Story Transcript
Progressive Lebih dekat dengan Seminari Stella Maris KETANGGUHAN HATI ALA SEMINARI
HUT SEMINARI KE-71 KUNJUNGAN MITRA SEMINARI
TIM PRODUKSI pELINDUNG
RD JEREMIAS USKONO PENANGGUNG JAWAB RD DIONNYSIUS MANOPO PEMIMPIN VINCENTIUS EDUARD JANUARDI SEKRETARIS FIDELIS CHANDRA BENDAHARA JOSEP ALDO SETIAWAN REDAKSI STEFANUS RAKA putra pratama ANDREAS ANGGA asmaranata XAVERIUS RAY DANATO EDITOR GERALD THIRDYA ananda ALBERTUS DIMAS christianto ABEL TASMAN LAY OUT & ILLUSTRATOR DOMINICUS SAVIO ANDESTA VALERIUS CELIO JUVE YOHANES SEPTIAN AFOAN GUNAWAN YOHANES PAULUS PASKAH
daftar isi salam Redaksi sajian utama new profile new family tahbisan diakonat hut 71 seminari menengah stella maris bogor english corner karya seni romo hendrik : si jenius AHLI listrik ambulatio berkebun sisi seminaris magot ROMO DION : TAK MAU Hanyut DALAM KEMELUT diem - diem bae fun fact tokoh - tokoh colloquium kronik
Salam Redaksi
Salam Redaksi Halo sobat Bung Prog, kini majalah kesayangan kita “Progressive” terbitan Seminari Menengah Stella Maris Bogor hadir kembali dalam bentuk digital. Di edisi kali ini, majalah kesayangan kita, “Progressive” mengangkat tema “Ketangguhan Hati”. Di masa pandemi ini, banyak cerita-cerita yang mengiringi arus zaman hidup kita. Hal-hal yang biasa dilakukan sebagai rutinitas, karena pandemi menjadi terhalangi. Putar balik menjadi sebuah refleksi yang mendalam di masa-masa ini. Apa yang dirasakan dan dialami dunia ternyata juga dialami oleh warga Seminari Menengah Stella Maris Bogor. Pada edisi ini kita akan bersama-sama melihat, merasakan, dan merefleksikan kisah ketangguhan hati yang dialami oleh warga seminari. Penasaran dengan apa yang akan dikulik dalam majalah ini? Yuk, langsung aja kita baca bersama. Jangan sampai kelewatan ya, sobat Bung Prog!
Salam Progressive
Sajian Utama
Menjadi Seminaris Yang Beriman Tangguh Oleh : RD Jeremias Uskono Saya masih ingat sekali cara mama saya mengajarkan iman yang tangguh kepada saya. Sejak SD, saya selalu diajak oleh mama saya untuk merayakan Ekaristi harian di Paroki. Setiap pukul 05.00, mama selalu setia membangunkan saya dari tidur. Pertama-tama saya memang kesal, karena kenyamanan tidur saya terganggu. Namun mama tetap setia membangunkan saya. Perubahan signifikan terjadi saat saya kelas 5 SD. Saya sudah bisa mandiri dan disiplin, bahkan kendati mama tidak pergi ke paroki, saya tetap berangkat merayakan Ekaristi di paroki dengan berangkat menggunakan sepeda. Bahkan saya sudah mulai bertugas misdinar di saat teman-teman saya yang lain masih dibekali pengetahuan tentang misdinar. Sejak kelas 5 SD, keinginan saya untuk menjadi Imam muncul. Melalui Ekaristi, iman saya diteguhkan dan bahkan saya percaya iman Katolik yang saya anut selalu dikuatkan kendati mengalami penderitaan terus menerus. Dengan merayakan Ekaristi dan menerima Tubuh dan Darah Kristus, kita menjadikan Yesus Kristus sebagai akar dan fondasi iman kita.
Santo Paulus menyatakan, ”Kamu telah menerima Kristus Yesus Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.” (Kol 2:1-2). Ketangguhan iman ini terjadi karena hidup yang berakar dalam Kristus, dibangun di atas fondasi Kristus, dan karena itu melimpah dengan ucapan syukur. Santo Paulus mengalami deraan dari luar karena imannya. Ia justru tangguh dari dalam. ”Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2 Kor 4: 7). Sebenarnya tantangan dan serangan dari luar tidak akan menggoyahkan kita asalkan kita tetap berpegang pada iman kepada Allah. ”Kami tidak tawar hati. Tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari hari ke hari. Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang jauh melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.” (2Kor 4:16-17). Justru ketangguhan iman sejati berasal dari dalam. Jika dari dalam rapuh, tak usah digoda dari luar pun akan runtuh dengan sendirinya. Yesus Tuhan kita menyinggung hal ini dengan perumpamaan membangun rumah di atas batu dan di atas pasir (Mat 7:24-27). Orang yang mendengar Dia dan melaksanakan sabda-Nya itulah yang kuat dari dalam, bagaikan rumah yang didirikan di atas batu.
Beriman dengan tangguh berarti mengarahkan diri pada hidup yang akan datang, yang lebih sejati, yang dianugerahkan kepada kita berkat ketangguhan iman sampai akhir. Katekismus Gereja Katolik (KGK) 202 menyatakan: “Kami percaya dengan teguh dan mengakui dengan jujur bahwa hanya ada satu Allah yang benar, kekal, tidak terbatas, dan tidak berubah, tidak dapat dimengerti, Maha Kuasa, dan tidak terkatakan yaitu Bapa, Putera, dan Roh Kudus: meskipun tiga Pribadi, tetap satu hakikat, substansi atau kodrat yang sama sekali tak tersusun dari bagian-bagian”. Sedangkan KGK 84 menyatakan: “Pusaka Suci Iman (bdk. 1Tim 6:20, 2Tim 1:12-14) yang tercantum di dalam Tradisi Suci dan di dalam Kitab Suci dipercayakan oleh para Rasul kepada seluruh Gereja. Dengan berpegang teguh kepadanya seluruh Umat Suci bersatu dengan para Gembala mereka dan tetap bertekun dalam ajaran para Rasul dan persekutuan, dalam pemecahan roti dan doa-doa (lih. Kis 2:42). Dengan demikian dalam mempertahankan, melaksanakan, dan mengakui iman yang diturunkan itu timbullah kerukunan yang khas antara para Uskup dan kaum beriman” (Dei Verbum 10). Keteguhan iman itu tampak secara lahir dan objektif dalam komunitas dan praktik tradisi iman yang sejak para rasul taat menjalankannya hingga Kristus sendiri datang kembali. KGK 93 menyatakan: ”Dengan perasaan iman yang dibangkitkan dan dipelihara oleh Roh Kebenaran, umat tanpa menyimpang berpegang teguh pada iman, yang sekali telah diserahkan kepada para kudus (Yud 3); dengan pengertian yang tepat umat semakin mendalam menyelaminya, dan semakin penuh menerapkannya dalam hidup mereka” (Lumen Gentium 12). Berteguh dalam iman sudah merupakan hakikat orang Katolik.
Tantangan Seorang Seminaris Seminaris Seminari Menengah Stella Maris termasuk dalam kriteria Orang Muda Katolik. Karakteristik seminaris sama halnya dengan orang muda pada umumnya, hanya saja perbedaannya adalah bahwa mereka itu calon Imam, yakni orang-orang muda yang memilih jalur panggilan khusus. Mereka memilih masuk seminari berarti mereka siap menjalani proses formatio, dibina dan dibentuk hingga ditahbiskan. Formationya sendiri berlangsung seumur hidup mereka bila menjadi Imam. Seminari layaknya kawah candradimuka yang harus mereka lalui untuk sampai pada jenjang tahbisan. Karena disebut kawah candradimuka itulah, maka seminaris menghadapi tantangan yang tidak sedikit dan tidak selalu monoton.
Tantangan yang bisa saya sebutkan adalah konsistensi pilihan, hidup tidak bergantung atau tidak melekat pada komunitas. Dalam hal konsistensi pilihan, seminaris harus menempuh waktu 4 tahun untuk menjalani pilihan hidupnya di seminari menengah. 4 tahun bukanlah waktu yang sebentar. 4 tahun yang dijalani secara monoton bagi seorang Orang Muda Katolik adalah tantangan besar. Mereka harus terus menerus memurnikan pilihan, bangkit dalam keterpurukan karena nilai pelajaran atau karena cinta sesaat dengan lawan jenis dan kebosanan karena kegiatan yang monoton. Bagi mereka itu adalah penderitaan. Maka, solusi yang berusaha seminari terapkan selain Perayaan Ekaristi dan doa-doa adalah dengan adanya bimbingan rohani, lectio divina, dan program formatio yang membahagiakan. Mengenai hidup tidak bergantung atau tidak melekat berkaitan dengan janji atau kaul kemiskinan, seminaris memiliki aturan tidak boleh membawa alat-alat komunikasi dan alat-alat elektronik lainnya seperti MP3, tab, dan ipod, bahkan earphone atau headset pun dilarang. Formatio ini sederhananya diterapkan supaya seminaris dapat melatih untuk hidup sederhana, tidak bergantung dan tidak melekat terhadap barang-barang itu. Dalam bahasa sehari-hari, dapat saya katakan bahwa “tanpa itu semua, kita masih bisa hidup”. Barangbarang itu adalah sarana yang membantu menunjang kegiatan kita, tetapi bukan yang utama. Dan di sisi lain, seminaris harus menggunakan dengan bijak dan bersama-sama sarana yang ada di seminari. Komunitas adalah kumpulan orang yang mau hidup bersama dan mau belajar bersama. Ketika seorang Orang Muda Katolik memutuskan memilih jalan panggilan khusus, maka serta merta mereka mau untuk hidup berkomunitas. Manusia adalah makhluk sosial, perkembangan diri seseorang tidak terlepas dari pengaruh dan relasi dari orang lain. Seminari bukan hanya tempat pembibitan calon imam, tetapi menurut saya, seminari adalah komunitas orang yang berkumpul untuk meniti jalan panggilan khusus sampai pada tahbisan. Itu artinya, menjadi seorang Imam bukanlah untuk dirinya sendiri melainkan untuk orang lain. Maka hidup berkomunitas harus diformat sejak di seminari menengah. Hidup berkomunitas berarti berusaha melepaskan keegoisan, individualismenya untuk kepentingan bersama.
Tantangan dihadapi dengan Iman yang Tangguh Dengan iman yang berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, seminaris seharusnya dapat melewati dan menghadapi tantangan dengan membahagiakan. Paulus dan Silas kendati dipenjara tetap bersukacita karena jiwa mereka bebas karena Kristus (Kis 16:22-34). Ketiga tantangan yang dihadapi oleh seminaris dapat diatasi ketika mereka mampu menjalani pilihannya di seminari ini dengan sukacita. Justru hidup di seminari semakin mewujudkan intensitas dan intimitas bersama Kristus. Bukankah hidup bersama orang yang kita cintai itu menyenangkan? Maka, idealnya seorang seminaris bisa menjalankan panggilan-Nya dengan sukacita. Bila ia mengalami penderitaan di dalam seminari, bukankah penderitaan itu adalah bagian dalam kehidupan kita? Kodrat kita? Dan bukankah Kristus juga ikut menderita bersama kita? I will do the best, let God do the rest!
