Tarian Pena Vol.1 Flipbook PDF

Tarian Pena Vol.1

12 downloads 115 Views 3MB Size

Story Transcript

SEBUAH PENGANTAR

Pada dasarnya setiap insan mempunyai buah fikiran, namun tak semua bisa mengekspresikan dalam bentuk tulisan, butuh keberanian untuk merealisasikan apa yang di benak menjadi sebuah untaian kalimat yang penuh makna dan dapat dinikmati banyak orang. Tulisan pegawai KPP Wajib Pajak Besar Satu dan alumninya patut diapresiasi, di tengah kesibukan dan kepadatan aktivitas, mampu menorehkan karyanya yang berwarna warni. Dari cerita dan tulisan ringan keseharian hingga yang berkisar pekerjaan. Terima kasih kepada tim yang telah mengkoordinir dan menyusun sebuah e-book atau digital magazine dan juga kepada seluruh kontributor yang telah berani menuangkan karyanya. Semoga hal ini akan terus bergulir dan menggugah pegawai di KPP Wajib Pajak Besar Satu, untuk berani mengungkapkan gagasan dan idenya dalam bentuk tulisan. Tidak takut mencoba dan juga tidak takut gagal dalam berusaha. Karya dan tulisan pertama kita bisa jadi banyak kekurangan dan belum sempurna, karenanya semoga agenda ini akan menjadi pembiasaan dan sarana perbaikan untuk menjadi lebih terampil dalam mengungkapkan ide secara tertulis. Kritik dan saran membangun sangat diharapkan demi perbaikan tulisan pegawai KPP Wajib Pajak Besar Satu di masa yang akan mendatang. Saya sangat mendukung agenda ini agar menjadi sebuah budaya baru di KPP Wajib Pajak Besar Satu, dan meningkatkan kemampuan menulis di antara pegawai. Menulis? Siapa takut.

Etty Rachmiyanthi, Kepala KPP Wajib Pajak Besar Satu

Daftar Isi

Chapter I. Isu Perpajakan

1

Nasionalisme Moderat Sumber Daya Mineral

2

Ingin Ikut PPS Tetapi Ada SP2DK, Saya Harus Bagaimana?

9

Implementasi Penerapan PMK 81 Tahun 2009 oleh Wajib Pajak Perbankan

12

Kenaikan Tarif PPh Orang Pribadi, Haruskah Kita Panik?

24

Chapter II. Article in English

27

Transfer Pricing Culture in Multinational Companies

28

The Urgency of Waste Management in Jakarta

33

Chapter III. Opini Ringan dan Cerita Keseharian

39

Menjawab Tantangan Kementerian Keuangan Flexible Working Space (FWS) dengan Peluang Virtual Office (VO) Di Direktorat Jenderal Pajak

40

Menyelami Kreativitas Seni di Tengah Pandemi

46

Perpisahan

48

Seni Berprasangka Baik

52

Pembantaian Golyat

56

''Nginceng''

58

Lika Liku IKU, AR yang Gak Laku Laku

61

Inner Child: Bagian yang Terabaikan

63

Benarkah Kita Semua Punya Privilege?

67

WFO? Siapa Takut!

69

CHAPTER I ISU PERPAJAKAN

1

Nasionalisme Moderat Sumber Daya Mineral

Latar Belakang Ada dua jenis nasionalisme sumber daya, nasionalisme radikal dan nasionalisme moderat. Mana yang tepat? Kekayaan alam kita pernah dieksploitasi perusahaan-perusahaan dagang negeri Belanda berabad-abad. Eksistensi dan peran penduduk lokal sebagai pengelola kekayaan alamnya sendiri kian tergusur dan tereksploitasi pula melalui kerja paksa. Indonesia melepaskan diri dari kolonialisme, menjadi negara merdeka dan berdaulat. Indonesia mengembalikan eksistensi dan perannya melalui Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pada tanggal 31 Desember 1958 Indonesia mengeluarkan UU 86/1958, melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Nasionalisasi pendekatan radikal ditempuh karena Belanda masih bersikeras mencengkeram dan enggan melepaskan bumi Papua. Resolusi PBB 1803 pada Tahun 1962 menyatakan atas dasar kepentingan publik, kesejahteraan masyarakat, dan keamanan nasional, disebutkan bahwa tindakan-tindakan nasionalisasi dan penyitaan (appropriation) dapat dibenarkan. Namun demikian, untuk membiayai keberlangsungan Negara, Indonesia tidak memiliki cukup modal dan dana sehingga membutuhkan investasi berupa penanaman modal asing untuk mempercepat perbaikan ekonomi dan pembangunan. Terbitlah Tap MPRS Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan. Kehadiran Tap MPRS diikuti dengan terbitnya UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok

Pertambangan,

mengingat

aktivitas

pertambangan

membutuhkan modal dan dana yang besar. Kedua regulasi UU tersebut menimbulkan dualisme pada pengaturan Kuasa Pertambangan antara perusahaan swasta nasional dan perusahaan BUMN dengan pertambangan asing. Untuk perusahaan tambang asing pengaturan kuasa pertambangan diatur dengan Kontrak Karya. Sejatinya, perusahaan asing hadir untuk membantu peran pemerintah dalam mengelola sumber daya alam demi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Disinilah penulis 2

merasa perlu untuk mengangkat isu makro ekonomi dari sudut pandang nasionalisme sumber daya alam. Nasionalisme sumber daya adalah kecenderungan masyarakat dan pemerintah untuk menegaskan penguasaan atas sumber daya alam yang berada di wilayahnya. Nasionalisme sumber daya bertolak belakang dengan kepentingan perusahaan multinasional. Inilah tantangan kita bersama untuk menyelaraskan peran dan kepentingan perusahaan asing dalam membantu Pemerintah Republik Indonesia dalam mengelola sumber daya alam yang terbatas untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mampukah kita? Analisa A. Analisa Payung Hukum Gejala nasionalise moderat sumber daya alam telah mencuat sejak berlakunya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Batubara. Hal itu terlihat antara lain dari ketentuan yang mengatur tentang:  Perubahan rezim Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan,  Peningkatan pendapatan negara,  Pembatasan wilayah,  Pembatasan waktu perizinan,  Divestasi saham  Hilirisasi. Dalam upaya perbaikan, DPR mengesahkan UU Minerba No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pertimbangan utama atas penarikan kewenangan pengelolaan pertambangan ke pusat adalah sebagai pengendalian produksi dan penjualan khususnya logam dan batubara sebagai komoditas strategis untuk ketahanan energi serta suplai hilirisasi logam. Penarikan kewenangan ini juga menjamin tidak akan mempengaruhi pendapatan daerah yang berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH) Pertambangan. Poin-poin utama antara lain: 1)

Penguasaan minerba diselenggarakan oleh pemerintah pusat melalui fungsi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan dan pengawasan.

3

2)

Pemerintah pusat mempunyai kewenangan untuk menetapkan jumlah produksi, penjualan dan harga mineral logam, mineral bukan logam jenis tertentu dan batubara.

3)

Jenis perizinan yang akan didelegasikan kepada pemerintah daerah, diantaranya perizinan batuan skala kecil dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

4)

Menjamin adanya kelanjutan Operasi Kontrak Karya (KK)/Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus (IUPK) dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.

5)

Hilirisasi melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, khususnya untuk pemegang izin di subsektor mineral, kewajiban untuk membangun fasilitas pemurnian paling lambat Tahun 2023. Salah satu contoh:  Relaksasi ekspor produk mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu dengan jangka waktu paling lama tiga tahun sejak revisi UU ini mulai berlaku. Relaksasi itu diberikan bagi perusahaan mineral yang telah memiliki, sedang dalam proses pembangunan smelter maupun yang telah melakukan kerjasama dalam pengolahan dan/atau pemurnian.

6)

Pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham sebesar 51 persen secara berjenjang kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan/atau Badan Usaha swasta nasional. Kebijakan divestasi saham ini tidak akan menjadi hambatan bagi masuknya investasi di Indonesia.

7)

Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) diberikan luasan maksimal 100 hektar dan mempunyai cadangan mineral logam dengan kedalaman maksimal 100 meter. Di UU Minerba sebelumnya, WPR diberikan luasan maksimal 25 hektar dan kedalaman maksimal 25 meter.

8)

Untuk kegiatan reklamasi pasca tambang, pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi sebelum menciutkan atau mengembalikan WIUP atau WIUPK wajib melaksanakan

reklamasi

dan

pasca-tambang

hingga

mencapai

tingkat

keberhasilan 100 persen. Begitu juga dengan eks-pemegang IUP atau IUPK yang telah berakhir, wajib melaksanakan reklamasi dan pasca tambang hingga mencapai tingkat keberhasilan 100% serta menempatkan dana jaminan pasca tambang.

4

9)

peningkatan bagian pemerintah daerah dari hasil kegiatan pertambangan, dari sebelumnya 1 persen untuk pemerintah provinsi, menjadi 1,5 persen.

10)

Revisi UU minerba diklaim akan mendorong kegiatan eksplorasi penemuan deposit minerba melalui penugasan, penyelidikan dan penelitian kepada lembaga riset negara, BUMN, BUMD, atau Badan Usaha Swasta serta dengan pengenaan kewajiban penyediaan Dana Ketahanan Cadangan kepada pelaku usaha. UU Minerba No. 3 Tahun 2020 ini mendapat gugatan dari berbagai pihak. Gugatan

dilayangkan ke Mahkamah Konsitusi (MK). MK menyatakan jaminan perpanjangan izin tambang pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.MK berpendapat pasal 169A ayat (1) huruf a dan b tak sesuai dengan amanat pasal 27 ayat (1) serta pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. MK menyatakan pasal 169A ayat (1) UU Minerba tak punya kekuatan hukum mengikat. Hal itu berlaku selama frase 'diberikan jaminan' dan 'dijamin' bertentangan dengan UUD 1945. Melalui putusan itu, MK juga memperbaiki isi pasal 169A ayat 1 menjadi "KK dan PKP2B sebagaimana dimaksud dalam pasal 169 dapat diberikan perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian setelah memenuhi persyaratan dan ketentuan....". MK juga menambahkan ketentuan soal batas maksimal perpanjangan kontrak tambang yang bisa diberikan ke perusahaan swasta. Ketentuan baru berbunyi sebagai berikut: 

Kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dapat mendapatkan 2 (dua) kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.



Kontrak/perjanjian yang telah memperoleh perpanjangan pertama dapat untuk diberikan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya perpanjangan pertama KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.

5

B. Kendala dan Permasalahan Dalam praktek pelaksanaan peraturan di lapangan, masih banyak ditemui perbedaan penafsiran dan perbedaan pendapat antara perusahaan tambang asing dengan pihak pemerintah. 1.

Direktorat Jeneral Pajak, Wajib Pajak, Institusi Yudikatif Terus menerus terjadi perbedaan penafsiran ketentuan dalam kontrak karya dan ketentuan perpajakan berujung ketetapan pajak yang diajukan upaya hukum berupa keberatan, banding, dan peninjauan kembali. Situasi ini makin diperparah dengan sistem peradilan saat ini, dimana atas permasalahan/kasus yang identik namun menghasilkan keputusan yang berbeda. Di sisi lain, Wajib Pajak melakukan tax planning seperti back door listing dan profit shifting.

2. Direktorat Jenderal Pajak, Wajib Pajak, Surveyor, Kementerian ESDM Terhadap hasil komoditas tambang mineral, tidak dapat diketahui secara pasti jenis-jenis mineral ikutannya. Padahal setiap jenis mineral ada tarif PNBP-nya tersendiri. Hasil surveyor tidak dapat diandalkan karena perselisihan dalam hasil verifikasi kualitas dan kuantitas yang dikeluarkan oleh pihak surveyor hingga harus menunggu hasil pengujian pihak ketiga untuk disepakati bersama sebagai wasit (umpire). 3. Direktorat Jeneral Pajak, Badan Kebijakan Fiskal Kondisi pandemi membuat BKF mengambil kebijakan fiskal ekpansif dengan berbagai insentif dan fasilitas baik terkait program PC PEN maupun non PC PEN dengan rincian sebagai berikut:

.

6

7

Rekomendasi Kebijakan a. Untuk meminimalisir perbedaan penafsiran dan ketentuan dalam kontrak karya dan ketentuan perpajakan:  Perlu dipahami dan ditekankan kembali kepada semua pihak bahwa peran perusahaan asing adalah untuk membantu peran pemerintah Indonesia dalam mengelola sumber daya alam demi sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia. Dengan tetap mempertimbangkan keuntungan wajar bagi perusahan tambang asing tersebut. Tindakan tegas dan terukur pelaku profit shifting dengan mencabut ijin tambang.  Perlu diterbitkan terobosan peraturan berupa UU Sengketa Pajak yang dapat memberi kepastian hukum atas kasus identik sehingga hasil putusan dapat digunakan sebagai dasar hukum. UU HPP belum mengakomodir hal ini.  Perlu dibuat sistem realtime pemantauan hasil produksi tambang termasuk inventorinya yang dapat diakses DJP. b. Untuk memastikan kandungan mineral ikutan dan kepastian hukum hasil surveyor:  Perlu dibuat terobosan baru dengan membuat peraturan bahwa Kementerian ESDM memiliki kewenangan menunjuk surveyor untuk menguji, menentukan hasil mineral ikutan dan verifikasi kualitas dan kuantitas komoditas tambang.  Dalam hal pihak pembeli keberatan dengan hasil surveyor, penyelesaiannya melalui G to G. c. Untuk kebijakan fiskal ekpansif:  Mengingat peran perusahaan tambang asing sebagai perpanjangan tangan pemerintah, maka seluruh insentif dan fasilitas fiskal dicabut jika hasil tambang berorientasi ekspor tanpa nilai tambah. ''Di lingkungan masyarakat madani, tidak boleh ada yang kaya maupun miskin. Orang yang berhasil memperoleh terlalu banyak rezeki, akan menyebabkan orang lain kekurangan." -Francois Noel Babeuf-

Sugeng Prayitno: Account Representative KPP Wajib Pajak Satu

8

Ingin Ikut PPS Tetapi Ada SP2DK, Saya Harus Bagaimana?

Tuan Setiawan Dani adalah seorang pengusaha yang menguasai banyak lini usaha di wilayahnya. Di tengah kesibukannya memulihkan perusahaan akibat pandemi Covid-19, ia mendapatkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). Dia mengakui bahwa memang benar terdapat penghasilan yang belum dilaporkan sebagaimana simpulan pada SP2DK tersebut. Sementara itu, informasi pelaksanaan program pengungkapan sukarela (PPS) sudah ia dapatkan dari media massa. Program ini memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela. Kebijakan ini menjadi salah satu ketentuan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Ia mulai bimbang, "Haruskah saya melakukan pembetulan SPT Tahunan?" Padahal, ia sudah berencana mengikuti PPS. Bukannya tanpa sebab, selain belum melaporkan sebagian penghasilannya, ternyata ia juga memiliki harta berupa saham yang belum dilaporkan pada SPT Tahunan. Kebimbangan yang dirasakan oleh Tuan Setiawan Dani ini juga dirasakan oleh banyak Wajib Pajak lainnya. Rata-rata mereka bimbang mengenai perlu atau tidaknya melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi sebagai tindak lanjut apabila Wajib Pajak menerima Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). Sebagaimana kita ketahui bahwa DJP dalam beberapa tahun terakhir memang sedang gencar menerbitkan SP2DK. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan hingga Oktober 2021 produksi SP2DK mencapai 2,3 juta surat. Jumlah produksi SP2DK tersebut diproyeksi masih akan bertambah hingga akhir tahun. Terus apa hubungannya antara SP2DK, Program Pengungkapan Sukarela dan Pembetulan SPT Tahunan? Ketentuan mengenai pembetulan SPT bagi Wajib Pajak yang akan mengikuti PPS diatur pada Pasal 10 ayat (4) yang berbunyi : " Pembetulan atas Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan orang pribadi Tahun Pajak 2016, Tahun Pajak 2017, Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019, dan/atau Tahun Pajak 2020 yang disampaikan

9

setelah Undang-Undang ini diundangkan, yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang menyampaikan surat pemberitahuan pengungkapan harta, dianggap tidak disampaikan." Jika membaca sekilas dari ketentuan tersebut, Wajib Pajak yang akan ikut PPS dan kebetulan sedang mendapatkan SP2DK tentu saja akan bimbang, apakah akan melakukan pembetulan SPT atau tidak. Jika melakukan pembetulan SPT apakah Wajib Pajak masih tetap bisa mengikuti PPS atau tidak? Jika tidak melakukan pembetulan SPT, bagaimana Wajib Pajak menindaklanjuti SP2DK yang diterima? Apa yang akan dilakukan oleh KPP jika ada Wajib Pajak yang dimintakan klarifikasi melalui SP2DK, ternyata tidak melakukan pembetulan SPT. Untuk bisa menjawab semua kebimbangan tersebut, kita harus memahami dulu ketentuanketentuan yang terkait. Pertama yang harus kita pahami adalah terkait SP2DK. SP2DK adalah surat yang diterbitkan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk meminta penjelasan atas data dan/atau keterangan kepada wajib pajak terhadap dugaan belum dipenuhinya kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Atas SP2DK yang diterima tersebut, Wajib Pajak harus memberikan tanggapan dalam jangka waktu 14 hari (dan dapat diperpanjang selama 14 hari lagi). Setelah memberikan tanggapan, dalam hal Wajib Pajak setuju dengan hasil penelitian dan analisis KPP sesuai SP2DK, maka Wajib Pajak harus menindaklanjuti dengan menyampaikan SPT pembetulan. Apabila Wajib Pajak sudah memberikan tanggapan berupa penjelasan atas Data dan/atau Keterangan dan Wajib Pajak setuju sesuai dengan simpulan hasil penelitian dan analisis KPP, namun tidak menyampaikan SPT pembetulan maka atas Wajib Pajak tersebut dapat diusulkan dan/atau dilakukan tindakan pemeriksaan atau usulan pemeriksaan bukti permulaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Ketentuan tersebut diatur di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE39/PJ/2015 tanggal 29 Mei 2015. Sampai dengan saat ini, ketentuan tersebut masih berlaku dan menjadi landasan bagi petugas pajak dalam menerbitkan dan menindaklanjuti data dan/atau keterangan yang disampaikan kepada Wajib Pajak.

