Modul Manajemen Berbasis Sekolah_Dwi Vira Ampesi Flipbook PDF

Tugas UAS Mata Kuliah Media Pembelajaran

51 downloads 101 Views 9MB Size

Story Transcript

Nama : Dwi Vira Ampesi NIM : 410121007


ii HALAMAN JUDUL............................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................... ii PENDAHULUAN.................................................................................1 PENYAJIAN MATERI .........................................................................4 1. Dasar Hukum Manajemen Berbasis Sekolah ......................................4 2. Otonomi Daerah..............................................................................7 3. Relevansi Pendidikan .......................................................................9 4. Urgensi Manajemen Berbasisi Sekolah ............................................11 RANGKUMAN..................................................................................13 LATIHAN SOSIAL............................................................................15 REFERENSI .....................................................................................16 Daftar Isi


1 Pasca reformasi pada pertengahan tahun 1998, terjadi gelombang perubahan di segala bidang kehidupan, begitu juga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perubahan mendasar dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah perubahan sistem pemerintahan. Sampai saat ini dengan menggunakan paradigma sentralisasi telah terjadi perubahan arah menuju paradigma desentralisasi. Pergeseran paradigma ini diwujudkan melalui penerapan peraturan perundangundangan tentang Pemerintah Daerah, yang lebih sering kita dengar dengan istilah “otonomi daerah”. Pergeseran paradigma dalam orientasi ini telah menghasilkan sistem manajemen yang lebih dinamis. Semua tindakan yang diambil biasanya didasarkan pada upaya setempat (kedisiplinan) untuk mencapai tujuan dengan lebih baik. Dengan demikian, diasumsikan bahwa prinsip efisiensi diterapkan secara maksimal dan optimal dalam perencanaan nasional dan daerah. Hal ini dimungkinkan karena pemetaan masalah bersifat objektif, nyata, kontekstual dan masalah yang berbeda diidentifikasi secara objektif. Salah satu penerapan paradigma desentralisasi adalah di bidang pendidikan. Sektor pendidikan diabaikan dan diperlakukan hanya sebagai bagian dari kegiatan sosial, budaya, ekonomi dan politik. Sungguh ironis dan mengkhawatirkan ketika negara-negara lain menjadikan pendidikan sebagai leading sector pembangunan mereka atas nama keadilan dan kesejahteraan masyarakat. AAA. A Pendahuluan Pendahuluan Pendahuluan


2 Kenyataannya di Indonesia, pendidikan tidak ditempatkan sebagai leading sector dalam perencanaan pembangunan kualitas manusia nasional. Tugas terpenting dari kemerdekaan bangsa ini justru untuk mencerdaskan pendidikan kehidupan bangsa. Semua perencanaan dan semua kegiatan yang dilaksanakan harus memiliki tujuan dalam konteks mencerdaskan kehidupan bangsa itu sendiri (Siahaan, 2006). Tantangan lain yang mempengaruhi pendidikan adalah perubahan yang dibawa oleh tatanan sosial global saat ini. Di era globalisasi, kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas tidak dapat dipungkiri karena adanya tantangan yaitu persaingan dengan negara lain, terutama negara tetangga di kawasan ASEAN. Padahal, kualitas sumber daya manusia negara kita saat ini berada di peringkat 109 menurut parameter yang ditetapkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2000. Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kita semua sepakat bahwa pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Peningkatan mutu pendidikan merupakan proses yang terintegrasi ke dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (Suryadi, 1999). Meskipun beberapa tahun telah berlalu sejak berdirinya UNDP pada tahun 2000 dalam pemeringkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, telah ditetapkan bahwa sampai saat ini tidak mengalami peningkatan tetapi masih stagnan bahkan dapat ditemukan mengalami penurunan. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia dilakukan melalui pendidikan secara terencana, tepat sasaran, intensif, efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan yang semakin mendesak.


