Jurnal Entomologi Indonesia Vol. 19, No. 2_clone Flipbook PDF

Diterbitkan oleh: Perhimpunan Entomologi Indonesia

59 downloads 116 Views 52MB Size

Story Transcript

,0381$1(17202/2*,,1'21(6,$


ISSN: 1829-7722 (cetak) EISSN: 2089-0257 (elektronik) Foto sampul oleh: Rosyid Amrulloh Chrysolina sp. (Coleoptera: Chrysomelidae) yang terserang tungau parasit Desain sampul oleh: A.N. Ardiwinata © Perhimpunan Entomologi Indonesia, 2022 Shahabuddin Dadang Nurindah Christian H. Schulze Edy Syahputra Ali Nurmansyah Dewi Sartiami Sam Skinner Dodin Koswanudin Ihsan Nurkomar Shinta Puspitasari Edhi Martono Andi Trisyono Deciyanto Soetopo Upik Kesumawati Hadi Bahagiawati Hamim Sudarsono JURNAL ENTOMOLOGI INDONESIA Indonesian Journal of Entomology Volume 19, Nomor 2, Juli 2022 Terakreditasi B, SK DIKTI No: 105/E/KPT/2022 Ketua Dewan Penyunting Damayanti Buchori Dewan Penyunting Penyunting Pelaksana Pudjianto Akhmad Rizali Windra Priawandiputra Penyunting Bahasa Inggris Rebecca Johnson Business Manager Sugeng Santoso Manajer Produksi Penyunting Teknis Putri Syahierah Agus Ridwan Alamat Redaksi Sekretariat Perhimpunan Entomologi Indonesia Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Jalan Kamper, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680 Tel/Faks: 0251-8621267 Email: [email protected] http://jurnal.pei-pusat.org Jurnal Entomologi Indonesia diterbitkan oleh Perhimpunan Entomologi Indonesia bekerjasama dengan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, merupakan publikasi yang memuat artikel ilmiah primer hasil penelitian dan komunikasi singkat mengenai berbagai aspek yang terkait dengan bidang entomologi tropika. Jurnal Entomologi Indonesia diterbitkan 3 (tiga) kali dalam setahun, yaitu Maret, Juli, dan November. Harga berlangganan untuk satu tahun: Pribadi Rp150.000,- (anggota PEI) Rp200.000,- (non anggota PEI) Institusi Rp300.000,- Bank: Bank BNI Cabang Jambi no rek. 0185836599 a.n. Araz Meilin (Bendahara I PEI Pusat)


JURNAL ENTOMOLOGI INDONESIA Indonesian Journal of Entomology Volume 19, Nomor 2, Juli 2022 DAFTAR ISI Pengaruh iradiasi sinar gamma [ 60 Co] terhadap kutudaun Macrosiphoniella sanborni (Gillette) (Hemiptera: Aphididae) dan kualitas bunga potong krisan (Chrysanthemum morifolium var. Jimba Lima) Sri Endang Purwanti, Idham Sakti Harahap, Dadang, Murni Indarwatmi ...……….…………...... 85 Ekspresi morfologi tiga jenis jeruk sebagai indikator ketahanan terhadap serangan Polyphagotarsonemus latus (Banks) (Acari: Tarsonemidae) Susi Wuryantini, Otto Endarto, Muhammad Ihsan, Hasim Ashari …….…….........…...….….….. 100 Keanekaragaman, komposisi spesies, dan kunci identifikasi lalat buah (Diptera: Tephritidae: Dacinae) di Pulau Lombok Syarron Hudiwaku, Toto Himawan, Akhmad Rizali …...…………….……...……...……............… 111 Identifikasi berbasis karakter molekuler Nucleopolyhedrovirus pada larva Helicoverpa armigera Hubner (Lepidoptera: Noctuidae) asal Bogor, Jawa Barat R. Yayi Munara Kusumah, Trendy Hartanto, Fitrianingrum Kurniawati …………….….…….... 127 Kumbang pemakan daun palem Pelagodoxa henryana Becc. di Kebun Raya Bogor, Indonesia Nadzirum Mubin, Fitri Fatma Wardani, Rizmoon Nurul Zulkarnaen, Inggit Puji Astuti, Joko Ridho Witono ……………………………………………………………………...………....…….. 135 Keanekaragaman dan kelimpahan kumbang daun (Coleoptera: Chrysomelidae) pada empat tipe penggunaan lahan yang berbeda di Taman Nasional Bukit Duabelas dan Hutan Harapan, Provinsi Jambi Rosyid Amrulloh, Woro Anggraitoningsih Noerdjito, Bonjok Istiaji, Purnama Hidayat, Damayanti Buchori ……………………………………………...…………………….…………………. 147 Distribution mapping of smaller arachnid orders and Pseudoscorpiones in Malaysia Faris Adly, Dzulhelmi Muhammad Nasir, Nur-Athirah Abdullah, Suriyanti Su, Nurul Fatihah Abd Latip, Madihah Halim, Faszly Rahim …….....……….………………………... 164 Preservation technique to identify Bactrocera dorsalis complex (Diptera: Tephritidae) based on image analysis Rika Alfianny, Ardhiani Kurnia Hidayanti, Tati Suryati Syamsudin ….….……………………... 174 Corrigendum: Keanekaragaman dan kelimpahan arhtropoda tanah pada lahan cabai dengan perlakuan bioremediasi Ratna Rubiana, Araz Meilin ……………………………………………………….………………….... 180 PERHIMPUNAN ENTOMOLOGI INDONESIA (Entomological Society of Indonesia)