New profile
perkenalan 4 formatur baru
RP. HENRI LAUSIA, CSE Halo guys, kali ini kami ingin memperkenalkan formatur baru di tahun ini. Siapa ya? Ia adalah Pater Henri Lausia, CSE atau yang nama aslinya Hendrikus Rendi Kurniawan. Anak kedua dari Bapak Laurensius Suparman dan Ibu Lusia Sri Wahyuni ini lahir di Bengkulu, 25 Februari 1987. Pater Henri mengenyam pendidikan awal di SDN 10 Karang Pulau dari tahun 1993 sampai 1999, lalu ia melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Putri Hijau di tahun 1999 sampai 2002. Selanjutnya ia merantau ke kota pelajar Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan SMA Pangudi Luhur dari tahun 2002 sampai 2005. Kemudian Pater Henri meneruskan pendidikan S1 Teknik Mesin di Universitas Sanata Dharma dari tahun 2005 sampai 2009. Pater Henri pun sempat bekerja di PT. Indah Kiat yang berada di Serang selama dua tahun, yaitu dari 2009 sampai 2011. Ia mengatakan bahwa alasan dirinya menjadi pastor adalah misteri, karena Tuhan yang memanggil. Ia ingat bahwa waktu kecil, dirinya pernah memiliki panggilan untuk menjadi seorang pastor, namun tidak diungkapkannya. Lalu waktu lulus SD, ia ingin masuk ke seminari kecil, tetapi saat itu Pater Henri gagal karena sakit. Kemudian saat lulus SMP, dirinya sempat ingin mendaftar di seminari menengah yang ada di Palembang, namun saat itu ia mengurungkan niatnya karena ditawari bersekolah di Yogyakarta. Setelah SMA, dirinya sudah tidak punya niat untuk menjadi seorang pastor dan ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Pater Henri pun masuk ke jurusan teknik mesin. Selama kuliah, ia sudah benar-benar tidak lagi memikirkan untuk menjadi pastor. Ia ingin bekerja dan menikah. Oleh sebab itu, saat mulai bekerja dirinya pun bergabung dan aktif berkegiatan bersama OMK Paroki Kristus Raja, Serang demi menemukan pasangan hidupnya. Ketika mengikuti Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP) di Paroki Serang, ia mengikuti retret pengutusan di Cikanyere. Karena baru mengetahui karismatik, muncullah rasa tertarik yang membuat dirinya ingin melayani dan membantu romo paroki Serang dalam pelayanan. (Selain itu, agar dapat mengenal banyak perempuan) Tapi setiap mengikuti romo pelayanan (Romo Habel), dirinya selalu diperkenalkan sebagai calon frater. Dari sinilah timbul kembali keinginan menjadi pastor. Saat menentukan pilihan, Pater Henri mengalami kebimbangan yang begitu mendalam, lalu ia menyerahkan segalanya kepada Tuhan dengan berdoa melalui perantaraan Bunda Maria. Ia kemudian merasa ada bisikan yang berseru, “Jangan takut, rahmat-Ku cukup bagimu!” Sehingga ia menegaskan diri untuk berkata ya
Kemudian ia memilih CSE sebagai tempat pengolahan panggilannya. Pater Henri memilih CSE karena baginya CSE itu “aneh”, berbeda dari yang lain. Banyak orang mengatakan bahwa karismatik itu lebay, tetapi menurutnya CSE berhasil menunjukkan karismatik yang sejati. Pater Henri bercerita bahwa dirinya sempat mengalami krisis panggilan. Seperti saat Novis 1, ia melihat orang lain merayakan natal dan paskah bersama sedangkan dirinya selalu bertugas di sound system yang tanda kutip dianggap sebagai “babu”, karena pekerjaannya hanya menggulung kabel. Namun ada suara hati yang berkata, “Kau masuk biara, siapa yang kau cari? Aku atau dirimu?” Kedua, saat kaul pertama, ada seorang suster yang menyatakan cinta kepadanya dan tentu membuatnya dirinya bimbang. Ia tetap memilih bertahan, sedangkan beberapa lama kemudian suster tersebutlah yang malah mengundurkan diri. Ketiga, saat kuliah ia mengalami sakit sampai satu minggu dan dari situ dirinya memiliki keinginan untuk berhenti kuliah lalu hidup di padang gurun. Namun lagi dan lagi, Tuhan hadir untuk menguatkan. Kemudian menjelang tahbisan presbiterat, bahkan setelah menjadi pastor, banyak teman termasuk kakak dari Pater Henri yang tak percaya bahwa dirinya menjadi pastor. Di saat mendapat tugas perutusan menjadi formatur di Seminari Menengah Stella Maris, ada rasa takut yang muncul dari diri Pater Henri. Alasannya karena harus berpisah dari komunitas untuk beberapa lama dan bingung bagaimana harus menghadapi seminaris, karena dirinya benar-benar tidak berpengalaman dalam bidang formatio calon pastor. Ditambah perbedaan budaya yang terjadi di antara Seminari Menengah Stella Maris dan CSE. Pada akhirnya, dirinya merangkum perjalanan panggilan ini dengan motto, “Di luar Aku, engkau tak dapat berbuat apa-apa.” (Yoh 15:5)
FOto
Jatuh Cintaku Di Sana Fr. Konstatinus Aji Kurniardi
Sungguh tak diduga olehnya, ketika ia harus menjalani tugas perutusan di suatu tempat yang sangat jauh dari keuskupannya. Dialah Fr. Konstantinus Aji Kurniardi, seorang frater Diosesan Purwokerto, yang kini tengah menjalani masa Tahun Orientasi Pastoral di Seminari Menengah Stella Maris Bogor. Frater kelahiran Kulon Progo, 15 Maret 1997 ini adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Sebenarnya, Fr. Aji berasal dari Paroki St. Theresia Lisieux, Boro, Keuskupan Agung Semarang. Lantas apa yang membuat ia akhirnya memilih Diosesan Purwokerto? Kisahnya diawali dari teman dekatnya di Seminari Menengah Mertoyu dan yang berasal dari Purwokerto. Temannya ini sangat kental logat ngapaknya. Fr. Aji sering diajak bermain bersama dan juga ikut promosi panggilan bersama temannya ini. Ditambah lagi, dalam suatu kesempatan ia pernah mengikuti PDYD (Purwokerto Diocese Youth Day). Inilah yang membuatnya lebih mengenal Keuskupan Purwokerto dan membuatnya jatuh cinta dan mantap, untuk menjadi Frater Diosesan Purwokerto. Pilihannya ini membuat kaget kedua orang tuanya, tetapi kemudian orang tuanya pun tidak keberatan dengan keputusannya. Keluarga besarnya pun sempat keberatan dengan keputusannya memilih Diosesan Purwokerto. Tetapi justru di situlah titik ketangguhannya diuji, apakah ia akan kalah atas penolakan itu dan ragu dengan keputusannya? Jawabannya adalah tidak. Ia tetap setia dengan keputusannya dan terus melangkah, karena ketangguhan dan kesabarannya serta doa yang selalu ia panjatkan sampai akhirnya keluarganya menerima keputusan Fr. Aji. Akan tetapi dengan dukungan itu semua, tak serta merta membuat jalan panggilannya mulus. Ada kalanya ia mengalami titik kekeringan dan kejatuhan; dan yang bisa membuatnya kembali teguh adalah napak tilas. Dengan menapaki atau melihat kembali jalan panggilan yang telah dirintis sedari awal; melihat perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan hingga saat ini, membuatnya disadarkan akan motivasi awalnya, sehingga ia teguh kembali. Menurutnya, ibaratkan jika api unggun mulai padam, kita harus mencari kembali kayu bakar atau flashback mencari kayu bakar yang akhirnya dapat membuat api unggun itu membara kembali. Baginya, ada kalanya panggilan itu membara dan tiba-tiba padam, seperti halnya api unggun tersebut.
Sumber ketangguhan lainnya adalah doa. Fr. Aji memiliki devosi yang kuat kepada Bunda Maria melalui Novena 3 Salam Maria. Sejak kecil, ia bersama teman-temanya sering berjalan dari rumahnya ke Gua Maria Sendagsono yang jaraknya cukup jauh. Ia berangkat setiap Sabtu sore dan kembali ke rumahnya di Minggu pagi. Di sana, ia berdoa melalui perantaraan Bunda Maria memohon rahmat dan berkat dari Tuhan baginya, keluarga, serta orang-orang di sekitarnya. Melalui doa, ia dapat menimba kembali kekuatan dan rahmat dari Tuhan bagi hidupnya.
Fr. Aji awalnya merasa terkejut karena diutus menjalani TOP di Seminari Menengah Stella Maris. Selain itu, hal lainnya yang langsung terlintas di benaknya ketika tahu akan menjalani TOP di tempat yang jauh ini adalah cara berangkatnya. Sebab, ia berpikir bagaimana dapat sampai di Bogor dengan situasi pandemi sedang melonjak. Bahkan kedatangannya sampai beberapa kali ditunda karena situasi belum kondusif. Hal tersebut sempat membuatnya sedikit gelisah dan bingung, bahkan membuatnya ragu. Tapi ia sadar, bahwa dalam situasi ini ia harus tetap tangguh.
Lalu di satu sisi, ia juga memikirkan kondisi di seminari ini, terutama berkaitan dengan budaya dan gaya hidup. Ia sempat merasa bingung dan khawatir tidak bisa beradaptasi dengan budayanya. Setelah mulai tinggal di seminari dan bertemu dengan para seminaris, ia terkejut, sebab di sini keberagaman cukup terasa dan semuanya berjalan beriringan. Ia juga tidak menyangka, kalau di seminari ini masih ada seminaris yang fasih berbahasa Jawa dan tetap bisa hidup berdampingan dengan mereka yang berasal dari suku lainnya. Hal mengejutkan lainnya adalah kehidupan liturgi seminari ini. Ia mengatakan bahwa seminari ini sangatlah liturgis. Mulai dari setiap perayaan liturgi yang dirayakan dan juga Ibadat harian yang menurutnya sangat rapi dan teratur layaknya di biara.
Berangkat dari pengalamannya tersebut, makna ketangguhan bagi Fr. Aji adalah seperti dalam peristiwa peregrinasi (berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh). Sebab semasa menjalani TOR, ia melalukan peregrinasi yang jaraknya mencapai 300 km. Menurutnya, peristiwa peregrinasi adalah peristiwa yang sangat melelahkan. Tetapi yang hendak ia tekankan adalah kehadiran Allah dalam setiap perjalanan hidup, baik suka maupun duka yang membuatnya selalu tangguh dalam menghadapi berbagai lika-liku hidup panggilannya ini.
Siapa sangka kisah panggilan Frater Aurelius Maria Gustardi berawal dari keaktifannya pada kegiatan kategorial di Gereja. Frater yang kerap disapa Fr. Ari ini mengaku bahwa dirinya sudah ingin menjadi pastor sejak SMP. “Selama SMP, saya dibina oleh Pastor SVD di asrama. Selama di asrama, saya aktif di berbagai kegiatan di gereja dan setelah menjalin relasi lebih dekat dengan para Pastor SVD, muncul niatan dalam diri saya untuk menjadi seorang pastor,” ucap frater kelahiran Manggarai, 9 Oktober 1996. Keinginannya untuk menjadi pastor pada awalnya mengalami penolakan dari kedua orang tuanya. Hal ini disebabkan oleh kondisi keuangan yang saat itu difokuskan untuk biaya pengobatan sang kakak. Rasa kecewa pun tak dapat terhindarkan. Kisah panggilannya berlanjut kembali ketika ia berada di bangku SMA. Di saat inilah ia memutuskan untuk memilih Ordo Fransiskan Conventual. “Di masa itu saya tinggal di kos dan waktu itu panggilan saya sudah mulai kabur karena pergaulan di sekitar saya. Pada tahun 2012, saya ikut misa tahbisan presbiterat seorang imam Conventual. Saat itu saya mencari tahu tentang Ordo Conventual ini, dan ketika saya tahu bahwa ordo ini memiliki hidup persaudaraan yang kuat, muncul kembali keinginan untuk menjadi imam dan tertarik untuk bergabung dengan Ordo Fransiskan Conventual,“ tuturnya. Awalnya ia ragu untuk menyatakan kembali niatnya, namun ternyata setelah tamat SMA, ia diberi kebebasan untuk menentukan keputusan atas dirinya sendiri. Kesempatan ini pun langsung diambilnya. “Langsung saya sikat, dan untungnya orang tua kini mengizinkan dan memberi dukungan penuh,” ucap Frater Ari. Perjalanannya selama di Ordo Fransiskan Conventual pun tak mudah. Ia harus meninggalkan Manggarai, tanah kelahirannya dan menuju Seminari Tinggi St. Bonaventura, Pematangsiantar.
Selain itu Frater Ari mempunyai kisah menarik ketika ia baru masuk di Seminari Tinggi. ”Ketika masuk postulan pertama, saya kira kegiatan sehari-hari hanya belajar; tidak akan ada kerja. Tapi ternyata di masa pengenalan itu seluruh acara diisi dengan kerja. Yah, agak kaget sih, tapi saya bersyukur karena memiliki teman angkatan yang kuat rasa persaudaraannya dan mau saling menguatkan, sehingga saya masih dapat bertahan.” Bagi Frater Ari, ketangguhan berkaitan erat dengan visi yang dipercayai oleh seseorang. Ketika visi ini dipercayai dengan kuat, maka akan timbul semangat yang menjadi daya dorong untuk membuahkan hasil yang baik meski harus berhadapan dengan situasi yang sulit sekalipun. Hal ini pun dipercayainya ketika dia mengetahui, bahwa ia menjadi satu–satunya frater dari tujuh orang yang akan ditugaskan di Pulau Jawa dalam bidang pendidikan calon imam. “Ketika ditanya ingin bertugas dimana, saya jawab ingin bertugas di paroki. Ternyata saya ditugaskan di Pulau Jawa dalam bidang pendidikan calon imam. Saya kaget, tetapi karena saya taat, saya menerima dan melaksanakannya,” demikian katanya.
