Story Transcript
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.317, 2022
KEMENKES. Standar Kegiatan. Perizinan Berusaha. Sektor Kesehatan. Perubahan.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 14 TAHUN 2021 TENTANG STANDAR KEGIATAN USAHA DAN PRODUK PADA PENYELENGGARAAN PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS RISIKO SEKTOR KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: a.
bahwa
standar
penyelenggaraan
aktivitas
pelayanan
dialisis dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada
Penyelenggaraan
Perizinan
Berusaha
Berbasis
Risiko Sektor Kesehatan, perlu disesuaikan dengan upaya peningkatan akses pelayanan kesehatan untuk penanganan dan perawatan bagi penderita penyakit ginjal; b.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar
Kegiatan
Usaha
dan
Produk
pada
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan;
2022, No.317
Mengingat
-2-
: 1.
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Kementerian
Nomor
Negara
39
Tahun
(Lembaran
2008
Negara
tentang Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3.
Undang-Undang
Nomor
36
Tahun
2009
tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 4.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
245,
Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 6573); 5.
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Nomor
15,
Negara
Republik
Tambahan
Indonesia
Lembaran
Tahun
Negara
2021
Republik
Indonesia Nomor 6617); 6.
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang Kementerian
Kesehatan
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 83); 7.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang
Organisasi
dan
Tata
Kerja
Kementerian
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 156); MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 14 TAHUN 2021 TENTANG STANDAR KEGIATAN USAHA DAN PRODUK PADA
PENYELENGGARAAN
PERIZINAN
BERUSAHA
BERBASIS RISIKO SEKTOR KESEHATAN. Pasal I Ketentuan
angka
Penyelenggaraan
82.
Standar
Pelayanan
Penetapan
Dialisis
dalam
Aktivitas Lampiran
2022, No.317
-3-
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 316) diubah sehingga berbunyi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal II 1.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: a.
Klinik
Utama
pelayanan
yang
telah
Hemodialisis
Peraturan
menyelenggarakan
berdasarkan
ketentuan
Kesehatan
Nomor
Menteri
812/Menkes/Per/VII/2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Dialisis
Kesehatan, pelayanan
Pada
tetap
Fasilitas
dapat
sampai
Pelayanan
menyelenggarakan
dengan
masa
berlaku
izin
penyelenggaraannya habis; dan b.
Klinik
Utama
pelayanan
yang
telah
Hemodialisis
Peraturan
menyelenggarakan
berdasarkan
ketentuan
Kesehatan
Nomor
Menteri
812/Menkes/Per/VII/2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Dialisis
Pada
Fasilitas
Pelayanan
Kesehatan, namun izin penyelenggaraannya telah habis
masa
berlakunya,
tetap
dapat
menyelenggarakan pelayanan Hemodialisis dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku. c.
Dalam
hal
Klinik
Utama
akan
tetap
menyelenggarakan pelayanan dialisis setelah jangka waktu
sebagaimana
berakhir,
Klinik
perizinan
berusaha
dimaksud
Utama
dalam
harus
sesuai
huruf
telah
dengan
b
memiliki ketentuan
peraturan perundang-undangan. 2.
Peraturan
Menteri
diundangkan.
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
2022, No.317
-4-
Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Maret 2022 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BUDI G. SADIKIN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Maret 2022 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. BENNY RIYANTO
2022, No.317
-5-
LAMPIRAN PERATURAN
MENTERI
KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2022 TENTANG
PERUBAHAN
PERATURAN NOMOR
14
STANDAR PRODUK
MENTERI TAHUN
PADA
PERIZINAN
KESEHATAN
2021
KEGIATAN
ATAS TENTANG
USAHA
DAN
PENYELENGGARAAN
BERUSAHA
BERBASIS
RISIKO SEKTOR KESEHATAN 82. STANDAR
PENETAPAN
AKTIVITAS
PENYELENGGARAAN
PELAYANAN
DIALISIS
KBLI terkait: 86101 Aktivitas Rumah Sakit Pemerintah NO
86103 Aktivitas Rumah Sakit Swasta 86104 Aktivitas Klinik Pemerintah 86105 Aktivitas Klinik Swasta
1.
Ruang Lingkup
Standar ini bertujuan mengatur kegiatan pelayanan penunjang kesehatan berupa pelayanan dialisis di rumah sakit atau klinik utama.
2
Istilah
dan a. Dialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal atau terapi
Definisi
pendukung
ginjal
untuk
mengeluarkan
kelebihan air, zat terlarut, dan racun dari darah ketika ginjal tidak dapat melakukan fungsi-fungsinya dengan baik. b. Hemodialisis yang selanjutnya disingkat HD adalah terapi pengganti ginjal atau terapi pendukung ginjal untuk mengeluarkan kelebihan air, zat terlarut, dan racun dari darah dengan menggunakan ginjal buatan yang disebut dialiser dengan mesin hemodialisis. c.
Dialisis Peritoneal adalah terapi pengganti ginjal atau terapi
pendukung
ginjal
untuk
mengeluarkan
kelebihan air, zat terlarut, dan racun dari darah dengan menggunakan lapisan perut yang disebut membran peritoneum. d. Menteri
adalah
menteri
yang
menyelenggarakan
2022, No.317
-6-
urusan pemerintahan di bidang kesehatan. e.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara
pemerintahan
daerah
yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. f.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelayanan kesehatan.
3
a.
Persyaratan
Persyaratan Umum 1)
Umum Usaha
Dokumen perizinan berusaha rumah sakit atau klinik utama.
2)
Dokumen perizinan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3)
Dokumen surat pernyataan komitmen melakukan pelaporan/registrasi pelayanan minimal 1 (satu) kali dalam setahun.
4)
Durasi pemenuhan persyaratan oleh pelaku usaha selama 3 (tiga) bulan.
b.
Persyaratan Perubahan 1)
Dokumen sertifikat standar;
2)
Dokumen surat pernyataan penggantian lokasi pelayanan
Dialisis,
yang
ditandatangani
oleh
direktur rumah sakit atau pimpinan klinik utama; dan/atau 3)
Dokumen perubahan NIB.
Pelayanan
Dialisis
harus
melakukan
perubahan
sertifikat standar dalam hal terdapat perubahan lokasi Pelayanan Dialisis.
4
a.
Persyaratan Khusus
Dokumen
daftar
Sumber
Daya
Manusia
(SDM),
struktur organisasi, pelayanan, ruangan, prasarana,
atau
Persyaratan
peralatan, obat, alat kesehatan, dan bahan medis
Teknis
habis pakai, sarana/prasarana untuk pengelolaan
Produk,
limbah, dan sarana/prasarana lain untuk rumah sakit
Proses, dan/atau
dan klinik utama yang menyelenggarakan pelayanan
Jasa
Dialisis. b.
SDM sesuai dengan kewenangan dan kompetensi ketenagaan pelayanan dialisis terdiri atas: 1)
Dokter subspesialis konsultan ginjal hipertensi dan/atau
spesialis
penyakit
dalam
dengan
kualifikasi tambahan yang dibuktikan dengan
2022, No.317
-7-
sertifikat dialisis, untuk rumah sakit; 2)
Paling sedikit memiliki 2 (dua) dokter spesialis salah satunya dokter spesialis penyakit dalam yang telah memiliki kualifikasi tambahan yang dibuktikan dengan sertifikat dialisis, untuk klinik utama;
3)
Paling sedikit memiliki 1 (satu) dokter, dengan ketentuan
dokter
yang
melakukan
pelayanan
Dialisis harus telah memiliki kualifikasi tambahan yang dibuktikan dengan sertifikat dialisis dan pelatihan kegawatdaruratan;
c.
4)
Perawat bersertifikat dialisis;
5)
Tenaga kesehatan lainnya sesuai kebutuhan; dan
6)
Tenaga non kesehatan.
Dokumen struktur organisasi untuk rumah sakit paling sedikit terdiri atas:
d.
1)
Pimpinan unit/bagian/instalasi;
2)
Penanggung jawab pelayanan; dan
3)
Pelaksana.
Dokumen struktur organisasi untuk klinik utama yang memberikan pelayanan Dialisis mengikuti struktur organisasi
klinik
utama
yang
tercantum
dalam
Standar KBLI 86104 Aktivitas Klinik Pemerintah dan KBLI
86105
Aktivitas
Klinik
Swasta,
ditambah
penanggung jawab pelayanan dan pelaksana. e.
