3.3 MEDIA CERPEN TUMBANG AKSI 2_Hilda Purnamasari Flipbook PDF

3.3 MEDIA CERPEN TUMBANG AKSI 2_Hilda Purnamasari

28 downloads 121 Views 5MB Size

Recommend Stories


(+52 (33) (33)
(+52 (33) 3613 5420 2+52 (33) 3658 0551 *[email protected] 8www.koala.com.mx 2 POLIURETANO HI TECH. Poliuretano de grado industrial inyectado so

:33
LISTA DE PRECIOS Los precios son exclusivamente a titulo orientativo - IVA incluido www.mas-informatica.com.ar ARTICULO 15/04/2016 19:33 RUBRO SUBR

33
DAÑOS Y PERJUICIOS RECHAZO DE EXCEPCIÓN DE FALTA DE LEGITIMACIÓNLESIONES PRODUCIDAS POR CAIDA AL TOPARSE CON LA BASE –RUEDAS CEMENTADAS –DE SEÑAL INDI

Story Transcript

1 TUMBUH KEMBANG Hilda P Keluarga Bapak Handi terlihat rukun bahagia damai sentosa. Pak Handi menikah dengan Bu Yulis sudah lima tahun lamanya. Anaknya tiga. Sekarang anak-anaknya bersekolah semua, yang pertama kelas 6 SD, yang kedua kelas 3 SD dan yang kelima TK A. Jangan bingung dengan usia anak-anak mereka. Bu Yulis telah memiliki 2 orang anak bawaan sebelum menikah dengan Pak Handi. Demikian juga Pak Handi telah memiliki seorang anak laki-laki yang berusia enam bulan sewaktu menikah dengan Bu Yulis. Meski keluarga Pak Handi dan Bu Yulis hidup sederhana, tandanya sehari-hari cukup hanya untuk sehari-hari. Setiap sore Pak Handi rajin mengajak ketiga anaknya pergi ke musholla dekat rumah. Setelah salat Ashar, ketiga anaknya bersiap untuk mengaji. Kegiatan mengaji di musholla ini berlangsung hingga anaknya lulus SMP. Anak-anaknya mengaji dari hari Senin hingga hari Jumat. “Jov, kok lama mandinya? Ayo!” kata Bu Yulis kepada Jova anak berusia lima setengah tahun itu. “Ma, pakaikan sabun Ma. Gak bisa nyampe ke punggung sabunnya.” Rengek anak kecil itu ke mamanya. Tangan orang dewasa mengambil alih sabun yang ada di tangan Jova, kemudian diusapnya sabun ke punggung kecil itu. Hingga bersih diperiksa setelah ia pup sebelumnya. Setelah dibilas hingga bersih, kemudian diselimuti dengan handuk. Jova teramat senang hatinya, mamanya telah menyiapkan baju sekolah yang telah disetrika di atas tempat tidur lengkap dengan minyak telon agar tubuhnya senantiasa hangat. Jova pun teramat bahagia setelah ia mandi dan berganti baju selalu terhidang sarapan yang enak. Lauknya ganti-ganti, bisa tahu, tempe, telur ceplok, telur dadar. Di waktu-waktu tertentu ada ayam atau daging yang terhidang di atas meja. Jika lauk ayam atau daging di atas meja, Jova memilih makan dengan kerupuk dan kecap karena giginya telah habis terkikis makanan.