Kami Ucapkan Terima Kasih dan Penghargaan yang Setinggi-tingginya Kepada Mitra Bestari Jurnal Entomologi Indonesia Vol. 19, No. 2, Juli 2022 Alm. Ir. Djoko Prijono, MAgr.Sc. Prof. Dr. Rosichon Ubaidillah, M.Phill. Prof. Dr. Woro Anggraitoningsih Prof. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc. Prof. Dr. Ir. Retno Dyah Puspitarini, MS. Prof. Dr. Roni Koneri, MSi. Prof. Dr. I Wayan Suana Dr. Arman Wijonarko Dr. Ir. Purnama Hidayat, MSc. Yusup Hidayat, SP., M.Phil., PhD. Dr. Drs. R.C. Hidayat Soesilohadi, MS. Dr. Danar Dono Dr. Agus Susanto, SP., MSi. Dr. Yani Maharani, SP., MSi. Dr. Aulia Nusantara, S.P., MSi. Ratna Rubiana, SP., MSi.


*Penulis korespondensi: Sri Endang Purwanti. Alamat: Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Samarinda, Jalan PM. Noor No 2, Sempaja, Samarinda 75119, Indonesia. Tel: 0541-220016, Email: [email protected] Juli 2022, Vol. 19 No. 2, 85–99 Online version: https://jurnal.pei-pusat.org DOI: https://dx.doi.org/10.5994/jei.19.2.85 Jurnal Entomologi Indonesia p-ISSN: 1829-7722 e-ISSN: 2089-0257 Terakreditasi Kemenristekdikti: 105/E/KPT/2022 85 Pengaruh iradiasi sinar gamma [60Co] terhadap kutudaun Macrosiphoniella sanborni (Gillette) (Hemiptera: Aphididae) dan kualitas bunga potong krisan (Chrysanthemum morifolium var. Jimba Lima) Effect of [60Co] gamma irradiation on Macrosiphoniella sanborni (Gillette) (Hemiptera: Aphididae) and quality of chrysanthemum cut flower (Chrysanthemum morifolium cv. Jimba Lima) Sri Endang Purwanti1* , Idham Sakti Harahap2 , Dadang2 , Murni Indarwatmi3 1 Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Samarinda Jalan PM. Noor No 2, Sempaja, Samarinda 75119, Indonesia 2 Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB University Jalan Kamper, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Indonesia 3 Peran Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Jalan Lebak Bulus I No. 49, Jakarta Selatan 12440, Indonesia (diterima Juli 2021, disetujui Februari 2022) ABSTRAK Bunga potong krisan banyak diminati masyarakat dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Infestasi kutudaun Macrosiphoniella sanborni (Gillette) pada bunga potong krisan menyebabkan kerusakan secara estetika, kerugian ekonomi, dan menjadi faktor penghambat perdagangan ekspor. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis efektif iradiasi sinar gamma [60Co] terhadap kutudaun M. sanborni dan mengevaluasi pengaruhnya pada kualitas bunga potong krisan (Chrysanthemum morifolium var. Jimba Lima). Tahapan penelitian meliputi perbanyakan serangga uji, uji toksisitas relatif iradiasi sinar gamma [60Co] terhadap M. sanborni pada stek krisan, uji pengaruh iradiasi sinar gamma [60Co] terhadap imago M. sanborni dan kualitas bunga potong krisan. Uji toksisitas relatif iradiasi sinar gamma [60Co] dilakukan pada dosis 50–200 Gy, sedangkan uji pengaruh iradiasi sinar gamma [60Co] dilakukan pada dosis 200–250 Gy. Hasil penelitian menunjukkan nilai LD99 pada imago M. sanborni sebesar 1.092,982 Gy. Bunga potong krisan var. Jimba Lima mempunyai toleransi terhadap iradiasi sinar gamma [60Co] dengan dosis dibawah 300 Gy. Oleh karena itu, uji lanjutan dilakukan pada dosis subletal. Dosis 200 Gy efektif mengendalikan M. sanborni karena aplikasi pada nimfa instar pertama hanya menghasilkan sintasan nimfa instar ketiga dan aplikasi pada nimfa instar kedua, ketiga, dan keempat mampu mencapai imago yang bersifat infertil. Hasil aplikasi pada imago menunjukkan imago mampu menghasilkan sedikit keturunan (5,35%) dan hanya berkembang pada nimfa instar pertama. Perlakuan dosis 200 Gy tidak memberikan dampak negatif terhadap kualitas bunga potong krisan, seperti layu dan munculnya bercak coklat pada mahkota bunga dalam waktu 9 hari. Kata kunci: dosis efektif, efek iradiasi, kualitas bunga, serangga hama ABSTRACT Chrysanthemum cut flower is a popular flower that has economic values. Infestation of Macrosiphoniella sanborni (Gillette) on chrysanthemum cut flowers can reduce the aesthetics of the flower, cause economic loss, and impose restriction in the internasional trading. The aim of This is an open access article under the CC BY 4.0 License (https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/).