Dokumen kerja sama dengan rumah sakit rujukan yang menyelenggarakan pelayanan dialisis, untuk klinik utama.
f.
Pelayanan Dialisis berupa HD dan Dialisis Peritoneal yang
dilaksanakan
sesuai
dengan
pedoman
penyelenggaraan pelayanan Dialisis yang ditetapkan oleh Menteri. g.
Pelaku usaha rumah sakit dan klinik utama yang mendapat sertifikat standar dalam pelayanan Dialisis sesuai Peraturan Menteri ini harus menyelenggarakan pelayanan HD dan pelayanan Dialisis Peritoneal.
5
Sarana
a.
Lokasi harus berada pada lahan yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata bangunan lingkungan kabupaten/kota setempat, dan peruntukan lahan untuk fungsi rumah sakit (zona
2022, No.317
-8-
hijau sesuai Peraturan Daerah setempat). b.
Lokasi
klinik
utama
yang
menyelenggarakan
pelayanan Dialisis sesuai dengan KBLI 86104 Aktivitas Klinik Pemerintah dan KBLI 86105 Aktivitas Klinik Swasta. c.
Ketentuan ruangan, paling sedikit meliputi: 1)
Satu area ruang yang memadai dan perawatan yang aman serta untuk memastikan privasi pasien.
2)
Kemudahan
akses
dari
unit
dialisis
dengan
pelayanan kegawatdaruratan. 3)
Ruangan
paling
sedikit
terdiri
atas
ruang
administrasi dan manajemen, ruang pelayanan dan ruang penunjang, sesuai dengan standar ruangan yang ditetapkan oleh Menteri. d.
Ketentuan prasarana, paling sedikit meliputi: 1)
Seluruh ruangan harus memenuhi persyaratan minimal untuk kebersihan, ventilasi, penerangan dan mempunyai sistem keselamatan kerja dan kebakaran.
2)
Mempunyai fasilitas listrik dan penyediaan air bersih
(water
treatment)
yang
memenuhi
persyaratan kesehatan. 3)
Standar prasarana pelayanan Dialisis pada rumah sakit dan klinik utama mengacu pada standar sarana, prasarana dan peralatan yang ditetapkan oleh Menteri.
e.
Obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, serta peralatan meliputi: 1)
Hemodialisis, paling sedikit: a)
Unit HD
b)
Adrenalin HCL
c)
Dexametason
d)
Dopamin
e)
KCL 1mEq/ml
f)
Bicarbonat Natrikus
g)
Anti Histamin
h) Dextrose 40% i)
Diazepam
j)
Lidocain HCl 2%
k)
Dextrose 5% dan 10%
2022, No.317
-9-
l)
Captopril
m) Isosorbid Dinitrate n) Parasetamol o)
Asam asetilsalisilat
p)
Calsium gluconas
q)
Nicardipin
r)
Hollow Fiber
s)
Blood line
t)
Dialisat
u) AV Fistula v)
Disposable syringe
w) Kassa steril x)
Infus set
y)
Blood set
z)
IV cath
aa) Masker bb) Sarung tangan steril cc) Plester dd) Oksigen ee) Desinfektan ff) Antiseptik gg) Alkohol 2)
Dialisis Peritoneal, paling sedikit meliputi: a)
Cairan dialisat (berbasis glukosa: 1,5%; 2,5%) untuk kebutuhan edukasi/pelatihan
b)
Minicap
c)
Syringe disposable
d)
Masker
e)
Sarung tangan
f)
Heparin
g)
Antiseptik
h) Timbangan cairan dan berat badan i)
Manikin
dialisis
peritoneal
untuk
demo
peralatan
harus
dalam
pelatihan j) f.
Tiang infus
Sarana, keadaan
prasarana, bersih,
dan
terawat,
terkualifikasi,
memiliki
prosedur pemeliharaan yang dilakukan secara berkala, serta memiliki dokumentasi hasil pemeliharaan. g.
Untuk rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan
2022, No.317
-10-
Dialisis
harus
memiliki
sarana
prasarana
dan
melakukan pengelolaan limbah medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. h.
Untuk
klinik
utama
yang
menyelenggarakan
pelayanan Dialisis juga harus memenuhi ketentuan: 1)
Memiliki sarana dan prasarana untuk penanganan kegawatdaruratan yang terdiri atas: a)
ambulans
gawat
darurat
yang
dapat
disediakan bekerja sama dengan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya;
2)
b)
ruang untuk pelayanan stabilisasi;
c)
cadangan listrik (genset);
memiliki sarana dan prasarana pengelolaan limbah yang terdiri atas: a)
sarana
pewadahan
limbah
medis
(safety
box/kantong kuning); b)
sarana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL); dan
c)
tempat penyimpanan sementara limbah Bahan Berbahaya
dan
Beracun
(B3). Dalam
hal
penyimpanan limbah medis lebih dari 2x24 jam, harus menyediakan sarana pendingin seperti cold storage/refigerator dengan suhu di bawah 0o C. 3)
Pengolahan limbah medis dapat bekerja sama dengan pihak ketiga yang berizin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6
a.
Penilaian kesesuaian
dan
Penilaian Kesesuaian 1)
Penilaian
kesesuaian
dilakukan
terhadap
pemenuhan standar sesuai ketentuan Peraturan
pengawasan
Menteri ini untuk mendapatkan Sertifikat Standar. 2)
Penilaian kesesuaian dilakukan oleh Kementerian Kesehatan membentuk
melalui tim
Direktur yang
Jenderal
terdiri
dari
dengan unsur
Kementerian Kesehatan. 3)
Dalam rangka melakukan penilaian kesesuaian, Kementerian Kesehatan dapat melibatkan dinas kesehatan daerah profesi.
daerah
provinsi,
kabupaten/kota
dinas
kesehatan
dan/atau
organisasi
2022, No.317
-11-
4)
Mekanisme
penilaian
kesesuaian
dilakukan
dengan cara: a)
verifikasi administrasi; dan
b) verifikasi lapangan. 5)
Verifikasi administrasi dapat dilakukan melalui aplikasi (sistem elektronik).
6)
Verifikasi lapangan dilakukan melalui kunjungan lapangan.
b. Pengawasan 1)
Pengawasan
dilakukan
oleh
Kesehatan,
Pemerintah
Kementerian
Daerah
provinsi,
Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. 2)
Kementerian
Kesehatan,
Pemerintah
Daerah
provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam melakukan pengawasan dapat menugaskan tenaga
pengawas
dengan
yang
Peraturan
penyelenggaraan Peraturan
dilaksanakan
Pemerintah
bidang
Menteri
sesuai
mengenai
perumahsakitan Kesehatan
dan
mengenai
pengawasan bidang kesehatan. 3)
Pengawasan standar
dilakukan
sesuai
terhadap
dengan
pemenuhan
ketentuan
Peraturan
Menteri ini dan kewajiban yang diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai penyelenggaraan
bidang
perumahsakitan
dan
Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai perizinan berusaha berbasis risiko. 4)
Pengawasan
terhadap
pelayanan
Dialisis
dilakukan dalam bentuk pengawasan rutin dan pengawasan insidental. 5)
Pengawasan rutin dilakukan melalui: a)
laporan terhadap penyelenggaraan pelayanan dialisis; dan
b)
inspeksi
lapangan
yang
dilakukan
dalam
rangka pemeriksaan administratif dan/atau fisik
atas
pemenuhan
standar
serta
pembinaan. 6)
Pengawasan insidental dilaksanakan berdasarkan pengaduan dari masyarakat.
2022, No.317
-12-
7)
Lingkup pengawasan: a)
standar
sarana,
prasarana,
peralatan,
pelayanan, obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai; b)
standar SDM dan struktur organisasi;
c)
standar
sarana/prasarana
penanganan
kegawatdaruratan dan pengelolaan limbah; dan d) 8)
kewajiban unit pelayanan dialisis.