10

Dari penjelasan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa apabila Wajib Pajak setuju atas hasil penelitian sebagaimana yang tercantum di dalam SP2DK, maka Wajib Pajak tetap harus melakukan pembetulan SPT . Hal ini dikarenakan KPP tetap memiliki kewenangan untuk mengusulkan dilakukannya tindakan pemeriksaan apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Pembetulan. Bagi Wajib Pajak yang ingin mengikuti PPS, usulan tindakan pemeriksaan tentu sangat dihindari. Hal ini dikarenakan di pasal 8 ayat (4) UU HPP sebutkan bahwa Wajib Pajak orang Pribadi yang dapat mengikuti PPS harus memenuhi ketentuan tidak sedang dilakukan pemeriksaan. Jadi jika akan tetap mengikuti PPS, bagaimana tuan Setiawan Dani menindaklanjuti SP2DK yang telah disetujui? Solusi yang paling memungkinkan apabila Wajib Pajak akan mengikuti PPS adalah tetap melakukan pembetulan SPT dengan mengoreksi unsur penghasilan yang belum dilaporkan, kemudian melakukan penyetoran atas kekurangan pembayaran pajak apabila ada dan melaporkan SPT Pembetulan tersebut ke KPP. Di dalam SPT pembetulan tersebut, Wajib Pajak tidak perlu melakukan koreksi atas harta dan/atau hutang apabila ada yang belum dilaporkan. Sesuai ketentuan pada Pasal 10 ayat (4) UU HPP, pembetulan SPT yang dilakukan Wajib Pajak setelah tanggal 29 Oktober 2021 dianggap tidak disampaikan. Ini berarti bahwa apabila Wajib Pajak akan mengikuti PPS maka yang menjadi dasar apakah harta bersih sudah dilaporkan atau belum di dalam SPT adalah SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2020 kondisi sebelum dilakukan pembetulan. Dengan solusi tersebut, diharapkan masing-masing pihak dalam hal ini Wajib Pajak dan negara (yang diwakili oleh petugas pajak) bisa memperoleh hak nya dengan adil dengan tetap melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya. Wajib Pajak tetap bisa mengikuti PPS dengan terlebih dahulu menyelesaikan kewajiban sebagai tindak lanjut SP2DK, dan petugas pajak bisa menutup SP2DK tanpa perlu di usulkan untuk dilakukan tindakan pemeriksaan. Keadilan yang dirasakan Wajib Pajak diharapkan akan sejalan dengan tujuan dari Program Pengungkapan Sukarela yaitu meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.

Dany Setiyawan; Account Representative KPP Wajib Pajak Besar Satu

11

Implementasi Penerapan PMK 81 Tahun 2009 oleh Wajib Pajak Perbankan

PENDAHULUAN Peran bank dalam mengembangkan perekonomian suatu negara sekarang ini sangatlah penting. Hampir semua pihak atau sektor yang berhubungan dengan beragam kegiatan keuangan selalu membutuhkan jasa perbankan (Sumarauw dan Gerungai 2018). Dalam aktivitas perbankan, adanya kegiatan pinjam meminjam sejumlah uang merupakan suatu kegiatan yang selalu saja dilakukan. Praktek pinjam meminjam dalam sistem perbankan mengakibatkan timbulnya pihak yang memberi pinjaman (kreditur), yaitu bank dan pihak yang menerima pinjaman (debitur), yaitu nasabah. Dalam pemberian kredit kepada nasabah, bank juga harus siap menghadapi berbagai resiko yang akan terjadi. Sebelum pihak bank mengadakan penyaluran kredit terhadap nasabah, ada beberapa prinsip kehati-hatian yang harus dilakukan pihak bank melalui analisa yang akurat dan mendalam, adanya pengawasan dan pemantauan, adanya perjanjian yang sah antara pihak pemberi pinjaman dan yang menerima pinjaman, harus memenuhi syarat hukum, adanya jaminan yang kuat dan dokumentasi perkreditan. Hal ini bertujuan untuk menghindari berbagai resiko yang mungkin dapat terjadi dalam proses pinjam meminjam. Akan tetapi secara teknis, banyak faktor tak diduga yang menyebabkan pembayaran kredit dari pihak peminjam jadi terhambat atau macet, seperti karena kebangkrutan, kebijakan pemerintah dan beberapa faktor lainnya yang tidak dapat dikendalikan baik dari pihak bank ataupun dari pihak debitur seperti bencana alam. Bank harus membuat pencadangan piutang tak tertagih untuk mengantisipasi risiko dan kegagalan debitur dalam menjalankan kewajibannya. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan pada dasarnya tidak boleh menjadi biaya pengurang dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT). Hal ini sebagaimana di atur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Kendati demikian, terdapat pengecualian untuk pembentukan atau pemupukan dana cadangan tertentu yang boleh menjadi biaya secara fiskal. Pengecualian itu meliputi: 1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan

kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; 12

2. Dll.

yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan yang menjelaskan terkait ketentuan dan syarat pencadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dan dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen dan anjak piutang adalah PMK Nomor 81 Tahun 2009, tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan sebagai Biaya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 219/PMK.011/2012 (PMK 219/2012). Dasar PMK 81 Tahun 2009 adalah pemberlakuan PSAK 55 revisi 2006. Istilah PPAP (Penyisihan Penghapusan Aset Produktif) kemudian diubah menjadi cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Perbedaan mendasar antara PPAP dan CKPN adalah bahwa CKPN hanya dibentuk jika terdapat bukti objektif bahwa debitur mengalami impairment (penurunan nilai). Pembentukan CKPN didasarkan pada evaluasi setiap bank terhadap debiturnya.

Akibatnya, setiap bank dapat memiliki kebijakan yang berbeda dalam

membentuk cadangan provisi untuk kredit yang disalurkannya. Akan tetapi, kebijakan bank tersebut tetap mengacu pada kriteria yang telah ditetapkan oleh Pedoman Akuntansi Perbakan Indonesia (PAPI) setelah adanya revisi PSAK 55 revisi Tahun 2006 (https://ekonomi.bisnis.com/read/20190812/259/1135202/ditjen-pajak-perketat-ketentuanpenghitungan-cadangan). Sejak Tahun 2020, terdapat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71 yang memberi panduan tentang pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan. Standar yang mengacu kepada International Financial Reporting Standard (IFRS) 9 ini menggantikan PSAK 55 yang sebelumnya berlaku. Mengingat peraturan ini sudah berjalan lebih dari 10 tahun dan adanya penerapan PSAK 71 mulai Tahun 2020, maka perlu dilakukan penelitian atas implementasi peraturan tersebut apakah peraturan tersebut harus dilakukan perubahan? Judul makalah ini adalah “Impementasi PMK 81 tahun 2009 oleh Wajib Pajak Perbankan” Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang yang diuraikan, maka yang menjadi pertanyaan penelitian ini yaitu apakah peraturan tersebut harus dilakukan perubahan? 13

Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penerapan PMK tersebut. Manfaat Penelitian Bagi DJP sebagai bahan referensi untuk pembuatan peraturan terbaru terkait pencadangan piutang tertagih. Tinjauan Pustaka 1.

Pengertian Implementasi Terdapat berbagai pendapat para ahli dan akademisi yang mengemukakan tentang pengertian dari implementasi. Hal ini perlu dijelaskan agar pemahaman tentang implementasi dapat disinkronisasikan dari konsep penelitian terhadap suatu kebijakan atau peraturan perundangan-undangan yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Karena implementasi merupakan kegiatan yang penting dari keseluruhan proses perencanaan kebijakan. Adapun pengertian implementasi tersebut dapat dilihat dalam beberapa pendapat di bawah ini. Menurut Mulyadi (2015), implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi polapola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga merupakan upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah program dilaksanakan. Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni: Tahapan pengesahan peraturan perundangan, pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana, kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan, dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki maupun tidak, dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana, upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan. Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting yakni: Penyiapan sumber daya, unit dan metode, penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan dijalankan, penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.

14

2.

PMK 81 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK 219 Tahun 2012 Dalam Pasal 1 PMK 219/2012, terdapat 6 jenis cadangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya, yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; cadangan untuk usaha asuransi; cadangan penjaminan untuk LPS; cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri. Berikut penjelasan selengkapnya. Cadangan Piutang Tak Tertagih untuk Usaha Bank dan Badan Usaha Lain yang Menyalurkan Kredit, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Perusahaan Pembiayaan Konsumen, dan Perusahaan Anjak Piutang Sesuai Pasal 2 dan Pasal 3 PMK 219/2012, besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank umum dan bank syariah ditetapkan sebagai berikut: 1.

1% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak termasuk sertifikat/sertifikat wadiah Bank Indonesia, surat utang negara dan surat berharga yang diterbitkan Pemerintah berdasarkan prinsip syariah;

2.

5% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;

3.

15% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;

4.

50% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan

5.

100% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan. Selanjutnya, besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang

pada cadangan paling tinggi adalah 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid dan 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum dan bank syariah.

15

3.

Bank a.

Pengertian Bank Bank adalah salah satu jenis usaha yang berhubungan dengan menabung, perputaran uang, deposito dan lainnya. Menurut Sigit dan Totok (2006:5) bank adalah

lembaga

keuangan

yang

menghimpun

dan

menyalurkan

dan.

Penghimpunan dana secara langsung berupa simpanan dana masyarakat yaitu tabungan, giro dan deposito dan secara tidak langsung berupa pinjaman. Penyaluran dana dilakukan dengan tujuan modal kerja, investasi dan deposito dan untuk jangka panjang dan jangka menengah. b.

Fungsi Bank Kegiatan yang ada dalam bank ditentukan oleh fungsi-fungsi yang melekat pada bank tersebut. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 fungsi bank tersebut diuraikan sebagai berikut: a.

Fungsi pengumpulan dana, adalah dana dari masyarakat yang disimpan di bank yang merupakan sumber dana untuk bank selain dana bank,

b.

Fungsi pemberian kredit, dana yang dikumpulkan dari masyarakat dalam bentuk tabungan, giro dan deposito harus segera diputarkan sebab dari dana tersebut bank akan terkena beban bunga, jasa giro bunga deposito, bunga tabungan, dan biaya operasional seperti gaji, sewa gedung dan penyusutan.

c.

Fungsi penanaman dana dan investasi, biasanya mendapat imbalan berupa pendapatan modal yang bisa berupa bunga, laba dan deviden.

d.

Fungsi pencipta uang, adalah fungsi yang paling pokok dari bank umum jika dilihat dari sudut pandang ekonomi makro. Tetapi dari sudut pandang manajer bank, bahwa dengan melupakan sama sekali fungsi ini tidak akan berpengaruh terhadap maju mundurnya bank yang dipimpinnya.

e.

Fungsi pembayaran, transaksi pembayaran dilakukan melalui cek, bilyet giro, surat wesel, kupon dan transfer uang.

f.

Fungsi pemindahan uang, kegiatan ini biasanya disebut sebagai pentransferan uang, yang bisa dilakukan antar bank yang sama, dan antar bank yang berbeda.

4.

PSAK 55 (Pengakuan dan Pengukuran). PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran paragraf 51-57 memberikan pengaturan mengenai ketentuan reklasifikasi aset keuangan sebagai berikut:

16

-

Aset keuangan sebagai diukur pada nilai wajar melalui laba rugi dapat diklasifikasi ke pinjaman yang diberikan dan piutang jika memenuhi ketentuan sebagai pinjaman yang diberikan dan piutang dan terdapat intensi dan kemampuan untuk memiliki untuk masa mendatang yang dapat diperkirakan atau sampai jatuh tempo.

-

Aset keuangan sebagai tersedia untuk dijual dapat diklasifikasi ke pinjaman yang diberikan dan piutang jika memenuhi ketentuan sebagai pinjaman yang diberikan dan piutang dan terdapat intensi dan kemampuan untuk memiliki untuk masa mendatang yang dapat diperkirakan atau sampai jatuh tempo.

5.

PSAK 71 Poin penting PSAK 71 adalah soal pencadangan atas penurunan nilai aset keuangan yang berupa piutang, pinjaman, atau kredit. Standar baru ini mengubah secara mendasar metode penghitungan dan penyediaan cadangan untuk kerugian akibat pinjaman yang tak tertagih. Jika berdasarkan PSAK 55, kewajiban pencadangan baru muncul setelah terjadi peristiwa yang mengakibatkan risiko gagal bayar (incurred loss) bersifat backward-looking dimana CKPN dibentuk pada saat terdapat bukti objektif bahwa debitur mengalami impairment seperti terlambat membayar angsuran kredit. Bukti-bukti tersebut nantinya akan dikalkulasi oleh bank sebagai dasar evaluasi apakah termasuk dalam kerugian penurunan yang perlu diakui. Setiap bank memiliki kebijakan evaluasi yang berbeda-beda dalam membentuk CKPN. Selain itu, karena bersifat backward-looking, maka penentuan risiko akan berdasarkan pada data-data historis. Misalkan, dalam beberapa tahun terakhir kerugian dari bisnis kartu kredit adalah 10%, maka bank akan membentuk CKPN sebesar 10% dari bisnis kartu kredit. PSAK 71 memandatkan korporasi menyediakan pencadangan sejak awal periode kredit. Kini, dasar pencadangan adalah ekspektasi kerugian kredit (expected credit loss) di masa mendatang berdasarkan berbagai faktor; termasuk di dalamnya proyeksi ekonomi di masa mendatang. (https://investasi.kontan.co.id/news/standarisasi-akuntansi-baru-psak71-72-dan-73-berlaku-2020-ini-perbedaannya?page=all). Dalam PSAK 71, nantinya CKPN dihitung menggunakan metode expected loss bersifat forwardlooking. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), metode expected loss mewajibkan bank untuk memperkirakan estimasi risiko instrumen keuangan sejak pengakuan awal menggunakan informasi forward-looking seperti proyeksi pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat pengangguran, dan indeks harga komoditas di setiap tanggal pelaporan (Bankirs Update, Vol 31/2019). 17

PEMBAHASAN Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2009 ditetapkan tanggal 22 April 2009. Peraturan tersebut telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.219/2012. Dalam peraturan tersebut, nilai agunan yang bisa dicadangkan sebagai pengurang pada cadangan sebesar 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid. Namun demikian, dalam praktiknya, Ditjen Pajak justru menemukan adanya kelemahan dalam penerapan kebijakan tersebut salah satunya ada perusahaan yang mencantumkan agunannya 0%. Pencantuman agunan sebesar 0% kemudian mengakibatkan nilai cadangannya menjadi besar dan membuat penghasilan kena pajak (PKP) menjadi kecil. Perbankan menggunakan dasar PMK 81 Tahun 2009 yang diantaranya menyebutkan bahwa: ” besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid dan 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai”. Pada kondisi ideal, setiap kredit yang diajukan oleh debitur dijaminkan dengan agunan. Namun sering kali, Wajib Pajak Perbankan saat melakukan penghitungan pencadangan piutang tak tertagih tidak memperhitungkan agunan atau memperhitungkan agunan tidak sesuai dengan nilai agunan semestinya. Pada saat DJP melakukan pemeriksaan, penghitungan pencadangan piutang tak tertagih menggunakan nilai agunan yang wajar dilakukan oleh bisnis pada umumnya. Namun, ketentuan pada peraturan di atas yang menyebutkan bahwa agunan dapat dipergunakan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid dan 75% dari agunan lainnya sangat memperlemah kondisi DJP. Wajib Pajak Perbankan sering menang pada saat proses banding ke Pengadilan Pajak. Selain itu, dengan diterapkannya PSAK 71 yang mengadopsi International Financial Reporting Standards (IFRS) 9 yang menggantikan PSAK 55 yang diadopsi dari International Accounting Standard (IAS) 39, maka DJP juga perlu menyesuaikan terkait ketentuan penghitungan pencadangan piutang tak tertagih tersebut. Berdasarkan PSAK 71 ini, Wajib Pajak Perbankan harus menyediakan cadangan kerugian atas penurunan nilai kredit (CKPN) untuk semua kategori kredit atau pinjaman, baik itu yang berstatus lancar (performing), ragu-ragu (underperforming), maupun macet (non-performing).

Untuk kredit lancar,

misalnya, korporasi harus menyediakan CKPN berdasarkan ekspetasi kerugian kredit dalam 12 bulan mendatang.

18

Imbasnya, Wajib Pajak Perbankan harus menyediakan nilai pencadangan atas kredit atau piutang tak tertagih lebih besar dibandingkan sebelumnya. “Berdasarkan survei internasional, peningkatan pencadangan korporasi bisa mencapai 25% hingga 35%. Tentu, angka riil sangat tergantung negara, industri, dan kondisi masing-masing perusahaan,” ujar Rosita Uli Sinaga, Senior Partner Deloitte Indonesia.

Bagi industri perbankan, kewajiban untuk

mengikuti cara pencadangan anyar ini bisa berujung pada penurunan rasio kecukupan modal atau

capital

adequacy

ratio

(CAR).