3 Pendidikan adalah salah satu alat terpenting dalam kehidupan umat manusia. Ini merupakan bentuk strategi budaya tertua yang memungkinkan masyarakat mempertahankan kelangsungan eksistensinya (Fakih dalam Wahono, 2001). Oleh karena itu, upaya terus menerus harus dilakukan untuk mengulas dan meningkatkan kualitasnya. Pemberdayaan, kedewasaan dan kemandirian serta kualitas bangsa secara utuh diharapkan dapat dicapai melalui pendidikan Salah satu pendekatan yang dipilih sebagai alternatif untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan pendidikan di era desentralisasi ini adalah dengan memastikan otonomi yang luas di tingkat sekolah dan keterlibatan masyarakat yang tinggi dalam kebijakan pendidikan nasional. Pendekatan ini dikenal dengan model School Based Management atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Manajemen sekolah pada dasarnya memiliki pengertian yang hampir sama dengan manajemen pendidikan, ruang lingkup dan bidang kajian suatu manajemen sekolah juga ruang lingkup dan bidang kajian suatu manajemen pendidikan. Namun, manajemen pendidikan memiliki cakupan yang lebih luas daripada manajemen sekolah. Dengan kata lain, manajemen sekolah adalah bagian dari manajemen pendidikan atau pelaksanaan manajemen pendidikan dalam organisasi sekolah sebagai bagian dari sistem pendidikan yang berlaku. Manajemen sekolah terbatas hanya pada satu sekolah, sedangkan manajemen pendidikan mencakup semua bagian dari sistem pendidikan, termasuk internasional (Mulyasa, 2012). MBS merupakan bagian dari inisiatif reformasi pendidikan sekolah di era otonomi daerah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan mendelegasikan pembuatan kebijakan dari administrasi nasional ke kabupaten masing-masing lembaga pendidikan, memberikan kontrol yang lebih besar kepada kepala sekolah, guru, siswa dan wali siswa.


4 1. Dasar Hukum Manajemen Berbasis Sekolah Inisiatif, kreativitas bahkan inovasi dan pendekatan berbasis konteks dan mandiri untuk menggambarkan dan mengembangkan ide diharapkan dapat terwujud di sekolah pada masa depan nantinya. Penyusunan dan pengembangan gagasan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa dapat mencapai kompetensi yang ditetapkan dan dapat secara cepat dan tepat merespon keinginan masyarakat. Dalam kaitannya dengan pengembangan kognitif, keterampilan (life skills) dan pengayaan siswa. Sesuai dengan keinginan yang berkembang di masyarakat, sesuai dengan tuntutan lingkungan, bahkan global. Untuk mencapai hal tersebut, sekolah harus mampu membuat keputusan pedagogis-interaksional yang didukung oleh masyarakat (termasuk orang tua). Inti dari MBS atau Manajemen Berbasis Sekolah adalah memberi sekolah lebih banyak kekuatan dalam pengambilan keputusan. Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam UU RI no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bab II. Pasal 3, yang berbunyi sebagai berikut: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membantu watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (UU RI. 2003). AABA. Penyajian Materi Penyajian Materi


5 Pelaksanaan otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan merupakan konsekuensi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1995 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Salah satu komponen penyelenggaraan pemerintahan yang didesentralisasikan ke daerah Provinsi (tingkat satu) dan Kabupaten (tingkat dua) adalah dalam penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah yang termasuk SD, SLTP. Dan SLTA (Suryana, 2020). Secara konkret, alasan diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah atau School-Based Management di sekolah-sekolah yaitu terdapat landasan hukum yang kuat dibaliknya. Contohnya seperti dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi, Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Propenas juga Kepmendiknas No. 122/U/2001 tentang Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga tahun 2000–2004, serta Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003. Berdasarkan hasil studi, baik di luar maupun di dalam negeri, tentang effective schools (sekolah yang efektif) hanya akan terealisasikan apabila MBS diterapkan di Indonesia. Secara lebih terstruktur, landasan hukum dari Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai berikut. a. Undang-Undang (UU) 1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 3) Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah; 4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas.


6 b. Peraturan 1) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota; 2) Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan; 3) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota; 4) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 pada Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah; 5) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 66 pada Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan; 6) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 pada Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTS dan SMA/MA; 7) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 pada Tahun 2007 tentang Standar Proses; 8) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 pada Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. c. Kebijakan 1) Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 44/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah; 2) Kepmendiknas No. 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah; 3) Kepmendiknas No. 122/U/2001 tentang Rencana Strategi Pembangunan Pendidikan, Pemuda dan Olahraga tahun 2000–2004.