Perencanaan schedule,
pelaksanaan perangkat
pengawasan kerja
(time
pelaksanaan
pengawasan/kuesioner): a)
Pengawasan rutin dilakukan secara berkala paling banyak 2 (dua) kali dalam setahun.
b)
Tahapan pelaksanaan pengawasan adalah: (1)
melakukan
koordinasi
lintas
sektor/program/kementerian; (2)
melakukan
penjadwalan
dan
pengawasan
melalui
pembentukan tim; (3)
melaksanakan
inspeksi ke lapangan guna melakukan pendataan
pelanggaran
dan
potensi
pelanggaran; dan (4)
melakukan evaluasi atas laporan dan informasi
hasil
pengawasan
serta
melakukan tindak lanjut terhadap hasil pengawasan. 9)
Mekanisme, format dan substansi laporan: a)
Laporan pelaksanaan pengawasan dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah selesai melaksanakan pengawasan.
b)
Laporan ditujukan kepada: (1)
Menteri dan tembusan kepada Gubernur dan Bupati/Wali kota; dan
(2)
Lembaga
OSS
Pemerintah
sesuai
tentang
Peraturan
Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. c)
Laporan hasil pengawasan digunakan sebagai dasar sesuai
untuk
mengambil
dengan
tindakan
ketentuan
sanksi
peraturan
2022, No.317
-13-
perundang-undangan. d)
Laporan pengawasan paling sedikit memuat tanggal
pemeriksaan,
identitas
tim
yang
melakukan pengawasan, analisis, kesimpulan, dan tanda tangan dan nama terang pelaksana pengawas.
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BUDI G. SADIKIN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2023 TENTANG KEGIATAN USAHA KLINIK DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: a.
b.
c.
Mengingat
: 1. 2.
3.
4.
5.
bahwa untuk menunjang percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi nasional, serta peningkatan investasi bidang kesehatan di dalam negeri, perlu diselenggarakan pelayanan kesehatan pada klinik di kawasan ekonomi khusus; bahwa untuk memberikan kemudahan akses bagi masyarakat dalam menerima pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan dengan standar pelayanan internasional yang diberikan oleh klinik di luar negeri, perlu diselenggarakan kegiatan usaha klinik di kawasan ekonomi khusus; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Kegiatan Usaha Klinik di Kawasan Ekonomi Khusus; Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5066); Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023
jdih.kemkes.go.id
-2-
6.
7.
8. 9.
Menetapkan
Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841); Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6617); Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6652); Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2021 tentang Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 83); Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 156);
MEMUTUSKAN: : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG KEGIATAN USAHA KLINIK DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. 2. Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan medik dasar dan/atau spesialistik secara komprehensif. 3. Administrator KEK adalah unit kerja yang bertugas menyelenggarakan perizinan berusaha, perizinan lainnya, pelayanan, dan pengawasan di KEK. 4. Perizinan Berusaha Berbasis Risiko adalah Perizinan Berusaha berdasarkan tingkat Risiko kegiatan usaha. 5. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission) yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. 6. Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha yang selanjutnya disingkat PB-UMKU adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk menunjang kegiatan usaha. 7. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden
jdih.kemkes.go.id
-3dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 8. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. 10. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. 11. Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir yang selanjutnya disebut Kepala BAPETEN adalah pimpinan instansi yang bertugas melaksanakan pengawasan melalui peraturan, perizinan, dan inspeksi terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir. Pasal 2 Pengaturan Kegiatan Usaha Klinik di KEK bertujuan untuk memberikan acuan bagi pelaku usaha, kepala Klinik, pemerintah, dan pemangku kepentingan terkait dalam penyelenggaraan Klinik di KEK. Pasal 3 Kegiatan usaha Klinik di KEK harus memenuhi standar kegiatan usaha dan penunjang kegiatan usaha serta penyelenggaraan kegiatan usaha sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini. BAB II PENYELENGGARAAN Bagian Kesatu Standar Kegiatan Usaha Paragraf 1 Penggolongan Usaha (1)
(2) (3)
(4) (5)
Pasal 4 Penggolongan usaha Klinik di KEK berdasarkan kepemilikan modal, terdiri atas: a. Klinik dengan penanaman modal asing; atau b. Klinik dengan penanaman modal dalam negeri. Klinik di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa Klinik pemerintah dan Klinik swasta. Klinik pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Klinik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Klinik swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Klinik yang diselenggarakan oleh masyarakat yang berbentuk badan hukum di Indonesia. Klinik dengan penanaman modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berupa Klinik cabang dari Klinik asing atau fasilitas pelayanan kesehatan asing.
jdih.kemkes.go.id
-4-
(6)
Klinik dengan penanaman modal dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bekerja sama dengan Klinik asing atau fasilitas pelayanan kesehatan asing. Paragraf 2 Standar Kegiatan Usaha Klinik
(1) (2)
(3)
(1)
(2)
Pasal 5 Standar kegiatan usaha Klinik di KEK terdiri atas: a. persyaratan umum; dan b. persyaratan khusus. Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. dokumen badan hukum Klinik; b. dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan HidupRencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) rinci untuk Klinik mengacu pada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) Kawasan KEK; c. profil Klinik; d. dokumen self assessment Klinik sesuai dengan pelayanan yang diberikan; dan e. dokumen komitmen untuk melakukan akreditasi. Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. daftar sarana, prasarana, bangunan, peralatan dan obat-obatan, dan bahan habis pakai; b. daftar sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan dan kompetensi; c. daftar jenis pelayanan kesehatan pada Klinik; dan d. dokumen perjanjian kerja sama untuk pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Pasal 6 Selain persyaratan kegiatan usaha Klinik di KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), bagi Klinik di KEK yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan tertentu harus memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus PB-UMKU. Persyaratan umum dan dan persyaratan khusus PBUMKU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dokumen yang harus dipenuhi oleh Klinik di KEK berdasarkan aktivitas penyelenggaraan pelayanan penunjang kesehatan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang perizinan berusaha berbasis risiko sektor kesehatan. Paragraf 3 Bangunan, prasarana, dan peralatan
(1)
Pasal 7 Klinik di KEK harus memiliki bangunan, prasarana, dan peralatan sesuai dengan jenis dan bentuk pelayanan kesehatan yang diselenggarakannya.
jdih.kemkes.go.id
-5(2) (3) (4)
(5)
Bangunan Klinik di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang diberikan. Peralatan Klinik di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa peralatan pemeriksaan dan peralatan pendukung pelayanan kesehatan. Selain memiliki bangunan, prasarana, dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Klinik di KEK harus memiliki prosedur untuk: a. menjamin mutu pelayanan; b. memastikan keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja sumber daya manusia; dan c. pengendalian dan penanganan limbah medis yang dihasilkan. Pengendalian dan penanganan limbah medis yang dihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk pengangkutan, pengolahan, dan pemusnahan. Paragraf 4 Sumber Daya Manusia
(1)
(2) (3)
Pasal 8 Sumber daya manusia pada Klinik di KEK meliputi: a. tenaga medis; b. tenaga kesehatan lain; dan c. tenaga pendukung/penunjang. Tenaga kesehatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sesuai dengan kebutuhan pelayanan Klinik di KEK. Tenaga pendukung/penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan: a. tenaga manajemen Klinik yang dapat berasal dari tenaga kesehatan atau tenaga nonkesehatan; dan/atau b. tenaga nonkesehatan.
Pasal 9 Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan warga negara Indonesia dan warga negara asing. (1)
(2)
Pasal 10 Pendayagunaan sumber daya manusia berupa tenaga medis dan tenaga kesehatan lain warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dan huruf b mendapatkan pendampingan untuk alih ilmu pengetahuan, teknologi, dan keahlian. Kepala Klinik di KEK harus membuat perencanaan dan menunjuk tenaga medis dan tenaga kesehatan lain pendamping dalam rangka alih ilmu pengetahuan, teknologi, dan keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
jdih.kemkes.go.id
-6-
(1) (2) (3) (4)
(5)
(6) (7)
(8)
(1)
Pasal 11 Tenaga medis dan tenaga kesehatan lain warga negara Indonesia lulusan luar negeri harus memenuhi persyaratan teknis bidang kesehatan. Tenaga medis dan tenaga kesehatan lain warga negara asing harus memenuhi persyaratan teknis bidang kesehatan dan persyaratan ketenagakerjaan. Tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi kualifikasi pendidikan paling rendah Pendidikan profesi dokter atau dokter gigi. Tenaga kesehatan lain yang merupakan warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kualifikasi Pendidikan paling rendah Diploma III. Tenaga kesehatan lain yang merupakan warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi kualifikasi Pendidikan paling rendah setara dengan level 7 (tujuh) Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Tenaga nonkesehatan warga negara asing harus memenuhi persyaratan ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Persyaratan teknis bidang kesehatan dan persyaratan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (6) diajukan oleh pelaku usaha atau kepala Klinik di KEK sebagai pendayaguna tenaga kesehatan. Tenaga medis dan tenaga kesehatan lain warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya diperbolehkan melakukan praktik pada Klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan lain di KEK dan dilarang menyelenggarakan praktik mandiri. Pasal 12 Persyaratan teknis bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) bagi tenaga kesehatan warga negara Indonesia lulusan luar negeri dan warga negara asing terdiri atas dokumen: a. ijazah, bukti kelulusan, atau sertifikat selesai pendidikan sesuai kompetensi dari institusi pendidikan asal; b. sertifikat kelaikan praktik (certificate of good standing) dari lembaga yang berwenang di tempat praktik terakhir atau sertifikat kompetensi dan/atau sertifikat registrasi profesi dari negara asal atau otoritas tempat praktik terakhir; c. surat keterangan pengalaman kerja paling sedikit 3 (tiga) tahun sesuai dengan kompetensi di bidang keprofesiannya; d. surat penawaran kerja dari pendayaguna Indonesia; dan e. surat pernyataan bahwa tidak akan melakukan praktik keprofesian di luar wilayah KEK selama bekerja di Klinik KEK.