(https://investasi.kontan.co.id/news/standarisasi-

akuntansi-baru-psak-71-72-dan-73-berlaku-2020-ini-perbedaannya?page=all). Dengan diterapkannya PSAK 71 oleh WP Perbankan, maka Penghasilan Kena Pajak WP Perbankan akan semakin kecil karena porsi pencadangannya akan semakin besar (pinjaman dicadangkan sejak awal mulai kolektabilitas lancar sampai dengan macet). Pada PSAK sebelumnya, pencadangan piutang tak tertagih dimulai sejak pinjaman berada pada kolektabilitas kurang lancar, diragukan dan macet. Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan

disebutkan

bahwa

dalam

membentuk

Peraturan

Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan asas pembentukan peraturan perundangundangan yang baik yang meliputi: a. Kejelasan tujuan. Asas ini menyatakan setiap pembentukan peraturan perundangundangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat. Asas ini menyatakan bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundangundangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum jika dibuat oleh lembaga yang tidak berwewenang. c. Kesesuaian antara jenis, hirarki, dan materi muatan. Asas tersebut menjelaskan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Hirarki penting untuk dipahami agar menghindari peraturan perundang-undangan yang disusun bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Sementara itu, materi muatan dalam peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan jenis, fungsi, dan hirarki peraturan perundang-undangan.

19

d. Dapat dilaksanakan. Asas ini menyatakan untuk setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus

memperhitungkan efektivitas

peraturan perundang-

undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, atau yuridis. e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan. Asas tersebut menjelaskan bahwa setiap peraturanundangan dibuat karena benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. f.

Kejelasan rumusan. Asas ini menggarisbawahi bahwa setiap peraturan perundangundangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundangundangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Keterbukaan. Asas keterbukaan menjelaskan dalam pembentukan peraturan perundangundangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan. Perubahan hukum merupakan masalah penting, antara lain disebabkan karena hukum itu pada dewasa ini umumnya memakai bentuk tertulis. Dengan pemakaian ini memang kepastian lebih terjamin, namun ongkos yang harus dibayarnya pun cukup mahal juga, yaitu kesulitan untuk melakukan adaptasi yang cukup cepat terhadap perubahan di sekelilingnya (Sartjipto Rahardjo, 1991, Ilmu Hukum, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, hlm. 191). Hukum dituntut mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan masyarakat, tidak lain karena fungsi hukum adalah untuk melindungi kepentingan warga masyarakat. Hukum berfungsi untuk mengatasi konflik kepentingan yang mungkin timbul di antara warga masyarakat (Achmad Ali dan Wiwie Heryani, 2012, Menjelajahi Kajian empiris Terhadap Hukum, Kencana, Jakarta, hal. 203). Dari segi perubahan hukum dengan perubahan masyarakat, ada dua macam perubahan hukum (Munir Fuady, 2011, Teori-Teori Dalam Sosiologi Hukum, Kencana, Jakarta, hal. 54-55), yaitu: 1.

Perubahan hukum yang bersifat ratifikasi. Dalam hal ini, sebenarnya masyarakat sudah terlebih dahulu berubah dan sudah mempraktikkan perubahan yang dimaksud. Kemudian diubahlah hukum untuk disesuaikan dengan perubahan yang sudah terlebih dahulu terjadi dalam masyarakat. 20

2. Perubahan hukum yang bersifat proaktif. Dalam hal ini, masyarakat belum mempraktikkan perubahan tersebut, tetapi sudah ada ide-ide yang berkembang terhadap

perubahan

yang

dimaksud.

Kemudian,

sebelum

masyarakat

mempraktikkan perubahan dimaksud, hukum sudah terlebih dahulu diubah, sehingga dapat mempercepat praktik perubahan masyarakat tersebut. Dalam hal ini, berlakulah ungkapan “hukum sebagai sarana rekayasa masyarakat” (law as a tool of social engineering), suatu ungkapan yang awal mulanya diperkenalkan oleh ahli hukum USA yaitu, Roscoe Pound. Dari beberapa penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa peraturan itu harus menerapkan asas-asas pembuatan peraturan diantaranya adalah kejelasan rumusan. Dengan rumusan yang jelas, potensi perbedaan penafsiran atas suatu aturan tidak akan terjadi. Dihubungkan dengan PMK 81 Tahun 2009 yang sedang dibahas dan masih terdapat perbedaan penafsiran antara DJP dengan WP Perbankan, maka sudah seyogyanya untuk segera dilakukan perubahan. Selain itu, perubahan peraturan juga sangat penting dilakukan untuk dapat mengikuti perkembangan zaman. PMK 81 Tahun 2009 ini sudah berjalan lebih dari 10 tahun dan sudah ada perubahan dasar aturan PMK 81 Tahun 2009 dari yang sebelumnya yaitu PSAK 55 menjadi PSAK 71 yang sudah mulai diterapkan di Tahun 2020. KESIMPULAN Dari pembahasan di atas, maka atas pertanyaan “apakah peraturan tersebut harus dilakukan perubahan?’’ Maka jawabannya adalah sudah tidak relevan karena: a. Sudah tidak sesuai dengan standar akuntansi terbaru yang telah diterapkan oleh WP Perbankan. Perubahan peraturan sangat penting dilakukan untuk dapat mengikuti perkembangan zaman. PMK 81 Tahun 2009 ini sudah berjalan lebih dari 10 tahun dan sudah ada perubahan dasar aturan PMK 81 Tahun 2009 dari yang sebelumnya yaitu PSAK 55 menjadi PSAK 71 yang sudah mulai diterapkan di Tahun 2020. b. Perlunya kejelasan terkait peraturan sehingga tidak ada perbedaan penafsiran antara DJP dengan WP Perbankan. Peraturan itu harus menerapkan asas-asas pembuatan peraturan diantaranya adalah kejelasan rumusan. Dengan rumusan yang jelas, potensi perbedaan penafsiran atas suatu aturan tidak akan terjadi. Dihubungkan dengan PMK 81 Tahun 2009 yang sedang dibahas dan masih terdapat perbedaan penafsiran antara DJP dengan WP Perbankan, maka sudah seyogyanya untuk segera dilakukan perubahan. 21

SARAN Dari kesimpulan di atas, peneliti memberikan saran agar: 1.

DJP segera membuat peraturan terbaru terkait pencadangan untuk mengakomodir adanya PSAK 71 sehingga akan terjadi sinkronisasi antara aturan komersial dan aturan fiskal;

2. Penerapan prinsip kemudahan dan kesederhanaan bagi WP Perbankan agar segera diimplementasikan (tidak ada perbedaan antara penghitungan komersial dan fiskal); 3. Perlu diatur lebih jelas terkait pengakuan agunan dalam penghitungan pencadangan piutang tak tertagih sehingga tidak ada sengketa antara WP Perbankan dengan DJP; 4. Perlu penguatan dari sisi DJP terkait penghitungan pencadangan piutang tak tertagih sehingga potensi biaya pencadangan WP Perbankan dapat dikontrol dan tidak menggerus penerimaan pajak;

Ahmad Sodikin, Account Representative KPP Wajib Pajak Besar Satu

22

Daftar Pustaka

Sumarauw, R. D. F., & Gerungai, N. Y. T. (2018). IPTEKS Pengajuan Kredit Berdasarkan Informasi Akuntansi Pemberian Kredit Pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Area Manado.

Jurnal

Ipteks

Akuntansi

Bagi

Masyarakat,

02(2),

294-299.

https://doi.org/10.32400/jiam.2.02.2018.21747 Hidayat, Nurul (2019). Ditjen Pajak Perketat Ketentuan Penghitungan Cadangan. Diunduh 19 Oktober

2021,

dari

situs

https://ekonomi.bisnis.com/read/20190812/259/1135202/ditjen-pajak-perketatketentuan-penghitungan-cadangan Brama, Aloysius (2019). Standar akuntansi baru PSAK 71, 72, dan 73 berlaku 2020, ini perbedaannya.

Diunduh

19

Oktober

2021,

dari

situs

https://investasi.kontan.co.id/news/standarisasi-akuntansi-baru-psak-71-72-dan-73berlaku-2020-ini-perbedaannya?page=all Indramawan, Dendy. 2019. Implementasi PSAK 71 pada Perbankan Vol 31/2019. Jakarta: Bankers Update. Sartjipto, Rahardjo, 1991, Ilmu Hukum, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, hal. 191. Achmad Ali dan Wiwie Heryani, 2012, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Kencana, Jakarta, hal. 203. Fuady, Munir, 2011, Teori-Teori Dalam Sosiologi Hukum, Kencana, Jakarta, hal. 54-55. Mulyadi, Deddy, 2015, Study Kebijakan Publik Dan Pelayanan Publik, Bandung: Alfabeta. Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso. (2006). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Salemba Empat. Khotmi, Herawati dkk, 2015. Analisis Penerapan PSAK 50 dan 55 atas Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (Studi Kasus Pada PT. BANK NTB).

23

Kenaikan Tarif PPh Orang Pribadi, Haruskah Kita Panik?

Jumlah Orang Kaya di Indonesia Naik. Pandemi Covid-19 menimbulkan kejatuhan di berbagai sektor di hampir seluruh negara tidak terkecuali Indonesia, terutama dalam sektor ekonomi. Namun berlawanan dengan hal tersebut, kejatuhan sektor ekonomi di seluruh dunia justru menghasilkan penambahan jumlah orang kaya dan super kaya, yang ternyata fenomena unik ini terjadi juga di Indonesia. Berdasarkan data yang bertajuk Global Wealth Databook 2021 yang dibuat oleh Credit Suisse, orang kaya di Indonesia yang pada tahun 2020 memiliki kekayaan bersih diatas US$ 1 juta totalnya berjumlah 171.740 orang. Jumlah ini meningkat pesat 62% dibanding tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 106.215 orang. Sedangkan untuk orang super kaya dengan kekayaan bersih diatas US$500 juta jumlahnya bertambah 4 orang jika dibandingkan tahun lalu menjadi total 50 orang. Dari data diatas terlihat bahwa selama kondisi pandemi ternyata ada puluhan ribu orang Indonesia yang naik kelas menjadi orang kaya. Hal ini tentu sangat kontras dengan kenyataan bahwa banyak pekerja yang harus dirumahkan karena maraknya tempat usaha atau bisnis yang harus tutup dan akhirnya gulung tikar selama pandemi. Orang Kaya Indonesia Menguasai Hampir Setengah Kekayaan Nasional Secara proporsi orang Indonesia yang memiliki kekayaan bersih diatas US$ 1.000.000,hanyalah 0,1% dibanding jumlah penduduk dewasa di Indonesia. Namun kenyataannya orang kaya yang hanya berjumlah 0,1% ini ternyata menguasai sebagian besar kekayaan yang ada di Indonesia. Kenyataan ini diperkuat oleh data simpanan kekayaan yang juga dilaporkan oleh Credit Suisse. Menurut data simpanan kekayaan yang dibuat Credit Suisse proporsi jumlah simpanan kelompok terbawah yaitu dengan nilai simpanan Rp 100 juta ke bawah pada Mei 2019 proporsinya hanya mencapai 15,26 % dengan total kekayaan Rp 878,51 triliun dan pada Mei 2021 proporsi ini terjun menjadi hanya 13,61 %. Di lain pihak, proporsi simpanan kelompok teratas dengan nilai simpanan di atas Rp 5 miliar pada Mei 2019 memiliki proporsi sebesar 46,19 % dengan nilai total kekayaan mencapai Rp2.659,68 triliun, namun pada Mei 2021 proporsi ini melonjak lagi menjadi 49,13 %.

24

Penguasaan kekayaan 49,13 % oleh orang-orang kaya ini semakin menyatakan bahwa kekayaan nasional di negara ini sebagian besar hanya dikuasai oleh segilintir orang saja. Dan juga memperlihatkan jurang ekonomi yang sangat lebar antara orang miskin dengan orang kaya.

Masyarakat Miskin Bertambah, Ketimpangan Ekonomi Meningkat Menurut Ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Yusuf Rendy Manilet masyarakat kelompok menengah ke bawah menghadapi kesulitan dalam meningkatkan pendapatan. “Para pekerja sektor informal kesulitan ketika pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan aktifitas. Alhasil, di masa pandemi jumlah penduduk miskin bertambah, dan pada saat yang bersamaan, ketimpangan juga meningkat,” katanya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin bertambah dari 24,79 juta orang di September 2019 menjadi 27,55 juta orang pada September 2020. Yusuf juga mengatakan, salah satu indikator mengetahui tingkat ketimpangan ekonomi adalah dengan melihat rasio gini. Nilai rasio gini berada di antara 0 dan 1. Semakin mendekati 1, maka semakin tinggi ketimpangan. BPS mencatat rasio gini Indonesia per Maret 2021 adalah sebesar 0,384 atau naik dari 0,381 jika dibandingkan pada Maret 2020. Yang menandakan ketimpangan ekonomi di Indonesia juga semakin meningkat selama pandemi.

Kenaikan Pajak Bagi Orang Kaya, untuk Mengurangi Ketimpangan Pada tanggal 29 Oktober 2021 Presiden Joko Widodo resmi mengundangkan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021. UU HPP terdiri atas sembilan bab yang memiliki enam ruang lingkup pengaturan atau klaster, yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, serta Cukai. Salah satu perubahan yang diatur dalam klaster PPh UU HPP adalah terkait rentang penghasilan serta tarif PPh bagi Orang Pribadi. Pada rentang penghasilan paling bawah terjadi perubahan yang sebelumnya untuk penghasilan 0-Rp 50 juta diubah menjadi 0-Rp 60 juta dan menggunakan tarif yang tetap sama dengan sebelumnya, yaitu 5%. Perubahan rentang penghasilan ini diharapkan dapat lebih mensejahterakan masyarakat berpenghasilan kecil, terutama bagi Orang Pribadi yang memiliki rentang penghasilan Rp 50 jutaRp 60 juta setahun nantinya dapat merasakan penurunan beban PPh yang semula dikenakan tarif PPh 15 % turun menjadi 5 %. Mengingat atas rentang penghasilan ini menurut data Global Wealth

25

Databook 2021 juga memiliki proporsi terbesar dalam pengelompokan kekayaan bersih di Indonesia, maka diharapkan pula akan ada banyak masyarakat berpenghasilan kecil yang dapat menikmati penurunan beban PPh. Sedangkan untuk rentang penghasilan paling atas, yang sebelumnya penghasilan diatas Rp 500 juta dikenakan tarif 30%, didalam UU HPP diubah menjadi penghasilan diatas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar dikenakan tarif 30% serta ditambahkan rentang penghasilan paling atas yang baru yaitu penghasilan diatas Rp 5 miliar dikenakan tarif 35%. Pengenaan tarif PPh sebesar 35% yang diperuntukan bagi orang kaya yang memiliki rentang penghasilan diatas Rp 5 miliar ini diharapkan bisa me-redistribusi hasil penerimaan pajak agar manfaatnya dapat lebih dirasakan oleh masyarakat luas. Sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi, serta terwujudnya sistem perpajakan yang berkeadilan. Jadi jelas, kenaikan tarif PPh Orang Pribadi yang terdapat dalam UU HPP bukan untuk memberatkan masyarakat kecil, tapi hal ini adalah salah satu kunci untuk mengurangi ketimpangan ekonomi yang semakin melebar sejak terjadinya pandemi.