Perjalanan Frater Ari di Seminari Menengah Stella Maris Bogor terasa seperti masuk ke dalam dunia yang baru. Frater Ari mengatakan, bahwa ia harus berani keluar dari zona nyamannya dan bermodalkan pengalaman pastoral sebelumnya, ia siap untuk melayani. “Ketika tahu bahwa saya ditugaskan di seminari, saya langsung cari visi. Visi saya adalah datang untuk melayani. Maka saya menghidupi visi itu dengan tekad menunjukan teladan yang baik kepada para seminaris,” ucap Frater Ari.
Di akhir pembicaraan, Frater Ari berpesan, karena manusia adalah makhluk yang labil, maka jangan cepat ambil keputusan ketika kita mengalami badai dalam hidup, melainkan ambil waktu sejenak untuk merenung. Selain itu, jangan sampai mengambil langkah yang salah. Ia juga berpesan agar tetap rendah hati dan mau terus dibina dalam hidup.
Fr. Gabriel Laba Badin Frater Gabriel Laba Badin, yang biasa di panggil Fr. Badin adalah salah satu frater dari Kongregasi SSCC (Hati Kudus Yesus dan Maria) Ia dilahirkan di Lewohala, Laran tuka, Nusa Tenggara Timur pada 21 Agustus 1995 dari pasangan Wilhelmus Lado dan Elisabeth Nini. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Badin kecil memulai pendidikannya di SD Riangkemie, sekolah yang ada di daerah asalnya. Lalu melanjutkan pendidikannya di SMP St. Maria Gorreti. Selama di SMP, Badin tumbuh menjadi remaja dengan segala kenakalan yang biasa dilakukan oleh remaja pada umumnya. Belum pernah terpikir olehnya untuk menjadi imam. Langkah awalnya dimulai dengan ketidaksengajaan dalam peristiwa masuknya Badin remaja ke Seminari Menengah San Dominggo, Hokeng, Nusa Tenggara Timur. Singkat cerita, ia memiliki seorang teman yang ingin sekali menjadi seorang imam, namun karena tidak memiliki teman untuk mendaftar, temannya ini lalu mendaftarkan Badin remaja tanpa sepengetahuan dirinya dan juga keluarganya. Ketika misa hari Minggu di paroki, dibacakanlah saat pengumuman daftar nama-nama putra paroki yang akan mendaftarkan diri di seminari. Jumlahnya delapan orang dan nama Badin termasuk di dalamnya. Mendengar itu, ia dan keluarganya merasa kaget. Awalnya, keluarganya merasakan keraguan jika anaknya mampu lulus tes masuk seminari. Namun ini adalah rencana Tuhan. Dengan modal kenekatan dan bimbingan Roh Kudus, akhirnya ia mengikuti rangkaian tes tanpa tujuan yang jelas dan hasilnya sangat memuaskan. Ia bersama beberapa temannya diterima di Seminari Menengah San Dominggo Hokeng. Selama di seminari menengah, ia mengikuti pembinaan yang tidak mudah. Yang menjadi tantangan besar bagi dirinya adalah aturan mengenai kedisiplinan, terutama untuk bangun pagi hari dan mengikuti jadwal-jadwal komunitas yang sudah ada. Hal ini merupakan suatu tantangan yang harus ditaklukkan. Untuk melampiaskan segala kebosanan dan juga emosi yang ada dalam dirinya, Badin remaja mengembangkan hobinya, yaitu bermain sepak bola. Dengan itu, setidaknya ia mampu untuk mengobati kejenuhan terkait rutinitas dengan jadwal yang padat.
Di tingkat tiga (semester dua), Badin remaja mengalami titik tolak yang luar biasa. Melihat dana yang dikeluarkan oleh kedua orangtuanya begitu besar guna membiayai pendidikannya, ia lalu merasa tidak enak hati. Melalui refleksi yang sangat mendalam, akhirnya ia menemukan panggilan yang nyata, panggilan yang bukan tidak sengaja lagi. Ia menyadari seiring berjalannya waktu, apa tujuan dirinya yang sebenarnya, yakni benar-benar mengabdikan diri kepada Tuhan melalui pelayanan terhadap sesama dalam ranah panggilan yang murni dan tulus adanya.
Setelah lulus dari Seminari Menengah, akhirnya Badin remaja memilih untuk menjadi biarawan SSCC bersama dengan beberapa temannya. Alasan yang pertama adalah spiritualitas yang ditekuni dan yang kedua adalah jubahnya yang menarik. Kemudian Fr. Badin mulai menjalani masa postulat di Bandung selama satu tahun. Selanjutnya memasuki masa novisiat di Batam, Kepulauan Riau. Ia lalu menjalani masa skolastikatnya di Griya Tyas Dalem, Yogyakarta, sembari menempuh kuliah ilmu filsafat.
Sesudah lulus S1, Fr. Badin menjalani Tahun Orientasi Pastoral di Seminari Menengah Stella Maris Bogor. Ketika mengetahui bahwa dirinya akan ditugaskan di seminari, ia mengalami pergolakan batin yang luar biasa. Ketakutan yang sangat ia rasakan adalah perihal adaptasi, karena ia takut jika dirinya tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, terutama dengan kultur dan budaya yang berbeda. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa ia juga memiliki modal yang sangat besar. Ia berasal dari Seminari Menengah dan kembali bertugas di seminari menengah. Ini merupakan berkat sekaligus tantangan. Ia menuntut dirinya sendiri untuk beradaptasi dengan tempat yang baru, bukan lingkungan baru yang menyesuaikan dengan dirinya. Hal-hal seperti ini membuat dirinya semakin tangguh. Segala tantangan yang mampu ditaklukkan tentu akan semakin menguatkan.
New Family
foto
SPARTA, angkatan ke-71 Seminari Menengah Stella Maris Bogor. SPARTA adalah akronim dari Seminaris Pewarta Kabar Tujuh Satu. Mengapa SPARTA? Kami memilih nama ini dengan harapan bahwa angkatan kami pada masa yang akan datang hendaknya menjadi orang- orang yang akan selalu menjadi kabar gembira bagi sesama dan hendaknya kabar gembira itu terus diwartakan agar orang lain pun dapat merasakan apa yang kami rasakan. Kami menjadi anggota komunitas seminari sejak Agustus kemarin. Sebelumnya, kami sempat menjalankan kegiatan sekolah dan formatio dari rumah karena virus Corona yang sedang meningkat pada waktu itu. Meskipun kami berada di rumah masing-masing, kami kompak untuk saling mengingatkan di grup Whatsapp angkatan apabila sebentar lagi kegiatan sekolah ataupun misa akan segera dimulai. Ketika ada tugas, kami biasanya saling membantu, terutama bila ada teman kami yang tidak paham. Kami berkomitmen untuk saling melengkapi setiap kekurangan yang ada di dalam diri kami. Sampai akhirnya kami bertemu secara langsung di seminari, kami tetap melaksanakan komitmen tersebut. Kami saling mengingatkan satu sama lain untuk selalu tepat waktu dalam melaksakan kegiatan-kegiatan di seminari. Kami datang dari berbagai daerah: Klaten, Lampung, Cilegon, Jakarta, dan Cipanas. Ada juga beberapa dari kami yang berasal Panti Vincentius Putra, Jakarta dan Panti St.Yusuf, Sindanglaya. Mereka sering menceritakan pengalaman mereka ketika berada di panti selama 3 tahun. Meskipun angkatan kami sedikit, kami tetap bersyukur, karena setidaknya kami masih bisa merasakan hangatnya sebuah keluarga. Banyak cerita menarik dari setiap orang.
Kami sadar bahwa masing-masing dari kami memiliki kelemahan dan kelebihan. Selain itu, selama 3 bulan berdinamika di dalam komunitas ini, kami menyadari bahwa di dalam sebuah keluarga pastinya ada yang harus dikurbankan demi kepentingan bersama. Itulah yang kami lakukan ketika kami harus memutuskan solusi dari masalah-masalah kami. Setiap ada keputusan yang harus diambil secara bersama, kami melakukan correptio, lalu meminta pendapat dari teman-teman dan menentukan mana yang tepat dan benar berdasarkan keputusan bersama. Harapan kami bersama ialah semoga kami dapat menjalani setiap perjalanan dan setiap pergumulan secara bersama-sama dengan penuh rasa pengorbanan dan cinta kasih; dapat berjalan bersama dalam suka dan duka. Dan semoga kami dapat lebih saling menguatkan akan jalan hidup yang telah kami pilih dan yang akan kami jalani.
New Family
Anselmus Paska Cahyadi Tanggal Lahir: 19 April 2006 Quotes: Lek wani ojo wedi Lek wedi kudu wani Balthasar Halek Tanggal Lahir: 11 Juni 2006 Quotes: Selalu tersenyum dalam keadaan sesulit apapun
Carolus Borromeus Adhi Nugroho Tanggal Lahir: 4 November 2005 Quotes: Perjuangan adalah jalan kesuksesan
Dionisius Adventuro Tanggal Lahir: 29 November 2005 Quotes: Awali pagi dengan sarapan, karena saya coba dengan senyuman jam 10 udah laper
Florentinus Mario Chrysti Tanggal lahir: 8 September 2006 Quotes: Simple, Humble, Loyal
Gabrielle Satria Yoga Sinangaskara Tanggal Lahir: 26 Agustus 2006 Quotes: Mundur ojo sambat, maju terus bersyukur
Gregorius Davin Hidayat Tanggal Lahir: 15 Maret 2006 Quotes: Be yourself and never surrender
Hendricon Nuga Da Sina Tanggal Lahir: 16 Februari 2006 Quotes: Jika ingin dihargai, maka hargai juga orang lain
Johanes Halomoan Sihite Tanggal Lahir: 29 Juli 2006 Quotes: Selalu bersyukur dalam keadaan apapun
Juan Sebastian Nggetong Tanggal Lahir: 9 Maret 2006 Quotes: Mencintai sesama tanpa membeda-bedakan
Rafael Hisar Parlindungan Taggal Lahir: 1 Desember 2006 Quotes: Jika ingin hebat, berusahalah!
Rian Mario Frederico Fios Tangal Lahir: 6 Mei 2006 Quotes: Gunakan hidup sebaik mungkin
Serafinus Rafael Adi Nugroho Wijayanto Tanggal Lahir: 15 Agustus 2005 Quotes: Kalau ingin maju, lupakan masa lalu yang kelam
Venantius Fortunatus Irawan Tanggal Lahir: 14 Desember 2004 Quotes: Hargailah semua yang anda miliki, sebelum semuanya hilang
Yohanes Frans Lesman Siagian Tanggal Lahir: 6 November 2004 Quotes: Never ruin a good day by thinking about a bad yesterday, let it go
Tahbisan Diakonat Senin, 5 Oktober 2021 merupakan saat berbahagia bagi Keuskupan Bogor dengan bertambahnya dua frater yang ditahbiskan menjadi diakon. Acara tahbisan dilaksanakan di Seminari Menengah Stella Maris Bogor. Frater Wolfgang Amadeus Mario Sara dan Frater Albertus Aris Bangkit Sihotang sebagai calon tertahbisnya. Acara tahbisan dimulai dengan Perayaan Ekaristi pukul 17.00 yang dipimpin oleh Mgr. Paskalis Bruno Syukur sebagai selebran beserta RD. Nikasius Jatmiko dan RD. Jeremias Uskono sebagai konselebran. RD. Jatmiko selaku Rektor Seminari Tinggi Petrus Paulus berperan penting dalam perkembangan kedua diakon tertahbis. Dalam perayaan tahbisan itu pula hadir para imam Keuskupan Bogor, keluarga kedua diakon tertahbis, para suster, umat yang diundang, serta para seminaris. Setelah kedua diakon ditahbiskan, di akhir Perayaan Ekaristi pula Diakon Mario menyampaikan sambutan. Dalam sambutannya, Diakon Mario mengucapkan banyak terima kasih kepada banyak pihak yang telah mempersiapkan acara dengan sebaik mungkin dan yang telah mendukung keberlangsungan acara ini. Selama menjalankan masa diakonat, para diakon tertahbis mendapatkan tugas perutusan yang baru. Diakon Wolfgang Amadeus Mario Sara mendapat tugas perutusan di Paroki St. Joannes Baptista Parung dan Diakon Aris Bangkit Sihotang mendapat tugas perutusan di Yayasan Mardi Yuana Perwakilan Bogor. Acara tahbisan berjalan dengan lancar dan tanpa gangguan sedikit pun. Selamat bertugas di tempat yang baru untuk para diakon.