jdih.kemkes.go.id
-7(2)
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menggunakan bahasa selain bahasa Inggris atau bahasa Indonesia harus diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh instansi yang menerbitkan dokumen tersebut atau penerjemah tersumpah.
Pasal 13 Persyaratan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (6) berupa pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja warga negara asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (1)
(2)
(1)
Pasal 14 Tenaga medis dan tenaga kesehatan lain warga negara Indonesia lulusan luar negeri dan warga negara asing yang akan berpraktik pada Klinik di KEK wajib mengikuti evaluasi untuk mendapatkan sertifikat kompetensi. Persyaratan dokumen dalam rangka pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. dokumen persyaratan teknis bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12; b. bukti identitas diri yang masih berlaku; c. daftar riwayat hidup; d. surat keterangan sehat fisik dan mental sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm dengan latar belakang merah; f. surat pernyataan akan mematuhi ketentuan etika dan peraturan perundang-undangan; dan g. surat keterangan catatan kepolisian (criminal record). Pasal 15 Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) untuk tenaga medis diselenggarakan dengan cara: a. penilaian portofolio dan orientasi pada Klinik di KEK tempat bekerja, bagi tenaga medis warga negara Indonesia lulusan luar negeri dan warga negara asing yang memperoleh sertifikat profesi, sertifikat kompetensi, dan/atau sertifikat lainnya yang menyatakan kompeten dari lembaga berwenang negara asing; b. penyesuaian kemampuan pada Klinik di KEK tempat bekerja dengan jangka waktu sesuai hasil penyetaraan, bagi tenaga medis warga negara Indonesia lulusan luar negeri dan warga negara asing yang memperoleh sertifikat profesi, sertifikat kompetensi, dan/atau sertifikat lainnya yang menyatakan kompeten dari lembaga berwenang negara asing selain sebagaimana dimaksud pada huruf a; atau
jdih.kemkes.go.id
-8c.
(2)
(1)
(2)
(1)
(2)
(3) (4) (5) (6)
penilaian portofolio, bagi tenaga medis warga negara Indonesia lulusan luar negeri dan warga negara asing yang memiliki kepakaran dan diakui di tingkat internasional. Lembaga berwenang negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan oleh Menteri. Pasal 16 Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) untuk tenaga kesehatan lain diselenggarakan dengan cara: a. penilaian portofolio bagi: 1) tenaga kesehatan lain warga negara Indonesia lulusan luar negeri dan warga negara asing yang memperoleh bukti kelulusan, sertifikat profesi, sertifikat kompetensi, dan/atau sertifikat lainnya yang menyatakan kompeten dari lembaga berwenang negara asing; dan 2) tenaga kesehatan lain warga negara Indonesia lulusan luar negeri dan warga negara asing yang memiliki kepakaran dan diakui di tingkat internasional. b. penilaian portofolio dan wawancara/uji lisan, bagi tenaga kesehatan lain warga negara Indonesia lulusan luar negeri dan warga negara asing yang memperoleh bukti kelulusan, sertifikat profesi, sertifikat kompetensi, dan/atau sertifikat lainnya yang menyatakan kompeten dari lembaga berwenang negara asing selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1). Lembaga berwenang negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 17 Evaluasi bagi tenaga medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diselenggarakan oleh sub komite evaluasi kompetensi khusus yang berada di bawah komite bersama adaptasi. Evaluasi bagi tenaga kesehatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diselenggarakan oleh Menteri melalui direktur jenderal yang memiliki tugas dan fungsi di bidang tenaga kesehatan. Sub komite evaluasi kompetensi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diterbitkan sertifikat kompetensi yang menjadi dasar penerbitan surat tanda registrasi. Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh konsil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Administrator KEK menerbitkan surat izin praktik.
jdih.kemkes.go.id
-9-
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 18 Untuk kepentingan pemenuhan pelayanan kesehatan pada Klinik di KEK, pelaku usaha atau kepala Klinik dapat mengajukan permohonan penerbitan surat tugas untuk dokter spesialis-subspesialis atau dokter gigi spesialis-subspesialis tertentu warga negara Indonesia yang telah memiliki 3 (tiga) Surat Izin Praktik (SIP) di fasilitas pelayanan kesehatan lain di luar KEK kepada Administrator KEK. Setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Administrator KEK mengajukan permohonan surat tugas dokter spesialis-subspesialis atau dokter gigi spesialis-subspesialis kepada Menteri. Berdasarkan permohonan Administrator KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri menerbitkan surat tugas bagi dokter spesialissubspesialis atau dokter gigi spesialis-subspesialis warga negara Indonesia setelah memenuhi persyaratan. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: a. surat pernyataan dokter spesialis-subspesialis dan/atau dokter gigi spesialis-subspesialis bersedia memberikan pelayanan kesehatan pada Klinik di KEK; b. surat pernyataan telah memberikan pelayanan kesehatan di 3 (tiga) tempat praktik yang dibuktikan dengan surat izin praktik; dan c. surat keterangan dari pelaku usaha atau kepala Klinik di KEK yang menyatakan dokter spesialissubspesialis atau dokter gigi spesialis-subspesialis tertentu tersebut sangat dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan pada Klinik di KEK. Paragraf 5 Pelayanan Kesehatan
(1) (2)
(3)
(4)
Pasal 19 Klinik di KEK menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan/atau pelayanan medik spesialistik sesuai dengan kompetensi tenaga medis. Klinik di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan cabang/disiplin ilmu, sistem organ, atau kemajuan teknologi kesehatan tertentu. Jenis pelayanan Klinik di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. pelayanan promotif dan preventif; dan b. pelayanan kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif. Pelayanan promotif dan preventif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, meliputi: a. komunikasi, informasi, dan edukasi kepada pasien dan keluarga; b. konseling medik; c. deteksi dini; dan
jdih.kemkes.go.id
-10d.
(5)
(6)
(7)
(1) (2)
kegiatan promotif dan preventif lain sesuai kebutuhan dalam pelayanan. Pelayanan kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi: a. pelayanan pengobatan dan tindakan medis termasuk pelayanan invasive surgery; b. pelayanan kesehatan gigi dan mulut; c. pelayanan reproduksi, meliputi persalinan, reproduksi dengan bantuan atau diluar cara alamiah; d. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, meliputi pelayanan sel punca dan/atau sel, dan pelayanan bidang estetik; e. pelayanan gawat darurat; f. pelayanan kesehatan matra meliputi pelayanan hiperbarik; g. pelayanan rehabilitasi medik; h. pelayanan rehabilitasi medik pecandu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; i. pelayanan gizi; j. pelayanan farmasi; dan/atau k. pelayanan kesehatan lain meliputi pelayanan geriatri dan lanjut usia, pelayanan radiologi, laboratorium medis, laboratorium pengolahan sel punca dan/atau sel, bank sel punca/sel dan/atau jaringan, bank mata, kemoterapi, dan pelayanan kesehatan penunjang lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan. Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, dan standar prosedur operasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan Klinik di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk: a. rawat jalan; dan b. rawat inap. Pasal 20 Klinik di KEK harus memenuhi standar pelayanan internasional. Standar pelayanan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelayanan yang diberikan oleh Klinik di KEK yang terakreditasi oleh lembaga penyelenggara akreditasi internasional sesuai dengan standar akreditasi lembaga penyelenggara akreditasi internasional. Paragraf 6 Obat dan Alat Kesehatan
(1)
Pasal 21 Klinik di KEK dapat memanfaatkan jenis obat termasuk pemanfaatan obat melalui pelaksanaan uji klinik untuk pelayanan kesehatan dengan tetap harus memperhatikan keamanan, khasiat, dan mutu.