7 2. Otonomi Daerah Dimulai dari munculnya berbagai masalah serta realitas negara Indonesia yang bervariasi mendorong pemerintah memperhatikan potensi di daerahdaerah. Standardisasi juga penyeragaman rencana yang terlalu terpusat menghambat pelaksanaan pembangunan karena lebih cenderung berimbas pada ketidak sesuaian antara rencana dari pusat dan kebutuhan daerah masing-masing. Sejalan dengan rute kebijakan otonomi daerah serta desentralisasi yang ditempuh pemerintah mengakibatkan tanggung jawab pemerintah daerah semakin meningkat, salah satunya manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan merupakan salah satu bidang yang didesentralisasikan juga berkaitan erat dengan filosofi otonomi daerah. Secara elementer landasan filosofis otonomi daerah merupakan pemberdayaan dan kemandirian daerah menuju kematangan juga kualitas masyarakat yang dicita-citakan. Pemahaman mengenai otonomi daerah di Indonesia dilandaskan pada kebijakan publik tentang otonomi daerah itu sendiri yaitu Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa otonomi daerah adalah hak, kedaulatan, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan dari masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memunyai batas-batas wilayah yang berwenang dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut gagasan sendiri berdasarkan harapan dan aspirasi masyarakat. Otonomi adalah produk atau desentralisasi. Oleh karena itu, dapat dilakukan pemahaman terhadap desentralisasi jika ingin lebih memahami apa itu otonomi daerah.


8 Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah melaksanakan kedaulatan pemerintahan dalam aspek tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta hidup, tumbuh, dan berkembang di daerah. Otonomi yang bertanggungjawab merupakan pertanggungjawaban terhadap pemberian hak dan wewenang kepada daerah. Hal ini dipresentasikan dalam bentuk tugas dan kewajiban yang harus diemban oleh daerah guna mencapai tujuan pemberian otonomi. Pemberian kewenangan atau otonomi ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih mendukung di sekolah agar dapat mengadopsi seluruh harapan sekaligus memberdayakan komponen-komponen masyarakat secara efektif dalam rangka mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah. Dalam manajemen sekolah, Manajemen Berbasis Sekolah ini berarti tugas manajemen sekolah ditetapkan menurut karakteristik dan kebutuhan sekolah itu sendiri. Oleh sebab itu, warga sekolah memiliki otonomi juga tanggung jawab yang lebih besar dalam penggunaan sumber daya sekolah guna memecahkan masalah-masalah sekolah dan menyelenggarakan aktivitas pendidikan yang efektif demi perkembangan sekolah di masa yang akan datang. Dengan munculnya otonomi yang memberikan tanggung jawab terhadap pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi sesuai dengan situasi setempat di sekolah dapat lebih memperdayakan tenaga kependidikan (guru) agar lebih dapat berkonsentrasi pada tugas utamanya yaitu mengajar. Sekolah sebagai lembaga pendidikan diberikan kekuasaan dan kewenangan yang luas untuk mengembangkan program-program kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan kondisi juga kebutuhan peserta didik sesuai dengan tuntutan dalam masyarakat.


9 3. Relevansi Pendidikan Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tentang tujuan pendidikan nasional Indonesia dikatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia yang seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, dan bertawa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan juga ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mandiri dan mantap serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UU No. 20 2003 Pasal 3). Di dalam tujuan pendidikan ini termasuk juga membentuk sumber daya manusia yang berkualitas yakni bangsa yang bertakwa kepada Allah, berilmu juga beramal yang ilmiah. Dengan harapan bahwa bangsa ini mampu hadir dan siap untuk berperan dalam persaingan global yang ketat. Namun. saat ini bidang pendidikan kita belum sepenuhnya bisa memenuhi harapan masyarakat. Hal itu ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah-masalah pendidikan yang tidak tuntas, atau cenderung tambal sulam, bahkan lebih berorientasi proyek. Akibatnya, sering sekali terlihat bahwa hasil pendidikan lebih mengecewakan masyarakat. Mereka terus bertanya-tanya relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan pada aspek ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Mutu lulusan pendidikan kurang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dan pembangunan, baik industri, perbankan, telekomunikasi, maupun pasar tenaga kerja di sektor lainnya yang cenderung menggugat eksistensi sekolah. Bahkan SDM yang disiapkan melalui proses pendidikan sebagai generasi penerus belum sepenuhnya memuaskan bila dilihat dari segi moral, akhlak, dan jati diri bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa.