Purwanti et al.: Pengaruh iradiasi sinar gamma [60Co] terhadap kutudaun dan kualitas bunga potong krisan 86 PENDAHULUAN Krisan merupakan salah satu tanaman hias yang menjadi komoditas unggulan ekspor dan mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga berpotensi untuk dikembangkan secara komersial. Krisan dapat dilalulintaskan secara ekspor dalam bentuk bunga potong maupun bibit. Nilai produksi bunga potong krisan untuk memenuhi permintaan ekspor pada tahun 2019 sebesar 700.045 dolar AS dan pada tahun 2020 meningkat menjadi 732.725 dolar AS (BPS 2021). Bunga potong krisan banyak digemari oleh masyarakat karena bunganya yang beraneka ragam, baik bentuk, ukuran, maupun warnanya, dan lebih tahan lama dibandingkan dengan bunga potong lainnya. Krisan menjadi salah satu jenis bunga potong penting di dunia dan banyak diminati oleh beberapa negara, antara lain Jepang, Singapura, Hongkong, Jerman, Perancis, dan Inggris (Rukmana 2017). Persyaratan mutu bunga potong krisan setiap varietas mengacu pada standar mutu krisan Indonesia menurut SNI Nomor 4478 tahun 2014. Kelas mutu AA merupakan mutu bunga potong krisan yang biasanya digunakan untuk ekspor. Syarat mutu kelas AA adalah panjang tangkai minimum 75 cm, diameter tangkai bunga jenis standar > 5 mm dan jenis spray > 4 mm, diameter bunga mekar > 80 mm, kuntum bunga mekar per tangkai jenis standar maksimal 70% dan jenis spray 50%, serta tingkat kerusakan 0% (BSN 2014). Kriteria mutu permintaan ekspor bunga potong krisan bergantung pada permintaan negara tujuan yang tercantum dalam dokumen import permit. Serangan hama pada tanaman krisan dapat menyebabkan kerusakan secara estetika dan kerugian ekonomi. Salah satu hama penting yang menyerang tanaman krisan adalah kutudaun Macrosiphoniella sanborni (Gillette) (Hemiptera: Aphididae). Pertanaman krisan di Ciherang, Jawa Barat dilaporkan mengalami kerusakan mencapai 100% akibat infestasi kutudaun M. sanborni dan cendawan jelaga yang menyebabkan bunga krisan dipenuhi jelaga (Yusuf et al. 2011). Kutudaun M. sanborni umumnya menyerang daun muda dan kuncup bunga. Kerusakan yang disebabkan oleh kutudaun ini adalah daun berwarna kuning mengering sehingga mengurangi vigor tanaman dan kualitas bunga serta mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Serangga ini selain berperan sebagai hama juga merupakan vektor penyakit Chrysanthemum B Carlavirus (CVB) dan Chrysanthemum mottle virus (CMV) (Chan et al. 1991; Blackman & Eastop 2000; Mifsud et al. 2011). Kutudaun M. sanborni berpeluang untuk terbawa pada bunga potong krisan karena mempunyai ukuran yang kecil dan banyak ditemukan pada bagian daun dan bunga. Salah satu tindakan perlakuan karantina yang dapat dilakukan untuk mengeradikasi kutudaun M. sanborni pada bunga potong krisan sebagai produk pascapanen sebelum dilalulintaskan secara ekspor adalah fumigasi fosfin cair (Rachman 2015). Penggunaan fosfin cair secara terusmenerus dengan cara aplikasi yang tidak tepat dapat menimbulkan terjadinya resistensi serangga terhadap fosfin (Widayanti et al. 2017). Aplikasi this research was to determine the effective dose of [60Co] gamma irradiation in controlling M. sanborni on chrysanthemum cut flower and to evaluate the effect on quality of chrysanthemum cut flower (Chrysanthemum morifolium cv. Jimba Lima). The research was conducted in several steps: collection and mass rearing of M. sanborni, relative toxicity test of [60Co] gamma irradiation against M. sanborni, sublethal dose test on adults, and evaluation of the effect on the quality of cut flower. The dosages used in relative toxicity and sublethal experiment were 50–200 Gy and 200–250 Gy. The results showed that the LD99 value of adult was 1,092.982 Gy. A sublethal dose test was performed because C. morifolium cv. Jimba Lima has radiotolerance with dose below 300 Gy. The effective dose of [60Co] gamma irradiation against M. sanborni was 200 Gy. Application of this dose on first instar nymph showed the survival development reached only until the third instar nymph and it reached the adult stage when applied on second, third, and fourth instar nymphs. Application on the adult stage showed that the aphids can still reproduce first progenies but only in a small number (5.35%). Application of 200 Gy did not have negative effect on the quality of chrysanthemum cut flower within 9 days. Key words: effective dose, flower quality, irradiation effect, pest