jdih.kemkes.go.id
-11(2)
(1) (2)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Dalam pemanfaatan obat melalui pelaksanaan uji klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dari Kepala Badan. Pasal 22 Obat dan alat kesehatan yang dipergunakan pada Klinik di KEK wajib memiliki izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain wajib memiliki izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), obat yang dimasukan ke dalam wilayah Indonesia wajib mendapatkan surat keterangan impor dari Kepala Badan. Pasal 23 Pemasukan obat dan alat kesehatan yang belum memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ke Klinik di KEK, dilakukan melalui mekanisme jalur khusus KEK. Pemasukan obat berupa narkotika, psikotropika, atau prekursor farmasi harus memenuhi persyaratan: a. analisa hasil pengawasan; dan b. surat persetujuan impor, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pemasukan obat dan alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Klinik di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang KEK. Izin pemasukan obat dan alat kesehatan melalui mekanisme jalur khusus KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri dan Kepala Badan sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing setelah memenuhi kriteria dan persyaratan. Kriteria mekanisme jalur khusus KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas: a. belum terdaftar obat dengan zat aktif yang sama atau alat kesehatan dengan fungsi yang sama; b. obat dengan zat aktif yang sama atau alat kesehatan dengan fungsi yang sama telah terdaftar namun ketersediaannya langka; c. telah mendapatkan izin edar atau persetujuan penggunaan darurat (emergency use authorization) dari otoritas obat negara asal atau otoritas negara yang telah memiliki sistem evaluasi yang telah dikenal baik (established); dan d. memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu. Persyaratan mekanisme jalur khusus KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas: a. surat pernyataan dari kepala Klinik di KEK berdasarkan kajian kebutuhan obat dan alat kesehatan yang telah dilakukan, Klinik di KEK tidak tersedia obat atau alat kesehatan untuk tata laksana penyakit atau ketersediaannya langka;
jdih.kemkes.go.id
-12-
(7)
(8)
b. sertifikat atau bukti obat dan alat kesehatan memiliki izin edar atau persetujuan penggunaan darurat (emergency use authorization) dari negara asalnya; c. sertifikat keamanan, mutu dan khasiat obat dan alat kesehatan (Certificate of Analysis-CoA); d. obat dan alat kesehatan diperoleh dari produsen atau distributor resmi di negara asalnya yang dibuktikan dengan: 1) faktur dari eksportir dan sertifikat good manufacturing practices dari produsen, untuk obat; atau 2) sertifikat ISO 9001, ISO 13485, atau perjanjian kerja sama distributor dengan produsen, untuk alat kesehatan. e. surat pernyataan bermeterai dari kepala Klinik di KEK yang menyatakan obat dan alat kesehatan yang dimasukkan hanya digunakan pada Klinik di KEK yang mengajukan permohonan dan bertanggung jawab terhadap aspek khasiat, keamanan, mutu, penyimpanan, dan penggunaan obat yang dimasukkan. f. khusus alat kesehatan yang mengandung atau memancarkan radiasi pengion dan/atau zat radioaktif untuk medik, melampirkan rekomendasi teknis/perizinan dari institusi yang berwenang di negaranya. Selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), untuk obat berupa vaksin juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. sertifikat pelulusan bets/lot vaksin dari badan otoritas di negara tempat vaksin diluluskan untuk setiap kali pemasukan; dan b. protokol ringkasan bets/lot (summary batch/lot protocol) 3 (tiga) bets berturut-turut yang diterbitkan oleh produsen. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a tidak dapat dipenuhi, persetujuan mekanisme jalur khusus KEK tetap dapat diberikan sepanjang memenuhi ketentuan pelulusan bets sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 24 Penggunaan obat dan alat kesehatan oleh Klinik di KEK melalui pemasukan obat dan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 hanya dapat dilakukan untuk Klinik di KEK yang mengajukan permohonan. (1) (2)
Pasal 25 Pemasukan alat kesehatan yang menggunakan sumber radiasi pengion dan/atau zat radioaktif ke KEK harus mendapat rekomendasi teknis Kepala BAPETEN. Rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diberikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak permohonan rekomendasi diajukan oleh Klinik di KEK kepada Kepala BAPETEN.
jdih.kemkes.go.id
-13(3)
(4)
(5)
(6) (7)
(8)
Untuk memperoleh rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Klinik di KEK harus mengajukan permohonan dengan melampirkan: a. izin penggunaan atau pemanfaatan sumber radiasi pengion dari institusi yang berwenang dari negara asal; b. sertifikat teknis peralatan sumber radiasi pengion; dan c. sertifikat mutu atau sertifikat kelayakan dari pabrikan negara asal. Dalam hal pemasukan alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan zat radioaktif merupakan kategori 1, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), juga harus dilengkapi dengan surat persetujuan atau otorisasi ekspor dari badan pengawas di negara produsen. Pemanfaatan sumber radiasi pengion, produksi radioisotop, dan/atau penelitian dan pengembangan terkait ketenaganukliran dalam bidang medik di KEK wajib memiliki izin pemanfaatan ketenaganukliran berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai standar kegiatan usaha pada penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor ketenaganukliran. Izin pemanfaatan ketenaganukliran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai mekanisme perizinan untuk perizinan berusaha di KEK. Untuk memiliki izin pemanfaatan ketenaganukliran sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Klinik KEK diberikan fasilitas dan kemudahan perizinan dalam bentuk Service Level Agreement (SLA) di KEK dengan tetap mengutamakan keselamatan radiasi dan keamanan zat radioaktif. Pengawasan untuk pemanfaatan sumber radiasi pengion, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai inspeksi ketenaganukliran.
Pasal 26 Dalam rangka pengembangan pelayanan kesehatan, Klinik di KEK dapat menyelenggarakan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan termasuk pelaksanaan uji klinik yang penyelenggaraannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (1)
Pasal 27 Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem OSS Klinik di KEK berupa: a. Nomor Induk Berusaha dan sertifikat standar usaha Klinik yang dimiliki oleh pelaku usaha; dan b. pemenuhan standar sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
jdih.kemkes.go.id
-14(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, pelaku usaha melakukan pendaftaran perizinan berusaha melalui Sistem OSS. Setelah mendapatkan nomor induk berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pelaku usaha melakukan tahap persiapan: a. pengadaan tanah; b. pembangunan bangunan gedung; c. pengadaan peralatan atau sarana; d. pengadaan sumber daya manusia; e. pemenuhan standar usaha; dan/atau f. kegiatan lain sebelum dilakukannya operasional termasuk pra studi kelayakan atau studi kelayakan dan pembiayaan operasional selama masa konstruksi. Pelaksanaan tahap persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 2 (dua) tahun. Pasal 28 Untuk mendapatkan sertifikat standar usaha Klinik di KEK, pelaku usaha harus menyampaikan permohonan perizinan berusaha kepada Administrator KEK melalui Sistem OSS. Permohonan perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen persyaratan kegiatan usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini yang diunggah melalui Sistem OSS. Dalam jangka waktu paling lama 17 (tujuh) hari sejak dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan melalui sistem OSS, Administrator KEK melakukan penilaian kesesuaian perizinan berusaha melalui kegiatan verifikasi administrasi dan verifikasi lapangan, dengan dapat melibatkan Kementerian Kesehatan. Hasil penilaian kesesuaian perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa persetujuan, perbaikan, atau penolakan persyaratan yang diproses melalui sistem OSS. Dalam hal hasil penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa persetujuan persyaratan, sertifikat standar yang telah terverifikasi beserta lampirannya diterbitkan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari.