10 Munculnya pandangan seperti ini dipengaruhi oleh faktor yang terjadi pada kenyataan yang dialami masing-masing kelompok masyarakat melalui jumlah lulusan yang belum banyak diserap di lapangan pekerjaan yang tersedia. Masyarakat pada dasarnya telah sadar bahwa pada kondisi era globalisasi sekarang ini mutu pendidikan sudah menjadi bagian yang sangat penting dan menjadi prioritas untuk dapat diwujudkan oleh pemerintah pusat dan daerah. Reformasi bidang politik yang terjadi di Indonesia pada penghujung abad ke 20 M telah membawa perubahan yang signifikan pada kebijakan pengembangan sektor pendidikan, yang secara umum bertumpu pada dua paradigma baru yaitu mandiri dan demokratis. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah telah menempatkan sektor pendidikan sebagai salah satu yang harus mandiri bersama dengan sektor-sektor pembangunan yang berbasis kedaerahan lainnya seperti kehutanan, pertanian, koperasi juga pariwisata. Kemandirian di sektor pendidikan ini kemudian mendorong manajemen sekolah (kepala sekolah dan guru) untuk memiliki tanggung jawab besar dalam peningkatan kualitas proses pembelajaran dalam meningkatkan kualitas hasil belajar. Baik dan buruknya kualitas hasil belajar siswa menjadi tanggung jawab yang diemban guru dan kepala sekolah, karena pemerintah daerah hanya memfasilitasi berbagai aktivitas pendidikan, baik dari sarana prasarana, ketenagaan, maupun berbagai program pembelajaran yang direncanakan oleh sekolah. Relevansi antara manajemen berbasis sekolah dengan pendidikan dapat terlihat dari bagaimana sektor pendidikan yang semulanya acak-acakan menjadi terstruktur dengan lebih baik. MBS menjadi jembatan dalam mencapai tujuan dari bangsa Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Yang di mana, MBS ini memberikan kebebasan dan kewenangan pada sekolah untuk menentukan kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan di Indonesia.


11 4. Urgensi Manajemen Berbasis Sekolah Pelaksanaan MBS di Indonesia yang menggunakan model MPMBS (Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah) muncul karena beberapa sebab, antara lain: pertama, sekolah lebih mengetahui akan kekuatan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada untuk memajukan sekolahnya. Kedua, sekolah lebih mengetahui akan kebutuhannya. Ketiga, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dapat mewujudkan transparansi dan demokrasi yang sehat. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, terdapat beberapa alasan diterapkannya MBS yang dikemukakan oleh bank dunia antara lain yaitu seperti alasan profesional, efisiensi administrasi, finansial, prestasi siswa, akuntabilitas juga efektivitas di sekolah. Alasan profesional, bahwa tenaga kerja yang ada di sekolah harus berpengalaman dan memiliki keahlian untuk membuat keputusan yang paling sesuai untuk sekolah terutama untuk para siswa. Tenaga kerja yang profesional juga dapat memberi kontribusi pengetahuan kependidikannya yang berkaitan dengan kurikulum, pedagogis, pembelajaran dan proses manajemen sekolah. Mereka juga dapat memberi motivasi dan komitmen yang lebih baik untuk pengajaran di sekolahnya di masa mendatang. Efisiensi administrasi akan memungkinkan terjadi ketika manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah diterapkan karena pengalokasian sumber daya dilakukan oleh sekolah itu sendiri. Sekolah merupakan bagian terbaik untuk mengalokasikan sumber daya secara efisien dalam memenuhi kebutuhan siswanya. Efisiensi administrasi tingkat sekolah juga akan didapat apabila partisipan lokal membuat keputusan secara mandiri.


12 Pelaksanaan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah juga memiliki alasan finansial. Hal ini dikarenakan MBS dapat dijadikan alat untuk meningkatkan sumber pendanaan lokal. Asumsinya, dengan mendorong dan memperoleh keterlibatan orang tua siswa dalam pengambilan keputusan di tingkat sekolah, orang tua akan termotivasi untuk meningkatkan komitmennya pada sekolah. Selanjutnya, orang tua siswa akan lebih berkeinginan untuk menyumbangkan uang, tenaga, serta sumber daya lain kepada sekolah. Peningkatan prestasi belajar siswa terjadi apabila guru dan orang tua siswa diberi otoritas dari sekolah, maka suasana sekolah akan berubah dalam mendukung pencapaian prestasi siswa. Akuntabilitas sekolah akan terwujud apabila terdapat keterlibatan aktoraktor sekolah dalam pengambilan keputusan dan pelaporannya. Manajemen berbasis sekolah dapat meningkatkan akuntabilitas karena meningkatkan hak bersuara dan peran serta dari pihak-pihak yang pada pengelolaan sekolah tradisional sangat lemah atau bahkan hampir tidak terdengar. Pelaksanaan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah juga dilakukan untuk mewujudkan sekolah efektif. Penting! Dalam menjalankan manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah memiliki peranan penting seperti menyelaraskan kurikulum yang digunakan, mempekerjakan tenaga pendidik yang bermutu, dan lain sebagainya agar dapat mewujudkan sekolah yang berkualitas.