At h a n a s i u s B ay u K u s u m a
dkn. Albertus Aris Bangkit sihotang
dkn. wolfgang amadeus mario sara
st
Sejak pertama kali Seminari Menengah Stella Maris Bogor didirikan pada tahun 1950, banyak imam hingga uskup yang telah berhasil ditahbiskan. Pada tanggal 28 November 2021, seminari berusia 71 tahun. Un Ritorno Al Passato adalah tema dari rangkaian acara ulang tahun seminari pada tahun ini. Kalimat tersebut berasal dari bahasa Italia yang dalam bahasa Inggris berarti throw back, yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah “napak tilas”. Tema ini diambil untuk melihat kembali sejarah yang telah terjadi. Sejarah yang dimaksud adalah bagaimana seminari ini mengalami perkembangan di setiap periodenya. Rangkaian acara seminari ini diawali dengan promosi panggilan dan sekaligus kunjungan ke tempat atau sekolah yang dahulu pernah menjalin kerja sama dengan seminari dalam mendidik calon-calon imam. Promosi panggilan ini dilakukan setiap hari Jumat dalam bulan November 2021. Promosi panggilan dilakukan di SMP Mardi Yuana Cicurug, SMP-SMA Mardi Yuana Sukasari, SMP-SMA Regina Pacis Bogor, dan SMP-SMA Budi Mulia Bogor. Dikarenakan pandemi belum usai, promosi panggilan dilaksanakan secara online. Namun ada juga sekolah yang sudah mengadakan pengajaran secara tatap muka, sehingga promosi panggilan dapat dilakukan secara offline dengan tetap menaati protokol kesehatan. Tujuan dari promosi panggilan ini adalah memperkenalkan kepada kaum muda mengenai seminari, karena pada faktanya anak-anak muda zaman sekarang kurang memiliki pemahaman yang cukup tentang seminari. Dengan kehadiran promosi panggilan, setidaknya terdapat sedikit gambaran mengenai kehidupan di seminari bagi kalangan kaum muda.
Tidak hanya sekadar promosi panggilan, kunjungan dan ramah tamah juga dilakukan oleh para guru sekolah, para formatur, dan perwakilan seminaris yang telah usai melaksanakan promosi panggilan. Para guru diberi kesempatan untuk berbagi kisah mengenai pengalamannya selama menjadi bagian sebagai tenaga pendidik di seminari. Akibatnya banyak orang yang hadir diajak untuk bernostalgia bersama. Setelah itu dilakukan penyerahan kenang-kenangan secara simbolis dan foto bersama. Upaya ini dilakukan agar hubungan yang telah terjalin antara seminari dan sekolah-sekolah tersebut tetap terjaga dengan baik. Hubungan itu hendaknya tidak terputus dan berhenti, melainkan tetap terjalin sepanjang perjalanan sejarah seminari, hingga nantinya muncul pelayan-pelayan Tuhan yang setia. Dalam rangkaian acara ulang tahun yang ke-71, kanal Youtube seminari juga mengunggah mini series bagi setiap orang yang ingin mengetahui sejarah seminari dari awal periode Cicurug sampai periode Telaga Kahuripan. Mini series ini dikemas secara unik dan menarik yang terbagi dalam empat episode. Meskipun video ini tidak menggambarkan secara persis mengenai kejadian para seminaris di setiap periodenya, tetapi video ini berusaha untuk membawa penonton dalam merasakan suasana yang sedikit mirip dengan yang sebenarnya. Film pendek ini adalah salah satu buah dari kreatifitas para seminaris sendiri. Puncak dari acara 71 tahun seminari adalah Perayaaan Ekaristi yang dipimpin oleh RD Yohanes Suparta selaku Vikaris Jenderal Keuskupan Bogor, dengan konselebran: RD. Jeremias Uskono, RD. Yustinus Monang Damanik, RD. Yosef Irianto Segu, dan RD. Andreas Arie Susanto. Ketika misa selesai, dilaksanakan ramah tamah dengan para tamu undangan yang hadir. Untuk semakin menyemarakkan puncak acara ini, seminari turut mengundang penyanyi ternama sekaligus OMK dari Paroki Santo Thomas Kelapa Dua, yakni Brigita Meliala atau kerap disapa Idgitaf. Dalam usainya yang ke 71 tahun ini diharapkan agar seminari dapat semakin bertumbuh dan berkembang dan mampu menghasilkan pelayan-pelayan Tuhan yang berkualitas. Seminari Stella Maris, jaya abadi!
Galeri Foto 71 Tahun
SEMINARI MENENGAH
STELLA MARIS
BOGOR
English corner
English corner
Exodus Abel Tasman Alle Bajowawo
The fear of the Egyptians about the doubling of the Israelites is feared that in the future they will ally with the enemy to fight the Egyptians to make the Egyptians take action by oppressing the Israelites under the supervision of compulsory supervisors. But more and more oppressed there were countless, then the Egyptians cruelly forced the Israelites to work and make their lives bitter (see Exod. 1: 13-14). The king of Egypt also ordered the midwives to kill the child of a Hebrew who had given birth if the child was a boy and still allowed the child if the child was a girl. But the midwives refused because they feared God and God did good to them and the people multiplied and multiplied greatly (see Exod. 1: 20). Moses, a good looking boy. Born as a descendant of the family of Levi, Moses hid him in a wooden box in a river. Then the Pharaoh's daughter came and found the chest in the midst of the scent, and she saw Moses. Because Moses took the mercy and looked for a suckle from the Hebrew woman to suckle Moses, Moses' mother came to feed him. When Moses had grown up, he brought Moses to the daughter of Pharaoh, who made him his son, and named him Moses, because he said, "Because I took him out of the water" (see Exod 2: 10). Moses as a servant who is so faithful to God, while tending his mother-in-law's sheep on the mountain of God, that is Mount Horeb, he saw a thorny bush in a blazing fire. But the bush was not burned by fire, When Moses would examine it God cried out to him: "Moses, Moses!" Then Moses answered: "Yes, God." I have heard their cry caused by their commissioners, yes I know their suffering "(see: Exod. 3: 7-9). The cry of the Israelites had come to God, he had also seen how hard the Egyptians were tooppress the Israelites. Then God sent Moses to bring His people, the Israelites, out of Egypt.
English Corner Moses, who felt unworthy to lead the Israelites out of Egypt, asked God several times for his task to be replaced. But God still sent Moses because God had provided everything for Moses, even though Moses was a person who was not good at speaking God would accompany his tongue, to convince the Israelites that he had been chosen by God to bring the Israelites out of the land of Egypt. In the end the Israelites believed and agreed to leave Egypt. Moses, as God's chosen servant, described mankind today, his unbelief hindering him from being able to save God's people from the oppression of the Egyptians. Likewise we who often doubt the path we choose, we often ignore God in living this life. We also often oppose God by not believing what God has done for us. What God does for us is the best thing. Because God does not want His people to get lost. We often disobey God's commands, we forget that all of this is God's plan and will. What happens to us is not always about temptation, but how God strengthens us and always reminds us that He is the source of help for His people. Various miracles that have happened in our lives are God's actions to save us. And God wants us to always pray, believe and surrender everything to Him, because we are his favorite people.
karya seni
IDGITAF Yohanes Paulus Paskah
Uskup Uskup keuskupan keuskupan Yohanes Paulus Paskah sufragan sufragan By bogor bogor
MGR.PASKALIS PASKALIS MGR MGR PASKALIS BRUNO BRUNO SYUKUR SYUKUR BRUNO SYUKUR BY
YOHANES PAULUS PASKAH
PENTIGRAF Petrus Yogi Nugroho
Tangisan Yang Berdeing Senja pun mulai pudar dan keributan mulai terdengar antara jam lama bernama Michael Wecker dan jam baru bernama Lily Wecker di loteng Maria. Kedatangan Lily membuat Michael resah dan keresahan itu menimbulkan rasa iri yang begitu luar biasa. Lily yang memiliki liontin dan dering lebih manis daripada Michael menunjukan keanggunan kepada tuan barunya. Michael pun menangis menelan sendu yang ia rasakan dan Michael pun tidak sendiri, tetapi ia ditemani senja tanpa kasih sayang. Segala sendu dan pilu Michael luapkan dan pada akhirnya ia bertemu dengan jam gadang bernama Black Watson. Watson yang bijak dan setia sering mendengarkan kisah resah Michael, sehingga buah kata Watson terlabuhkan pada hati Michael. Kedatangan Lily sebagai pahlawan kesiangan membuat Michael minder. Padahal hubungan Michael dengan tuannya seperti rekan kerja yang selalu hidup berdampingan. Black Watson berkata, “Takdir itu seperti jarum jam yang terkadang di atas dan terkadang di bawah, tetapi ingatlah bahwa semuanya itu akan indah pada waktunya.” Michael pun terharu tanpa menghiraukan daerah sekitarnya. Yang berlalu biarlah berlalu.Setidaknya ia sudah berusaha menjadi yang terbaik. Walaupun hari demi hari ia tangisi dan detik demi detik ia kenang. Ia selalu membawa tangis itu dalam doa.
PENTIGRAF Richard Fenyapwain
Kaian Serakah Petang yang hangat memandang wajah Anindhityanya, bagaikan Baskara yang hangatnya selalu mendekapi bumi suci ini. Mata ini terasa terkurung dalam buih cintanya. Dengan merdu, sahaya mengumandangkan seruling dan kecapi untuk menarik pandangannya yang berjerit untuk kukecap. Namun derai air mata masih nampak pada pipinya yang tirus mulus. Nampak gentar dalam halomnya masa depan. Namun raga ini percaya, insannya gapah seperti kaprahnya. “Lantas, apa yang kau tunggu?” Ujarnya. Hanya terdiam bisu, lelap dalam lara, dengan iringan matahari yang setia memberi hangatnya. Kisah merapahnya harus terhenti dengan berbagai kenangan nirmala, yang ia simpan dalam sepucuk kertas. Selaksa penyesalan menghantuiku kini. Hanya bisa sadrah dalam serapah yang kami buat bersama ketika nanti ada waktu kami saling menyapa dari ufuk ke ufuk.
Puisi
Andreas Fausta Aby
Ruang Yang Teguh Ruang yang kini kudiami Ternyata ditempa provokasi Tetap berdiri kokoh Pandai dalam hal menempuh Ruang yang rapuh Bukanlah yang dituju Tidak akan runtuh Bilamana tampil ramah Dengan sistem yang berkilau Bicara ruang dan ruang Yang kumaksudkan adalah hati Hati yang tangguh Untuk dikenang selalu Sebaliknya….. Ruang yang rapuh Beristirahatlah dan tersenyumlah Maka tertolonglah kamu Menjadi ruang yang tangguh Dengan parafrasa dari Ketangguhan hati yang pelik
Puisi Alfonsius Agung Pratama
Harapan Tersisa Sering beranggap Tuhan tak ada Pun sering aku berdoa Kurasa Ia tak mendengar Dan harapanku mulai terbakar Dalam lamun aku tersapu angin Dan teringat dengan pengalaman tak mungkin Tulang punggungku t’lah hilang Kepercayaanku mulai terbang Cuma secercah harapan tersisa Di situ Tuhan berkata, “Nak, mukzijatmu dalam perjalanan” Harapan yang sudah terbang Kini mendarat di palung hati Bukan sekarang aku mendapat Tapi Tuhan tahu kapan Turunnya berkat
Puisi Paskal Baylon Marik
Tak Harap Kembi
Sajian Khusus
Senja yang begitu berkilau Memancarkan cahayanya yang silau Berharap rasa pilu tidak menjadi biru Sebuah perasaan akan membawa harapan baru Harapan telah pudar Tak mau pelita padam tercemar Kini hanya gemuruh yang terdengar Kesalahan hanya semak belukar
Ragu untuk menginjak duri Jejak kaki yang terlihat bayangan diri Di tengah ombak untuk menepi Semua tak dapat kembali Jejak membawa sejarah Langit yang biru menjadi putih Dalam hati berpikir mulai lelah Memikirkan jejak menjadi hadiah
Sajian Khusus
Romo hendrik hendrik Romo Si Jenius Jenius Si Ahli Listrik Listrik Ahli
Memanjat genting, tersengat aliran listrik daya tinggi, dan mengurusi perkabelan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi RD. Hieronimus Hilarion Hendrik Arief. Beliau adalah formatur Seminari Menengah Stella Maris Bogor yang saat ini mengurus bidang sarana dan prasarana. Kepiawaiannya dalam teknologi didapatinya sejak beliau masih dibangku SMP. “Awalnya saya hanya tertarik, lalu mulai mencoba-coba. Awalnya dari membongkar PC dan CPU, lalu menyusunnya kembali, ” ucapnya. Rasa keingintahuan didapatinya dengan cara otodidak. “Ya, saya hanya bermodalkan pelajaran di sekolah, lalu sisanya belajar dari kesalahan, dan berani untuk bertanya kepada mereka yang lebih ahli,” kata pastur kelahiran Jakarta, 30 November 1983 itu. Selama proses pencaritahuan itu, tak jarang ia dihadapi dengan berbagai macam kegagalan. “Kegagalan itu sudah biasa bagi saya. Asal kita mau bangkit lagi dan mau memulainya lagi, semuanya akan terasa mudah,” ujarnya. Pastur asal paroki St. Aloysius Gonzaga, Cijantung ini melanjutkan bahwa sampai saat ini pun sebenarnya ia masih belajar. Terlebih dengan kondisi pandemi COVID-19 yang mengakibatkan para Seminaris KPP melaksanakan pembelajaran daring, serta konsep pelistrikan di gedung seminari Telaga Kahuripan yang lebih kompleks dibandingkan dengan gedung seminari di Kapten Muslihat, dikarenakan luas dan tinggi gedung yang berbeda. Hal ini tak jarang membuat dirinya masih terjaga di subuh hari untuk bekerja.