Pasal 29 (1) PB-UMKU diproses apabila pelaku usaha telah mendapatkan Sertifikat Standar yang telah terverifikasi. (2) Untuk memperoleh PB-UMKU, pelaku usaha harus menyampaikan permohonan disertai dengan kelengkapan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, melalui Sistem OSS.
jdih.kemkes.go.id
-15(3) Kementerian Kesehatan atau kementerian/lembaga lain sesuai dengan kewenangan masing-masing berkoordinasi dengan Administrator KEK untuk melakukan penilaian kesesuaian PB-UMKU yang disampaikan melalui sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Penilaian kesesuaian PB-UMKU yang disampaikan melalui sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui kegiatan verifikasi administrasi dan verifikasi lapangan dalam jangka waktu berdasarkan jenis PB-UMKU yang dimohonkan standar pelayanan internasional yang digunakan Klinik di KEK. (5) Hasil penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa persetujuan, perbaikan, atau penolakan persyaratan diproses melalui sistem OSS. (6) Dalam hal hasil penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa persetujuan persyaratan, PB-UMKU yang telah terverifikasi beserta lampirannya diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan atau kementerian/lembaga lain sesuai dengan kewenangan masing-masing. (1) (2) (3)
(4)
(1)
(2)
Pasal 30 Masa Berlaku Sertifikat Standar Usaha Klinik di KEK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan. Masa Berlaku PB-UMKU kegiatan usaha Klinik di KEK berlaku selama pelayanan masih terselenggara dan di registrasi setiap tahun. Perpanjangan perizinan berusaha Klinik di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum perizinan berusaha Klinik KEK berakhir. Persyaratan Perpanjangan perizinan berusaha Klinik di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. dokumen perizinan berusaha Klinik yang masih berlaku; b. dokumen bukti registrasi klinik; c. dokumen bukti akreditasi; d. penilaian mandiri (self assessment) Klinik yang meliputi jenis pelayanan, sumber daya manusia, fasilitas kesehatan, peralatan dan sarana penunjang; e. dokumen/bukti uji fungsi dan/atau uji coba untuk alat kesehatan baru; dan f. dokumen kalibrasi untuk alat kesehatan yang wajib kalibrasi. Pasal 31 Klinik di KEK harus melakukan perubahan perizinan berusaha dalam hal terdapat perubahan: a. badan hukum; b. nama Klinik; c. kepemilikan modal; dan/atau d. alamat Klinik. Persyaratan perubahan perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
jdih.kemkes.go.id
-16a. b. c. d.
dokumen Izin Berusaha Klinik yang masih berlaku; dokumen surat pernyataan penggantian badan hukum, nama Klinik, kepemilikan modal, dan/atau alamat Klinik, yang ditandatangani pemilik Klinik; dokumen perubahan nomor induk berusaha; dan/atau penilaian mandiri (self assessment) Klinik yang meliputi jenis pelayanan, sumber daya manusia, fasilitas kesehatan, peralatan dan sarana penunjang. Bagian Ketiga Nama Klinik
(1) (2) (3) (4)
(5)
Pasal 32 Pemberian nama Klinik di KEK harus memperhatikan nilai dan norma agama, sosial budaya, dan etika. Pemberian nama Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kepemilikan dan kekhususannya. Pemberian nama Klinik sesuai dengan kekhususannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mencantumkan kekhususan pelayanannya. Pemberian nama Klinik di KEK dapat menambahkan kata internasional, international, kelas dunia, world class, global, dan/atau sebutan nama lainnya yang bermakna sama. Dalam hal Klinik di KEK merupakan Klinik dengan Penanaman Modal Asing cabang dari Klinik asing atau fasilitas pelayanan kesehatan asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5), atau Klinik Penanaman Modal Dalam Negeri yang bekerja sama dengan Klinik asing atau fasilitas pelayanan kesehatan asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (6), pemberian nama Klinik dapat menggunakan nama Klinik asing atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan asing tersebut. Bagian Keempat Kewajiban Klinik
(1)
(2)
Pasal 33 Klinik di KEK selain menyelenggarakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, wajib melaksanakan: a. registrasi; dan b. akreditasi. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dalam hal Klinik di KEK memiliki brand yang sama dengan Klinik negara asal, penyelenggaraan akreditasi dan perpanjangan akreditasi/reakreditasi dilakukan sesuai dengan penyelenggaraan akreditasi Klinik negara asal.
jdih.kemkes.go.id
-17BAB III PENCATATAN DAN PELAPORAN (1)
(2)
Pasal 34 Klinik di KEK wajib melaksanakan pencatatan dan pelaporan melalui sistem informasi yang dikembangkan oleh Klinik dan sistem informasi secara daring (online) yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan untuk menyajikan informasi Klinik secara nasional. Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terintegrasi dengan platform layanan interoperabilitas dan integrasi data kesehatan yang dikelola Kementerian Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 35 Pelaporan mengenai impor dan ekspor di KEK dilakukan menggunakan sistem elektronik yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat dan terintegrasi secara nasional melalui Sistem Indonesia National Single Window. Pasal 36 Klinik di KEK wajib melaporkan pemasukan atau realisasi impor dan realisasi penggunaan obat yang dimasukkan melalui mekanisme jalur khusus KEK kepada Kepala Badan yang dilaksanakan melalui sistem informasi yang terintegrasi dengan Sistem Indonesia National Single Window sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV PEMBIAYAAN PELAYANAN Pasal 37 Pembiayaan pelayanan kesehatan pada Klinik di KEK bersumber dari pembiayaan pasien, asuransi komersial, dan/atau sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN (1)
(2)
(3)
Pasal 38 Menteri, Kepala Badan, Kepala BAPETEN, Dewan Nasional, Dewan Kawasan, dan Administrator KEK melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan berusaha Klinik di KEK sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. Pengawasan diarahkan untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien dan terhadap pemenuhan standar sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini dan kewajiban Klinik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Pengawasan terhadap perizinan berusaha klinik di KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
jdih.kemkes.go.id
-18-
(4)
(5) (6) (7)
a. pengawasan rutin; dan b. pengawasan insidental. Pengawasan rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan melalui: a. laporan hasil kegiatan Klinik; dan b. inspeksi lapangan yang dilakukan dalam rangka pemeriksaan administratif dan/atau fisik atas pemenuhan standar serta pembinaan. Inspeksi lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan paling banyak 1 (satu) tahun sekali. Pengawasan insidental sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat dilakukan melalui inspeksi lapangan dalam bentuk kunjungan fisik. Pengawasan Pengawasan insidental dilaksanakan berdasarkan pengaduan dari masyarakat dan/atau pemilik Klinik di KEK. BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Peraturan Menteri diundangkan.
Pasal 39 ini mulai berlaku
pada
tanggal
jdih.kemkes.go.id
-19Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 April 2023 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. BUDI G. SADIKIN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 April 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ASEP N. MULYANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 327 Kepala Biro Hukum tanggal Paraf
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan tanggal Paraf
Sekretaris Jenderal tanggal Paraf
jdih.kemkes.go.id
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
bahwa untuk implementasi pengaturan penyelenggaraan klinik sesuai perkembangan dan perlindungan kepada masyarakat, perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 tentang Klinik;
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klinik;
: 1.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengeloaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 69);
4.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
Mengingat
5.
Undang-Undang . . .
-25.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3815);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285);
9.
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 363/Menkes/Per/IV/1998 tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan Pada Sarana Pelayanan Kesehatan; 11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis; 12. Peraturan Menteri 290/Menkes/Per/III/2008 Tindakan Kedokteran;
Kesehatan Nomor tentang Persetujuan
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 657/Menkes/Per/VIII/2009 tentang Pengiriman dan Penggunaan Spesimen Klinik, Materi Biologik dan Muatan Informasinya; 14. Peraturan Menteri 411/Menkes/Per/III/2010 Klinik;
Kesehatan Nomor tentang Laboratorium
15. Peraturan ...
-315. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741); 16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 122); 17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 915); 18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 977); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG KLINIK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik.
2.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
3.
Instalasi Farmasi adalah bagian dari Klinik yang bertugas menyelenggarakan, mengoordinasikan, mengatur, dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Klinik. 4.
Pemerintah ...
-44.
Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
6.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. BAB II JENIS KLINIK Pasal 2
(1)
Berdasarkan jenis pelayanan, Klinik dibagi menjadi: a. Klinik pratama; dan b. Klinik utama.
(2)
Klinik pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar baik umum maupun khusus.
(3)
Klinik utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.