Jurnal Entomologi Indonesia, Juli 2022, Vol. 19, No. 2 85–99 87 fosfin juga menghasilkan residu dalam jumlah rendah (Nayak & Collin 2008). Salah satu tindakan alternatif untuk mengurangi penggunaan fosfin cair adalah menggunakan teknik iradiasi sinar gamma [60Co]. Perlakuan iradiasi sinar gamma [60Co] mempunyai keunggulan, yaitu mempunyai daya tembus yang tinggi sehingga efektif membunuh hama yang tersembunyi, praktis karena dapat dilakukan terhadap produk dalam kemasan sehingga mencegah terjadinya reinfestasi hama, dan tidak meninggalkan residu yang berbahaya bagi konsumen. Perlakuan iradiasi untuk keperluan fitosanitari berbeda dengan perlakuan fitosanitari yang mengharuskan kematian 100% (Hallman et al. 2010). ISPM No. 18 Tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan iradiasi untuk keperluan fitosanitari adalah untuk mematikan, menggagalkan perkembangan imago, memandulkan, serta menginaktivasi hama (IPPC 2016). Beberapa penelitian tentang perlakuan iradiasi sinar gamma [60C0] telah dilakukan. Perlakuan dengan kisaran dosis 50–250 Gy dapat mensterilkan reproduksi imago serangga Ordo Hemiptera (kutudaun, kutu perisai, kutu kebul, dan kutu putih) (Follett et al. 2006). Perlakuan dengan dosis generik 100 Gy mampu menyebabkan terhambatnya reproduksi imago kutudaun (Hallman 2011). Dosis letal untuk perlakuan iradiasi sinar gamma [60C0] terhadap Aphis craccivora Koch (Hemiptera: Aphididae) adalah 150 Gy (Amer et al. 2012). Penelitian tentang iradiasi sinar gamma [60C0] terhadap kutudaun M. sanborni belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih lanjut mengenai potensi perlakuan iradiasi sinar gamma [60C0] terhadap M. sanborni dan pengaruhnya terhadap kualitas bunga potong krisan. Penelitian ini bertujuan menentukan dosis efektif iradiasi sinar gamma [60Co] terhadap kutudaun M. sanborni dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap kualitas bunga potong krisan. BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitosanitari, Kelompok Entomologi, Bidang Pertanian, PAIR-BATAN, sedangkan untuk perlakuan iradiasi sinar gamma [60Co] dilaksanakan di Fasilitas Iradiator Panorama Serbaguna (Irpasena), BATAN dari Oktober 2019 sampai April 2021. Pemeliharaan dan perbanyakan kutudaun M. sanborni Serangga yang digunakan untuk pengujian berasal dari pertanaman krisan di Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI), Jalan Raya Ciherang, Pacet, Cianjur. Kutudaun hasil koleksi dari lapangan dipelihara dan diperbanyak pada stek tanaman krisan kultivar Jimba Lima. Stek krisan yang berumur 14 hari ditanam pada polybag berukuran 7,5 cm x 15 cm (posisi lipat dengan lebar 7,5 cm dan tinggi 15 cm, posisi duduk dengan lebar 10 cm dan tinggi 12 cm) dengan menggunakan media tanam yang dijual secara umum. Komposisi media tanam terdiri atas sekam bakar, kompos organik, pupuk kandang, pakis, mikro organisme, cocopeat, dan kaptan. Setiap polybag diisi 100 g media tanam dan satu stek krisan. Polybag yang berisi stek krisan diletakkan dalam kurungan plastik berbentuk silinder berdiameter 14 cm dan tinggi 25 cm dengan tutup kain kasa. Pot-pot dengan tanaman krisan tersebut disimpan di luar laboratorium. Paranet dipasang pada bagian sisi luar laboratorium untuk melindungi serangga uji dari angin dan hujan deras. Serangga pradewasa (nimfa pertama, kedua, ketiga, dan keempat) dan imago M. sanborni digunakan dalam penelitian ini. Toksisitas relatif iradiasi sinar gamma [60Co] terhadap M. sanborni pada stek krisan (Chrysanthemum morifolium var. Jimba Lima) Uji toksisitas relatif dilakukan pada dosis 0, 50, 75, 100, 125, 150, 175, dan 200 Gy terhadap serangga pradewasa dan imago kutudaun M. sanborni. Kisaran dosis yang digunakan merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Follett et al. (2006) dan Amer et al. (2012) tentang dosis perlakuan iradiasi sinar gamma [60Co] terhadap serangga Ordo Hemiptera. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat ulangan. Setiap perlakuan menggunakan masing-masing 50 individu serangga uji M. sanborni yang berumur 1 hari baik fase pradewasa maupun imago (IPPC 2016). Laju dosis iradiasi atau jumlah dosis terserap per satuan waktu yang digunakan adalah 300 Gy/jam. Laju