2 Bu Yulis tiap pagi mengantar ketiga anaknya ke sekolah. “Ma, aku ditunggu ya Ma!” “Sudah besar, Mama nanti jemput.” Ucap Bu Yulis kepada Jova. Tahun demi tahun berlalu. Jovi saat ini kelas XII SMA sedang mengikuti penilaian akhir. Anak sulung, Melvi sudah bekerja di Tangerang dan menikah dengan orang asli Tangerang. Anak kedua, Anto masih belum juga menemukan pekerjaan. “Itu lihat Si Anto, belum juga dapat kerjaan.” Bisik-bisik tetangga. “Mana bisa dapat kerja, Bu-ibu. Kerjanya Cuma mainan hape di kasur.” Sahut ibu lainnya. “Nah kalau Anto itu waktu SMA males banget, sering bohong juga. Pamit sekolah, eh ternyata di sekolah malah nge-game.” Timpal Bu Mirna. Bu Yulis yang sedang belanja mendengar bisik-bisik ibu-ibu langsung menegur. “Bu, punya mulut itu dijaga ya. Kenapa tidak habis membicarakan keluarga saya ya. Salah apa saya sama ibu-ibu?” Bu Yulis segera membayar belanjaan dan pulang ke rumah. Seharian itu rumahnya ditutup rapat. Bu Yulis sungguh teramat jengkel hatinya. Kali ini makanan belum juga terhidang di meja makan hingga pada saat Jovi berangkat sekolah. Jovi berpamitan berangkat sekolah kepada ayah dan mamanya. “Ayah, aku berangkat.” Jovi salim ayahnya. Pak Handi mencium kepala anak laki-lakinya itu. “Iya, Nak. Doa Ayah selalu semoga diberikan kemudahan dan kelancaran ya Nak. Ini roti bawa ke sekolah.” Pak Hadi memasukkan roti di tas Jovi. “Makasih Ayah.” Jovi menghampiri Ibu Yulis. “Mama, doakan aku ya Ma. Bu Yulis tak bergeming. Jovi meraih tangan Bu Yulis. “Ma, maaf ya Jovi berangkat ke sekolah.” Tangan Jovi ditepi Bu Yulis. Ia mau berpamitan dengan Kak Anto, sayangnya Kak Anto masih tidur. Jovi mengeluarkan sepeda roda dua yang


3 dibelikan ayahnya saat kelas X dulu karena ke Pak Handi mengirimkan sandal paling banyak menjelang hari raya. Pak Handi yang sedang berada di ruang tamu dihampiri Bu Yulis. “Tetangga kurang ajar!” “Kenapa lagi?” tanya Pak Handi. “Mereka bilang tidak-tidak!” “Mereka yang kau caci maki baru saja itu juga masih saudaraku. Mau sampai kapan kamu hidup dengan kemauanmu sendiri. Bertahun-tahun aku menutupi kekurangannmu. Di depan anak-anak, di depan keluargaku, dan di depan keluargamu. Pernikahan ini menjadi terakhir buat kita berdua.” Ungkap Pak Handi. “Aku minta uang buat healing sama anak-anak!” minta Bu Yulis. “Apa-apaan kamu, Lis. Jovi sedang ujian!” “Aku mau ke Melvi sama Anto!” “Lis!” “Jovi bisa sama kamu!” “Jaga ucapanmu, Lis! Melvi dan Anto sudah kuanggap sebagai anak kandungku sendiri. Selayaknya kamu juga merawat Jovi, apalagi dia sekarang sangat butuh dukungan!” Sejak menikah dengan Pak Handi, Bu Yulis hanya mementingkan dirinya dan kedua anaknya. Pernah pada acara keluarga, Bu Yulis malah pergi ke rumah orangtuanya bersama kedua anaknya meninggalkan Jovi kecil dan Pak Handi. “Aku minta uang lima puluh juta!” “Uang darimana?” “Hasil menjual tanah warisan masih ada sisa kan!” “Kamu sudah kelewat batas Lis!” Kondisi seperti ini sudah tidak terelakkan lagi tiap harinya. Jovi dan ayahnya sudah kenyang dengan perlakuan Bu Yulis. Jovi yang harus menjalani ujian sedikit banyak terganggu dengan kondisi ini. Bu Yulis nekat pergi bersama Anto ke Tangerang meninggalkan Pak Handi dan