Selain itu, Romo Hendrik juga tak luput dari banyak kesulitan. Salah satu kesulitan yang ia alami ialah perihal pengaturan waktu. Romo Hendrik bercerita bahwa ia sempat kewalahan saat Seminari Stella Maris pertama kali pindah ke Telaga Kahuripan. “Waktu saya banyak dihabiskan dengan memperhatikan kondisi gedung untuk proses penambahan sarana dan prasarana, karena formatur pada saat itu masih terbagi dua; ada yang di Kapten Muslihat dan ada juga yang di Telaga Kahuripan,” ujarnya. Tapi ia tetap berusaha semaksimal mungkin untuk mengikuti waktu komunitas, baik berdoa bersama, berkumpul bersama para fomatur, hadir di tengah-tengah seminaris, atau kehidupan rohani pribadi seperti: berdoa pribadi, lectio divina, dan kegiatan rohani lainnya. Namun, semuanya itu ia lakukan dengan penuh ketaatan dan ketulusan. Baginya, semua tugas yang diberikan kepadanya memiliki nilai menarik yang ada di dalamnya. “Hal ini yang selalu saya ingat ketika saya merasa lelah,” katanya. Romo Hendrik bercerita bahwa ketika ia merasa lelah atau bosan, ia melepaskannya dengan cara membaca buku dan menonton film. “Kedua aktivitas itu sangat menyenangkan bagi saya, selain melepas penat, juga mendapat ilmu dan informasi baru,” katanya. Di akhir wawancara, Romo Hendrik merefleksikan ketangguhan sebagai suatu keadaan di mana kita bisa menerima keadaan dan bisa mencoba untuk hidup yang berkembang. Beliau juga berpesan agar kita menikmati semua kehidupan yang ada, sebab di dalam kehidupan itu ada yang sukar dan ada yang mudah. “Hal yang mudah jangan dibuat sukar, yang sukar harus dijadikan mudah,” katanya sambil tertawa.
Ambulatio Ambulatio
Loh... Kok Gak Ada Sih...?
S T E F A N U S
RAKA
Pandemi membuat beberapa kebijakan seminari harus disesuaikan kembali, di antaranya ambulatio dan pulang Minggu pertama. Ambulatio yang berasal dari bahasa Latin ambulare berjalan, menjadi sesuatu yang sangat dinantikan oleh para seminaris. Mengapa demikian? Sebab ambulatio adalah waktu bagi para seminaris untuk bisa berjalan-jalan ke luar seminari. Para seminaris diberikan waktu untuk dapat melakukan berbagai macam hal di luar seminari seperti membeli kebutuhan pribadi, jajan, ataupun hanya sekadar menikmati waktu untuk berjalan-jalan di luar kompleks seminari. Selain itu juga ada kebijakan pulang Minggu pertama. Ini adalah salah satu kekhasan yang ada di seminari ini, di mana para seminaris diberikan waktu mulai hari Sabtu sore sampai dengan Minggu sore untuk pulang ke rumahnya. Tetapi ini hanya dianjurkan bagi seminaris yang rumahnya berada di sekitar area Jabodetabek. Bagi yang di luar Jabodetabek bisa tetap tinggal di seminari atau ke rumah saudara terdekat. Tetapi apa yang terjadi kemudian? Datanglah pandemi Covid-19 ini yang membuat semua tatanan kehidupan menjadi kacau dan berubah drastis, salah satunya melaui kebijakan stay at home. Kebijakan ini mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang ada di seminari, yakni kebijakan ambulatio dan pulang Minggu pertama yang akhirnya kebijakan tersebut ditiadakan sementara, karena situasi pandemi. Saat itu, Raka (7C) merasa kaget luar biasa, “Waduh bagaimana ini, padahal ambulatio dan pulang Minggu pertama ini adalah hal yang paling saya nantikan.” Alhasil kenangan dan kerinduan akan dua hal tersebut selalu terngiang oleh Raka, karena tak bisa pulang lagi setiap bulan dan juga menjadi lebih bosan karena harus terus berada di dalam seminari, terutama di masa pandemi ini. Di satu sisi Raka memaklumi, tetapi juga tidak bisa membohongi dirinya bahwa hal itu membuatnya sedih, terutama berkaitan dengan pulang Minggu pertama.
Waktu untuk pulang Minggu pertama adalah waktu yang sangat istimewa dan ”keramat” baginya. Melaluinya, ia dapat melepas kerinduan dengan keluarga dan mengungkapkan keluh-kesahnya sekaligus menguatkannya kembali dalam panggilan ini. Kendati waktunya sangat singkat tetapi sangat berharga baginya. “Selagi masih diberi kesempatan, aku pasti pulang,” itulah prinsip Raka. Tetapi karena situasi, ia harus mengolah kembali bagaimana tetap bisa menapaki jalan panggilan di seminari, meskipun juga sangat jarang bertemu dengan keluarga. Jujur saja, seorang Raka adalah orang yang sangat cinta dengan rumah dan keluarganya. Sejak sebelum masuk seminari, ia tak pernah sampai lebih dari 3 hari tidak di rumah bersama keluarga, karena Raka selalu teringat akan kasih sayang dan perhatian mereka kepadanya, yang membuatnya tak bisa pisah terlalu lama dengan keluarganya. Tetapi syukur kepada Allah, bahwa seminari dapat mengganti itu dengan kebijakan memegang handphone dari pagi sampai sore di hari Minggu pertama dan Minggu ketiga. Waktu tersebut menjadi sangat berharga bagi Raka, sebab akhirnya ia bisa berkomunikasi dengan keluarga di rumah, melepas rindu dengan mereka yang selama ini terpisah. Namun menurutnya perjumpaan secara virtual belum bisa menggantikan kehangatan perjumpaan langsung. Selain itu, cara yang paling ampuh untuk mengatasi kerinduan itu bagi Raka adalah melalui doa. Setiap hari ia selalu mendoakan orang tuanya, memohonkan perlindungan dan rahmat bagi mereka. Memang cukup berat bagi Raka. Kendati sudah terbiasa tidak bersama dengan orang tuanya, tetapi melihat situasi pandemi seperti ini kerinduannya bertambah dengan perasaan khawatir kepada keadaan orang tuanya di rumah. Tetapi lagi-lagi semua itu selalu ia bawa dalam doa. Hingga akhirnya Raka menyadari bahwa itu semua terjadi bukan tanpa makna. Pada dasarnya itu semua demi kebaikan dirinya dan orang lain. Raka disadarkan bahwa dalam situasi ini yang harus selalu dilakukan adalah berusaha dan berdoa untuk keselamatan dirinya, keluarganya, dan juga orang di sekitarnya. Selain itu, juga berlaku bijaksana dalam memahami suatu kondisi yang boleh dikatakan luar biasa ini; bukan diam dan meratapi nasib dengan kesedihan dan kemarahan. Raka sangat yakin bahwa semuanya itu memiliki makna baik di dalamnya.
Berkebun Satrio Briliano Wibowo Halo, perkenalkan nama saya Satrio Briliano Wibowo atau biasa dipanggil Brili. Saya berasal dari Paroki Maria Bunda Segala Bangsa Kota Wisata dan saya sekarang memasuki tahun kedua di Seminari Menengah Stella Maris Bogor. Ngomong-ngomong soal berkebun, sebenarnya ini merupakan hal yang cukup baru dalam hidup saya, karena jujur saya baru mengenal kegiatan berkebun lebih dalam di seminari. Latar belakang saya yang hidup di daerah yang bisa dibilang perkotaan dan jarang melakukan kegiatan berkebun. Dalam pikiran saya, kata berkebun merupakan suatu kegiatan ketika saya pergi ke sebuah ladang atau kebun dan kemudian mencangkul, menanam tanaman, dan juga memanen hasil dari kebun yang sudah siap untuk panen. Ketika saya mendengar bahwa di seminari ini ada kegiatan berkebun, lantas saya memikirkan bahwa saya mungkin akan mati gaya pada saat berkebun dan juga merasa bosan dan enggan untuk melakukan hal tersebut, karena jujur saya tidak begitu paham dan tidak enjoy untuk melakukan kegiatan tersebut pada awalnya. Kesulitan awal yang saya alami dalam berkebun adalah ketika saya kebingungan harus berbuat apa di ladang. Namun pada saat itu Pater Epi, CSE sebagai pamong saya mengajar dasardasar berkebun bagi kami anak-anak kelas 1 yang baru masuk.
Terkadang kesulitan yang saya alami adalah rasa yang begitu malas untuk berkebun, apalagi pada saat siang hari ketika panas terik. Namun, hal tersebut menjadi sebuah tantangan yang membuat saya tergiur untuk bersemangat dalam berkebun. Hal yang saya dapatkan dari kegiatan berkebun adalah saya dapat merawat tanaman dan kebun sama seperti saya merawat panggilan say. Panggilan yang tumbuh seperti tanaman dalam diri saya pastinya membutuhkan air dan pupuk agar tanaman tersebut tetap subur. Oleh karena itu, dari kegiatan berkebun saya dapat dilatih untuk menjaga dan merawat panggilan saya yang khususnya saya jalani di Seminari Menengah Stella Maris ini. Air dan pupuk itu bagi saya adalah hidup doa, hidup berkomunitas, dan keseimbangan hidup yang saya jalani dan alami di tempat ini.
Maggot Alfonsius Agung Pratama & Petrus Yogi Nugroho
“Nikmatilah dan percayalah bahwa hasil tidak pernah mengkhianati proses, serta semuanya akan indah pada waktunya.” Mungkin kebanyakan dari kita belum mengetahui apa itu maggot. Maggot atau belatung merupakan larva dari lalat black soldier fly (Hermetia illucens). Meskipun keluarga lalat, ukuran maggot yang dikenal sebagai lalat tentara ini lebih panjang dan besar. Dibandingkan cacing, maggot lebih menguntungkan sebagai pakan ternak karena lebih cepat berkembang biak dan cepat dipanen. Maggot yang kaya akan protein dan teksturnya yang kenyal membuat hewan ternak mudah untuk memakannya. Dari menetas sampai bisa digunakan untuk pakan ternak, dibutuhkan waktu sekitar 17 hari. Saat ukuran tubuhnya sudah besar dan warnanya gelap, maggot siap untuk dipanen dan dijual. Selain sebagai ternak, maggot juga bisa untuk memperbaiki lingkungan, yaitu mengonsumsi sampah organik. Sementara itu, sampah organik yang tidak termakan oleh maggot tetap bisa dimanfaatkan sebagai sumber kompos atau pupuk organik. Pakan ternak dan pupuk yang dihasilkan dari maggot sangat cocok untuk peternakan dan pertanian organik. Maggot bisa menekan penggunaan pakan dan pupuk berbahan kimia. Tujuan kami memelihara maggot adalah mengisi waktu luang dan belajar untuk hidup bekerja. Selain itu, karena maggot sangat berpotensi untuk menambah skill berbisnis, sehingga kami semakin kreatif, inovatif, dan inisiatif. Latar belakang dari pengembangbiakkan maggot ini adalah jiwa kewirausahaan yang ingin ditanamkan kepada kami, supaya jika kami dihadapkan dengan kehidupan yang sesungguhnya, kami sudah terbiasa untuk bekerja.