Purwanti et al.: Pengaruh iradiasi sinar gamma [60Co] terhadap kutudaun dan kualitas bunga potong krisan 88 dosis iradiasi dapat digunakan untuk menentukan lama pemaparan iradiasi sinar gamma [60Co]. Batang stek krisan yang sudah diinfestasi serangga uji dipotong pada bagian pangkal kemudian dimasukkan ke dalam bulatan plastik yang telah dilubangi sesuai dengan ukuran diameter batang stek krisan. Bagian pangkal batang stek krisan dibungkus dengan kapas yang akan dibasahi setelah proses iradiasi. Bulatan plastik bertujuan untuk memisahkan bagian batang yang dibungkus kapas basah dengan batang yang telah diinfestasi serangga uji. Setelah itu, satu batang stek krisan ditempatkan pada gelas plastik berdiameter bawah 4 cm, diameter atas 6,5 cm, dan tinggi 9,4 cm. Gelas plastik dimasukkan ke dalam kurungan plastik berbentuk silinder bertutup kain kasa dengan diameter 8,5 cm dan tinggi 18 cm. Satu kurungan plastik digunakan untuk penempatan satu gelas plastik. Stek tanaman krisan yang telah diinfestasi serangga uji diiradiasi di iradiator Irpasena. Perlakuan kontrol dibawa ke irradiator, tetapi tidak diiradiasi. Stek tanaman krisan pascairadiasi disimpan di bagian teras luar laboratorium yang telah dipasangi paranet untuk melindungi serangga uji dari air hujan, angin, dan gangguan serangga lainnya. Pengamatan primer dilakukan terhadap tingkat mortalitas serangga uji untuk mengetahui pengaruh dosis perlakuan iradiasi sinar gamma terhadap kutudaun M. sanborni. >[email protected] Juli 2022, Vol. 19 No. 2, 100–110 Online version: https://jurnal.pei-pusat.org DOI: https://doi.org/10.5994/jei.19.2.100 Jurnal Entomologi Indonesia p-ISSN: 1829-7722 e-ISSN: 2089-0257 Terakreditasi Kemenristekdikti: 105/E/KPT/2022 100 Ekspresi morfologi tiga jenis jeruk sebagai indikator ketahanan terhadap serangan Polyphagotarsonemus latus (Banks) (Acari: Tarsonemidae) Morphological expression of three citrus species as indicators of resistance to Polyphagotarsonemus latus (Banks) (Acari: Tarsonemidae) Susi Wuryantini1* , Otto Endarto1 , Muhammad Ihsan2 , Hasim Ashari1 1 Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Jalan Raya Tlekung No.1, Kota Batu 65327, Indonesia 2 Program Studi Entomologi Pertanian, Program Pascasarjana, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Jalan Veteran, Malang 65145, Indonesia (diterima Februari 2022, disetujui Mei 2022) ABSTRAK Salah satu hama penting benih tanaman jeruk adalah tungau perak jeruk (TPJ) Polyphagotarsonemus latus (Banks) (Acari: Tarsonemidae). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh serangan TPJ terhadap morfologi daun dan tingkat ketahanan tiga jenis jeruk. Tiga jenis jeruk, yaitu Siam, Keprok, Manis digunakan sebagai tanaman uji. Tunas dari ketiga jenis jeruk tersebut diuji kandungan nutrisinya dan dilakukan infestasi TPJ sebanyak 5 individu pada tunas yang berumur lebih kurang 10 hari. Pengamatan populasi TPJ dilakukan 7 hari setelah infestasi (HSI) dan pengamatan selanjutnya dilaksanakan 4 hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan kelimpahan TPJ paling rendah pada 23 HSI didapat pada jenis Siam (0,5 ± 0,38 individu) dan Keprok (0,25 ± 0,16 individu). Populasi TPJ meningkat pada 11 sampai 15 HSI, dan mulai menurun pada 19 HSI. Berdasarkan analisis korelasi Pearson, kelimpahan TPJ dipengaruhi oleh kadar lemak dan serat kasar daun. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa jenis Manis lebih tahan dibandingkan dengan jenis lainnya. Dapat disimpulkan, jenis Manis masih lebih tahan dibandingkan dengan jenis Siam dan Keprok. Kata kunci: kepa >[email protected] Juli 2022, Vol. 19 No. 2, 111–126 Online version: https://jurnal.pei-pusat.org DOI: https://dx.doi.org/10.5994/jei.19.2.111 Jurnal Entomologi Indonesia p-ISSN: 1829-7722 e-ISSN: 2089-0257 Terakreditasi Kemenristekdikti: 105/E/KPT/2022 111 Keanekaragaman, komposisi spesies, dan kunci identifikasi lalat buah (Diptera: Tephritidae: Dacinae) di Pulau Lombok Diversity, species composition, and identification key of fruit flies (Diptera: Tephritidae: Dacinae) in Lombok Island Syarron Hudiwaku1 , Toto Himawan2 , Akhmad Rizali2* 1 Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram Jalan Raya Pelabuhan Lembar No. 9 Lembar, Lombok Barat 83364, Indonesia 2 Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Jalan Veteran, Malang 65145, Indonesia (diterima April 2021, disetujui Juli 2022) ABSTRAK Informasi mengenai keanekaragaman lalat buah (Diptera: Tephritidae: Dacinae) di Pulau Lombok masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman, komposisi spesies, dan menyusun kunci identifikasi lalat buah di Pulau Lombok. Penelitian dilaksanakan di 6 lokasi, yaitu Taman Wisata Alam (TWA) Kerandangan, TWA Suranadi, hutan Lemor, kebun Gangga, Lingsar, dan Lemor yang tersebar di Pulau Lombok dari bulan Maret hingga Juni 2020. Setiap lokasi terdiri atas 6 plot pengamatan menggunakan metode transek sejauh satu kilometer dengan jarak antar plot 200 m. Lalat buah dikoleksi menggunakan perangkap tipe Steiner dengan atraktan yang berbeda, yaitu metil eugenol (ME) dan cue lure (CL). Identifikasi lalat buah dilakukan berdasarkan karakteristik morfologi di Laboratorium Karantina Tumbuhan, Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram. Hasil penelitian diperoleh 22 spesies dan 210.267 individu lalat buah dengan 4 spesies dominan, yaitu Bactrocera limbifera, B. cau >[email protected] Juli 2022, Vol. 19 No. 2, 127–134 Online version: https://jurnal.pei-pusat.org DOI: https://doi.org/10.5994/jei.19.2.127 Jurnal Entomologi Indonesia p-ISSN: 1829-7722 e-ISSN: 2089-0257 Terakreditasi Kemenristekdikti: 105/E/KPT/2022 127 Identifikasi berbasis karakter molekuler Nucleopolyhedrovirus pada larva Helicoverpa armigera Hubner (Lepidoptera: Noctuidae) asal Bogor, Jawa Barat Identification based on molecular character of Nucleopolyhedrovirus in Helicoverpa armigera Hubner (Lepidoptera: Noctuidae) larvae from Bogor, West Java R. Yayi Munara Kusumah*, Trendy Hartanto, Fitrianingrum Kurniawati Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB University Jalan Kamper, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Indonesia (diterima Februari 2022, disetujui Juli 2022) ABSTRAK Nucleopolyhedrovirus (NPV) merupakan agens pengendali hayati potensial yang direkomendasikan untuk mengendalikan larva penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera Huber). Karakter NPV dapat dipelajari dengan menggunakan berbagai metode deteksi dan identifikasi. Salah satu teknik untuk mempelajari karakter NPV adalah polymerase chain reaction (PCR) dilanjutkan dengan analisis hasil perunutan nukleotida dan asam amino. Karakter molekuler NPV pada larva H. armigera yang terinfeksi di pertanaman jagung di Desa Cibeureum, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor menggunakan sekuen gen parsial DNA polimerase perlu dilakukan. Metode yang dilakukan dalam mempelajari karakter NPV ini terdiri atas isolasi DNA menggunakan metode CTAB yang dimodifikasi, amplifikasi gen parsial DNA polimerase menggunakan HearNPVF1 dan HearNPVR1, dan analisis tingkat homologi runutan nukleotida dan asam amino dibanding negara lain dan hubungan kekerabatan (filogeni). Amplifikasi PCR menggunakan primer spesifik berhasil dilakukan dengan pita DNA gen parsial DNA polimerase HearNPV berukuran sekitar 1.200 pb. Analisis filogeni juga berhasil dilakukan dan menunjukkan bahwa terdapat hubungan kekerabatan yang tinggi antara isolat HearNPV asal Indonesia (Bogor, Jawa Barat) dan isolat NPV yang menginfeksi Helicoverpa dari negara lain, seperti Spanyol, Australia, Belanda, India, Brasil, Rusia, dan Cina dengan nilai homologi nukleotida dan asam amino 99%. Isolat HearNPV asal Bogor berada dalam grup yang sama dengan NPV yang menyerang Genus Helicoverpa dari negara lain, sedangkan NPV dari genus yang lain berada dalam grup yang terpisah berdasarkan analisis filogenetik menggunakan software Mega 7. Kata kunci: DNA polimerase, identifikasi, polymerase chain reaction, runutan ABSTRACT Nucleopolyhedrovirus (NPV) is a potential biological control agent recommended to control corn cob borer larvae (Helicoverpa armigera Huber). NPV characters can be studied using various detection and identification methods. One technique to study the character of NPV is polymerase chain reaction (PCR) followed by analysis of the results of nucleotide and amino acid sequences. The molecular character of NPV in infected H. armigera larvae in corn plantations in Cibeureum Village, Dramaga District, Bogor Regency using DNA polymerase partial gene sequences needs to be done. The methods used to study the character of the NPV consisted of DNA isolation using a modified CTAB method, partial gene amplification of DNA polymerase using HearNPVF1 and HearNPVR1, and analysis of the level of homology of nucleotide and amino acid sequences compared to other countries and phylogeny. PCR amplification using specific primers was successfully carried out with This is an open access article under the CC BY 4.0 License (https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/).