13 Dalam penerapan manajemen berbasis sekolah pada dasarnya meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan, baik menyangkut kualitas pembelajaran, kurikulum, sumber daya manusia maupun tenaga kependidikan lainnya, dan pelayanan pendidikan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, keberhasilan dalam menyelenggarakan lembaga pendidikan akan sangat bergantung pada komponen pendukung manajemen yang digunakan. Dengan diberlakukannya Manajemen Berbasis Sekolah, sekolah dalam lingkup ini yaitu kepala sekolah dan guru mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pengelolaan pendidikan dan pembelajaran di sekolah, sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing. Secara konkret, alasan diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah atau School-Based Management di sekolah-sekolah yaitu terdapat landasan hukum yang kuat dibaliknya. Mulai dari dikeluarkan dan ditetapkannya perundangundangan, peraturan pemerintah juga kebijakan-kebijakan lainnya. Contohnya seperti dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi. Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Propenas juga Kepmendiknas No. 122/U/2001 tentang Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga tahun 2000–2004, serta Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003. Berdasarkan hasil studi, baik di luar maupun di dalam negeri, tentang effective schools (sekolah yang efektif) hanya akan terwujud dan terealisasikan apabila Manajemen Berbasis Sekolah diterapkan di Indonesia. AACA. Rangkuman Rangkuman


14 Otonomi berarti kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengelola sumber daya yang dimilikinya juga kepentingan warga sekolah menurut gagasan sendiri yang didasarkan pada aspirasi seluruh warga sekolah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kebebasan ini hendaknya didukung dengan kemampuan sekolah dalam mengambil keputusan terbaik, berkolaborasi, memecahkan masalah, antisipatif dan adaptif terhadap inovasi pendidikan. Pada era otonomi ini, kepala sekolah bersama dengan guru dituntut untuk berkontribusi dalam meningkatkan prestasi siswa. Apabila kualitas pembelajaran meningkat, maka akan berdampak pada peningkatan prestasi siswa. Dengan demikian, secara tidak langsung tuntutan peningkatan prestasi siswa akan berdampak pada bagaimana kondisi dan situasi sekolah di masa yang akan datang. Relevansi antara manajemen berbasis sekolah dengan pendidikan dapat terlihat dari bagaimana sektor pendidikan yang semulanya acak-acakan menjadi terstruktur dengan lebih baik. MBS menjadi jembatan dalam mencapai tujuan dari bangsa Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Yang di mana, MBS ini memberikan kebebasan dan kewenangan pada sekolah untuk menentukan kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan di Indonesia. Kata Kunci: • Manajemen Berbasis Sekolah • Pendidikan • Otonomi


15 Kerjakan Soal-soal Berikut! 1. Bagaimana lembaga pendidikan dalam manajemen berbasis sekolah itu dapat mempengaruhi pendidikan di Indonesia? 2. Apakah diterapkannya disentralisasi otonomi daerah dalam manajemen berbasis sekolah itu dapat berdampak bagi pendidikan? 3. Bagaimana ketika manajemen berbasis sekolah tidak mengikuti karakteristik pelaksanaan manajemen, apakah hal tersebut tidak akan berpengaruh pada pendidikan di sekolah-sekolah di Indonesia? AADA. Latihan Soal Latihan Soal


16 Hadiyanto. Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2004. HM, Muhammad Anwar. "Manajemen Berbasis Sekolah (Alternatif Peningkatan Mutu Pendidikan Madrasah)." Ekspose: Jurnal Penelitian Hukum dan Pendidikan 17.2 (2018): 601-614. Mulyasa, E. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003. _________, Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012. Nurkholis. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasama Indonesia, 2003. Riyad, Muhamad, dan Ajun Rois. “Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Islam.” Thoriqotuna: Jurnal Pendidikan Islam 2.1 (2019): 33-34. Seputro, Danu Cahyo. 2012. “Persepsi Kepala Sekolah terhadap Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Kepala Sekolah di Sekolah Dasar Negeri se–Upt Wilayah Yogyakarta Utara”. Skripsi (Yogyakarta: Jurusan Administrasi Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta). Siahaan, Amiruddin, Khairuddin W., dkk.. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Ciputat: Quantum Teaching, 2006. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, 2003. Sistem Pendidikan Nasional, Departemen Pendidikan Nasional. Republik Indonesia, Jakarta. AAEA. Referensi Referensi


Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.