Kesan kami berdua (Alfons dan Yogi) adalah luar biasa, karena bagi kami ini adalah inovasi baru yang pernah kami coba dan ternyata kami sangat mencintai usaha kami. Walaupun banyak orang geli melihatnya dan mengusik penciuman, tetapi bagi kami itu adalah sebuah anugerah yang harus dirawat. Masalah yang pertama kali kami temui adalah keluarnya maggot yang meronta-ronta akibat suhu di dalam bak yang panas dan kurangnya udara, sehingga kami harus memasukkan maggot ke dalam bak. Tambahkan dengan bau kotoran atau sisa ekskresi maggot yang berwarna hitam seperti kecap dan sisa pembusukan makanan yang menetes di lantai, sehingga kami harus mengorbankan waktu kami untuk membersihkannya, serta mencari makanan maggot, seperti buah dan sayuran yang sudah busuk. Terkadang kami mengambil sisa makanan dari dapur atau mencari di Sekolah Marsudirini Bogor. Yang terakhir adalah pasca panen maggot. Panas dan keringat mengucur bercampur dalam dada kami, sehingga kami harus bijak dalam memanen maggot walaupun menggunakan peralatan seadanya, yakni bakul. Cara kami mengelola waktu dalam memelihara maggot tanpa meninggalkan tanggung jawab kami sebagai pelajar dan seminaris adalah berusaha membagi waktu yang ada dengan bijak. Kami selalu rutin mengecek atau memberi makan maggot sebelum kami sarapan pagi, setelah pulang sekolah atau pelajaran sore, dan sebelum belajar malam. Kami tidak sendiri, karena Tuhan selalu beserta kami dan kami juga dibantu oleh sebagian karyawan seminari, serta dalam pemeliharaan maggot kami dibimbing oleh RD. Dionnysius Manopo.
RD. Dionnysius Yumaryogustyn Manopo atau yang akrab disapa Romo Dion adalah salah satu formatur di Seminari Menengah Stella Maris. Baginya pandemi ini adalah sesuatu yang sangat menyedihkan, membingungkan, dan juga menantang. Menyedihkan karena ketika mengetahui pertama kali berita pandemi ini, ia merasa bahwa ini hanya akan melanda orang-orang di luar circle-nya. Tetapi ternyata lama-kelamaan semakin masuk ke dalam circle-nya. Terbukti dari banyak anggota keluarganya dan orang-orang terdekatnya yang terkena dampak dari pandemi ini. Membingungkan karena pandemi ini menghancurkan semua rutinitasnya yang membuatnya harus tetap berada di seminari dengan kebosanan dan tak tahu harus melakukan apa. Menantang karena pandemi ini bukan seperti bencana biasa, sebab dampaknya sangat luar biasa dan semua pihak mengalaminya. Dari situ Romo Dion merasa bahwa dirinya tidak boleh mudah larut dalam kenangan situasi sebelum pandemi, tetapi harus menyesuaikan diri dengan keadaan saat ini. Ia memulainya dengan melakukan hal-hal yang sebenarnya biasa tetapi baru baginya, sebab selama ini belum pernah dilakukan olehnya, seperti memelihara ikan, berkebun, beternak maggot, dan masih banyak lagi. Awalnya Romo Dion merasa bahwa hal tersebut adalah hal biasa dan bisa dilakukannya. Akan tetapi itu semua tak semudah yang dibayangkannya. Ibaratnya ketika memelihara ikan, bukan hanya sekedar memasukan ikan ke dalam air lalu dibiarkan begitu saja, tetapi ada begitu banyak hal yang harus diperhatikan. Akhirnya ia pun banyak bertanya kepada mereka yang lebih tahu, salah satunya kepada para seminaris. Di situ ia berusaha menggali kembali pengetahuannya dan banyak belajar hal-hal baru. Tak ada perasaan gengsi bagi dirinya ketika harus berguru kepada yang jauh lebih muda.
Bagi Romo Dion, ajang tersebut bukan hanya sekedar memperdalam pengetahuannya terhadap hal-hal baru, tetapi lebih daripada itu, ia bisa lebih dekat dengan para seminaris. Ia bisa menemukan sisi lain dari para seminaris yang mungkin selama ini belum diketahuinya. Melalui kebersamaan yang ia habiskan bersama para seminaris dalam kegiatan-kegiatan tersebut, ia benar-benar bisa lebih jauh lagi mengenal dan memahami para seminaris. Menurutnya, melalui hal ini ia semakin dapat meluaskan circle keakrabannya dengan para seminaris. Dengan candaan dan obrolan dengan para seminaris, membuatnya merasa lebih dekat dan menyatu dengan kehidupan para seminaris. Bagi Romo Dion, pandemi ini juga mengubah prinsip hidupnya. Ia adalah sosok pribadi yang sangat terukur dan terencana, sehingga dulunya segala sesuatu harus benar-benar tepat dan sesuai dengan rencananya; apabila hal tersebut tak terjadi, Romo Dion akan langsung down. Tetapi lewat pandemi ini ia mampu mengubahnya. Mengapa demikian? Sebab di masa pandemi ini, Romo Dion banyak melakukan hal-hal baru dan pasti tak semuanya itu akan selalu berhasil. Bahkan ia banyak mendapat kegagalan dalam melakukan hal-hal baru tersebut. Tetapi apakah dengan kegagalan itu membuatnya down lagi? Tentu tidak. Ia menyadari kini bahwa tak perlu lagi takut untuk mencoba hal baru. Kegagalan bukanlah akhir, tetapi sebuah motivasi untuk bangkit. Kegagalan bukan berarti berhenti untuk mencoba melakukan suatu hal. Sebab baginya ketika ingin sukses berarti harus siap gagal pula. Bagi Romo Dion, hal terpenting dalam melakukan hal-hal baru adalah usaha dan perjuangan dalam melakukan hal itu. Jangan melulu terpaku pada hasil, sebab hal tersebut bisa membuat frustasi bila hasil tak sesuai dengan harapan, kendati telah melakukan usaha yang maksimal. Kemudian ia menambahkan bahwa ia mulai berusaha tangguh dan selalu belajar untuk berencana dan berserah. Baginya, kedua hal ini saling melengkapi satu sama lain dan tak bisa berdiri sendiri. Ia mengatakan bahwa dirinya tak bisa tangguh kalau hanya mengandalkan salah satu nilai tersebut. Sebagai pribadi yang sangat terukur, ia benar-benar akan merencanakan sesuatu sebaik-baiknya. Tetapi rencana Tuhan bukanlah rencana manusia, sehingga sikap berserah ini sangatlah penting. Rencana Tuhan bisa saja berbeda dengan rencanya, tetapi pasti ia percaya bahwa rencana-Nya akan membentuk pribadinya, bukan menjatuhkannya. Dengan berserah, ia yakin dan percaya tak akan larut terlalu lama dalam kekecewaan atau bahkan frustasi bila menerima suatu kegagalan, karena di balik kegagalan itu ada makna luar biasa yang telah Tuhan siapkan baginya.
Diem-Diem Bae Kalau bicara soal ketangguhan hati, Kitab Sucilah pusatnya. Pada kesempatan kali ini Bung Prog mendapatkan ayat emas dari berbagai umat di Keuskupan Bogor yang menjadikannya sebagai “obat” ketangguhan hati.
Paroki St. Yosef Cianjur Rievanro “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” (Matius 7:7) Boni “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.” (Galatia 6:7)
Paroki St. Markus Depok Christina Rembulan Arimurti “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmi dalam Kristus Yesus.” (Filipi 6:7)
Leonardus Lewo “Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.” (Matius 5:14)
Paroki St. Maria Para Malaikat Cipanas Keyne Putri “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13)
Paroki St. Maria Tak Bernoda Rangkasbitung Alvina Virginia “Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu!” (2Tawarikh 15:7)
Paroki St. Joannes Baptista Parung Agatha Caelian “Tuhan menetapkan Langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang tangannya.” (Mazmur 37:23-24)
Fransiscus Xaverius Rahyono “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” (Matius 4:4)
Paroki St. Yakobus Rasul Megamendung Danar Prayoga “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Matius 11:28)
Agatha Natasha “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28)
Diem-Diem Bae Paroki Kristus Raja Serang Regina Nareswari Putri “Sebab Aku ini, Tuhan, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: “Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau.” (Yesaya 41:13)
Paroki St. Andreas Ciluar Gratiana Dwijaya ”Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong” (1Korintus 13:4)
Paroki Keluarga Kudus Cibinong Natali Widy
“Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang akan berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.” (Ulangan 31:6)
Paroki BMV Katedral Venny Ramirez “Sebab Aku ini, Tuhan, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: ‘Janganlah takut, Akulah yang akan menolong engkau.’” (Yesaya 41:13)
Paroki St. Maria Fatima Sentul Maria Regina Liliana “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita.” (Roma 8:26a)
Paroki St. Fransiskus Asisi Sukasari Benediktus Juveno Arditama “Janganlah hendaknya kamu kuatir akan apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” (Filipi 4:6)
Fun Fact Fun Fact Fun Fact Fun Fact Setelah diteliti, dari 6 anjing yang dipelihara di seminari, tidak ada satupun yang dapat bertelur sampai saat ini.
Meskipun nama seminari kami ialah Stella Maris yang dalam bahasa Latin berarti bintang laut bukan berarti kami harus mencari bintang di laut yaaa
Hingga saat ini budaya menggunakan kertas untuk menulis di seminari masih belum tergantikan
Ditemukan fakta, bahwa para seminaris sering sekali menanam singkong, namun belum ada satupun seminaris yang dipanggil anak singkong
Setelah dicermati, ternyata anak-anak seminari memutuskan untuk mencuci bajunya sesudah dipakai.
Memang betul anak-anak seminari suka berkebun, namun bukan berarti anak-anak seminari bercita-cita menjadi tukang kebun.
tokoh tokoh tokoh tokoh tokoh
Ibu Ucu (Ucu Tujiati)
Teanjur Cia “Selalu happy,” itulah jargon khas yang selalu dipegang Ibu Ucu Tujiati. Wanita yang kerap disapa Ibu Ucu ini adalah salah satu dari juru masak senior yang masih bertahan untuk bekerja di Seminari Menengah Stella Maris. Beliau sudah bekerja bagi Seminari sejak tahun 2007. Jejak karier Ibu Ucu dimulai 14 tahun yang lalu, yakni sejak Seminari Menengah Stella Maris masih bertempat di Jalan Kapten Muslihat. Kisahnya dimulai sejak saudaranya yang terlebih dahulu bekerja di seminari mengundurkan diri. Saat itu Ibu Ucu ditawari oleh saudaranya itu, “Bade moal ngagantikeun abdi gawe di seminari?” Ibu Ucu menerima pekerjaan itu, karena tawaran ini adalah jalan keluar yang sangat tepat bagi keadaan Ibu Ucu yang telah kehilangan pekerjaannya saat itu. Sebelum bekerja di seminari, wanita kelahiran Bogor, 24 November 1970 ini bekerja di pabrik sepatu yang ada di Bogor. Tetapi di tengah pekerjaannya, Ia terpaksa menghentikan langkahnya, sebab pabrik tersebut gulung tikar. Terpaksa pekerjaan yang melekat padanya pun hilang. Tawaran pekerjaan yang diberikan oleh saudaranya itu pun menjadi sebuah good news. Meskipun tak tahu apa itu seminari, Ibu Ucu menerima tawaran tadi. Kisah banting setir perjalanan Ibu Ucu dari pabrik menuju dapur ini menjadi awal perjalanan Ibu Ucu menemukan ketangguhan hati yang baru.