Kusumah et al.: Karakterisasi molekuler NVP pada H. armigera 128 PENDAHULUAN Penggunaan insektisida sintetik spektrum luas sering mengakibatkan tingginya tingkat resistensi hama. Salah satu metode pengendalian yang lebih ramah lingkungan dan tidak menimbulkan resistensi hama, yaitu pengendalian hayati menggunakan patogen serangga nucleopolyhedrovirus (NPV) yang efektif dan aman bagi serangga musuh alami, penyerbuk, dan organisme non-target lainnya. Menurut Grzywacz et al. 2011) NPV termasuk dalam Famili Baculoviridae yang menginfeksi lebih dari 400 spesies serangga dan menyebabkan epizootic pada larva Lepidoptera. NPV mampu menyerang larva Helicoverpa armigera Huber dan sering disebut sebagai HearNPV. Kelebihan HearNPV sebagai agens hayati karena efektif membunuh larva instar 1 sampai 3 dengan mortalitas 99% selama 4−6 hari (Black et al. 2022). Larva yang terinfeksi NPV menjadi kurang aktif dan nafsu makannya berkurang, serta memiliki gejala berupa perubahan warna secara bertahap pada bagian tubuh, tubuh menjadi lunak, mudah hancur, dan berair. Beberapa aplikasi dan pengujian lapangan telah dilakukan di berbagai negara, seperti Australia, Pakistan, India, dan Arab Saudi (Abid et al. 2020; DPI&F 2005; Nawaz; et al. 2019; Tanuja et al. 2019) Informasi mengenai karakter molekuler HearNPV dapat diketahui dengan menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR). Menurut Handoyo & Rudiretna 2001) PCR mampu mengamplifikasi segmen DNA sampai jutaan kali dalam waktu yang pendek. Amplifikasi menggunakan primer oligonukleotida yang didesain berdasarkan sekuen DNA polimerase NPV pada Lepidoptera untuk mengetahui strain NPV pada H. armigera perlu dilakukan. Data mengenai urutan gen NPV yang menginfeksi larva H. armigera di pertanaman jagung Desa Cibeureum, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat belum pernah dilaporkan di GenBank sehingga studi yang bertujuan untuk mengetahui karakter molekuler NPV pada larva H. armigera dengan menggunakan sekuen gen parsial DNA polimerase perlu dilakukan. BAHAN DAN METODE Perbanyakan NPV Isolat HearNPV yang akan digunakan untuk perbanyakan diperoleh dari larva H. armigera yang terinfeksi di pertanaman jagung di Desa Cibeureum, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Perbanyakan NPV dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, IPB University. Dua sampai empat individu larva H. armigera yang sudah siap digunakan untuk perbanyakan, diberikan pakan berupa jagung muda yang sudah diinokulasi NPV dengan cara mencelupkan pakan ke dalam larutan NPV yang kemudian dikering anginkan. Larva dipelihara di dalam wadah plastik dan setiap wadah diisi dengan satu individu larva yang diberi pakan secukupnya. Wadah dibersihkan setiap hari dan pakan diganti jika sudah habis. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga larva mati. Larva mati yang bergejala warna tubuh hitam pekat, lunak, dan berair diambil dan disimpan ke dalam tabung mikro 1,5 ml, lalu disimpan dalam freezer -20 °C sampai digunakan untuk pengujian selanjutnya. Isolasi NPV Larva yang terinfeksi NPV yang disimpan dalam freezer -20 °C selanjutnya diproses untuk ekstraksi DNA dengan menambahkan buffer sodium dodecyl sulfate (SDS) 0,1% (1 g SDS, 1 l akuades), digerus sampai halus menggunakan mortar steril. Bufer SDS 0,1% ditambahkan secukupnya sampai hasil gerusan awal berbentuk suspensi kental. Setelah homogen, bufer SDS 0,1% the HearNPV DNA polymerase partial gene DNA band measuring about 1,200 bp. Phylogenetic analysis was also successfully carried out and showed that there was a high relationship between HearNPV isolates from Indonesia (Bogor, West Java) and NPV isolates that infect Helicoverpa from other countries such as: Spain, Australia, the Netherlands, India, Brazil, Russia, and China with nucleotide and amino acid homology values of 99%. HearNPV isolates from Bogor were in the same group as NPVs that attacked the Genus Helicoverpa from other countries, while NPVs from other genera were in separate groups based on phylogenetic analysis using Mega 7 software. Key words: DNA polymerase, identification, polymerase chain reaction, sequencing