Adi Wiyono: Penyuluh Pajak KPP Wajib Pajak Besar Satu

26

CHAPTER II ARTICLE IN ENGLISH

27

Transfer Pricing Culture in Multinational Companies

Background Butani (2007) states that the transactions of two companies that do not have a special relationship based on price, the price underlying the transaction is referred to as price, whereas if between the two companies that have a special relationship with an affiliated transaction, it is called transfer pricing. The most common transfer pricing scheme used by multinational companies is by diverting corporate profits in countries with high tax rates to countries with lower tax rates. The scheme is carried out by conducting operational transactions with its subsidiaries or overseas subsidiaries. As a result of these transactions of transfer between companies, this method becomes known as transfer pricing. Affiliate transactions can be categorized into several forms of intra-firm transactions, such as transactions for the sale and purchase of goods, services, licenses, royalties, patents, loans, technical services, and other services. Gunadi (2007) argues that in addition to business motivation of utilizing differences in tax rates that apply in different countries to achieve tax savings and maximize the benefits of shareholders, transfer pricing policies imposed by multinational companies are also intended to be the controlling mechanism of resource flows among group members (ownership related companies). Multinational companies carry out their company's operations in an integrated manner both economic and social (policy), this directly affects the volume of intra-firm transactions (intra-firm trade) between the parent company and its subsidiaries or affiliated companies (relation or branch). The practice of tax base scoping and profit shifting results in a 4% to 10% drop of global corporate income tax annually (OECD, 2013). Heckemeyer and Overesch (2013) states that transfer pricing manipulation is the most dominant BEPS scheme and is often carried out by multinational companies in conducting operational transactions of their companies. In terms of impact, the practice of transfer pricing most disadvantageous to developing countries, as 20% to 30% of their tax revenue is contributed by corporate income tax (UNCTAD, 2015). Based on the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD, 2018) report covering 89 jurisdictions, Mutual Agreement Procedure (MAP) Statistics in 2018, the number of transfer pricing disputes rose by 20%. This amount is higher compared to other 28

disputes which are only in the range of 10%. Furthermore, the OECD also mentions that almost 75% of MAP transfer pricing is settled through full or partial taxation agreements not in accordance with tax agreements, 5% of which are given unilateral relief and 5% are resolved through domestic remedy. The practice of transfer pricing is a recurring issue for Directorate General of Taxes (DGT) as the authority in the field of taxation, as it reduces national tax revenue. Through transfer pricing schemes companies can minimize their tax debt by allocating their profits to countries with low tax rates. Each time an intra-group transaction (goods or services) is carried out by a multinational companies, for taxation purposes the transfer price must be calculated. Bernard and Weiner (1990) argues that the ability possessed by multinational companies to set transfer prices to minimize taxation, however, will be limited by tax regulations from the home country to other countries. THE CASES The two main sectors that contribute to the tax revenue of Large Tax Payers Office One (LTO 1) are the mining industry and the financial services institutions. The mining industry consists of mineral and precious metal mining operations, gold and silver in particular, and coal. While the financial services sector consists of private banks and non-bank financial service institutions. In relation to international taxation, the case that most commonly arise in the mining industry is the export of most of its output, marketing services from companies abroad, and the services of mining given by international providers. The main problem faced at this moment in dealing with the international taxation and or tax treaty is in testing whether there is transfer pricing substance in these transactions. This is especially difficult, as there are no easy comparable parties to be taken reliably as these are unique items with certain criteria that makes them rarely have counterparts from other producer. The international taxation scheme for the financial services institutions more often relies on ownership relations, rather than on operating activities. Recently in the banking sector, there are several company ownership transactions that involve majority shareholder that domicile in other countries. A case regarding this issue is when an international financing institution acting as shareholder of a permanent establishment bank in Indonesia acquisitions a bank operating in 29

Indonesia through stock takeover. The two banks then merge, under the name of the international finance institution. In this case, it is suspected that substance of trade name utilization is present, in order to provide gain to the respective shareholders. Another interesting case study, is when a publicly listed bank (the stocks are trading in the Indonesian stock market). The primary shareholder of the bank, who is in Dutch domicile, agrees to divert most of his stock (approximately 90% of the total stock of the bank) to an affiliate company in Japan. In this case, it is suspected there is income received by the owner of the bank, with the respective tax right being held by Indonesian taxation authority. It is still an ongoing debate of whether those ownership trade transactions are tax objects or not, and who exactly receives the income and which country has the right to tax this income. THINGS TO IMPROVE In general, in order to reduce the tax burden, multinational company is implementing transfer pricing policy by having a high sales transaction conducted with parties that have a special relationship. Most of the multinational companies practicing transfer pricing by benefitting through countries that charge low tax rates, effectively reducing their tax burden. Yet, it can cause trouble for some countries who have higher tax rate. Most developing countries implement high tax rates. The practice of transfer pricing indirectly makes them lose their tax revenue’s potential. Therefore, to avoid it, they must take some steps ahead before those multinational companies can make a move or create a bypass transfer pricing scheme. The tax authority should have foreseen the multinational company operational transactions (by studying their core business and data exchanges from their overseas companies in the same group). Moreover, the step that can be taken by these countries is by boosting information exchange mechanism through double taxation avoidance agreement (P3B). Implementing lower tax rates or zero tax (tax haven) are policy choices that can be taken, as first and foremost, every country’s goal is to create public welfare for its people. While tax avoidance may be legal, it breaks the common ethical code. Many multinational companies still pay taxes lower than what they are obligated to. In more specific views, for mining and banking sectors, there is still debate in existence of transfer pricing. Because of difficulty in finding the comparable parties, the transfer pricing issue tends to be ignored by tax officials. On the other hand, in banking sectors, diverting of stock or 30

ownership still a high challenge for the tax officials to determine whether this kind of transactions are income object or not, and who has he right to tax those income (if any).

Kingkin Primasari: Account Representative KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok

31

References

Bernard, J. T. dan R. J. Weiner. 1990. Multinational Corporations, Transfer Prices, and Taxes: Evidence from U.S. Petroleum Industry. Taxation in the Global Economy 123 – 160. Butani, M. 2007. Transfer pricing: An Indian Perspective. Lexis Nexis Butterworths. India. Gunadi. 2007. Akuntansi Pajak Edisi Ketiga. Gramedia. Jakarta. Heckemeyer, Jost H dan Overesch, Michael. 2013. Multinationals’ profit response to tax differentials: Effect size and shifting channels. Centre For European Economic research. Discussion Paper No. 13-045. (https://doi.org/10.1111/caje.12283) OECD. 2010. Transfer Pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administration. OECD. OECD. 2013. White Paper on Transfer Pricing Documentation. OECD. OECD. 2018. OECD Work on Taxation. OECD. UNCTAD. 2015. World Investment Report: Reforming International Investment Governance. UNCTAD. World Bank. 2018. http://povertydata.worldbank.org/poverty/country/IDN (accessed on 21st November 2019) https://ekonomi.bisnis.com/read/20190918/259/1149724/oecd-kasus-transfer-pricing (accessed on 21st November 2019)

32

meningkat

The Urgency of Waste Management in Jakarta

Background Jakarta, as Indonesia's capital city, acts as the country's administrative and economic centre. Many people from all over Indonesia are interested in living and working in Jakarta, which is unsurprising. According to the BPS-Statistic of DKI Jakarta Province (2021), Jakarta is Indonesia's most populous city. Jakarta's population density in 2019 was 15,900 people per square kilometre, far exceeding the Indonesian average of 140 people per square kilometre. The Jakarta government is on high alert because of the greater the population, the more problems occur. Waste management is one of the most important topics. One of the reasons for the rise in urban solid waste generation is increasing population levels (Minghua et al, 2009). The government must take this issue seriously because it poses a greater danger to public health and the environment if it is not addressed (Chang et al, 2015). Furthermore, inadequate waste management would escalate costs that are straining the government's budget (Guerrero et al, 2013). Current condition Jakarta's population continues to grow year after year despite its relatively small area (662.33 km2). According to the Central Statistics Agency of DKI Jakarta Province (2021), Jakarta had a population of 9,607,787 people in 2010. In 2020, this number increased by around 10% to 10,562,088 people, and the amount of waste produced by Jakarta residents reached 8,357 tonnes per day.

33

The rise in population is accompanied by an increase in waste production. Graphic 1 depicts the increasing average amount of waste entering the Bantargebang Integrated Waste Disposal Site (TPST Bantargebang) every day, suggesting an increase in waste production. In addition, Chart 1 shows the waste composition at TPST Bantargebang. Graphic 1: TPST Bantargebang Trend Based on Average Weight of Waste per day (tonnes/day)

Source: Integrated Waste Management Unit Official Portal, DKI Jakarta Provincial Environmental Agency (2021) (Accessed 10th March 2021) Chart 1: Composition of Waste at TPST Bantargebang

Source: Integrated Waste Management Unit Official Portal, DKI Jakarta Provincial Environmental Agency (2021) (Accessed 10th March 2021)

34

Graph 1 reveals that from 2011 to 2019, the volume of waste entering the TPST Bantargebang has risen by 48%. Meanwhile, household waste/leftovers (43%) and plastic (31%) are the most significant wastes. As seen in Table 2, the Jakarta government has taken several measures to control waste before eventually dumping it into a landfill.

Table 2 indicates that Jakarta's waste management efforts are also falling short of expectations. From 3,050,371 tonnes of waste in 2020, only 427,193 tonnes entered Waste Management Sites, and only 42,125 tonnes of waste can be managed and utilized. It means that only around 1.38% of the waste has been successfully managed, and the rest will end up at TPST Bantargebang. According to the Global Waste Management Outlook (2015), dumping waste into landfills should be the very last resort. In general, these statistics indicate that the Jakarta government has yet to achieve its goal of reducing landfill waste disposal. If nothing changes, the TPST Bantargebang will become overburdened, which will be devastating for Jakarta. The Deputy Governor of Jakarta even predicted that the TPST Bantargebang would run out of capacity in 2021 (Sandi, 2020). As a consequence, long-term waste management is important. Otherwise, the costs and harm will be much higher, and people will suffer a growing number of negative consequences (Chang et al, 2015). Suggestions/recommendations The government is widely regarded as having the task and responsibility of finding solutions to waste issues. The community is often not involved in solving these problems (Vidanaarachchi et al, 2006). Active community engagement and understanding, on the other hand, could be the key to waste management success (Sharholy et al, 2008). According to the 35

waste composition, the most significant portion of waste entering the TPST Bantargebang is household waste/leftover. It means that households are critical in the waste management process (Joseph, 2006). However, waste sorting is still uncommon in Indonesia (Zakianis et al, 2017). Therefore, the government must raise public consciousness about the importance of sorting waste at home. The government can gain more community support for their policies by emphasising environmental benefits and providing adequate knowledge on what can be recycled and how to recycle (Barr et al, 2001; O'Connel, 2011). Aside from improving waste management education, the government also need to provide adequate waste management facilities, as access to a formal recycling facility and the ease of recycling have a major impact on recycling actions (Zakianis et al, 2017; Bar et al, 2001). Therefore, the Jakarta government needs to ensure the availability of different trash bins for each type of waste, proper vehicle to send different types of waste, and increasing waste management sites in every Jakarta area. Regarding the low percentage of efficiently treated waste, the government must continue to work to increase the number and capacity of waste management facilities in Jakarta to reduce waste disposal in landfills. Learning how to optimise recycling participation is important for moving to a more sustainable waste management system. However, waste reduction needs more than just recycling. Individuals must be encouraged to extend their waste behaviours to include reuse and consumption reduction to minimise the number of goods that must be disposed of (Barr et al, 2001). Government financial incentives can be an effective tool for encouraging people to reduce their consumption (Kaza et al, 2018). Furthermore, providing incentives to companies to eliminate packaging and design products that are easier to recycle and reuse will provide a more comprehensive approach to waste management (Nixon et al, 2009). Conclusion Since waste management is too broad to be the government's responsibility alone, public engagement is crucial to its long-term sustainability (Kaza et al, 2018; O'Connel, 2011). To make waste management policies as effective as possible, increasing community participation in 3R (reduce, reuse, and recycle) is just as critical as enhancing each waste management facility's capability. The community will reap major benefits from proper waste management and prevent more losses in the future.

Author: Kristyanu Widyanto 36

Bibliography

Barr, S., Gilg, A.W. and Ford, N.J. 2001. Differences between Household Waste Reduction, Reuse and Recycling Behaviour: A Study of Reported Behaviours, Intentions and Explanatory Variables. Environmental and Waste Management. 4(2). pp.69-82. BPS-Statistic of DKI Jakarta Province. 2021. DKI Jakarta Province in Figures 2021. Jakarta: BPSStatistic of DKI Jakarta Province. Central Statistics Agency of DKI Jakarta Province. 2021. Luas Daerah Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi

DKI

Jakarta.

[Online]

[Accessed

10

March

2021].

Available

from:

https://jakarta.bps.go.id/dynamictable/2019/09/16/57/luas-daerah-menurut-kabupaten-kota-diprovinsi-dki-jakarta Chang, N. and Pires, A. 2015. Sustainable Solid Waste Management A System Engineering Approach. Canada: John Wiley & Sons, Inc. Guerrero, L.A., Maas, G. and Hogland, W. 2013. Solid Waste Management Challenges for Cities in Developing Countries. Journal of Waste Management. 33. pp.220-232. Indonesia Central Bureau of Statistics. 2021. Kepadatan Penduduk menurut Provinsi (jiwa/km2), 2015-2019.

[Online]

[Accessed

10

March

2021].

Available

from:

https://www.bps.go.id/indicator/12/141/1/kepadatan-penduduk-menurut-provinsi.html Integrated Waste Management Unit Official Portal, DKI Jakarta Provincial Environmental Agency. 2021. Data-Data TPST Bantargebang.

[Online] [Accessed 10 March 2021]. Available from:

https://upst.dlh.jakarta.go.id/tpst/data Joseph, K. 2006. Stakeholder participation for sustainable waste management. Habitat International. 30, pp.863–871. Kaza, S., Yao, L., Bhada-Tata, P. and Woerden, F.V. 2018. What a Waste 2.0: A Global Snapshot of Solid Waste Management to 2050. [Online]. Washington, DC: World Bank. [Accessed 12 March 2021]. Available from: https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/30317 Minghua, Z., Xiumin, F., Rovetta, A., Qichang, H., Vicentini, F., Bingkai, L., Giusti, A. and Yi, L. 2009. Municipal solid waste management in Pudong New Area, China. Journal of Waste Management. 29, pp.1227–1233. National Waste Management Information System, Ministry of Environment and Forestry, Indonesia. 2021a. Timbulan Sampah. [Online] [Accessed 10 March 2021]. Available from: http://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/public/data/timbulan

37

National Waste Management Information System, Ministry of Environment and Forestry, Indonesia. 2021b. Bank Sampah Induk. [Online] [Accessed 10 March 2021]. Available from: http://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/public/home/fasilitas/bsi National Waste Management Information System, Ministry of Environment and Forestry, Indonesia. 2021c. Bank Sampah Unit. [Online] [Accessed 10 March 2021]. Available from: http://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/public/home/fasilitas/bsu

38

CHAPTER III OPINI RINGAN DAN CERITA KESEHARIAN

39

Menjawab Tantangan Kementerian Keuangan Flexible Working Space (FWS) Dengan Peluang Virtual Office (VO) Di Direktorat Jenderal Pajak

Flexible Working Space (FWS) Corona Virus Desease 2019 yang disingkat menjadi Covid-19 yang sedang terjadi saat ini telah memakan korban lebih dari ribuan jiwa, telah memberikan dampak besar bagi kehidupan pada umumnya, mulai dari sosial, ibadah, pendidikan, hingga dunia kerja. Dampak terhadap dunia kerja adalah diterapkannya peraturan bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH). WFH ini menjadi suatu budaya kerja baru atau “New Normal” diseluruh dunia termasuk Indonesia. Kementerian Keuangan Republik Indonesia menerapkan konsep WFH tersebut dengan mengeluarkan aturan Flexible Working Space (FWS) sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 223/KMK.01/2020 tanggal 6 Mei 2020. Dengan harapan akan meningkatnya produktivitas dan kinerja organisasi dari FWS ini. Sebagai salah satu akibat dari penerapan FWS ini adalah timbulnya sejumlah tantangan diantaranya dapat meningkatkan konflik kerja-kehidupan dan adanya peningkatan tekanan kerja. Tugas Manajemen Sumber Daya Manusia untuk mendukung pengalaman yang berkeadilan dengan keadaan hubungan kerja yang sangat fleksibel dan pengertian fleksibilitas yang lebih jelas dibutuhkan agar tidak menyesatkan pegawai yang menjalankan FWS ini. Virtual Office (VO) Berdasarkan pencarian pada situs Wikipedia, Virtual Office, atau Kantor Virtual adalah “ruang kerja” yang berlokasi di internet, tempat seorang individu dapat menyelesaikan tugastugas yang diperlukan untuk melaksanakan bisnis profesional atau pribadi tanpa memiliki "fisik" lokasi usaha. Hal ini jelas sangat bertolak belakang dengan pandangan tradisional mengenai ruang kantor, yang selama bertahun-tahun telah menjadi standar ruang kerja di Indonesia. Para penggiat industri kreatif tak lagi disibukkan dengan urusan alamat lokasi usaha. Pemerintah telah memberikan angin segar bahwa virtual office bisa digunakan untuk Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 147/PMK.03/2017 tanggal 31 Oktober 2017 perihal Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak Dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Serta Pengukuhan Dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