Waktu terus berjalan; setelah 13 tahun bekerja di seminari, pekerjaan juru masak ternyata harus diakhiri. Perpindahan gedung seminari dari Bogor ke Telaga Kahuripan menjadi faktor utama. Hal ini sempat membuat Ibu Ucu merasa berat hati. Namun ternyata berita lain kembali datang. Pekerjaan yang telah ia rintis ternyata belum waktunya untuk diakhiri. Romo Jeremias selaku rektor menawarkan kepada Ibu Ucu untuk kembali melanjutkan kerja di gedung seminari yang baru. Tak seperti dulu, tawaran kali ini tidak langsung Ia diterima, sebab menurutnya tawaran ini lebih berat tantangannya dari sebelumnya. Jarak yang jauh dari rumah, mengharuskan ia untuk menginap di seminari dari hari Senin-Jumat. Selain itu, tawaran ini akan membuat ia jauh dari orang tua. Pengalaman jauh dari orang tua, khususnya dengan ibu belum pernah Ibu Ucu alami dalam waktu yang lama. Sempat berpikir untuk menolak, tetapi setelah Ibu Ucu berpikir panjang, mengingat bila keluar dari seminari ia harus kembali mencari pekerjaan baru. Ditambah lagi hatinya telah tertambat dan cintanya telah jatuh kepada seminari. Akhirnya, Ibu Ucu memilih untuk melanjutkan kerjanya di Seminari Menengah Stella Maris Telaga Kahuripan. Ibunya yang ia kawatirkan turut mendorong apa yang diinginkan Ibu Ucu, sehingga Ibu Ucu pun merasa ringan langkah untuk melanjutkan kerjanya di seminari. Ibu Ucu sendiri ketika mengalami transisi ke periode ini tak begitu mengalami culture shock, “Ibu mah, gak begitu kaget. Kan udah biasa di Bogor,” katanya. Permasalahan justru datang dari diri Ibu Ucu sendiri. Bagaimana ia harus bergulat dengan kerinduannya untuk pulang ke rumah dan berjumpa dengan keluarga. Syukurnya, masalah itu tak sampai lama, sebab sekarang rasa rindu itu terobati dengan adanya video call. “Iya, sekarang mah kan udah ada video call. Ibu kalo kangen tinggal telepon aja,” ujarnya saat ditanya, “Ibu capek gak sih kerja di seminari?” Jawaban yang ia utarakan amat reflektif. Baginya lelah adalah konsekuensi dari pekerjaan. Lelah tak pernah dipandangnya sebagai hambatan. “Selalu happy” menjadi penyemangatnya saat lelah mulai dirasakan. Saat ada masalah-masalah lain yang datang, Ibu Ucu juga tidak terlalu menyikapinya dengan perasaan, tetapi dipikirkan apa jalan keluarnya. Pengalaman keteguhan hati Ibu Ucu yang telah ia bangun selama 14 tahun melalui kerjanya di seminari sebagai juru masak tentunya menjadi sebuah refleksi yang dalam mengenai banting setir. Pengalaman cinta, nyaman, dan kerasan menjadi suluh hati Ibu Ucu untuk tetap setia pada kerjanya.
Tokoh Inspiratif
Ibu Yosephine Dwi Purwiyani Ibu Yosephine Dwi Purwiyani yang kerap juga dipanggil Ibu Ani, merupakan guru mata pelajaran Pedagogi untuk Kelas Persiapan Atas (KPA/Kelas 7BC). Beliau juga merupakan Kepala Sekolah SD Marsudirini, Bogor. Kehidupan masa kecilnya dipenuhi dengan sukacita. Beliau dididik dengan penuh perhatian, bahkan sejak kecil beliau sudah diajarkan untuk melayani dalam hidup menggereja. Hal ini terlihat pada saat ini beliau aktif menjadi umat dari Paroki Santo Barnabas, Pamulang, Keuskupan Agung Jakarta dan terlibat secara aktif dalam kepengurusan paroki sebagai koordinator lektor. Ibu Ani dapat dikatakan sebagai jajaran guru awal yang merintis pengajaran di Seminari Menengah Stella Maris Telaga Kahuripan. Baginya pelayanan ini adalah sebuah berkat sekaligus tantangan. Menjadi berkat karena mampu menjadi bagian dalam perjalanan dan proses pendidikan calon-calon imam dan tantangan karena ini adalah pengalaman baru yang belum pernah beliau jalani sebelumnya. Terlebih lagi kali ini, Ibu Ani mendidik seminaris yang memiliki perbedaan yang besar dengan murid yang biasa dididiknya, mulai dari karakteristik, sikap, hingga perilaku. Ketika diberi kepercayaan untuk mendidik anak seminari, beliau pada awalnya mengalami pergolakan batin yang hebat, apakah mampu untuk mendidik para seminaris atau tidak. Bayangan awal mengenai anak seminari yang dipandang cerdas, hidup doa yang kuat, dan disiplin menjadi suatu kekhawatiran tersendiri bagi beliau. Namun semuanya diterimanya dengan taat dan rendah hati.
Berbagai kesulitan hadir dalam proses mendidik anak seminari. Kesulitan utama dan pertama adalah membuat membuat rencana pembelajaran dengan tepat, karena pada hakikatnya seminaris tingkat KPA tidaklah setingkat dengan anak-anak SMA biasa, tidak juga dapat disamakan seperti anak kuliahan atau mahasiswa. Inilah yang membuatnya bingung, karena referensi buku-buku yang harus menjadi patokan awal pembelajaran tidak dapat beliau dapatkan dengan mudah. Kepercayaan yang telah diterimanya ini dilaksanakan dengan sepenuh hati. Hal itu tampak dalam perjuangannya ketika mendapat jadwal mengajar di sore hari, yang artinya malam hari pun menjadi teman setia ketika beliau pulang menuju ke rumah. Jarak yang jauh dari seminari menuju rumah, tidak membuat beliau menyerah. Hujan dan macet menjadi suatu hal yang biasa baginya. Belum lagi dengan urusan rumah tangga yang tak boleh terlupakan, membuat Ibu Ani pada akhirnya menjadi wanita pendidik sekaligus ibu rumah tangga yang hebat. “Air hujan yang jatuh membuat saya disegarkan kembali dari kesibukan dalam satu hari,” ungkap wanita kelahiran 26 Februari di Sleman, Yogyakarta. ‘Pelayanan’; satu kata itulah yang semakin menguatkan Ibu Ani untuk terus berkarya memberikan diri bagi Gereja. Segala hidupnya didedikasikan untuk Tuhan yang kelihatan dalam pelayanan terhadap sesama, sehingga rasa lelah, letih, dan beban berat yang ada akan beliau hadapi dengan senang hati, karena beliau melakukannya dengan sepenuh hati tanpa ada paksaan dari pihak lain. Semuanya dilakukan dengan cinta, sehingga apa pun yang terjadi membuatnya semakin kuat. Beliau mampu menunjukkan semangat iman melalui pelayanan dan tindakan dalam setiap tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Setiap kesempatan yang hadir akan dipergunakan dengan baik dalam pelayanan, sehingga beliau mampu memberikan sesuatu dari keterbatasan dirinya bagi perkembangan bersama. “Saya selalu sedih ketika mendengar ada anak seminari yang mengundurkan diri. Saya selalu berharap agar mereka yang masih bertahan, berjuang dengan sungguh-sungguh dalam menghadapi segala tantangan. Tetap tangguh dalam menjalani kehidupan panggilan yang telah dipilih demi kehidupan Gereja,” Itulah yang menjadi kesan dan pesan Ibu Ani Selama mendidik di seminari tiga tahun.
Tokoh Inspiratif
drg. Felicia Susantinah Suyanta drg. Felicia Susantinah Suyanta lahir di Palembang 15 Oktober 1955. Saat ini beliau berdomisili di Paroki Ignasius Loyola, Semplak, Lingkungan St. Thomas Taman Yasmin. Beliau saat ini menempati posisi sebagai manager PT. Pelita Medika Sentosa dan bertugas melakukan supervisi di RS. Sentosa. Beliau menempuh pendidikan sampai SMA di Palembang sebelum akhirnya melanjutkan studi di Universitas Fakultas Kedokteran Trisakti, Jakarta. Setelah masa kelulusannya, beliau mengatakan bahwa dirinya sempat mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan dikarenakan pemberlakuannya Inpres (Instruksi Presiden), sehingga penempatan lokasi bertugas menjadi sangat sulit untuk dijangkau, karena penugasannya meliputi daerah Indonesia bagian Timur dan Kalimantan, sehingga tidak cocok dengan rencana beliau untuk kedepannya. Setelah menganggur selama kurang lebih 10 tahun, beliau mendapatkan pekerjaan di Sukabumi. Selama 17 tahun beliau bertugas di Sukabumi. Beliau menceritakan mengenai pengalamannya menempuh perjalanan dari Bogor - Jakarta - Sukabumi. Di perjalanannya itu, beliau mengatakan bahwa ketangguhan bagi dirinya adalah bisa melewati segala tuntutan, mulai dari perjalanan yang harus ditempuh sampai tugas yang diberikannya. Selain itu, salah satu motivasi yang menguatkannya ialah sosok keluarga yang membutuhkan beliau, sehingga hadir sebagai sosok pekerja keras bukanlah suatu pilihan. Namun di balik segala usahanya tersebut, beliau terbukti hadir sebagai pribadi yang sudah teruji dengan mendapatkan bintang kehormatan pada masapemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah pensiun pada Februari 2012, beliau pun diminta untuk menjadi dokter gigi fungsional di RS. Sentosa. Tiga bulan setelahnya, beliau ditawarkan untuk menjadi manager di PT. Pelita Medika Sentosa.
Beliau mengenal Seminari Menengah Stella Maris sudah dari lama, karena lokasinya yang berada di Katedral Bogor saat itu. Tetapi belum pernah ada niat untuk berkecimpung langsung dengan seminari pada saat itu, karena belum ada keperluan. Ia mulai terlibat di dalam seminari setelah berada di periode Telaga Kahuripan. Pada saat kembalinya para seminaris setelah kurang lebih 3 bulan di rumah karena pandemi, tepatnya pada Agustus 2020, seminari membutuhkan bantuan untuk melakukan tes kesehatan bagi para seminarisnya. Dari kesempatan ini, drg. Susan mempunyai keterlibatan langsung dengan Seminari Menengah Stella Maris dan dengan demikian para seminaris dapat kembali lagi ke seminari setelah mengikuti protokol kesehatan yang diperlukan. Menurutnya, dari segi hidup komunal, kesehatan hidup para seminaris cukup terjamin, karena minimnya penyakit-penyakit yang kerap ada pada kasus kehidupan komunal seperti gatal-gatal atau keracunan makanan. Lantas dengan segala kesibukan dan tanggung jawab yang diberikan, bagaimana beliau dapat tetap mengatur waktu dan apa motivasi beliau sehingga dapat terus melangkah? Bagi beliau, tidak ada ungkapan bahwa dirinya kekurangan waktu dalam satu hari, karena dirinya sendirilah yang menciptakan momen bagi hidupnya sendiri. Selain itu, motivasi yang murni juga menjadi kunci dari karya. Lalu, yang membuat drg. Susan tetap ingin membantu orang lain melalui karya kesehatan (terutama di Seminari Menengah Stella Maris) adalah karena beliau bahagia jika melihat orang lain bahagia, sehingga melayani orang lain merupakan suatu wujud tindakan baik yang nantinya akan selalu kembali kepada dirinya sendiri.
Colloquium Albertus Dimas
Di dalam pembinaan dan proses formatio seorang calon imam, terdapat dua bentuk pembinaan, yakni pembinaan secara komunal dan personal. Pembinaan komunal terjadi ketika pembelajaran secara formal maupun nonformal. Misalnya, ibadat, Perayaan Ekaristi dan makan bersama. Sedangkan pembinaan secara personal salah satunya terjadi di dalam colloquium. Colloquium merupakan sebuah bentuk pembinaan dan pendampingan dari para romo maupun frater sebagai formator kepada para seminaris sebagai formandi. Secara pribadi, para seminaris menyampaikan perkembangan hidupnya di seminari, baik dalam aspek studi, hidup rohani, pertumbuhan panggilan, atau hal-hal lain yang aktual dan berkaitan erat dengan perjalanan hidup panggilannya di seminari. Kemudian, formatur mengarahkan para seminarisnya dengan memberikan masukan, baik berupa dukungan, nasehat maupun kritik yang perlu untuk diperhatikan dan dibenahi oleh formandi. Yang dituntut dalam colloquium adalah keterbukaan dari formandi, yang sebenarnya secara tidak langsung mengungkapkan kualitas relasi antara formandiformatur. Formatur yang menerima seminaris akan dapat lebih leluasa dalam mewancarai seminaris tersebut dan tentu memberi rasa aman bagi seminaris untuk terbuka dan demikian pula sebaliknya.