(4)
Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan cabang/disiplin ilmu atau sistem organ.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Klinik dengan kekhususan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur oleh Menteri. Pasal 3
Klinik dapat masyarakat.
dimiliki
oleh
Pemerintah,
Pemerintah
Daerah,
atau
Pasal 4 (1)
Klinik yang dimiliki oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Klinik yang dimiliki oleh masyarakat yang menyelenggarakan rawat jalan dapat didirikan oleh perorangan atau badan usaha.
(3)
Klinik yang dimiliki oleh masyarakat yang menyelenggarakan rawat inap harus didirikan oleh badan hukum. BAB III . . .
-5BAB III PERSYARATAN Bagian Kesatu Lokasi Pasal 5 (1)
Pemerintah daerah kabupaten/kota mengatur persebaran Klinik yang diselenggarakan masyarakat di wilayahnya dengan memperhatikan kebutuhan pelayanan berdasarkan rasio jumlah penduduk.
(2)
Lokasi Klinik harus memenuhi ketentuan mengenai persyaratan kesehatan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3)
Ketentuan mengenai persebaran Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku untuk Klinik perusahaan atau Klinik instansi pemerintah tertentu yang hanya melayani karyawan perusahaan, warga binaan, atau pegawai instansi tersebut. Bagian Kedua Bangunan Pasal 6
(1)
Bangunan Klinik harus bersifat permanen dan tidak bergabung fisik bangunannya dengan tempat tinggal perorangan.
(2)
Ketentuan tempat tinggal perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.
(3)
Bangunan Klinik harus memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut. Pasal 7
(1)
Bangunan Klinik paling sedikit terdiri atas: a. ruang pendaftaran/ruang tunggu; b. ruang konsultasi; c. ruang administrasi; d. ruang obat dan bahan habis pakai melaksanakan pelayanan farmasi; e. ruang tindakan;
untuk
f.
klinik
yang
ruang . . .
-6f. g. h.
ruang/pojok ASI; kamar mandi/wc; dan ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan.
(2)
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Klinik rawat inap harus memiliki: a. ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan; b. ruang farmasi; c. ruang laboratorium; dan d. ruang dapur;
(3)
Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
Jumlah tempat tidur pasien pada Klinik rawat inap paling sedikit 5 (lima) buah dan paling banyak 10 (sepuluh) buah. Bagian Ketiga Prasarana Pasal 8
(1)
Prasarana Klinik meliputi: a. instalasi sanitasi; b. instalasi listrik; c. pencegahan dan penanggulangan kebakaran; d. ambulans, khusus untuk Klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan e. sistem gas medis; f. sistem tata udara; g. sistem pencahayaan; h. prasarana lainnya sesuai kebutuhan.
(2)
Sarana dan Prasarana Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik. Bagian Keempat Ketenagaan Pasal 9
(1)
Penanggung jawab teknis Klinik harus seorang tenaga medis.
(2)
Penanggung ...
-7(2)
Penanggung jawab teknis Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki Surat Izin Praktik (SIP) di Klinik tersebut, dan dapat merangkap sebagai pemberi pelayanan. Pasal 10
Tenaga Medis hanya dapat menjadi penanggung jawab teknis pada 1 (satu) Klinik. Pasal 11 (1)
Ketenagaan Klinik rawat jalan terdiri atas tenaga medis, tenaga keperawatan, Tenaga Kesehatan lain, dan tenaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
(2)
Ketenagaan Klinik rawat inap terdiri atas tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga gizi, tenaga analis kesehatan, Tenaga Kesehatan lain dan tenaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
(3)
Jenis, kualifikasi, dan jumlah Tenaga Kesehatan lain serta tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan oleh Klinik. Pasal 12
(1)
Tenaga medis pada Klinik pratama yang memberikan pelayanan kedokteran paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang dokter dan/atau dokter gigi sebagai pemberi pelayanan.
(2)
Tenaga medis pada Klinik utama yang memberikan pelayanan kedokteran paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang dokter spesialis dan 1 (satu) orang dokter sebagai pemberi pelayanan.
(3)
Tenaga medis pada Klinik utama yang memberikan pelayanan kedokteran gigi paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang dokter gigi spesialis dan 1 (satu) orang dokter gigi sebagai pemberi pelayanan. Pasal 13
(1)
Setiap tenaga medis yang berpraktik di Klinik harus mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Setiap ...
-8(2)
Setiap tenaga kesehatan lain yang bekerja di Klinik harus mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR), dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 14
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Klinik harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien. Pasal 15 Pendayagunaan tenaga kesehatan warga negara asing di dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Klinik
Pasal 16 Klinik yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 24 (dua puluh empat) jam harus menyediakan dokter serta tenaga kesehatan lain sesuai kebutuhan pelayanan dan setiap saat berada di tempat. Bagian Kelima Peralatan Pasal 17 (1)
Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.
(2)
Peralatan medis dan nonmedis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan.
(3)
Selain memenuhi standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) peralatan medis harus memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 18
(1)
Peralatan medis yang digunakan di Klinik harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 ...
-9Pasal 19 Peralatan medis yang menggunakan sinar pengion harus mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 20 Penggunaan peralatan medis di Klinik harus dilakukan berdasarkan indikasi medis. Bagian Keenam Kefarmasian Pasal 21 (1)
Klinik rawat jalan tidak wajib melaksanakan pelayanan farmasi.
(2)
Klinik rawat jalan yang menyelenggarakan pelayanan kefarmasian wajib memiliki apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sebagai penanggung jawab atau pendamping. Pasal 22
(1)
Klinik rawat inap wajib diselenggarakan apoteker.
memiliki
instalasi
farmasi
yang
(2)
Instalasi farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melayani resep dari dokter Klinik yang bersangkutan, serta dapat melayani resep dari dokter praktik perorangan maupun Klinik lain. Pasal 23
Klinik yang menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi medis pecandu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan oleh apoteker. Bagian Ketujuh Laboratorium Pasal 24 (1)
Klinik rawat inap wajib menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan laboratorium klinik.
(2)
Klinik rawat jalan dapat menyelenggarakan pelayanan laboratorium klinik. (3)
pengelolaan
dan
Laboratorium ...
- 10 (3)
Laboratorium Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada klinik pratama merupakan pelayanan laboratorium klinik umum pratama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)
Klinik utama dapat menyelenggarakan pelayanan laboratorium klinik umum pratama atau laboratorium klinik umum madya.
(5)
Perizinan laboratorium klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) terintegrasi dengan perizinan Klinik.
(6)
Dalam hal Klinik menyelenggarakan laboratorium klinik yang memiliki sarana, prasarana, ketenagaan dan kemampuan pelayanan melebihi kriteria dan persyaratan Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), maka laboratorium klinik tersebut harus memiliki izin tersendiri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV PERIZINAN Pasal 25
(1)
Setiap penyelenggaraan Klinik wajib memiliki izin mendirikan dan izin operasional.
(2)
Izin mendirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
(3)
Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Pasal 26
(1)
Untuk mendapatkan izin mendirikan, penyelenggara Klinik harus melengkapi persyaratan: a. identitas lengkap pemohon; b. salinan/fotokopi pendirian badan hukum atau badan usaha, kecuali untuk kepemilikan perorangan; c. salinan/fotokopi yang sah sertifikat tanah, bukti kepemilikan lain yang disahkan oleh notaris, atau bukti surat kontrak minimal untuk jangka waktu 5 (lima) tahun; d. dokumen SPPL untuk Klinik rawat jalan, atau dokumen UKL-UPL untuk Klinik rawat inap sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; dan
e.
profil ...
- 11 e.
f.
profil Klinik yang akan didirikan meliputi pengorganisasian, lokasi, bangunan, prasarana, ketenagaan, peralatan, kefarmasian, laboratorium, serta pelayanan yang diberikan; persyaratan lainnya sesuai dengan peraturan daerah setempat.
(2)
Izin mendirikan diberikan untuk jangka waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan apabila belum dapat memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) habis dan pemohon tidak dapat memenuhi persyaratan, maka pemohon harus mengajukan permohonan izin mendirikan yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 27
(1)
Untuk mendapatkan izin operasional, penyelenggara Klinik harus memenuhi persyaratan teknis dan administrasi.
(2)
Persyaratan teknis meliputi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, ketenagaan, peralatan, kefarmasian, dan laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 24.