Jurnal Entomologi Indonesia, Juli 2022, Vol. 19, No. 2 127–134 129 ditambahkan kembali hingga mencapai keenceran suspensi yang mudah dituangkan dari satu tabung ke tabung lainnya. Penggerusan dilakukan hingga diperoleh suspensi polihedra yang homogen. Proses selanjutnya ialah sentrifugasi suspense polihedra NPV dalam tabung mikro 1,5 ml selama 1 menit dengan kecepatan 2.500 g. Supernatan kemudian diambil dan peletnya dibuang. Sentrifugasi dilakukan kembali pada supernatan yang didapat sebelumnya dengan kecepatan 5.500 g selama 20 menit. Selanjutnya endapan yang dihasilkan diresuspensikan dengan menambah akuabides dan disentrifugasi kembali seperti tahap sebelumnya hingga mendapatkan endapan atau pelet yang relatif murni (Cheng 1998). Pemurnian polihedra HearNPV Isolasi polihedra NPV selanjutnya mengikuti metode Grzywacz et al. (2011) dengan cara membuat gradien sukrosa yang secara kontinu pada tabung mikro 2 ml, yang kemudian dilakukan sentrifugasi menggunakan kecepatan 13.000 g selama 99 menit. Selanjutnya dihasilkan pita yang berwarna putih, yang kemudian diambil dengan menggunakan pipet pasteur dan ditambah beberapa tetes akuabides. Supernatan kemudian disentrifugasi kembali pada 7.000 g selama 20 menit. Pelet yang terbentuk diambil dan diresuspensi dengan aquabidest. Polihedra yang berhasil dimurnikan kemudian diamati menggunakan mikroskop compound. Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode Doyle & Doyle (1990) menggunakan bufer cetyltrimethyl amonium bromide (CTAB) yang telah dimodifikasi pada bagian inkubasi pada suhu 65 °C selama 2 jam. Sampel yang diekstrak terdiri atas ulat yang terinfeksi NPV sebanyak 0,1 g, serta pelet polihedra hasil purifikasi sebanyak 50 µl dan 100 µl. Sampel ulat digerus dengan bantuan nitrogen cair hingga halus menggunakan mortar dan pistil. Masing-masing sampel yang telah digerus, dimasukkan ke dalam tabung mikro 1,5 ml lalu ditambahkan 500 µl buffer CTAB (20 mM EDTA, 0,1 M Tris-HCl pH 8,0, 1,4 M NaCl, 2% CTAB, ditambah 1% merkaptoetanol sebelum digunakan). Sampel berupa pelet polihedra dimasukkan ke dalam tabung mikro1,5 ml kemudian ditambahkan 500 µl bufer CTAB lalu digerus, dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu 60 °C dan setiap 10 menit, tabung dibolak-balik, lalu sampel diinkubasi selama 3 menit pada suhu 28 °C dan ditambahkan chloroform-isoamylalcohol (24:1) sebanyak 500 µl, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 11.000 g selama 20 menit. Supernatan yang berada di permukaan paling atas diambil sebanyak 1/2 volume larutan tersebut tanpa menyentuh pelet kemudian ditambahkan 1/10 sodium asetat dan 2/3 isopropanol dari volume larutan yang diambil. Supernatan kemudian diinkubasi selama satu malam pada suhu -20 °C. Supernatan yang telah diinkubasi kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang secara perlahan lalu ditambahkan etanol 80% sebanyak 500 µl ke dalam tabung, kemudian tabung disentrifugasi kembali dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit. Endapan yang terbentuk kemudian dikeringkan dengan cara tabung diletakkan terbalik secara perlahan di atas kertas tisu selama 2 jam. Pelet yang sudah kering lalu disuspensikan dengan TE buffer pH 8 sebanyak 50 µl dan disimpan pada suhu -20 °C. Amplifikasi DNA HearNPV menggunakan PCR Amplifikasi DNA polimerase menggunakan primer HearNPVF1 5’- CGG TAA TCG ACA ACA TCG -3’ dan HearNPVR1 5’- CAA ATC GAT GGG TAG CAC -3’ dengan target amplifikasi DNA polimerase ±1.200 pb. Setiap reaksi amplifikasi menggunakan DNA HearNPV (±40 ng/µl) ditambahkan dengan master mix PCR yang terdiri atas 12,5 µl Go taq green master mix PCR (Promega), 1 µl primer HearNPVF1, 1 µl primer HearNPVR1, dan 8,5 µl ddH2 O. Amplifikasi DNA terdiri atas predenaturasi pada suhu 94 °C selama 4 menit, kemudian dilanjutkan dengan 30x siklus yang terdiri atas denaturasi 94 °C selama 1 menit, penempelan pada suhu 50 °C selama 1 menit, elongasi pada suhu 72 °C selama 2 menit. Setelah 30 siklus deilanjutkan dengan pascaelongasi pada suhu 72 °C selama 10 menit. Proses amplifikasi selesai kemudian dilanjutkan dengan elektroforesis dan visualisasi DNA dengan UV-transiluminator. Analisis pengurutan DNA, asam amino, dan homologi Hasil PCR kemudian dikirim ke perusahaan sekuensing komersial di Singapura. Hasil pengurutan nukleotida kemudian diolah menggunakan