Dari colloquium ini, para formatur dapat semakin mengenal karakter dan kepribadian dari para seminarisnya. Para formatur berperan sebagai pendengar sekaligus teman diskusi bagi seminaris. Ia dapat memberikan wejangan khusus yang memang dapat berguna bagi seminarisnya. Bagi seorang seminaris, colloquium menjadi sebuah momen dimana ia dapat mencurahkan dan menceritakan seluruh persoalannya dalam menjalani pembinaan di seminari. Colloquium dalam kata lain dapat disebut juga sebagai bimbingan konseling dengan salah satu tujuan untuk mencari akar masalah dan memecahkannya. Seminaris yang notabene adalah seorang anak muda yang masih dalam proses pendewasaan diri, seringkali merasa bingung mengenai persoalan-persoalan yang terjadi di dalam hidupnya. Seminaris yang datang kepada romo atau frater kebanyakan tahu apa masalah yang dihadapi, tapi kemudian merasa bingung bagaimana menemukan akar masalah dan juga jalan keluar dari masalah tersebut. Kegiatan colloquium di Seminari Menengah Stella Maris sendiri sudah berjalan sejak lama. Colloquium biasanya dilakukan minimal sekali dalam satu semester. Biasanya colloquium diadakan oleh romo atau frater yang menjadi pamong dari sebuah angkatan. Ia akan membuat sebuah jadwal colloquium dengan anak kepamongannya satu per satu. Tapi, hal ini tidak menutup kemungkinan apabila seorang seminaris hendak melakukan colloquium dengan romo atau frater yang bukan pamongnya ataupun melakukannya di luar jadwal yang ditentukan oleh pamong. Romo atau frater akan dengan senang hati membukakan pintu kamarnya bagi setiap seminaris.
KOMSOS : MEDIA BArU DALAM MENAMPILKAN KREATIVITAS Tepat satu tahun yang lalu, Tim Media Seminari Menengah Stella Maris dibentuk. Pembentukan tim ini dapat dikatakan terjadi antara ‘mau tidak mau’ dan juga keinginan dari Romo Jemie sebagai Rektor Seminari Menengah Stella Maris Bogor. Pada saat itu, enam seminaris dipanggil oleh Romo Jemie untuk berkumpul di pastoran seminari yaitu Stanislaus Patrick, Antonius Junianto, Gerald Ananda, Maury Cahya, Andreas Henry, dan Valerius Juve. Enam orang ini merupakan generasi pertama dari Tim Media Seminari atau yang lebih sering disebut dengan nama Tim Komsos. Latar belakang terbentuknya tim ini tak lepas dari situasi pandemi Covid-19 yang saat itu sedang marak-maraknya. Maka dari itu, Romo Jemie mendapat ide untuk membuat tim komsos Seminari Menengah Stella Maris agar dapat menunjukkan eksistensinya kepada para umat di luar sana yang selama ini sering mengunjungi seminari, termasuk para orang tua dan para donatur. Tetapi jauh sebelum itu, keinginan untuk membentuk tim ini memang sudah ada dari jauh-jauh hari. Tujuan pertama dari adanya tim ini adalah untuk memfasilitasi kreativitas seluruh seminaris agar tidak hanya terbatas pada ruang lingkup seminari saja, tetapi dapat dilihat dan diapresiasi oleh banyak orang di luar sana. Maka, langkah awal saat itu adalah membentuk Kanal YouTube Seminari Menengah Stella Maris dan mengaktifkan kembali Instagram seminari sebagai platform utama untuk menampilkan kreativitas para seminaris. Masa-masa awal itu Tim Komsos Seminari Menengah Stella Maris sering sekali dibantu oleh Tim Komsos Paroki St. Joannes Baptista Parung dalam pelaksanaan banyak hal, terutama dalam kegiatan live streaming. Banyak latihan dan pelajaran yang didapatkan dari mereka. Tak jarang pula kami menginap di Paroki St. Joannes Baptista Parung untuk belajar lebih banyak mengenai dunia komsos.
Bergabung di dalam tim ini bukanlah sebuah perkara yang mudah. Tim ini dibangun dengan tanggung jawab dan tugas yang besar, yaitu menampilkan wajah seminari ke hadapan banyak orang di luar sana; namun kami belum memiliki pengalaman apa pun dalam dunia ini. Satu- satunya modal kami adalah apa yang ada pada kami, yakni talenta yang merupakan karunia dari Tuhan sendiri. Masing-masing dari kami memiliki talenta yang berbeda-beda. Ada yang berbakat dalam bidang desain grafis, fotografi, videografi, editor video dan juga ada yang berbakat dalam kebahasaan dan komunikasi. Semuanya berbeda-beda dan kami saling bekerja sama satu sama lain. Pembagian tugas sudah menjadi hal yang sangat lumrah bagi kami. Dalam mengerjakan konten-konten yang selama ini sudah diunggah di media sosial, kami selalu belajar banyak hal yang baru. Kami yang tadinya hanya tahu tentang berdiri di depan layar, sekarang menjadi tahu betapa hebatnya manusia-manusia yang bersembunyi di belakang layar. Perjuangan mencari dan menemukan ide -ide bukanlah hal yang mudah. Lima menit video yang diunggah ke kanal YouTube itu membutuhkan waktu setidaknya satu hari hanya untuk menentukan konsepnya. Satu konten gambar di Instagram itu membutuhkan setidaknya lebih dari setengah hari hanya untuk menentukan gambaran dasarnya. Selain itu kerapkali terjadinya selisih pendapat di antara kami ketika menentukan konsep -konsep tersebut. Lebih sulit lagi, ketika konsep yang sudah kami buat direvisi oleh Romo Jemie. Hal tersebut merupakan tantangan tersendiri bagi kami. Tantangan untuk menerima kritik, tantangan untuk taat, tantangan untuk cepat memahami, dan tantangan untuk kreatif. Kami selalu mengirimkan semua konten kepada Romo Jemie sebelum diunggah ke media sosial untuk mendapatkan acc, agar tidak terjadi kesalahan dalam pengunggahan. Ketika Romo Jemie berkata, “Mantab, bro! Silakan diupload,” rasanya sangat melegakan. Sebaliknya, ketika ada hal-hal yang perlu direvisi, kami langsung memutar otak kembali agar konten tersebut sesuai dengan saran revisi dari Romo Jemie.
Salah satu hal yang sangat- sangat menjadi perjuangan bagi kami adalah ketika mengadakan live streaming, entah adorasi, salve, atau pun perayaan ekaristi. Dahulu, hampir setiap minggu kami mengadakan live streaming. Pengalaman kami yang tidak terlalu banyak dalam hal ini membuat kami sempat beberapa kali keteteran dalam mengadakan live streaming. Entah perlengkapan kurang, materi lupa disiapkan, kendala teknis ketika beberapa menit sebelum mulai, kelelahan, dan masih banyak lain. Namun, berkat kerja sama dan juga tekad kami untuk memberikan diri dalam tugas ini, membuat kami tetap melaksanakan dan memberikan yang terbaik dari apa yang kami bisa, meskipun masih banyak kekurangan dari kami. Saat ini, kami sudah berjalan selama satu tahun lebih. Kami sudah memiliki generasi kedua dari tim ini, yang terdiri dari Valerius Juve, Gerald Ananda, Nathan Deva, Dominicus Savio, Yohanes Septian, Abel Tasman, Xaverius Ray, Yohanes Paulus Paskah, Benedictus Chally, dan Satrio Brilliano. Tim ini menjadi semakin besar dalam jumlah, sekaligus menjadi semakin besar dalam tanggung jawabnya untuk membawa seminari ke tengah-tengah dunia modern.
Kronik 2021 • 18 Juli - Tahun Ajaran 2021/2022 Akhirnya tahun ajaran baru bisa dimulai kembali dan para seminaris kembali mengikuti kegiatan belajar mengajar. Namun, karena peraturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) membuat para seminaris harus melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring terhitung dari tanggal 18 Juli sampai 13 Agustus. Eitsss tapi itu tidak mengurangi rasa semangat para seminaris loh, bahkan mereka semangat mengikuti pembelajaran secara daring ini. Tetap semangat dalam panggilan!!!
•
14 Agustus - Back to Seminary Wahh Bung Prog, akhirnya yang ditunggu tunggu datang juga nih. Selamat datang ya para seminaris, baik yang lama ataupun yang baru. Nah mereka akan memulai kisah panggilan khusus bersama dalam satu komunitas Seminari Menengah Stella Maris. Semangat ya teman teman, jangan sedih ditinggal mama papa yang penting semangat, ok?
• 14 Agustus - Back to Seminary Wahh Bung Prog, akhirnya yang ditunggu tunggu datang juga nih. Selamat datang ya para seminaris, baik yang lama ataupun yang baru. Nah mereka akan memulai kisah panggilan khusus bersama dalam satu komunitas Seminari Menengah Stella Maris. Semangat ya teman teman, jangan sedih ditinggal mama papa yang penting semangat, ok?
28 November - Puncak Hut 71 tahun Seminari Menengah Stella Maris Happy Birthday to you!!! Wahh Seminari Menengah Stella Maris akhirnya ulang tahun. Gak kerasa ya sudah 71 tahun seminari bertumbuh dan berkembang. Nah acara tahun ini seru lohh, karena tahun ini seminari kedatangan guest star. Siapa ya??? Dia adalah IDGITAF. Wah keren ya! Semoga di ulang tahun ke 71 tahun ini, seminari semakin menunjukkan ‘Crescat Et Floreat’-nya. Stella Maris jaya abadi!
• 28 November - Puncak Hut 71 tahun Seminari Menengah Stella Maris Happy Birthday to you!!! Wahh Seminari Menengah Stella Maris akhirnya ulang tahun. Gak kerasa ya sudah 71 tahun seminari bertumbuh dan berkembang. Nah acara tahun ini seru lohh, karena tahun ini seminari kedatangan guest star. Siapa ya??? Dia adalah IDGITAF. Wah keren ya! Semoga di ulang tahun ke 71 tahun ini, seminari semakin menunjukkan ‘Crescat Et Floreat’-nya. Stella Maris jaya abadi!
•
IDGITAF
1 Desember - Penilaian Akhir Semester Aduhhh udah PAS aja nihh bung prog!!! Para seminaris sudah memulai Penilaian Akhir Semester sebelum liburan. Harus belajar giat nih biar nilainya memuaskan, dan untuk kelas 12 PAS ini adalah yang terakhir karena semester depan mereka akan fokus dalam ujian ujian kelulusan. Semangat teman teman!!!
•
28 Agustus - Pemilihan Ketum dan Waketum Ayo pilih pemimpinmu! Setiap tahunnya para seminaris akan memilih Ketum dan Waketum yang akan memimpin para seminaris dan menjadi perantara antara formator dengan para seminaris selama satu tahun. Acara ini menjadi ajang demokrasi yang ada didalam seminari ini, dan calon yang memiliki suara terbanyak pun telah terpilih. Selamat bertugas ya bagi Jerry dan Yoga yang terpilih.
• 29 Agustus – Hari Inisiasi ‘Nah Bung Prog, karena tahun ini tidak memungkin melaksanakan MOS yang selalu diadakan setiap tahunnya maka diadakan lah Inisiasi. Inisiasi ini akan menjadi permulaan bagi para seminaris yang baru dan juga ajang untuk menjalin kekerabatan antara seminaris. •
1 Oktober - Pembukaan Bulan Rosario Ssst… jangan berisik, lagi ada perarakan Bunda Maria. Sudah menjadi tradisi di Seminari Menengah Stella Maris untuk melakukan perarakan patung Bunda Maria setiap bulam Maria atau Rosario. Lagi lagi tradisi, seakan Stella Maris gak abis abis tradisinya ya… Dalam pembukaan bulan Maria atau Rosario para seminaris mendekorasi patung Bunda Maria. Hal ini merupakan bentuk syukur dan doa kami bersama Maria sebagai pelindung Seminari Menengah Stella Maris.
• 8 Oktober - Rektor Cup Hai kawan-kawan… Rektor Cup has begun. Ajang untuk berkompetisi secara sehat antarangkatan nih. Kegiatan ini diadakan setiap tahun sebagai sarana untuk mempererat sesama angkatan dan sesama komunitas seminari. Piala rektor ini diperebutkan dengan berkompetisi di cabang olahraga, seperti: futsal, basket, voli, pingpong, dan badminton. Makin asik nih menjalani panggilan. Tapi ingat, tetap junjung kesportifan, ya kawan kawan.
KAMI SEGENAP KELUARGA BESAR
SEMINARI MENENGAH STELLA MARIS BOGOR MENGUCAPKAN
SELAMAT NATAL 2021 DAN SELAMAT TAHUN BARU 2022
st
6#*70
5'/+0#4+/'0'0)#* 56'..#/#4+5$1)14