksi yang terutama dalam hal ini adalah”berbicara”. Metode Brainstorming adalah merupakan suatu metode atau suatu cara mengajar yang dilakukan oleh guru didalam kelas, ialah dengan melontarkan suatu masalah ke siswa untuk menjawab atau menyatakan pendapatnya. Metode soal jawab menurut Syaiful bahri adalah merupakan suatu cara penyajian pelajaran dalam bentuk peryataan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat puladari siswa kepada guru. Metode diskusi adalah salah satu metode yang diutamakan untuk memecahkan permasalahan, menjawab pertanyaan dan memahami pengetahuan peserta didik. Metode sosiodrama adalah metode mengajar yang mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem, agar peserta didik dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dari suatu situasi sosial. Metode resitasi adalah suatu metode pengajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar peserta didik melakukan kegiatan belajar. Materi, kurikulum pendidikan agama Islam itu adalah ajaran pokok Islam yang meliputi masalah aqidah (keimanan), syari'ah (keislaman), dan akhlak (ihsan).Tiga ajaran pokok kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman, Islam, dan Ihsan. Kurikulum pendidikan agama Islam seharusnya bersentuhan dengan segala aspek kehidupan manusia yang bersumber pada al- Qur'an dan

9

hadits serta penalaran logis dan hasil observasi yang kaya dengan pengetahuan dan pengalaman hidup dan kehidupan. A. Kesimpulan Kurikulum PAI merupakan seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran PAI serta cara yang digunakan dan segenap kegiatan yang dilakukan oleh guru agama untuk membantu seorang atau sekelompok siswa dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam atau menumbuhkembangkan nilai-nilai Islam. Termasuk juga didalamnya segenap fenomena atau peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang berdampak pada tertanamnya ajaran Islam dan.atau tumbuh kembangnya nilai-nilai Islam pada salah satu atau beberapa pihak. Pada yang terakhir ini biasanya terwujud dalam bentuk penciptaan suasana religius di sekolah. Pendidikan Agama Islam di sekolah pada dasarnya lebih diorientasikan pada tataran moral action yakni agar peserta didik tidak hanya berhenti pada tataran kompeten tetapi memiliki kemauan dan kebiasaan dalam mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulum PAI merupakan seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran PAI serta cara yang digunakan dan segenap kegiatan yang dilakukan oleh guru agama untuk membantu seorang atau sekelompok siswa dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam atau menumbuhkembangkan nilai-nilai Islam. Termasuk juga didalamnya segenap fenomena atau peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang berdampak pada tertanamnya ajaran Islam dan.atau tumbuh kembangnya nilai-nilai Islam pada salah satu atau beberapa pihak. Pada yang terakhir ini biasanya terwujud dalam bentuk penciptaan suasana religius di sekolah. Pendidikan Agama Islam di sekolah pada dasarnya lebih diorientasikan pada tataran moral action yakni agar peserta didik tidak hanya berhenti pada tataran kompeten tetapi memiliki kemauan dan kebiasaan dalam mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kurikulum sebagai rancangan pendidikan, mempunyai kedudukan sentral, menentukan kegiatan dan hasil pendidikan. Penyusunannya memerlukan fondasi yang kuat, didasarkan atas hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Kurikulum yanglemah akan menghasilkan manusia yang lemahpula. Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yangdengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Kami sadar bahwa tugas ini

10

masih kurang sempurna karena itu kami mengharapkan keitik dan saran serta bimbingan yang lebih membangun lagi untuk kami. Daftar Rujukan

Ali, Muhammad. 1992. Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru Harsono, Eko Budi. 2004. Undang-undang tentang Pendidikan Agama Islam. Tersedia di http://www.suarapembaruan.com/ news/2004/01/10/kesra/ke02. htm. Diakses pada Tanggal 5 Juni 2015. Sudjana, Nana. 1996. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Mujtahid, Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI), tp., 2011. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindi Persada, 2014 Muhammedi, Perubahan Kurikulum Di Indonesia: Studi Kritis Tentang Upaya Menemukan Kurikulum Pendidikan Islam Yang Ideal, RAUDHAH: Vol. IV, No. 1: Januari-Juni 2016. Mulyasa, E. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003. Ahmad, M. dkk. 1998. Pengembangan Kurikulum, Bandung: Pustaka Setia. Muhaimin. 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sukmadinata, Syaodih Nana. 2000. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya. Supriyadi, Studi tentang Karakteristik Kurikulum pendidikan Agama Islam Sekolah Mengenah Umum Tahun 1996 ( Undergraduate Theses from JIPTUMMM/2003-06. 16:31:32. UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 tentang Sisitem Pendidikan Nasional, Bandung: Citra Umbara. Ki. Dewantara Hajar ,Studi Tentang Bagian Pertama pendidikan, 1962. (Jokjakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Soedijarto, Konsep & Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011. Soetopo dan Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.

11

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.