Kusumah et al.: Karakterisasi molekuler NVP pada H. armigera 130 software Bioedit v. 7.2.6 untuk dilakukan analisis penyejajaran nukleotida, dan untuk analisis kesamaan asam amino dilakukan dengan web. expassy.org/translate/. Analisis filogeni HearNPV Konstruksi pohon filogenetik dilakukan menggunakan pendekatan Neighbor-Joining dengan Bootstrap 1.000x dengan software MEGA 7 (Tamura et al. 2011). HASIL Sumber isolat NPV Larva Helicoverpa armigera sehat yang ditemukan di pertanaman jagung diambil sebanyakbanyaknya dan dipelihara di laboratorium untuk perbanyakan isolat NPV. NPV berhasil diperbanyak dan dipelihara di laboratorium. Larva yang telah mati berwarna coklat keputih-putihan dan memiliki tekstur tubuh yang lembek, dan disertai dengan keluarnya cairan yang berwarna coklat susu dengan bau yang menyengat (Gambar 1). Polihedra HearNPV murni Hasil pemurnian polihedra HearNPV terlihat dengan terbentuknya endapan berwarna kecoklatan yang merupakan kumpulan polihedra (Gambar 2a). Endapan tersebut berbentuk butiran kecil dan terlihat pada mikroskop compound dengan perbesaran 40x (Gambar 2b). Polihedra HearNPV berbentuk tidak teratur (irregular) dengan diameter 0,5−2,5 µm. Hasil amplifikasi DNA HearNPV Amplifikasi dengan PCR menggunakan primer spesifik pada keempat sampel menunjukkan hasil yang positif. Hasil amplifikasi ditunjukkan dengan adanya pita DNA dengan ukuran sesuai dengan target yang diharapkan, yaitu ±1.200 pb (Gambar 3). Analisis penyejajaran runutan nukleotida dan asam amino Analisis penyejajaran yang telah dilakukan dengan software Bioedit dan web.expassy.org/ Gambar 2. Endapan polihedra HearNPV (A) dan bentuk polihedra di bawah mikroskop cahaya (400x) (B). Figure 2. Pellet of HearNPV polyhedra (B) and polyhedra under a light microscope (400x) (B). A B Gambar 3. Hasil visualisasi DNA HearNPV pada media agar menggunakan UV-transiluminator: Marker 1 kb (Thermoscientific, US), 1 (HearNPV isolat Bogor, Jawa Barat). Figure 3. Visualization of HearNPV DNA on agar media using UV-transilluminator: Marker 1 kb (Thermoscientific, US), 1 (HearNPV isolate Bogor, West Java). 1.000 pb 700 pb 500 pb 250 pb ±1.200 pb Gambar 1. Larva Helicoverpa armigera terinfeksi NPV. Figure 1. Helicoverpa armigera larva infected with NPV.


Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.