(3)
Persyaratan administrasi meliputi izin mendirikan dan rekomendasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota.
(4)
Izin operasional diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan. Pasal 28
(1)
Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota harus mengeluarkan keputusan atas permohonan izin operasional, paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima permohonan izin.
(2)
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penerbitan izin, penolakan izin atau pemberitahuan untuk kelengkapan berkas. Pasal 29
(1)
Apabila dalam permohonan izin operasional, pemohon dinyatakan masih harus melengkapi persyaratan sesuai ketentuan Pasal 29 ayat (3), maka Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota harus segera memberitahukan kepada pemohon dalam jangka waktu 1 (satu) bulan. (2)
Pemohon ...
- 12 (2)
Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak pemberitahuan disampaikan, harus segera melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi.
(3)
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemohon tidak dapat memenuhi persyaratan, pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota mengeluarkan surat penolakan atas permohonan izin operasional dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari. Pasal 30
(1)
Perpanjangan izin operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) harus diajukan pemohon paling lama 3 (tiga) bulan sebelum habis masa berlaku izin operasional.
(2)
Dalam waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota harus memberi keputusan berupa penerbitan izin atau penolakan izin.
(3)
Dalam hal permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota wajib memberikan alasan penolakan secara tertulis. Pasal 31
(1)
Perubahan izin operasional Klinik harus dilakukan apabila terjadi: a. perubahan nama; b. perubahan jenis badan usaha; dan/atau c. perubahan alamat dan tempat.
(2)
Perubahan izin operasional Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b dilakukan dengan mengajukan permohonan izin operasional serta harus melampirkan: a. surat pernyataan penggantian nama dan/atau jenis badan usaha Klinik yang ditandatangani oleh pemilik; b. perubahan Akta Notaris; dan c. izin operasional Klinik yang asli, sebelum perubahan.
(3)
Perubahan izin operasional Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan mengajukan permohonan izin mendirikan, izin operasional, serta harus melampirkan: a. surat pernyataan penggantian alamat dan tempat Klinik yang ditandatangani oleh pemilik; dan b. izin operasional Klinik yang asli, sebelum perubahan. (4)
Perubahan . . .
- 13 (4)
Perubahan kepemilikan dan/atau penanggung jawab teknis Klinik harus dilaporkan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. BAB V PENYELENGGARAAN Pasal 32
(1)
Klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
(2)
Pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, pelayanan satu hari (one day care) dan/atau home care.
(3)
Pelayanan satu hari (one day care) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pelayanan yang dilakukan untuk pasien yang sudah ditegakkan diagnosa secara definitif dan perlu mendapat tindakan atau perawatan semi intensif (observasi) setelah 6 (enam) jam sampai dengan 24 (dua puluh empat) jam.
(4)
Home care sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bagian atau lanjutan dari pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif yang diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan atau memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan dampak penyakit. Pasal 33
(1)
Klinik rawat inap hanya dapat memberikan pelayanan rawat inap paling lama 5 (lima) hari.
(2)
Apabila memerlukan rawat inap lebih dari 5 (lima) hari, maka pasien harus secara terencana dirujuk ke rumah sakit sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 34
(1)
Klinik pratama hanya dapat melakukan bedah kecil (minor) tanpa anestesi umum dan/atau spinal.
(2)
Klinik utama dapat melakukan tindakan bedah, kecuali tindakan bedah yang: a. menggunakan anestesi umum dengan inhalasi dan/atau spinal; b.
operasi . . .
- 14 b. c. (3)
operasi sedang yang berisiko tinggi; dan operasi besar.
Klasifikasi bedah kecil, sedang, dan besar ditetapkan oleh Organisasi Profesi yang bersangkutan. Pasal 35
Setiap Klinik mempunyai kewajiban: a. b.
c.
d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n. o. p.
memberikan informasi yang benar tentang pelayanan yang diberikan; memberikan pelayanan yang efektif, aman, bermutu, dan nondiskriminasi dengan mengutamakan kepentingan terbaik pasien sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional; memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya tanpa meminta uang muka terlebih dahulu atau mendahulukan kepentingan finansial; memperoleh persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan (informed consent); menyelenggarakan rekam medis; melaksanakan sistem rujukan dengan tepat; menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan; menghormati dan melindungi hak-hak pasien; memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien; melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; memiliki standar prosedur operasional; melakukan pengelolaan limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; melaksanakan fungsi sosial; melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan; menyusun dan melaksanakan peraturan internal klinik; dan memberlakukan seluruh lingkungan klinik sebagai kawasan tanpa rokok. Pasal 36
Setiap Kinik mempunyai hak: a.
menerima imbalan jasa perundang-undangan;
pelayanan
sesuai
ketentuan
b.
peraturan
melakukan . . .
- 15 b. c. d. e.
melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam mengembangkan pelayanan; menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian; mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan kesehatan; dan mempromosikan pelayanan kesehatan yang ada di Klinik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 37
Penyelenggara Klinik wajib: a. b.
c.
memasang nama dan klasifikasi Klinik; membuat dan melaporkannya kepada dinas kesehatan daftar tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang bekerja di Klinik dengan menyertakan: 1) nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) bagi tenaga medis; 2) nomor surat izin sebagai tanda registrasi atau Surat Tanda Registrasi (STR), dan Surat Izin Praktik (SIP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi tenaga kesehatan lain. melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan melaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan program pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 38
(1)
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Klinik, dilakukan akreditasi secara berkala paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali.
(2)
Setiap Klinik yang telah memperoleh izin operasional dan telah beroperasi paling sedikit 2 (dua) tahun wajib mengajukan permohonan akreditasi.
(3)
Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh lembaga independen pelaksana akreditasi yang membidangi fasilitas pelayanan kesehatan. Pasal 39
(1)
Dalam penyelenggaraan Klinik harus dilakukan audit medis.
(2)
Audit medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara internal dan eksternal. (3)
Audit ...
- 16 (3)
Audit medis internal dilakukan oleh Klinik paling sedikit satu kali dalam setahun.
(4)
Audit medis eksternal dapat dilakukan oleh organisasi profesi. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 40
(1)
Menteri, gubernur, kepala dinas kesehatan provinsi, bupati/walikota, dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Klinik.
(2)
Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengikutsertakan organisasi profesi dan perhimpunan/asosiasi Klinik.
(3)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala risiko yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan atau merugikan masyarakat.
(4)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa pemberian bimbingan, supervisi, konsultasi, penyuluhan kesehatan, pendidikan dan pelatihan. Pasal 41
(1)
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, gubernur, kepala dinas kesehatan provinsi, bupati/walikota, dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengambil tindakan administratif.
(2)
Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dilakukan melalui: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pencabutan izin tenaga kesehatan; dan/atau d. pencabutan izin/rekomendasi Klinik.
pada
ayat
(1)
Pasal 42 (1)
Gubernur dan bupati/walikota dalam melaksanakan tugasnya dapat mengangkat tenaga pengawas dengan tugas pokok untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Klinik. (2)
Ketentuan . . .
- 17 (2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 43
(1)
Klinik yang diselenggarakan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 666/Menkes/SK/VI/2007 tentang Klinik Rawat Inap Pelayanan Medik Dasar, tetap dapat menyelenggarakan pelayanan sampai habis masa berlakunya izin.
(2)
Perpanjangan izin klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri ini. Pasal 44
(1)
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Klinik yang telah terselenggara berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 Tentang Klinik, tetap dapat menyelenggarakan pelayanan sampai habis masa berlakunya izin.
(2)
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Klinik yang sedang dalam proses pengajuan izin baru atau perpanjangan izin dan telah memenuhi persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 Tentang Klinik, tetap diberikan izin Klinik dan rekomendasi operasional Klinik.
(3)
Klinik yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 028/MENKES/PER/I/2011 Tentang Klinik, harus menyesuaikan dengan Peraturan ini paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkan. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 45
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: 1.
Peraturan Menteri tentang Klinik; dan
Kesehatan
Nomor
028/MENKES/PER/I/2011
2.
Keputusan ...
- 18 2.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 666/MENKES/SK/VI/2007 tentang Klinik Rawat Inap Pelayanan Medik Dasar, sepanjang mengenai ketentuan perizinan penyelenggaraan Klinik;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 46 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal di undangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Februari 2014 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd NAFSIAH MBOI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 Februari 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 232