4 Jovi. Jovi membantu pekerjaan rumah. Belanja sederhana kemudian dimasak sederhana dan dimakan bersama ayahnya. Jovi bisa melaksanakan penilaian kelulusan SMA hingga pada tahap akhir. Bu Yulis sesekali pulang ke rumah kemudian kembali lagi ke Tangerang. Anto jarang pulang karena sudah diterima kerja teknisi di Kalimantan. Meski begitu, Melvi dan Anto cukup sering menelepon Pak Handi untuk mananyakan kabar. Suatu pagi Jovi mendapat tawaran kerja sebagai admin di CV teman ayahnya. Sampai pada akhirnya Bu Yulis pulang ke rumah dalam waktu yang cukup lama. Biasanya sebulan sekali Bu Yulis akan meminta Pak Handi uang untuk pergi ke Tangerang. Namun, itu tidak dilakukannya dalam waktu tiga bulan, lima bulan, bahkan sampai bertemu hari raya di rumah. Melvi dan Anto semakin sibuk dengan pekerjaannya. “Maaf, Ma. Melvi bukannya tidak mau ada Mama di rumah Melvi, tapi Melvi takut suami Melvi tidak nyaman karena ada Mama.” Ucap Melvi kepada mamanya. “Maaf ya Ma. Anto tidak bisa bawa mama ke Kalimantan. Di sana jauh dari apa yang dibutuhkan Mama.” Ungkap Anto kepada mamanya. Berat hati Bu Yulis mendengar ucapan kedua anak yang digadang-gadang akan merawatnya di masa tua. Hari berganti hari semakin datang kabar dan uang trasnferan saja untuk Pak Handi dan Bu Yulis. Jovi bahkan sudah menyelesaikan kuliah di universitas swasta dengan beasiswa. Jovi sedang makan telur ceplok dan sambal kecap. Bu Yulis menangis terisak-isak melihatnya. “Maafkan Mama ya Nak. Maafkan Mama.” “Tidak apa-apa, Ma. Mama kenapa menangis?” “Mama minta maaf karena sejak kami kecil. Mama seringkali membedakan perlakuan mama ke kamu dan kakak-kakak. Ayah yang lebih sering merawat, mencuci pakaianmu, mensetrika, membantumu karena Mama mendahulukan kakak-kakakmu.” “Ma. Itu juga hal sedih Jovi alami. Jovi tahu ibu kandung Jovi sudah tidak ada sewaktu kelas VII SMP saat daftar ulang.”


5 “Mama menyesal sekali. Anak Mama yang selama ini dirawat sepenuh hati malah meninggalkan Mama.” “Bukankah Jovi juga anak Mama. Walaupun kenyataanya bukan nama Mama yang tertera di Akta Kelahiran Jovi, tetapi Jovi tahunya Mama-lah ibu Jovi. Mama masih ingat Jovi sewaktu merengek minta ditunggu ketika diantar sekolah dan bahagianya Jovi ketika mama jemput walaupun harus berdempetan di sepeda motor bersama Kak Melvi dan Kak Anto.” “Jangan tinggalkan Mama seperti kakak-kakakmu ya, Nak.” “Jovi tetap tinggal di kota ini, Ma. Dulu Mama bilang sudah besar, mama nanti jemput. Jovi sekarang sudah besar. Jovi yang jemput Mama dan ayah buat jalan-jalan keliling kota.” “Naik apa Jov?” “Naik Grabmobil, Ma.” Begitulah kehidupan Pak Handi dan Bu Yulis kembali harmonis. Bu Yulis lambat laun lebih aktif mengikuti organisasi ibu-ibu. Jovi fokus dengan pekerjaanya. Terkadang kita harus mengalami jatuh terlabih dahulu agar bisa merasakan bangkit.


6 ANALISIS


7 TUMBUH KEMBANG Keluarga Bapak Handi terlihat rukun bahagia damai sentosa. Pak Handi menikah dengan Bu Yulis sudah lima tahun lamanya. Anaknya tiga. Sekarang anak-anaknya bersekolah semua, yang pertama kelas 6 SD, yang kedua kelas 3 SD dan yang kelima TK A. Jangan bingung dengan usia anak-anak mereka. Bu Yulis telah memiliki 2 orang anak bawaan sebelum menikah dengan Pak Handi. Demikian juga Pak Handi telah memiliki seorang anak laki-laki yang berusia enam bulan sewaktu menikah dengan Bu Yulis. Meski keluarga Pak Handi dan Bu Yulis hidup sederhana, tandanya sehari-hari cukup hanya untuk sehari-hari. Setiap sore Pak Handi rajin mengajak ketiga anaknya pergi ke musholla dekat rumah. Setelah salat Ashar, ketiga anaknya bersiap untuk mengaji. Kegiatan mengaji di musholla ini berlangsung hingga anaknya lulus SMP. Anak-anaknya mengaji dari hari Senin hingga hari Jumat. “Jov, kok lama mandinya? Ayo!” kata Bu Yulis kepada Jova anak berusia lima setengah tahun itu. “Ma, pakaikan sabun Ma. Gak bisa nyampe ke punggung sabunnya.” Rengek anak kecil itu ke mamanya. Tangan orang dewasa mengambil alih sabun yang ada di tangan Jova, kemudian diusapnya sabun ke punggung kecil itu. Hingga bersih diperiksa setelah ia pup sebelumnya. Setelah dibilas hingga bersih, kemudian diselimuti dengan handuk. Jova ORIENTASI