40

Penerapan bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH) yang sedang terjadi saat ini dan berada dalam era digital sekaligus memasuki periode revolusi industri 4.0 membuat kehadiran virtual office semakin trending secara keseluruhan, hal ini membutuhkan komitmen pengelolaan organisasi dan kinerja Kementerian Keuangan melalui berbagai terobosan dan inisiatif. Layanan kantor virtual ini menjadi alternatif yang menyegarkan dalam dunia kerja terutama bagi para pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang jumlahnya terus menunjukkan tren positif. Konsep Flexible Working Space (FWS) dan Virtual Office (VO) ini merupakan sebuah konsep yang baru bagi masyarakat kita dan bagaimana tantangan Kementerian Keuangan Flexible Working Space (FWS) dengan peluang Virtual Office (VO) di Direktorat Jenderal Pajak. Tulisan ini akan mencoba membahas konsep FWS dan VO serta penerapannya untuk Direktorat Jenderal Pajak. Tantangan Flexible Working Space (FWS) Efek dari penerapan WFH juga menghadapi tantangan tidak hanya karena tidak semua jenis pekerjaan dapat dikerjakan dari rumah tetapi juga dihadapkan oleh hambatan baik dari luar maupun dari dalam rumah seperti alat kerja, koordinasi, masalah jaringan, pekerjaan rumah tangga merawat anak dan lain sebagainya. Tatanan kehidupan bermasyarakat yang serba dilakukan dari rumah ini kemudian menjadi kebiasaan “New Normal” atau aktivitas normal baru (Ahmad, 2020). Kondisi tersebut merupakan dampak dari pandemi yang terjadi. Himbauan Presiden Republik Indonesia tentang bekerja dari rumah ditindaklanjuti dengan Peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melalui Surat Edaran Nomor 19 Tahun 2020 tanggal 16 Maret 2020 tentang Penyesuaian Sistem Kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Upaya Pencegahan Covid-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah. Benang merah dari surat edaran tersebut adalah ASN dapat bekerja di rumah atau tempat tinggal namun terdapat dua tingkatan pejabat struktural tertinggi yang bekerja di kantor serta penundaan atau pembatalan penyelenggaraan kegiatan tatap muka dengan banyak peserta. Pada tanggal 15 Mei 2020, dalam situs berita Medcom.id Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati menerapkan Kebijakan Flexible Working Space (FWS) sebagai aktivitas normal baru (New Normal) pegawai Kementerian Keuangan karena adanya Covid-19. Menurutnya keberadaan pandemi justru dapat memberikan banyak pelajaran baru dan memaksa 41

lingkungan untuk berubah dan beradaptasi dengan cepat. Kebijakan FWS yang diterapkan bagi seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia telah disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 223/KMK.01/2020 tanggal 6 Mei 2020. FWS ini merupakan pengaturan pola kerja pegawai yang memberikan fleksibilitas lokasi tempat untuk bekerja. Apabila pandemi ini telah berakhir maka konsep FWS yang merupakan sebuah terobosan yang sangat penting ini kedepannya akan diberlakukan sebagai new normal di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Adapun kriteria pegawai yang mendapat ‘privilege’ FWS tersebut diantaranya memiliki NPKP (Nilai Prestasi Kerja Pegawai) paling rendah bernilai ‘baik’ untuk satu tahun penilaian sebelumnya, tidak sedang dalam proses pemeriksaan sehubungan dengan pelanggaran disiplin atau tidak sedang menjalani hukuman disiplin berdasarkan ketentuan yang berlaku dan dapat bekerja secara mandiri, bertanggung jawab, berkomunikasi efektif dengan atasan, rekan kerja dan pihak lain serta responsif terhadap instruksi penugasan. Pelaksanaan FWS Kementerian Keuangan tentunya tidak serta merta dapat berlangsung dengan baik dan lancar, mengingat banyak hal yang dapat menjadi hambatan. Walaupun demikian, pelaksanaan FWS di Kementerian Keuangan bukanlah menjadi hal yang tidak mungkin untuk diterapkan, mengingat Kementerian Keuangan telah memiliki faktor-faktor yang dapat menjadi pendukung terlaksananya FWS, yaitu: 1. Infrastruktur (sarana dan prasana) Kementerian Keuangan memiliki berbagai sarana yang dapat mendukung pelaksanaan FWS secara baik, yaitu dengan adanya: a. Office Automation (e-kemenkeu, e-dropbox kemenkeu, e-mail kemenkeu, video conference kemenkeu, aplikasi naskah dinas elektronik (Nadine), MyTask, dan presensi online) b. Sarana activity based workplace dengan konsep open space. 2. Payung hukum Agar FWS dapat dilaksanakan, Menteri Keuangan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 223/KMK.1/2020 tanggal 6 Mei 2020 hal Implementasi Flexibilitas Tempat Bekerja (Flexible Working Space) di Lingkungan Kementerian Keuangan. Dengan terbitnya aturan ini, FWS telah memiliki dasar hukum yang kuat dalam implementasinya. 3. Pegawai Jumlah pegawai Kementerian Keuangan berdasarkan infografis yang dirilis oleh Biro SDM Kementerian Keuangan pada Bulan Mei 2020 saat ini terbesar yaitu sejumlah 81.838 pegawai. Dari jumlah tersebut, terdapat generasi milenial (gen Y dan Z) yang berjumlah 54.036 orang 42

atau 66,03 % dari jumlah seluruh pegawai tersebut. Dimana generasi ini sangat dikenal sebagai generasi yang digital natives, pengguna teknologi yang lebih tinggi, dan teamoriented. Hal ini menjadikan pegawai Kemenkeu sangat potensial untuk berhasil dalam pelaksanaan FWS. Dengan tersedianya faktor-faktor pendukung tersebut di atas, ternyata masih banyak halhal lain yang harus dipersiapkan atau disepakati untuk dilaksanakan oleh jajaran Kementerian Keuangan, seperti pentingnya perubahan pola pikir dari bekerja seperti biasa dengan rutinitas di kantor menjadi bekerja secara jarak jauh yang dapat dilakukan di mana saja. Peluang Virtual Office (VO) Dalam Pasal 45 dan 46 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak disebutkan bahwa pengusaha boleh menggunakan virtual office sebagai tempat pelaporan usaha, dengan syarat: 1.

Pengusaha pengguna virtual office memiliki izin usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang;

2. Pengelola virtual office telah dikukuhkan sebagai PKP, menyediakan ruangan fisik untuk tempat kegiatan bagi pengusaha yang akan dikukuhkan sebagai PKP, dan melakukan kegiatan layanan pendukung kantor secara nyata. Mengapa Wajib Pajak memilih menggunakan virtual office adalah karena alasan efisiensi anggaran pada fase awal usaha Wajib Pajak berdiri. Tentu jika usaha yang baru memiliki 2-4 karyawan dan langsung menyewa ruangan diperkantoran bisa jadi sangat memberatkan usaha tersebut. Apalagi salah satu syarat untuk mendirikan perusahaan juga memerlukan alamat domisili dimana mau tidak mau anda harus menyewa kantor. Beberapa manfaat lainnya yang didapatkan dari virtual office antara lain tidak terkendala macet, rapat menjadi fleksibel dan lebih dekat dengan keluarga. Data lanjutan dari Biro SDM Kemenkeu tersebut di atas, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merupakan Unit Eselon I Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang memiliki jumlah pegawai terbesar yaitu dengan total 45.948 pegawai yang memiliki wilayah kerja dari ibukota provinsi sampai dengan kotamadya/kabupaten dengan jumlah satuan kerja sebanyak 591 kantor (Hartati & Arfin, 2020). Dengan adanya kuantitas SDM yang begitu banyak, tentunya Kementerian

43

Keuangan juga membutuhkan kualitas SDM yang baik, hal ini salah satunya dapat didukung dengan sistem kerja yang fleksibel bagi para pegawainya. Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dapat dimiliki seseorang saat ketika dirinya memiliki cukup waktu dan energi untuk melayani semua aspek penting didalam hidupnya. Ketika seseorang individu tidak dapat menjaga keseimbangan antara masalah pekerjaan dan masalah kehidupan diluar kantor (pribadi) maka, diidentifikasi karyawan akan memilih berhenti bekerja. Rendahnya tingkat keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dalam mengambil keputusan tanggung jawab yang besar akan menyebabkan gangguan psikologis karyawan (pikiran dan jiwa), serta rendahnya produktivitas sebagai konsekuensi dari perilaku tersebut. Pria dan wanita memiliki tipe work-life balance yang sama karena keduanya memiliki profesi jam kerja, serta tuntutan pekerjaan yang sama. Adanya flexible working arrangement akan mendukung work-life balance untuk memiliki kemudahan dalam mengatur keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Dari data-data tersebut di atas diketahui bahwa aturan menggunakan virtual office sudah ada sejak tahun 2017 tetapi masih terbatas hanya untuk Wajib Pajak saja. Kesimpulan Analisis penulis memperlihatkan bahwa sistem ini memberikan dampak positif yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini dan pada masa yang akan datang. Sistem Virtual Office (VO) memiliki peluang besar untuk berkembang lebih luas penggunaannya di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sekaligus menjawab tantangan Kementerian Keuangan Flexible Working Space (FWS). Sebagai ilustrasi pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Solok yang bertempat tinggal di Padang selama jadwal flexible working space (FWS) dapat memilih untuk menggunakan virtual office (VO) di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Barat dan Jambi atau Kantor Pelayanan Pajak Pratama Padang Satu atau Kantor Pelayanan Pajak Pratama Padang Dua, dimana ketiga kantor tersebut satu kota dengan tempat tinggal pegawai yang bersangkutan.

44

Saran Hal-hal yang harus segera dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam mempersiapkan diri menuju era flexible working space (FWS) dan virtual office (VO) adalah: 1. Meminta Kementerian Keuangan untuk menerbitkan payung hukum dalam rangka implementasi FWS-VO di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. 2. Mempersiapkan aturan-aturan internal sehubungan dengan hal tersebut di atas apabila sudah memiliki dasar hukum yang kuat. 3. Melakukan pemetaan jenis-jenis pekerjaan yang bisa dilakukan secara remote dan pekerjaan yang harus dilaksanakan di kantor. 4. Membenahi tata kelola (penyesuaian proses bisnis FWS, kalibrasi Analisis Beban Kerja, pengukuran kinerja pegawai dan/atau target kinerja). 5. Menyiapkan infra struktur penunjang (penyusunan pedoman activity based workplace, optimalisasi aplikasi M-Pajak, aplikasi Mantra dan aplikasi internal lainnya seperti PSIAP, memastikan ketersediaan infra struktur penunjang termasuk keamanan data dan jaringan).

Hal-hal yang disarankan untuk dilakukan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak dalam proses adaptasi menuju era flexible working space (FWS) dan virtual office (VO) adalah: 1.

Kuasai dengan cepat berbagai keterampilan sekaligus, misalnya manajemen waktu, perencanaan strategis pelaksanaan pekerjaan, pengelolaan keuangan, kemampuan untuk memberikan output yang terbaik, kemampuan menyeimbangkan urusan rumah tangga dengan pekerjaan, dan sebagainya.

2. Disiplin terhadap pengaturan jam kerja. 3. Orientasi pada hasil (Result Oriented not Rule Oriented). Rencanakan kerjamu, kerjakan rencanamu. 4. Ciptakan atmosfer kerja yang nyaman. 5. Menjaga mood dalam bekerja. 6. Implementasi Work Life Balance dan Social Life.

Rico Satria Adipradana: Penyuluh Pajak KPP Wajib Pajak Besar Satu

45

Menyelami Kreativitas Seni di Tengah Pandemi

“Musuh utama dari kreativitas adalah akal sehat” -Pablo Picasso-

Beberapa ungkapan Picasso ini seringkali adalah sebuah paradoks yang menafsirkan bahwa seni rupa dan kehidupan merupakan dua ekspresi yang sama. Akal sehat atau kita lebih mengenalnya dengan logika jelas menurutnya adalah sebuah hambatan dalam menemukan kreativitas yang lahir saat putus dengan logika dasar ini. Jika kita tetap berada dalam logika dasar, kita hampir tak akan menemukan jalan baru. Saat seluruh dunia dihatam wabah bersamaan, tak terbantahkan lagi bahwa seniman, pengrajin, dan pelaku seni merasakan keterbatasan berekspresi. Siapa sebenarnya mereka? Seniman Seniman adalah mereka yang mencipta kesenian dan menjaga originalitas dari esensi seni dengan mengutamakan kepuasan batin dalam berkarya. Penciptaannya pun berbeda-beda. Mereka dengan bahan utamanya bunyi menghasilkan musik, bahan dasar garis dan warna dari sudut pandang yang berbeda dalam penghayatannya menghasilkan seni rupa. Sedangkan mereka yang membuat bentuk benda menjadi indah menghasilan seni pahat, seni ukir, maupun tempa. Pengrajin Pengrajin adalah mereka yang karyanya memiliki nilai fungsional dan kegunaan. Pelaku seni Berbeda lagi dengan pelaku seni yang berkarya dari hasil karya seni dari seniman. Sebagai contoh penari yang berkarya dengan seni tari. Ruang gerak yang terbatas, memutar arah mencari kreativitas. Pagelaran terhenti, seniman dan pelaku seni kehilangan ruang berekspresi dan ekspose diri. Pengrajin menutup galeri karena usaha pemerintah mengatasi pandemi. Berkali-kali trial and error dalam eksplorasi sampai akhirnya memang mereka yang harus bertahan dalam situasi. Apalagi dalam menggelar pameran sendiri membutuhkan effort besar dalam penyelenggaraannya baik sumber dana maupun sumber daya. Para seniman menikmati momen pandemi dengan memanfaatkan banyaknya waktu karantina dalam mengulik detil-detil objek dan memberikan kesempatan untuk membuat karya 46

dengan lebih sabar dan fokus. Mengekspos dengan pameran dan pagelaran virtual yang bisa diciptakan dengan para pelaku seni. Beberapa platform daring dapat digunakan oleh para pengrajin dalam menjual karyanya kepada para penikmat seni. Walaupun memang menjadi tertunda dan terbatas, tak seperti ketika membuka galeri. Peran seni sendiri disaat pandemi mungkin agak terdengar bias dan klise, yaitu menjaga kewarasan di masa karantina ini. Ibarat seni sendiri yang dapat menjadi inspirasi, kontemplasi, maupun persuasi masyarakat agar stay safe, tidak menaruh curiga dan saling menjaga. Memanfaatkan platform virtual tour dapat menjadi pilihan menyajikan seni oleh museum untuk menjalankan fungsinya dalam menghadirkan karya-karya ke hadapan publik. Saat ini online presence menjadi arah perubahan dalam menikmati seni, mengingat negara telah menjadikan keselamatan adalah prioritas. Namun segera setelah keselamatan itu terpenuhi, sustainability harus dilakukan untuk menanggulangi dampak pandemi.

Dyana Novita: alumni FSR ISI Jogjakarta

47

Perpisahan

“Mutasi adalah hal yang biasa, mutasi adalah amanah, InsyaAllah semua itu berkah,” ucap Ayah kepada Ibu dua puluh delapan tahun silam. Tahun 1993 Ayah mendapatkan “giliran” untuk bertugas di tempat yang baru, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Mutasi merupakan sebuah dinamika dalam suatu organisasi, dan menjadi kebutuhan dalam suatu organisasi sebagai sarana penyegaran, agar tugas dan fungsi organisasi dapat berjalan dengan baik. Hidup di tanah rantau dan jauh dari keluarga bukanlah sesuatu hal yang indah untuk dilewati hari demi harinya, sehingga dua tahun kemudian setelah mutasi, Ayah memboyong saya dan Ibu untuk ikut ke Banjarmasin. Kedua kakak saya tidak ikut karena keduanya sedang menjalani pendidikan di Pesantren. Setelah Ibu selesai mengurus kepindahan sekolah dibantu Bapak Ibu Guru dari sekolah lama maupun yang disekolah baru, dan saya mendapatkan kursi kosong di kelas lima Sekolah Dasar, kami berangkat menuju Banjarmasin. Ketika itu untuk menuju Banjarmasin terdapat dua pilihan moda transportasi yaitu menggunakan pesawat terbang atau perjalanan darat dilanjutkan menyebrang dengan kapal feri. Opsi menggunakan kapal feri kami pilih, karena harga tiket pesawat mahal harganya. Perjalanan dimulai dengan menggunakan Bus menuju Semarang, menginap semalam untuk menunggu jadwal penyebrangan, dan keesokan harinya dilanjutkan menggunakan kapal feri dari Semarang menyebrang ke Banjarmasin. Setibanya di Banjarmasin kami langsung menuju rumah dinas yang Ayah tempati di Jalan Ahmad Yani Km 6. Rumah tersebut berjarak empat rumah dari jalan utama setelah melewati jembatan sebagai penghubung jalan utama dan perumahan. Rumah yang kami tempati seperti rumah dinas pada umumnya, bangunan tua, model rumah yang belum kekinian, dan belum pernah direnovasi. Pada bagian depan rumah terdapat teras yang ditanami pohon dan buahbuahan, masuk kedalam rumah yang terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, satu kamar tidur utama, dua kamar tidur, dapur, dan kamar mandi yang terletak di bagian belakang rumah. Dari dua kamar tidur, satu kamar diantaranya di alihfungsikan menjadi ruang kerja sekaligus musholla. Sedangkan kamar tidur utama, tidak dapat digunakan, digembok dari luar, dan siapapun tidak diperkenankan untuk masuk ke kamar tersebut. Kamar itu rusak, karena lantai keramiknya retak, dan menggelembung. Untuk urusan air, PAM menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan utama kami baik untuk MCK maupun kebutuhan minum dan memasak. 48

Sayangnya air PAM baru keluar jam 2 dini hari hingga jam 5 pagi, sehingga tidak boleh lupa untuk menyalakan air pada jam tersebut. Apabila lupa maka dapat dipastikan harus membeli air bersih jerigen yang dijajakan oleh penjual air keliling. Jarak dari rumah ke sekolah dapat ditempuh menggunakan sepeda dalam waktu kurang lebih sepuluh menit melewati jalan utama yang tidak begitu ramai lalu lintasnya. Pada waktu di Banjarmasin saya sekolah di Sekolah Dasar Negeri 03 Kasuari, bangunan sekolah seperti rumah panggung, dengan dinding dan lantai terbuat dari kayu. Jika lapangan sekolah di Jakarta pada umumnya berbentuk peluran semen, berbeda dengan sekolah di Banjarmasin lapangannya masih tanah berpasir. Pada awalnya saya mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan teman-teman yang baru karena dalam pergaulan sehari-hari mereka kerap menggunakan bahasa daerah yang belum saya pahami. Namun hal tersebut malah menjadi bahan candaan karena mereka harus mengulangi lagi perkataannya dalam Bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan saya. Pada akhir pekan, Ayah sering mengajak untuk berwisata diantaranya yaitu Pasar Terapung di Sungai Barito, yang terkenal sebagai sarana jual beli di atas perairan persis seperti iklan RCTI; Martapura yang merupakan pusat pendulangan intan dan permata; Pulau Kembang, yaitu suatu pulau yang letaknya ditengah Sungai Barito dan hanya dihuni oleh kera; menikmati kupat kandangan, udang galah, dan buah kasturi yaitu buah sejenis buah mangga dengan warna kecoklatan seperti alpukat yang memiliki kekhasan dalam menyantapnya yaitu dengan mengupas kulitnya dengan bentuk spiral. Selama kami tinggal di rumah tersebut, ada perilaku Ibu yang berbeda dari biasanya terutama jika Ayah sedang tugas malam. Selepas Isya, semua kegiatan pindah dilakukan didalam kamar tidur dan Ibu selalu menahan saya jika ingin buang air besar sampai menjelang shubuh. Dengan kata lain, untuk urusan MCK harus diselesaikan sebelum adzan Isya, entah apa alasannya tetapi Ibu tidak pernah mau cerita. Tidak lama berselang satu catur wulan pendidikan, Ayah memutuskan agar Ibu dan saya kembali ke Jakarta dengan alasan kualitas pendidikan di Ibukota lebih baik. Alhamdulilah setelah lima tahun merantau Ayah mengabarkan adanya mutasi untuk kembali lagi ke Jakarta, sontak kami pun melakukan sujud syukur sebagai bentuk rasa terima kasih kepada Allah SWT karena kami dapat berkumpul bersama kembali. Sebelum Ayah resmi meninggalkan Banjarmasin, bertepatan dengan libur sekolah kami sekeluarga menyusul ke Banjarmasin untuk membantu pindahan sekaligus liburan. Dalam jangka waktu lima tahun,