8 teramat senang hatinya, mamanya telah menyiapkan baju sekolah yang telah disetrika di atas tempat tidur lengkap dengan minyak telon agar tubuhnya senantiasa hangat. Jova pun teramat bahagia setelah ia mandi dan berganti baju selalu terhidang sarapan yang enak. Lauknya ganti-ganti, bisa tahu, tempe, telur ceplok, telur dadar. Di waktu-waktu tertentu ada ayam atau daging yang terhidang di atas meja. Jika lauk ayam atau daging di atas meja, Jova memilih makan dengan kerupuk dan kecap karena giginya telah habis terkikis makanan. Bu Yulis tiap pagi mengantar ketiga anaknya ke sekolah. “Ma, aku ditunggu ya Ma!” “Sudah besar, Mama nanti jemput.” Ucap Bu Yulis kepada Jova. Tahun demi tahun berlalu. Jovi saat ini kelas XII SMA sedang mengikuti penilaian akhir. Anak sulung, Melvi sudah bekerja di Tangerang dan menikah dengan orang asli Tangerang. Anak kedua, Anto masih belum juga menemukan pekerjaan. “Itu lihat Si Anto, belum juga dapat kerjaan.” Bisik-bisik tetangga. “Mana bisa dapat kerja, Bu-ibu. Kerjanya Cuma mainan hape di kasur.” Sahut ibu lainnya. “Nah kalau Anto itu waktu SMA males banget, sering bohong juga. Pamit sekolah, eh ternyata di sekolah malah ngegame.” Timpal Bu Mirna. Bu Yulis yang sedang belanja mendengar bisik-bisik ibuibu langsung menegur. ORIENTASI KOMPLIKASI


9 “Bu, punya mulut itu dijaga ya. Kenapa tidak habis membicarakan keluarga saya ya. Salah apa saya sama ibu-ibu?” Bu Yulis segera membayar belanjaan dan pulang ke rumah. Seharian itu rumahnya ditutup rapat. Bu Yulis sungguh teramat jengkel hatinya. Kali ini makanan belum juga terhidang di meja makan hingga pada saat Jovi berangkat sekolah. Jovi berpamitan berangkat sekolah kepada ayah dan mamanya. “Ayah, aku berangkat.” Jovi salim ayahnya. Pak Handi mencium kepala anak laki-lakinya itu. “Iya, Nak. Doa Ayah selalu semoga diberikan kemudahan dan kelancaran ya Nak. Ini roti bawa ke sekolah.” Pak Hadi memasukkan roti di tas Jovi. “Makasih Ayah.” Jovi menghampiri Ibu Yulis. “Mama, doakan aku ya Ma. Bu Yulis tak bergeming. Jovi meraih tangan Bu Yulis. “Ma, maaf ya Jovi berangkat ke sekolah.” Tangan Jovi ditepis Bu Yulis. Ia mau berpamitan dengan Kak Anto, sayangnya Kak Anto masih tidur. Jovi mengeluarkan sepeda roda dua yang dibelikan ayahnya saat kelas X dulu karena ke Pak Handi mengirimkan sandal paling banyak menjelang hari raya. Pak Handi yang sedang berada di ruang tamu dihampiri Bu Yulis. “Tetangga kurang ajar!” “Kenapa lagi?” tanya Pak Handi. “Mereka bilang tidak-tidak!” KOMPLIKASI


10 “Mereka yang kau caci maki baru saja itu juga masih saudaraku. Mau sampai kapan kamu hidup dengan kemauanmu sendiri. Bertahun-tahun aku menutupi kekurangannmu. Di depan anak-anak, di depan keluargaku, dan di depan keluargamu. Pernikahan ini menjadi terakhir buat kita berdua.” Ungkap Pak Handi. “Aku minta uang buat healing sama anak-anak!” minta Bu Yulis. “Apa-apaan kamu, Lis. Jovi sedang ujian!” “Aku mau ke Melvi sama Anto!” “Lis!” “Jovi bisa sama kamu!” “Jaga ucapanmu, Lis! Melvi dan Anto sudah kuanggap sebagai anak kandungku sendiri. Selayaknya kamu juga merawat Jovi, apalagi dia sekarang sangat butuh dukungan!” Sejak menikah dengan Pak Handi, Bu Yulis hanya mementingkan dirinya dan kedua anaknya. Pernah pada acara keluarga, Bu Yulis malah pergi ke rumah orangtuanya bersama kedua anaknya meninggalkan Jovi kecil dan Pak Handi. “Aku minta uang lima puluh juta!” “Uang darimana?” “Hasil menjual tanah warisan masih ada sisa kan!” “Kamu sudah kelewat batas Lis!” KOMPLIKASI


11 Kondisi seperti ini sudah tidak terelakkan lagi tiap harinya. Jovi dan ayahnya sudah kenyang dengan perlakuan Bu Yulis. Jovi yang harus menjalani ujian sedikit banyak terganggu dengan kondisi ini. Bu Yulis nekat pergi bersama Anto ke Tangerang meninggalkan Pak Handi dan Jovi. Jovi membantu pekerjaan rumah. Belanja sederhana kemudian dimasak sederhana dan dimakan bersama ayahnya. Jovi bisa melaksanakan penilaian kelulusan SMA hingga pada tahap akhir. Bu Yulis sesekali pulang ke rumah kemudian kembali lagi ke Tangerang. Anto jarang pulang karena sudah diterima kerja teknisi di Kalimantan. Meski begitu, Melvi dan Anto cukup sering menelepon Pak Handi untuk mananyakan kabar. Suatu pagi Jovi mendapat tawaran kerja sebagai admin di CV teman ayahnya. Sampai pada akhirnya Bu Yulis pulang ke rumah dalam waktu yang cukup lama. Biasanya sebulan sekali Bu Yulis akan meminta Pak Handi uang untuk pergi ke Tangerang. Namun, itu tidak dilakukannya dalam waktu tiga bulan, lima bulan, bahkan sampai bertemu hari raya di rumah. Melvi dan Anto semakin sibuk dengan pekerjaannya. “Maaf, Ma. Melvi bukannya tidak mau ada Mama di rumah Melvi, tapi Melvi takut suami Melvi tidak nyaman karena ada Mama.” Ucap Melvi kepada mamanya. “Maaf ya Ma. Anto tidak bisa bawa mama ke Kalimantan. Di sana jauh dari apa yang dibutuhkan Mama.” Ungkap Anto kepada mamanya. Berat hati Bu Yulis mendengar ucapan kedua anak yang digadang-gadang akan merawatnya di masa tua. Hari berganti hari semakin datang kabar dan uang trasnferan saja untuk Pak RESOLUSI


12 Handi dan Bu Yulis. Jovi bahkan sudah menyelesaikan kuliah di universitas swasta dengan beasiswa. Jovi sedang makan telur ceplok dan sambal kecap. Bu Yulis menangis terisak-isak melihatnya. “Maafkan Mama ya Nak. Maafkan Mama.” “Tidak apa-apa, Ma. Mama kenapa menangis?” “Mama minta maaf karena sejak kami kecil. Mama seringkali membedakan perlakuan mama ke kamu dan kakakkakak. Ayah yang lebih sering merawat, mencuci pakaianmu, mensetrika, membantumu karena Mama mendahulukan kakak-kakakmu.” “Ma. Itu juga hal sedih Jovi alami. Jovi tahu ibu kandung Jovi sudah tidak ada sewaktu kelas VII SMP saat daftar ulang.” “Mama menyesal sekali. Anak Mama yang selama ini dirawat sepenuh hati malah meninggalkan Mama.” “Bukankah Jovi juga anak Mama. Walaupun kenyataanya bukan nama Mama yang tertera di Akta Kelahiran Jovi, tetapi Jovi tahunya Mama-lah ibu Jovi. Mama masih ingat Jovi sewaktu merengek minta ditunggu ketika diantar sekolah dan bahagianya Jovi ketika mama jemput walaupun harus berdempetan di sepeda motor bersama Kak Melvi dan Kak Anto.” “Jangan tinggalkan Mama seperti kakak-kakakmu ya, Nak.” “Jovi tetap tinggal di kota ini, Ma. Dulu Mama bilang sudah besar, mama nanti jemput. Jovi sekarang sudah besar. Jovi yang jemput Mama dan ayah buat jalan-jalan keliling kota.” “Naik apa Jov?” “Naik Grabmobil, Ma.” RESOLUSI


13 Begitulah kehidupan Pak Handi dan Bu Yulis kembali harmonis. Bu Yulis lambat laun lebih aktif mengikuti organisasi ibu-ibu. Jovi fokus dengan pekerjaanya. Terkadang kita harus mengalami jatuh terlabih dahulu agar bisa merasakan bangkit. KODA


Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.