49

banyak perabotan rumah tangga yang dimiliki sehingga sebagian dijual dan sebagian lainnya diberikan ke tetangga terdekat. Setelah segala sesuatunya selesai dibersihkan dan dibereskan, tibanya waktu malam bagi kami untuk berisitirahat karena esok hari adalah jadwal penerbangan menuju ke Jakarta. Malam itu kami tidur di ruang tamu dengan posisi kepala membelakangi jendela, karena tirai, kipas angin, dan kasur sudah tidak ada. Saya tidur ditengah-tengah diantara Ayah dan Ibu, hingga pada dini hari kami sekeluarga terbangun karena mendengar suara tangisan wanita yang sangat pedih dan menyayat hati. Suara tangisan tersebut awalnya terdengar jauh dari arah jembatan sampai rasarasanya suara tangisannya jelas mendekat berada didepan pintu rumah. Anjing-anjing peliharaan tetangga kamipun ikut menggonggong bersahut-sahutan keras dan baru kali ini kami mendengar lolongan anjing pada waktu dini hari. Saya memeluk Ibu dengan kuat karena rasa ketakutan yang luar biasa, tidak berani membuka mata, dan keringat bercucuran. Kurang lebih satu jam suara tangisan panjang wanita itu masih terdengar, dan berhenti ketika Ayah mengumandangkan adzan. Kami baru beranjak bangun ketika adzan shubuh untuk melaksanakan shalat, Ayah belum mau menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi atas peristiwa tersebut. Matahari terbit sebagai tanda pagi dimulai, para tetangga berdatangan ke rumah kami dan membicarakan kejadian suara tangisan wanita, ada tetangga yang berkata, “wanita itu menangis karena merasa sedih harus berpisah dengan Pak Abu”. Percakapan pagi itu ditutup dengan pamitnya kami sekeluarga untuk kembali ke Jakarta. Setibanya kami di Jakarta, sembari menyeruput teh manis panas Ayah mulai menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Berdasarkan pengakuan warga setempat, perumahan yang kami tinggali dulunya adalah rawa-rawa dan ada suatu peristiwa dimana seorang wanita yang tengah hamil, diperkosa, dan diseret hingga kepala dan tubuhnya terpisah, di kamar utama itulah jasad wanita tersebut berada. Ketika pertama kali tiba di rumah dinas tersebut, Ayah sudah merasakan hal yang tidak biasa, hingga suatu waktu mahluk astral tersebut menampakkan wujudnya tanpa kepala yang sedang menggendong sosok bayi dan meminta untuk dibacakan surat Al-Fatihah untuk dirinya beserta anaknya. Ibu menambahkan bahwa keputusan untuk kembali menyekolahkan saya ke Jakarta bukan karena alasan kualitas pendidikan, melainkan karena kesehariannya ketika di rumah tersebut kerap “diganggu”. Mulai dari pagi hari ketika Ayah berangkat kerja dan saya sekolah, tiba saatnya Ibu untuk berbelanja ke pasar dan tentunya tidak lupa mengunci semua pintu dan mematikan televisi. Namun setibanya dirumah, beliau selalu mendapati pintu kamar tidur terbuka 50

dan televisi dalam keadaan menyala. Belum lagi ketika memasak, tidak ada ventilasi di dapur namun api diatas kompor seperti ada yang meniup. Terlebih ketika sedang mencuci pakaian di kamar mandi, beliau sering mendengar panggilan lirih “Ibu…Ibu…Ibu”. Bahkan pada malam hari, muncul sosok bayangan yang bergoyang-goyang yang berasal dari bohlam lampu. Di akhir pembicaraan, saya bertanya kepada Ayah kenapa mengumandangkan adzan ketika itu. Beliau menjelaskan Nabi Muhammad SAW bersabda “apabila mahluk halus mengganggu kalian, maka serukanlah adzan”.

Usman Damanhuri: Account Representative KPP Wajib Pajak Besar Satu

51

Seni Berprasangka Baik

Hidup manusia adalah perjalanan penuh misteri. Banyak hal dan kejadian yang tak bisa dinalar dan dipecahkan dengan perhitungan matematis dunia. Hidup seperti simpul-simpul yang terjalin tak terlihat, tahu-tahu terkait. Ada Sang Sutradara yang merangkainya, manusia hanya sadar saat telah terjadi, dan kita sering menyebutnya ''kebetulan''. Saat kebetulan menyapa, kita akan tersadar betapa Tuhan Maha Baiknya, menjaga kita dengan cara Nya, memberikan kebahagiaan-kebahagian, entah besar entah kecil yang sering kita sebut ''kebetulan'' tersebut. Kebetulan tercipta dari perpaduan ramuan usaha, tawakal dan prasangka baik, Kali ini saya ingin membahas khusus mengenai prasangka baik. Prasangka baik kepada Sang Maha Segala, maupun prasangka baik kepada sesama. Prasangka baik selalu menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Saya yakin, banyak yang sering mengalami hal tersebut. Salah satu kejadian yang saya alami, dan tonggak untuk saya terus berusaha berprasangka baik yaitu saat sedang tes masuk kerja di Tahun 2008, saat saya mengikuti tes penerimaan Pertamina. Cerita bermula ketika semua tahapan tes telah dilalui (seleksi berkas, tes kemampuan dasar, psikotes, interview user dan cek kesehatan), hasilnya saya diterima bersama 19 orang lainnya. dari sekian banyak pendaftar. Sungguh berbahagia sekali waktu itu, Namun, tiba-tiba ada pengumuman bahwa terdapat satu tahap lagi sebagai formalitas, yaitu interview top manajemen. Saat itu, saya langsung berangkat dari Jogja ke Jakarta. Sesampai di Jakarta, saya merasa sungguh udik dan kagum atas suasana Ibukota, saya menjalani interview di Gedung Pertamina Gambir di Lantai 17. Saat itu saya mbatin, ''duh kerennya kerja di Ibukota, di gedung tinggi seperti ini, istilahnya executive look banget''. Interview akhirnya terlaksana, Setelah interview selesai, saya menunggu kabar dari hari ke hari sampai minggu berganti bulan, entah bagaimana menggambarkan perasaan saya pada hari-hari itu, merasa sudah hampir finish, namun sekarang keadaan serba tidak menentu. Pada saat hati sedang gundah gulana tersebut, saya mendapatkan nasehat dari salah satu atasan saya di tempat kerja yang lama, yang kurang lebih sebagai berikut: ''Nok, ojo sedih, ojo berprasangka marang Gusti Allah. Ngerti ora, awakmu lagi dijak dolanan Gusti Allah, mergo awakmu adalah hamba-Nya. awakmu duwe kucing, bayangno wae awakmu lagi dolani kucingmu, mbok kei klintingan ben kucingmu ngranggeh klintingan kui, bareng wes ke ranggeh, klintingane mbok jikuk karo awakmu ngguyu ngguyu...padahal awakmu ming godani kucingmu tok,

52

wong yo bar kui klintingane kan yo tetep mbok kekke kucingmu, amargo awakmu tresno marang kucingmu'' jika diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai berikut: ''Jangan bersedih nak, jangan berprasangka kepada Allah SWT. Tahu tidak, dirimu sedang diajak main sama Gusti Allah, karena kamu adalah hambaNya. Nah, kamu punya kucing? bayangkan saja kamu sedang bermain dengan kucingmu, kamu kasih lonceng agar kucingmu meraih lonceng itu, ketika sudah diraih, lonceng itu kamu ambil sambil tertawa-tawa...karena kamu cuma mau godain kucingmu saja, kan nanti setelah kamu puas becanda, lonceng itu tetap kamu kasih ke kucingmu, karena kamu memang sayang dengan kucingmu''. Nasehat tersebut menjadi momentum keikhlasan bagi saya, dan selanjutnya hari-hari berjalan dengan ringan. Pada saat yang sama, sayapun sedang mengikuti tes seleksi masuk Kementerian Keuangan. Berbagai tahapan tes tetap saya ikuti, alhamdullilah akhirnya saya lulus dalam tes masuk Kementerian Keuangan. Disisi lain hasil tes di Pertaminapun tiada kabar, saya sudah ikhlas dan tidak mengingatnya. Dan inilah cara Allah SWT mengatakan betapa sayang-Nya dengan hamba-Nya. Saya mendapatkan penugasan pertama sebagai CPNS di KPP Madya Jakarta Timur, yang tepat terletak di Gambir sederet dengen Gedung Pertamina, dan berada sama di lantai belasan di gedung tinggi pula. Tepat sesuai dengan yang saya gumamkan dalam hati dulu, yaitu ''kayanya keren nih bekerja di pusatnya Ibukota dan di gedung tinggi'', dan tepat mengganti persis seperti kehilangan kesempatan bekerja di Pertamina. Maha Besar Allah, Tuhan Semesta Alam, memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya, di waktu-Nya yang paling tepat. Jadi teringat nasehat Beliau dulu, bahwa memang sepertinya Sang Maha Kuasa sedang mengajak saya bermain. Prasangka baik membawa saya disini, menjadi pegawai Direktorat Jenderal Pajak. nilai berprasangka baik ini terbawa terus sampai sekarang. seberat apapun pekerjaan, segentingnya waktu, apabila kita berprasangka baik, semua akan terlalui dengan baik. Terus beraktivitas, terus bekerja dengan optimal, dan tidak gampang kecil hati ketika menemui kesulitan atau kegagalan, karena kita tidak tahu apa yang terjadi didepan. Mungkin hal lebih baik akan kita dapatkan atas kesabaran dan sangka baik kita itu.

53

Tanpa kita sadari secara langsung, ternyata prasangka baikpun menjadi dasar perpajakan di negara tercinta kita. Negara mempercayai masyarakatnya untuk melaporkan kewajiban perpajakannya secara mandiri dengan benar, lengkap, dan jelas, yang sering kita sebut sebagai self assesment system. sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) UU KUP yang menyebutkan “Setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak'', dengan kata lain Negara berprasangka baik kepada Wajib Pajak dengan memberikan kemudahan dan keleluasaan kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar, lengkap dan jelas. Namun sesuai dengan Undang Undang, kepercayaan tersebut harus diawasi, maka peran Negara adalah sebagai pengawas pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajaknya. Mungkin saat ini, belum banyak Wajib Pajak yang paham filosofi sistem perpajakan di Indonesia ini, dan masih saja nakal untuk tidak melaporkan atau mengurangi pembayaran pajaknya. Namun kedepan, dengan prasangka baik ini semoga masyarakat paham dan mulai melaporkan secara benar kewajiban perpajakannya. Berbaik sangka membantu kita menemukan sisi-sisi positif berbagai hal, tak luput juga dari nilai-nilai Kementerian Keuangan. Yaitu Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan. Dengan prasangka baik dalam bekerja, maka Integritas akan terjaga, karena perilaku utama Integritas adalah bersikap jujur, tulus dan dapat dipercaya. Ketika Integritas dikedepankan, maka kitapun akan melakukan pekerjaan secara profesionalisme, sesuai dengan perilaku utama bekerja dengan hati. Selanjutnya, atas dasar kepercayaan satu sama lain, maka akan terbentuklan sinergi, sesuai dengan perilaku utama memiliki sangka baik, saling percaya dan menghormati. Dengan modal Integritas yang terjaga, Profesionalisme dalam bekerja, dan Sinergi antar pegawai maupun dengan pihak luar, pastinya akan memberikan Pelayanan prima kepada user (masyarakat maupun negara), sehingga kinerja menuju kesempurnaan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Stephen Covey, seorang penulis dan ahli manajeman yang menyebut sebagai berikut: ''sinergi adalah apa yang terjadi ketika satu tambah satu sama dengan sepuluh atau seratus atau bahkan seribu. itu adalah sebuah hasil yang baik ketika dua manusia terhormat atau lebih melewati prasangka mereka untuk menghadapi sebuah tantangan besar''

54

Kawan, prasangka baik inilah yang menjadi api untuk membakar semangat dalam menjalani hari demi hari, menjadi udara yang melegakan saat datang kalut dan penat, menjadi cahaya saat hadirnya masalah, dan sebagai air yang mendinginkan perasaan yang sedang gundah dan marah. Hidup hanya sekali maka jadilah berarti, kita hanya diberi tugas untuk tunduk dan ''sak dermo nglampahi'' hidup ini, maka, mari terus berprasangka baik.

Sylvia Martina Hapsari, Account Representative KPP Wajib Pajak Besar Satu

55

PEMBANTAIAN GOLYAT

Golyat, musim dingin menyayat setiap kulit yang masih berkeliaran di jalan setapak desa, seperti menyambut huru-hara yang akan terjadi, salju pertama malam itu menderu seperti kipas perahu yang di paksa berlari, dari penghujung barat tampak kepulan dentuman kaki kuda, segerombolan pasukan dengan lambang Dark Knight tersemat di patal masing-masing, pasukan itu senyap, mendekat, terdiam sebentar di ujung bukit kemudian menyelinap lereng-lereng memasuki perbatasan desa. “Jangan biarkan satupun tertinggal” Satu suara itu seperti godam membelah kesunyian, seketika seluruh mereka memencar deras, menyusuri bukit kosong yang sunyi, melibas semua yang nampak di hadapan, laki-laki, perempuan, anak-anak, tak luput hewan yang sedang nyenyak di kandang mereka, membubung tinggi warna merah malam itu melelehkan tumpukan salju. Satu mata yang tertinggal di atas bukit, si pemilik aba-aba penghancuran Golyat tenang di atas kudanya, menikmati pemandangan dibawah, kolam darah dan teriakan dimana-mana, nafasnya teratur, mata kirinya memejam, dan memang hanya itu yang tersisa, sebelahnya rusak tertancap panah di pertempuran besar yang terjadi dua tahun lalu, “Lancelot si mata satu” begitulah dia dijuluki.  Darah Telah Mengotori Tanganku, Entah Berapa Lama Ia Akan Menggenangi Hatiku? Setahun sudah sejak pembantaian Golyat, warga desa yang lolos berupaya untuk mengerahkan kekuatan, mengumpulkan pasukan untuk membalaskan dendam, bahkan mereka merekrut tentara bayaran untuk membantu menyelesaikan misi ini, mereka berniat menjebak Lancelot di dataran tinggi utara. “Kabar itu benar, seperti yang kita dengar, Aoy, dia kembali…” ungkap Vyce sambil memburu nafasnya yang berhamburan. “Inilah saatnya, betul kan?” Aoy melirik kearah adiknya Kacua, yang dibalas dengan anggukan kecil penuh makna. “Saatnya menghentikan kegilaan ini, kita tidak mampu untuk mengalahkannya, kau tahu itu” balas Kacua. “Apa yang kau katakan Kacua? Apa kita akan membiarkan kesempatan emas ini begitu saja?” Vyce menyela. Kacua menunduk. 56

“Sungguh kebodohan dan bunuh diri bila kita pikir kita bertiga mampu mengalahkan The Dark Knight”. “Merekalah yang bodoh, dan kita lah yang akan bertahan” sambung aoy. “Jangan katakan kau takut Kacua, bila kau kehilangan kesadaranmu, biar aku lakukan sendiri” lagilagi Vyce menyela. “Cukup Vyce” cegah Aoy. Lilin kecil di meja persegi sebatas pinggang itu menjadi saksi perbicangan terakhir mereka bertiga, sejenak sebelum terjun ke medan penyergapan. Rumah itu tidak besar, kayunya pun sudah lapuk disebagian tempat, air menetes dari sudut yang tidak biasa, remahan sinar matahari memaksa masuk dari kerutan tembok yang menaungi, hanya mereka yang tersisa dari pengintai misi pemburu si mata satu, selain itu, semua pasukan bergerak ke selatan dan barat, berpencar untuk mencari info buruan mereka, namun disela perburuan banyak yang hilang, entah menjadi korban atau pergi diam-diam karena rasa ketakutan yang tumbuh semakin dalam. Pedang sudah terasah, busur panah bermata ganda mengkilap mengintai buruannya, Aoy, Kacua dan Vyce melakukan persiapan terakhir, kali ini tidak boleh sampai meleset, atau kesempatan tidak akan pernah datang kembali, semua terdiam, seperti anak tangga yang mereka duduki, meski mungil tapi kokoh, sekokoh hati para pemuda ini, yang telah menjual jiwanya untuk satu waktu yang telah lama mereka tunggu, “balas dendam”.

Rianuari: Account Representative KPP Wajib Pajak Besar Satu

57

''Nginceng''

Pagi itu Tanggal 17 November 2021 HP ku berbunyi, ternyata ada chat digrup Whatsapps yang menandai namaku.... Oh, ternyata chat dari Cing Usman, yang memintaku untuk meng-handle Handycam dalam acara FGD “Dinamisasi UU HPP dan Sinergi Berbakti Untuk Negeri” yang dilaksanakan di aula lantai 2 Gedung Radjiman. Langsung sontak yang ada dipikiranku, dengan kepercayaan diri dan kesombongan “ah bisa lah ya” kataku dalam hati… he.. he..he ….. Hanya ada satu tujuan, bersama rekan-rekan panitia acara FGD ini harus sukses meskipun harus dengan tetesan darah dan cucuran keringat (agak lebay dikit lah ya...). Dengan sedikit pengetahuan dan pengalamanku yang sudah sekian lama tidak diasah lagi, tentang bagaimana teknik mengambil gambar video. Aku harus mengingat lagi sebuah pekerjaan sampingan yang 13 tahun sudah aku tinggalkan. Pekerjaan yang aku geluti demi mencari uang saku tambahan saat kuliah dulu. Ya, pekerjaan itu adalah menjadi cameraman, ciyee ..... Padahal sih cuma “tukang nginceng” alias “ngincengboy”. Istilah lucu-lucuan yang dulu dipakai untuk menyebut cameraman. Selama kurang lebih 5 tahun (2003-2008) aku menjadi tukang nginceng di acara resepsi pernikahan, pertunjukan wayang, konser musik dan dangdutan dari kampung ke kampung.

Istilah “nginceng”

dalam bahasa Indonesia artinya mengintip. 58

Jadi “Tukang Nginceng” berarti tukang mengintip. Dari pengalamanku itu, akhirnya bisa kuterapkan kembali saat aku mendapat tugas untuk memegang kamera handycam.

Handycam Sony 4K Ya memang sebenernya berbeda dari kamera yang dulu aku gunakan.

Kamera Panasonic MD 10000 Tetapi secara garis besar teknik pengambilan gambar dengan kamera apapun sama saja. Dalam pengambilan gambar yang harus diingat dan diperhatikan antara lain: -

Ambil gambar per adegan dan jangan sampai ada bagian yang terlewat tidak terekam, karena kejadian/momen tersebut tidak dapat diulang kembali.

-

Usahakan mengambil gambar yang mendetail dan gunakan angle yang berbeda, biasanya menggunakan minimal 2 kamera. Kamera 1 mengambil gambar full dari arah depan dan kamera 2 mengambil gambar dari arah samping dengan di zoom per obyek.

-

Fokus harus jelas, jangan sampai blur atau terpotong obyek yang akan diambil gambarnya.

-

Hindari backlight, jika background obyek backlight maka harus berganti ke sudut yang lain.

-

Hindari menggerakkan kamera secara tiba-tiba, dalam menggerakkan dan menggeser kamera harus diusahakan sehalus mungkin agar penonton atau penikmat gambar tidak pusing.

-

Hindari menggunakan zoom secara tiba-tiba, dalam menggunakan zoom usahakan sehalus mungkin.

-

Jangan terlalu banyak menggunakan special effects, usahakan gambar yang ditangkap senatural mungkin. 59

-

Gunakan penerangan yang maksimal, untuk menghasilkan gambar yang baik diperlukan penerangan yang baik pula. Alhamdulillah acara FGD “Dinamisasi UU HPP dan Sinergi Berbakti Untuk Negeri” telah

sukses dilaksanakan. Secara pribadi aku bangga, dari sekelumit pengalaman menjadi ngincengboy dapat dipakai lagi dalam menjalankan tugas menyajikan gambar untuk dinikmati oleh para peserta yang hadir di aula dan peserta zoom meeting serta pemirsa youtube LTO1 TV dengan baik sekaligus bernostalgia dengan pekerjaan masa laluku itu.

Deki Krisna Aditya: Account Representative KPP Wajib Pajak Besar Satu

60

Lika Liku IKU, AR yang Gak Laku Laku

Part 1 “Ting…ting…ting” bunyi benturan sendok dengan gelas kopi yang sedang ku aduk terdengar di ruangan pantry yang sepi siang ini. Tiba-tiba tirai terbuka dan nampak sesosok laki-laki setengah baya dengan senyum yang tertahan di raut wajahnya. Biasanya sosok ini penuh dengan senyuman lepas jika bertemu sehingga terlihat sekali ada sesuatu ketika raut wajahnya tidak menampakkan hal itu saat ini. “Ono opo Pak…kok wajahnya seperti kurang happy ndak seperti biasa?” ujar saya,” ah ndak apa apa…ini baru nemenin AR ku rapat dengan SPV” jawabnya. “Soal apa Pak?” tanya saya lagi,” biasa, nemenin mbak X mau mengajukan usulan SP2DK”. “ Alot ya Pak?”tanya saya lagi…”Kok tau?” jawabnya “Keliatan dari wajah Bapak..hehehe”..”tak buatkan kopi dulu Pak…ben ra mumet” “Iya…tadi rada alot rapatnya, soalnya Pak S minta usulan SP2DK mbak X minta di “matengin” lagi , padahal mbak X wis bolak-balik merevisi usulannya ke Pak S” “Terus ?”….“Yah mbak X agak kesel …Saya liat wajahnya mau nangis tadi” “Terus kesimpulan akhire piye?”…”Yah..karena ditolak, Saya minta minta waktu lagi buat mbak X menyempurnakan lagi usulan SP2DK nya” “Mbak X nya sekarang neng endi Pak?”…” Tuh langsung ke kamar mandi…mo nangis dulu kayaknya” Segelas kopi panas yang selesai kuseduh pun kuserahkan ke si Bapak, “Diminum dulu Pak” “Tar Saya coba ngobrol ke Mbak X, sapa tau ada yang bisa Saya bantu” “Iyo..suwun Mas” ujar si Bapak sambil menyeruput kopi panasnya. Part 2 “Ahhhhhgggg..kesel gua” tiba-tiba kawan datang sambil menggerutu dan membanting kertas yang dibawanya. “Kenapa bro?” timpalku. “Itu bos gua...gua kan tadi ceritanya ke ruangan dia rencananya mau ngusulin SP2DK yang gua buat biar di terusin ke pemeriksaan…eh dianya gak dukung”. “Kok bisa?” tanya saya lagi. “ Jagi gini ceritanya bro…nih data kan dah mau daluarsa sebenarnya tapi gua mau close dengan usulan pemeriksaan buat nambahin poin IKU gua terserah kalo tar di rapat kalo mau di drop yang

61

pentingkan poin IKU dah dapet, nah maksud gua itu cerita ke si bos maksudnya minta support buat ngomong ke SPV” ” Eh dia malah ngomelin gua…kenapa baru sekarang nih data baru mau diusulin ketika dah mau daluarsa bla bla bla” “Gua tinggal keluar aja…daripada emosi di dalem” “Trus…datanya jadi gimana?” “Mau gua close ajah…dah males mo ngusulin ke pemeriksaan” “Ya udah…sabar aja bro, cari data yang laen aja buat ngejer IKU” Si kawan AR tadi pun melanjutkan kerjanya dengan raut wajah yang masih menampakkan kekesalannya. Kisah di atas hanyalah sebagian kecil dari realita yang dihadapi AR di kantornya. Kisah di atas tidak bermaksud untuk mendiskreditkan pihak-pihak tertentu, hanya ingin menggambarkan realita yang terjadi hehehe…. Semangaaaat!!!!! Jangan Lupa Bahagia!!!!

Dhani Hertanto: Account Representative KPP Wajib Pajak Besar Satu

62

Inner Child: Bagian yang Terabaikan

Menuju dua tahun gelombang pandemi di negeri ini, isu kesehatan tak pernah padam digelorakan diberbagai lini. Kesehatan digadang-gadang menjadi perisai utama untuk memenangkan gejolak virus Covid-19 yang setiap saat mengintai. Tak jarang kita jumpai orangorang di sekitar kita begitu antusias mengupayakan yang terbaik untuk kesehatan seperti berolahraga, makan makanan yang sehat, serta mengonsumsi multivitamin yang diyakini dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Padahal, sehat secara jasmani saja tak cukup sebagai bekal diri. Sehat secara mental juga menjadi bagian yang tidak kalah penting. Tidak dipungkiri, kesehatan mental menjadi masalah serius selama pandemi ini. Perasaan cemas, mudah marah, mudah tersinggung, tidak mudah percaya dengan orang atau bahkan tidak percaya diri boleh jadi semakin sering dirasakan semenjak pandemi. Bagi orang awam, perasaan-perasaan seperti itu dianggap lazim dan kiranya dikaitkan dengan karakter alamiah seseorang. Sebuah karakter yang dibawa sejak bayi dilahirkan di dunia. Nyatanya tidak demikian, beragam ekspresi tersebut tidak murni bawaan dari lahir akan tetapi juga ditimbulkan oleh jejak traumatis ketika seseorang berada pada periode kanak-kanak. Orang terus bertumbuh dan menafikan adanya luka batin dari masa lalunya. Namun, kebanyakan orang tidak menyadari itu. Dalam ilmu psikologi, kecenderungan sifat-sifat tersebut ditimbulkan adanya inner child, yaitu kejadian atau pengalaman seseorang yang terjadi di masa lalu, namun masih belum terselesaikan dengan baik (Mufidah et al., 2020). Menurut Raab (2018), inner child akan hidup dengan seseorang selama sisa hidupnya dan dapat menghadirkan ingatan di masa lalu secara tak terduga. Dengan demikian, inner child merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari diri seseorang dan tidak menutup peluang akan terus terbawa hingga seseorang telah dewasa. Pada dasarnya setiap orang memiliki alam bawah sadar yang mampu merekam semua memori baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan. Pengalaman baik di masa anakanak tentu akan berdampak positif dalam kehidupan dewasa, sedangkan pengalaman buruk akan membentuk luka sehingga berdampak negatif dalam kehidupan dewasa. Pengalamanpengalaman tersebut paling banyak didapatkan dalam lingkungan keluarga dan erat kaitannya dengan pola asuh orang tua terhadap anak.

63

Pola asuh orang tua yang disertai dengan kekerasan kepada anak akan memicu terbentuknya inner child yang destruktif. Menurut Maknun (2017), perlakuan tindakan kekerasan pada anak (child abuse) di dalam keluarga dapat dikategorikan sebagai kekerasan fisik, kekerasan psikologi, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Luka yang ditimbulkan dari perlakuan tersebut, apabila tidak disadari dan disembuhkan akan terbawa hingga kehidupan dewasa. Contohnya yaitu anak yang sering dibentak, dimaki atau mengalami kekerasan fisik cenderung tumbuh menjadi anak yang penakut dan tidak percaya diri. Selain peranan dari keluarga, inner child juga pengaruhi oleh lingkungan di sekitar anak. Misalnya yaitu pengalaman yang tidak menyenangkan dimarahi oleh guru karena jawaban soal yang dikerjakan salah dapat memicu anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang perfeksionis dan menuntut kesempurnaan. Karakter dewasa yang memiliki konotasi negatif tersebut dikaitkan dengan sebagian perasaan dan pengalaman negatif di masa lalu dan menjadi dendam yang tidak tersampaikan. Menurut Musicki (2017), ketegangan yang tinggi antara karakter inner child dengan kehidupan dewasa akan menciptakan banyak penderitaan bagi seseorang. Sebagai bentuk pelampiasan atas perasaan destruktif yang dibawa dari kecil, seringnya seseorang meletakkan situasi yang serupa kepada orang lain. Misalnya seseorang yang sangat marah terhadap orang tuanya dimasa lalu, secara tidak sadar melampiaskan kondisi yang serupa kepada anak atau istrinya. Mengingat dampak yang cukup serius, inner child perlu diatasi. Salah satu caranya yaitu melalui penyembuhan. Masing-masing orang memiliki kondisi inner child yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penyembuhan pada inner child adalah proses yang personal dan membutuhkan waktu yang tidak instan. Penyembuhan inner child dapat dimulai dengan menyadari adanya “sosok kecil” yang ada dalam diri. Kesadaran akan kehadiran “sosok kecil” itu akan membuat diri tebuka untuk mengakuinya. Selanjutnya, seseorang akan dapat dengan mudah menerima inner child bagaimanapun kondisinya. Menyadari inner child yang ada dalam diri akan membuat seseorang menjadi lebih powerful. Menyadari berbagai bentuk inner child yang ada pada diri akan menjadi sangat penting agar tidak menyulitkan seseorang dalam menjalin hubungan dengan banyak orang dan hilangnya perasaan damai dalam hati. Menurut Siregar (2012), kedamaian dalam hati akan diperoleh dengan melakukan penyembuhan pada luka batin yaitu dengan memaafkan. Memaafkan diri sendiri dan memaafkan orang-orang yang telah melukai batinnya. Luka batin yang dibiarkan akan menjadi 64

luka yang semakin dalam dan menganga, sehingga seseorang yang mengalaminya akan semakin merasa sakit yang luar biasa. Sikap memaafkan diperlukan untuk mengakui dengan tulus bahwa luka batin tidak sedang baik-baik saja dan bersedia untuk membuang emosi negatif tersebut. Mungkin seseorang akan mencari cara untuk melupakan traumatis yang dialaminya dengan harapan diri terlihat baik-baik saja. Namun, melupakan sebuah luka justru akan menimbulkan luka yang lebih banyak lagi. Semakin besar seseorang mengabaikan luka yang dialaminya, maka besar kemungkinan luka batin tersebut ada dalam dirinya. Mengabaikan inner child sebagai bagian dari diri justru menjadi rantai derita yang tak berujung.

Afidah Nur Rizki, Pelaksana KPP Wajib Pajak Besar Satu

65

Daftar Pustaka

Maknun, Lu’luil. (2017). Kekerasan terhadap Anak yang Dilakukan oleh Orang Tua (Child Abuse). Muallimuna Jurnal Madrasah Ibtidaiyah, 3(1), 66-77. Mufidah, E.F. & Isya R.S.W. (2020). Inner Child. Dalam Pandangan Analisis Transaksional. Prosiding Seminar & Lokakarya Nasional Bimbingan dan Konseling 2020, 76-83. Musicki, Vladimir. (2017). How Might Personal Construct Psychology Benefit from Narrative Approaches?. Journal of Constructivist Psychology, 30(40), 360-370. Rabb,

Diana.

(2018).

Deep

Secret

and

Inner

Child

Healing.

https://www.psychologytoday.com/us/blog/the-empowerment-diary/201808/deep-secretsand-inner-child-healing. (Diakses tanggal 29 November 2021). Siregar, Christian. (2012). Menyembuhkan Luka Batin dengan Memaafkan. Humaniora, 3(2), 581592.

66

Benarkah Kita Semua Punya Privilege?

Akhir-akhir ini privilege menjadi salah satu topik perbincangan kaum milenial dan generasi Z. Seringkali terlihat di media sosial pandangan-pandangan dan komentar tentang privilege yang dimiliki seseorang. Kata privilege yang diserap menjadi ‘privilese’ memiliki arti hak istimewa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ketika berbicara soal privilege, menurut penulis tak banyak berbeda ketika kita berbicara tentang makna sukses dan bahagia. Relatif dan kompleks. Privilege dapat menjadi salah satu faktor kesuksesan seseorang. Namun yang perlu kita garisbawahi bahwa indikator kesuksesan berbeda setiap individunya, ada yang memandang dari sisi kepuasan batin, adapula yang memandang dari sisi materi dan strata sosial. Perbedaan pemaknaan sukses inilah yang dapat menyebabkan munculnya komentar-komentar kontra tentang privilege. “Dia cantik, 50% masalah hidupnya beres, lah.” “Orang tuanya kaya, semua urusan bakalan lancar dan ngalir, sama kayak duitnya.” Dua dari sekian banyak ungkapan-ungkapan yang sering terdengar tentang privilege yang tidak sepenuhnya penulis tentang. Penulis tidak menutup mata bahwa dua hal tersebut, tampilan fisik -yang kita kenal dengan istilah good looking- dan latar belakang ekonomi keluarga seseorang merupakan dua dari banyak faktor yang menyebabkan seseorang mendapatkan hak-hak dan perlakuan istimewa. Sepertinya kita pun sepakat bahwa status sosial ekonomi, pendidikan, jabatan, penampilan fisik dan lingkungan yang mendukung adalah beberapa faktor yang dapat mendatangkan privilege. Namun, seorang teman pernah berkata, kita kadang lupa saat kita mampu mengenali diri sendiri, menghargai diri sendiri dan menghargai orang lain itu adalah privilege. Maudy Ayunda dalam channel youtubenya berjudul “Maudy Ayunda Ngobrolin Privilege! (Q&A Part 2)” mengungkapkan “Aku punya privilege, mau itu situasi tempat dimana aku lahir, resources yang aku dapatkan, memiliki orang tua yang suportif tentang akademis aja itu privilege. Apa yang aku ingin lakukan dengan privilege itu? Apakah aku akan santai-santai saja? Atau apakah aku akan memaksimalkan juga potensi itu? Oke aku punya privilege, tapi paling tidak aku punya pilihan untuk melakukan sesuatu atas privilege itu dan melakukan yang terbaik, atau tidak

67

melakukan apa-apa atas privilege yang aku punya. Mudah-mudahan aku memilih jalur yang pertama.” Kemampuan Maudy Ayunda menyadari, mengenali dan memaksimalkan privilege yang ia miliki sangat menginspirasi. Cukup menantang memang. Berkaitan dengan opini tentang privilege sebagai salah satu faktor kesuksesan seseorang, jika mengambil sudut pandang bahwa sukses adalah titik ketika merasa cukup secara batin dan/atau materi, maka penulis menyimpulkan bahwa setiap individu bisa mendapatkan privilege, meskipun kadarnya bisa saja berbeda. Privilege tersebut bisa diperoleh karena faktor-faktor sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya. Yang terpenting kita sadar jika kita punya faktor itu. Menurut penulis yang menjadi permasalahan bagi kebanyakan individu termasuk penulis adalah bagaimana cara kita dapat menyadari bahwa kita punya satu atau beberapa dari faktorfaktor yang dapat mendatangkan privilege kemudian mengoptimalkannya ke arah yang baik dan positif. Selain itu, tantangan berat bagi penulis adalah bagaimana cara untuk konsisten mensyukurinya, meredam ego dan mengurangi rasa cemburu atas privilege yang dimiliki orang lain, agar dapat berfokus pada privilege yang kita punya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memudahkan kita.

Dhia Atikah Ulfa Rana, Pelaksana KPP Wajib Pajak Besar Satu

68

WFO? Siapa Takut!

Kondisi kasus pandemi Covid-19 yang semakin menurun menjadi berita yang menggembirakan. Bagaimana tidak, Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan pemerintah untuk menekan penyebaran virus corona nyatanya cukup merepotkan kini mulai dilonggarkan, seperti pembatasan kursi penumpang di dalam busway yang dahulu dibatasi kini tak berlaku lagi. Membaiknya kasus covid-19 pun dirasakan oleh pegawai yang cukup dimanjakan dengan munculnya WFH (Work Form Home), buah hasil pandemi si virus Covid, tak pernah terbayangkan, dunia kantor maupun sekolah dipaksa untuk bekerja dan belajar dari rumah, sesuatu yang impossible menjadi possible karna keterdesakan. Kini masyarakat khususnya pegawai harus dihadapi dengan realita jadwal WFO (istilah yang dahulunya dikenal ngantor) yang hampir full 100%. Namun ada sedikit masalah yang timbul, kondisi fisik dan mental yang sudah dibiasakan dengan jadwal WFH, ngantor yang biasanya 2-3 kali seminggu, harus kembali dipaksa beradaptasi dengan jadwal ngantor yang hampir full. Banyak yang merasa cepat lelah ataupun stress dengan kondisi saat ini bahkan sampai mengalami burn out. Keep Mindful “..Makan tapi pikirannya ke handphone” “Nggak sadar lagi nyetir, eh tau tau udah sampai rumah” “Apalagi pas lagi sholat, tau tau udah salam, tanpa sadar telah membaca surah alfatihah” Contoh diatas adalah hal yang sering terjadi di keseharian kita, sesuatu seakan berjalan secara autopilot, lumayan… kerjaan selesai tapi masih bisa mikirin hal lain. Seolah-olah multitasking membuat kita lebih produktif seperti pepatah sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Belum menyelesaikan satu pekerjaan sudah mikirin pekerjaan lainnya. Pikiran kita berisik, ribut, dan dihinggapi oleh banyak pekerjaan yang menyuruh kita harus menyelesaikannya pada waktu bersamaan alhasil seseorang sering menjadi kewalahan padahal belum menyelesaikan apapun. Memaknai suatu pekerjaan dapat membuat kita benar benar fokus jiwa dan batin dalam mengerjakannya, menghasilkan karya yang benar benar kita sadari. Atau istilah lainnya “Be Mindfulnes. Saat ini banyak psikologist ataupun praktisi yang mengampanyekan pentingnya “Mindfulness” atau sederhananya khusyuk. Salah satu practitioner “Mindfulness” adalah Adjie 69

Santosoputro, sering ia menyampaikan sadar penuh, hadir utuh disini-kini. Artinya, pada saat melakukan sesuatu, pikiran dan jiwa kita diharapkan membersamai aktifitas yang sedang kita kerjakan. Salah satu caranya menarik jiwa dan pikiran kita kembali adalah dengan menyadari napas, ya napas. Udara yang masuk dan udara yang keluar, membuat kita sadar kita lagi sedang berdafas, menyadari pikiran dan rasa yang timbul, dan menyadari bahwa kita ada di masa kini, bukan masa lalu atau masa depan, yang sedang melakukan aktifitas. Atur Skala Prioritas “Penting? Kerjakan!” “Penting dan mendesak? Kerjakan Sekarang !!!” Masih berlanjut dari penjelasan sebelumnya, pikiran yang terasa memiliki banyak pekerjaan hulu nya adalah kurang efektifnya dalam membuat skala prioritas, sering merasa kebingungan atas pekerjaan mana yang harus dikerjakan terkebih dahulu, tak jarang malah akhirnya pekerjaan tidak maksimal atau tidak ada yang selesai. Dalam kuadran skala prioritas, terdapat empat kuadran yaitu penting & mendesak, tidak penting tapi mendesak, mendesak tapi tidak penting, terakhir tidak penting dan tidak mendesak. Namun, kuadran tersebut masih dirasa cukup banyak, hanya dengan membagi menjadi, penting? Kerjakan, penting dan mendesak? kerjakan sekarang !!! hahhaha. Sisanya bagaimana? Setelah menyelesaikan pekerjaan yang penting dan mendesak, saatnya mengerjakan hal-hal lain yang bisa bermanfaat, misalnya main social media untuk menambah insight, tidur untuk beristirahat, atapun hangout dengan teman untuk memenuhi kebutuhan sosialisasi. Skala Prioritas pun dapat membantu seseorang menghasilkan hormone endorphin, yang menghasilkan rasa bangga dan puas ketika seseorang menyelesaikan suatu pekerjaan. Ketika mempunyai skala prioritas, mengetahui isi list to do, maka akan muncul kepuasan dan kebanggan tersendiri ketika satu persatu list to do yang kita buat telah tercoret tandanya telah selesai dikerjakan, right? Hindari distraksi dengan Teknik Pomodoro “Be mindful, sudah.” “Punya skala prioritas, sudah.” “teng tong, Ketika notif wa bunyi atau notif like Instagram masuk, buyar” hahaha Distraksi menjadi tantangan tersendiri ketika seseorang berusaha fokus menyelesaikan suatu pekerjaan. Tak jarang, lagi fokus memulai baca buku, pas notification atau handphone 70

berdering, tutup buku lalu buka hp. Awalnya cuma ngecek lama lama jadi stalking. Atau boleh jadi, lagi fokus mengerjakan pekerjaan kantor, ada teman kubikel yang lagi gossip, bisa jadi tuh, laptop kita tutup, dan nimbrung ngegosip. Itu dinamakan distraksi, hehehe.. Bagi sebagian orang, tetap fokus mengerjakan sesuatu bisa menjadi kesulitan tersendiri. Sangat dimaklumi, banyaknya arus informasi saat ini membuat kita merasa semakin banyak yang diketahui maka akan semakin baik untuk kita padahal tidak semua informasi tersebut penting untuk diketahui. Hal ini menjadi penyebab mudahnya seseorang berpindah fokus dari satu topik ke topik lainnya. Teknik Pomodoro adalah teknik managemen waktu yang dikembangkan oleh Fransesco Cirillo pada akhir tahun 1980an. Cukup menarik, Teknik Pomodoro mengharuskan seseorang untuk fokus melakukan suatu kegiatan dalam interval waktu tertentu. Bagaimana caranya? Setting stopwatch 25 menit untuk fokus mengerjakan sesuatu, misalkan membaca buku, selama waktu tersebut, distraksi-distraksi yang lewat cukup diabaikan saja, pikiran kita fokus membaca buku hingga menit 25, setelah waktu tersebut terpenuhi, setting lagi stopwatch 5 menit untuk melakukan atau menanggapi distraksi yang sempat menghampiri tadi atau melakukan kegiatan apapun yang menyenangkan sebagai self reward usaha untuk fokus, setelah itu kita kembali mensetting stopwatch 25 menit lagi untuk kembali membaca. Teknik ini cukup menantang, Jadi, berani terima tantangan???

Yashinta Aulia, Pelaksana KPP Wajib Pajak Besar Satu

71

EPILOG

“Bulan November banyak sekali agenda, apakah gak bisa ditunda timeline untuk penulisan ini Pak?” ujar seorang AR, saat menanggapi agenda One Month One Article (OMOAr) yang sedang didiskusikan secara daring pekan terakhir di Oktober. “hmm, begini mas, ....orang sibuk akan disibukkan dengan berbagai tugas dan mampu menyelesaikannya, sementara orang lain hanya sibuk mencari alasan atas ketidakmampuannya menyelesaian tugas yang diamanahkan” ujar sang Kepala Seksi berkacamata itu menyahut. Tuhan memberikan indera yang sempurna kepada manusia tentu saja sudah ditakdirkan untuk memberi manfaat, baik bagi masing-masing, maupun sesamanya. Indera seperti mata dan telinga, memberikan banyak input untuk kemudian diolah dalam akal agar bermuara menjadi ide dan gagasan baru. Dengan akal, manusia berfikir tentang apa, siapa, dan bagaimana, pun dengan lidah, menjadi sarana menyampaikan yang ada dalam fikiran agar dapat dipahami oleh orang lain. Sungguh sempurna ciptaan Tuhan dengan seluruh indera yang diberikan kepada manusia, yang mestinya disyukuri dengan wujud mengoptimalkan segala potensi yang diberikan. Menulis adalah bagian dari mensinergikan semua indera dan potensi yang dimiliki manusia. Banyak ide, gagasan dan buah fikir yang dimiliki manusia, namun tak bisa dimengerti apalagi diikuti orang lain, jika tidak disampaikan atau dituangkan secara tertulis. Inilah yang dicoba para kontributor, dalam satu bulan di sela-sela kesibukan dan padatnya agenda masing-masing, sebagaimana lazimnya kantor pajak, Bulan November adalah peak season, di mana segala unsur dan fungsi di KPP sedang mengejar capaian yang ditargetkan. Faktanya, mereka bisa berkontribusi dengan terhamparnya tulisan ringan di depan kita semua. Semoga bermanfaat dan teruslah menulis. “Selalu ada asa dan harapan, Selalu ada cinta tuk kebaikan, Hari Ini sebuah langkah awalan, Untuk trus berikan kesempurnaan”

Falih Alhusnieka: Kepala Seksi Pengawasan II KPP Wajib Pajak Besar Satu

72

Profil Penulis

Sugeng Prayitno, pria jawa sederhana, lahir di purworejo 31 maret 1984. Mempunyai hobi mancing, main catur, dan sepakbola. Menikah dikaruniai 2 putri, 1 putra. Saat ini bekerja di KPP Wajib Pajak Besar Satu

Dany Setiyawan, seorang pegawai yang telah mengabdi selama 13 tahun di DJP. Pengabdian tersebut dimulai pada tanggal 31 Mei 2008 di KPP Madya Jakarta Utara selama 3,5 tahun, kemudian mutasi ke KPP PMA Empat selama 1,5 tahun, selanjutnya di KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok selama 3,5 tahun, di KPP Wajib Pajak Besar Empat selama 5 tahun dan saat ini di KPP Wajib Pajak Besar Satu. Hobi yang saya miliki dan sudah di tekuni dari jaman dahulu sebenarnya adalah membaca. Namun dikarenakan hobi tersebut sudah mulai memudar, sehingga saat ini sedang mencoba memulai hobi baru yaitu belajar menulis. Saya juga ayah dari dua orang anak laki-laki dan suami dari satu istri (jangan kebalik ya 😁). Biasa menghabiskan waktu luang bersama keluarga: mengantar sekaligus menemani anak pertama terapi, bermain bersama anak dan sharing tukar pikiran dengan istri. Sisanya saya adalah manusia biasa yang senang melihat hal dari banyak sudut hingga bisa terlihat luar biasa. 73

Ahmad Sodikin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang pernah bekerja di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu selama 2 tahun, 4 bulan di KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan, 7 tahun di Sekretariat Ditjen Pajak, 2 tahun di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama dan hampir 5 tahun di KPP Wajib Pajak Besar Satu. Aktivitas saat ini, kerja, kuliah S2, dan mencoba memulai menulis :)

Adi Wiyono, pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang pernah bekerja 5 tahun di tempat yang indah yaitu KPP Pratama Banda Aceh, 6 tahun yang berharga di Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan (Kring Pajak 1500200), 5 bulan yang menyenangkan di KPP Pratama Jakarta Pasar Rebo dan mulai April 2021 secara mengejutkan diangkat sebagai Penyuluh Pajak di kantor yang prestisius yaitu KPP Wajib Pajak Besar Satu hingga sekarang. Sampai

saat

ini

selalu

bergelut

untuk

menyeimbangkan waktu antara pekerjaan di kantor, waktu yang berkualitas dengan keluarga, beribadah, kuliah S2, mengajar brevet pajak, serta kegiatan komunitas bersepeda.

74

Kingkin Primasari, seorang Pegawai Negeri Sipil yang berusaha untuk menjadi '’a lifelong learner’', karena ilmu pengetahuan itu indah dan tak terbatas.

Kristyanu Widyanto, lahir di Bogor pada 31 Mei 1987, pernah berdinas di KPP Wajib Pajak Besar Satu dan KPP Pratama Jakarta Pluit, Sekarang sedang tugas belajar di University of Leeds, England. Riwayat pendidikan: - Diploma III Administrasi Perpajakan, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara - Sarjana Ekonomi, STIE Indonesia, Jakarta - Master of Public Administration, University of Leeds, England

75

Rico Satria Adipradana, pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang pernah bekerja 2 tahun 8 bulan di tempat yang indah yaitu KPP Pratama Bukititnggi, 3 tahun 8 bulan yang berharga di KPP

Pratama

Solok,

8

bulan

yang

menyenangkan di Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi dan mulai April 2021 secara mengejutkan diangkat sebagai Penyuluh Pajak di kantor yang prestisius yaitu KPP Wajib Pajak Besar Satu hingga sekarang. Sampai saat ini masih bergelut untuk menyeimbangkan waktu antara pekerjaan di Jakarta dan waktu yang berkualitas dengan keluarga di Kota Padang.

Dyana Novita, pelaksana Seksi P3 KPP Wajib Pajak Besar Satu sejak 2019, merangkap tukang foto dari 2 putra, pelukis ulung warisan bapak dan agen ilustrator DJP.

76

Usman Damanhuri, Account Representative KPP Wajib Pajak Besar Satu sejak Tahun 2017, sebelumnya berdinas di KPP Pratama Jakarta Sunter (2014-2017), di KPP Wajib Pajak Besar Empat (2012-2014), dan KPP Wajib Pajak Besar Orang Pribadi (2009-2012). Berpetualang seperti naik gunung dan travelling merupakan hobi saya disamping tetap memprioritaskan quality time bersama keluarga 😉

Sylvia Martina Hapsari, lahir di Surakarta, 27 Maret 1985. Gelar Sarjana Ekonomi didapat dari Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, serta Gelar Magister Manajemen didapat dari STIE Kusumanegara. Saat ini, penulis

bertugas

sebagai

Account

Representative di KPP Wajib Pajak Besar Satu (sejak 2019). Sebelumnya, penulis berdinas di KPP Jakarta Jatinegara (2016 s.d. 2019), KPP Jakarta Pasar Rebo (2011 s.d. 2016) dan di KPP Madya Jakarta Timur (2009 s.d. 2011). Berstatus menikah dengan 3 putra dan satu putri, penulis sangat antusias berada di tempat berarsitektur tua, serasa berada di jaman dan waktu bangunan kuno itu berjaya. Menuangkan perasaan antusiasme dalam tulisan itulah, yang menjadi motivasi awal penulis untuk belajar menulis 😊.

77

jalan-jalan ke pasar kenari, pulangnya mampir beli sawi perkenalkan saya Rianuari, akhwat manis dari Betawi

Deki Krisna Aditya, Account Representative di KPP Wajib Pajak Besar Satu. Lahir di Klaten, 11 Maret 1985, berstatus menikah dengan satu putra dan satu puteri. Hobi yang disukai penulis adalah Olahraga (Volley, Pinpong, Futsal).

78

Dhani Hertanto, Account Representative KPP Wajib Pajak Besar Satu. Telah menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keuangan Spesialisasi Perpajakan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

Afidah Nur Rizki, lahir di Klaten pada tanggal 26 Desember 1996. Bergabung dengan DJP pada penghujung 2015 setelah lulus dari Program Diploma I Perpajakan Politeknik Keuangan Negara STAN. Selepas menunaikan Pendidikan Diploma III Akuntansi Alih Program pada 2020, ia kembali mengabdi sebagai pelaksana pada KPP Wajib Pajak Besar Satu. Penggembira di OMOAr ini tak pernah berpikir bahwa dirinya bisa menulis dan dipublikasi. Namun, dorongan dari rekan membuatnya terus memacu diri untuk dapat berkarya melalui tulisan.

79

Dhia Atikah Ulfah Rana, lahir di Lubuklinggau, Sumatera Selatan tanggal 27 Agustus 1996. Berstatus sebagai pegawai Direktorat Jenderal Pajak sejak Desember 2015. Wanita yang akrab disapa “Dea” ini telah menyelesaikan Pendidikan Diploma I Spesialisasi Perpajakan di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Tahun 2015 dan saat ini sedang melanjutkan Pendidikan Diploma III di Universitas Terbuka

jurusan

Perpajakan.

Menumbuhkan

budaya menulis menjadi motivasinya bergabung dalam program One Month One Article (OMOAr) yang diselenggarakan oleh KPP Wajib Pajak Besar Satu.

Yashinta Aulia, Lahir di Maros, 5 Agustus 1996. Menyelesaikan pendidikan Diploma I Jurusan Perpajakan BDK Makassar, Yashin sapaan akrabnya, mulai bergabung di DJP dengan bertugas di KPP Pratama Watampone pada Tahun 2015. Setelah dua setengah tahun bekerja,

ia

berkesempatan

melanjutkan

Pendidikan di Program DIII Akuntansi (Alih Program) sebelum akhirnya ditempatkan di KPP Wajib Pajak Besar Satu. Menurutnya dengan

menulis,

hal-hal

yang

sulit

disampaikan dengan lisan dapat dengan mudah disampaikan, tapi tetap harus disertai dengan ilmu pengetahuan dan belajar secara terus menerus.

80

Get in touch

Social

© Copyright 2013 - 2024 MYDOKUMENT.COM - All rights reserved.